tidak kompeten, 2 Kurang memberi perhatian, 3 Sistem kontrol yang lemah dan 4 Kurangnya modal. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan usaha kecil adalah 1 Kerja keras, motivasi, dan dedikasi, 2 Permintaan pasar akan produk atau jasa yang disediakan, 3 Kompetensi
manajerial dan 4 Keberuntungan. Secara umum UKM mempunyai tantangan internal dan eksternal,
tantangan internal usaha kecil melekat pada dirinya yaitu kelemahan manajerial dan skala ekonomi terbatas. Sedangkan tantangan eksternal
sebagian berasal dari kemitraan yang dibangun dengan usaha besar. Program penyelenggaraan PKBL dilaksanakan melalui pemanfaatan dana dari bagian
laba BUMN, dimana tiap BUMN diwajibkan menyisihkan 1-3 dari laba bersihnya untuk program kemitraan yaitu meningkatkan kemampuan usaha
kecil menjadi tangguh, mandiri dan unggul sehingga peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, ekspor dan pembentukan produk domestik bruto
semakin meningkat Kementrian BUMN, 2003.
C. Pembinaan dan Pengembangan UKM
Upaya pembinaan dan pengembangan UMKM adalah yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat melalui bimbingan dan
bantuan perkuatan guna peningkatan kemampuan UMKM agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Lingkup pembinaan yang dilakukan adalah bidang
produksi, pemasaran, keuangan, tenaga kerja dan teknologi. Menurut Ahmad Sulaeman 2010 pembinaan di lapangan yang
dilakukan pemerintah belum semua berjalan efektif, karena : 1
Pembangunan UMKM masih bersifat Top down walaupun sudah otonomi. Pemerintah Pusat belum rela untuk berbagi tugas dengan Pemerintah
Daerah. 2
Kurang koordinasi masing-masing pembina sehingga di lapangan ada beberapa kegiatan yang tumpang tindih.
3 Program Pemerintah masih berjalan secara parsial, kurang memberikan
arti bagi pembangunan.
4 Antara program instansi terkait, satu program dengan program lain ada
yang tumpang tindih, tidak konsisten dan berkesinambungan 5
Lembaga pendukung pelayanan jasa seperti Business Development Service BDS masih belum profesional untuk membangun UMKM.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan UKM pemerintah sebenarnya telah banyak memberikan kemudahan kepada pengusaha kecil
dalam rangka memperoleh bantuan berbagai fasilitas untuk mendorong peningkatan UKM, bahkan jauh-jauh sebelumnya, para pendiri Republik
Indonesia telah memberikan dukungan berdasarkan perundang undangan yang jelas dan tegas kepada koperasi, sebagaimana tercantum dalam pasal 33
UUD 1945 dan penjelasannya. MPR RI juga secara tegas selalu mencantumkan perlunya pemberdayaan UKM pada setiap GBHN yang
ditetapkan dan selanjutnya diperkuat dengan adanya UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kebijakan pada tataran makro
akan menentukan kondusif atau tidaknya sistem dan kondisi perekonomian dengan
pembangunan UKM. Kebijakan pada tataran makro akan menentukkan struktur dan tingkat persaingan pasar yang dihadapi oleh pelaku
usaha termasuk UKM. Tugas Pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menumbuh kembangkan iklim yang kondusif bagi UKM, dalam arti UKM
memiliki kesempatan berusaha yang sama dan menanggung beban yang sama dibandingkan pelaku usaha lainnya secara proporsional.
UU No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil pasal 14 merumuskan bahwa pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM, ketenagakerjaankewirausahaan, teknologi dan pelayanan.
Pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi UMKM tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a. Kemampuan UKMK dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi
berbasis lokal yang mengandalkan sumber daya lokal. b.
Kemampuan UKMK dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing.
c. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar domestik
maupun ekspor d.
Berbasis bahan baku lokal. e.
Subtitusi impor. Dalam pengembangan UKM ke depan, perlu diperhatikan kelebihannya
yaitu organisasi internal sederhana; mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan yang bersifat padat karya, disamping berorientasi ekspor dan
substitusi impor, aman bagi perbankan dalam memberikan kredit 0,01 pada tahun 2004 dari total kredit Rp. 119,5 trilyun dari total pinjaman bank
yang diberikan ke seluruh pihak sebesar Rp. 510,6 trilyun bergerak dibidang usaha yang cepat menghasilkan; mampu memperpendek rantai distribusi;
fleksibilitas dalam pengembangan usahanya Hubeis,2004. Walaupun demikian, juga perlu dipertimbangkan kekurangan dari UKM, yaitu lemah
dalam kewirausahaan dan manajerial terutama pemasaran, keterbatasan keuangan, ketidakmampuan informasi pasar, tidak didukung kebijakan dan
regulasi memadai, tidak terorganisasi dalam menjaring dan kerjasama, serta sering tidak memenuhi standar Hubeis, 2005.
Menghadapi perkembangan ekonomi nasional yang tidak lepas dari pengaruh ekonomi regional dan global dengan segala bentuk peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan diperlukan penciptaan iklim usaha yang kondusif dan paket program khusus yang dirancang secara terpadu dengan
pendekatan baik untuk perorangan maupun kolektif, yang sesuai dengan tahapan perkembangan permasalahan yang dihadapi UKMK. Pengembangan
usaha erat kaitannya dengan proses, seperti pendefinisian masalah kekuatan- kelemahan dan peluangan-ancaman, pemecahan masalah kreativitas
seleksi gagasan kriteria dan uji yang sesuai aspek dan pengayaan gagasan yang terkait dengan fungsi perusahaan pemasaran, keuangan, produksi,
administrasi dan personalia, penelitian dan pengembangan dan fungsi manajemen perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan.
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05MBU2007 program PKBL terdiri dari Program Kemitraan dan Program Bina
Lingkungan. Program Kemitraan merupakan suatu program yang ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari 1 - 3 dari laba bersih BUMN.
Usaha kecil yang dapat ikut serta dalam program kemitraan adalah sebagai berikut 1 Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 dua
ratus juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2 memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 satu
milyar rupiah 3 Milik Warga Negara Indonesia 4 Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5 Berbentuk usaha orang perseorangan, badan
usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi 6 Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk
dikembangkan 7 Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 satu tahun 8 Belum memenuhi persyaratan perbankan non bankable.
Adapun dana program kemitraan diberikan dalam bentuk : 1 Pinjaman untuk membiayai
modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan, 2 Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan
dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari
rekanan usaha Mitra Binaan, 3 Beban Pembinaan : a
Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas
Mitra Binaan serta untuk pengkajianpenelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan;
b Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20 dua puluh
persen dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan;
c Beban Pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan
Mitra Binaan. Menurut Undang
– Undang RI Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil yang dimaksud kemitraan adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan
usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan oleh usaha menengah
atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan. Prinsip kemitraan sesuai pasal 26 UU RI Nomor 9 tentang usaha kecil
adalah : 1
Usaha Menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan Usaha Kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki
keterkaitan usaha. 2
Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
3 Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan
dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
4 Dalam melakukan hubungan kemitraan kedua belah pihak mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Tujuan kemitraan menurut Lubis, 2007 adalah untuk meningkatkan
kesempatan berusaha dan kemampuan manajemen dalam satu atau lebih aspek:
a Bidang produksi dan pengolahan
b Bidang pemasaran
c Bidang sumber daya manusia SDM
d Bidang teknologi
e Penyediaan bahan baku
f Pengolahan Usaha dan pendanaan.
Kemitraan dilaksanakan dengan berbagai pola, Hubeis 2009 adalah : a
Pola Inti Plasma : merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang
bermitra. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis dan manajemen serta menampung, mengolah dan
memasarkan hasil produksi disamping memproduksi kebutuhan perusahaan. Kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan
sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.
b Pola Subkontrak : pemberian seluruhsebagian proses produksi atau
pembuatan lahan perusahaan besar kepada perusahaan kecil. Ciri khas dari bentuk subkontrak adalah membuat kontrak bersama yang
mencantumkan volume, harga dan waktu. Pola ini mempunyai keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal
dan keterampilan serta menjamin produk kelompok mitra usahanya. c
Pola Dagang Umum vendor : pembelian produk industri kecil untuk memenuhi operasional industri besarmenengah atau untuk di ekspor
dipasarkan oleh perusahaan besar atau hubungan kemitraan dalam memasarkan hasil usaha kelompok usaha yang dibutuhkan perusahaan.
Beberapa kegiatan agribisnis holtikultura menerapkan pola ini dan kelompok tani bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha dagang
lainnya. Pola yang sama adalah contract farming pada komoditas holtikultura yang dikembangkan oleh para pengusaha. Kiat tersebut
secara nyata dipraktikkan dalam membina petani produsen mitra. d
Pola Waralaba : salah bentuk hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan pemberi hak lisensi, merek dagang, saluran
distribusi perusahaanya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan manajemen. Pemilik waralaba
bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran, merek dagang, dan hal lainnya kepada mitra pemegang
usaha. Pemegang waralaba hanya mengikuti pola yang ditetapkan pemilik serta memberikan sebagian pendapatan berupa royalti dan biaya
yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut. e
Pola Keagenan : salah satu hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa dari usaha
menengah atau usaha besar sebagai mitranya yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, sedangkan usaha kecil kewajiban
untuk memasarkan barang atau jasa tersebut, bahkan disertai dengan target yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati.
f Sistem Kerjasama “Bapak Angkat“ yang meliputi orientasi pasar, hal
yang jelas dan berulang, didukung bahan bakuyang tersedia serta telah teruji dan mudah dialihkan.
g Pembinaan oleh BUMN berupa program kemitraan : meningkatkan
kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN; dan program bina
lingkungan; pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian
laba BUMN. h
Kontrak bisnis : adanya interaksi yang pasif. i
Kontrak bisnis : adanya bentuk ini membuat hubungan lebih bersifat aktif.
j Kerja Sama Bisnis : pada bentuk ini hubungan bisnis di samping
bersifat aktif juga bervariasi sampai kepada penanganan manajemen misalnya dalam bentuk joint operation bidang pemasaran, joint
venture bidang keuangan , produksi, dan lain-lain. k
Keterkaitan bisnis linkages : bebas dalam usaha tetapi sepakat melakukan engineering subcontract bukan subkontrak yang bersifat
komersial dalam proses produksi. Dalam hal ini tidak mengedepankan perjanjian bisnis murni, tetapi azas saling membutuhkan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan. Program Bina Lingkungan yaitu program pemberdayaan kondisi
masyarakat dan lingkungan yang berada di sekitar lokasi perusahaan, melalui pemanfaatan dana sebesar maksimal 2 dari laba bersih BUMN. Program
Bina Lingkungan diberikan dalam bentuk hibah khusus bagi masyarakat kurang mampu dalam bentuk bantuan pendidikan, bantuan kesehatan,
bantuan bencana alam, bantuan sarana dan prasarana umum, serta bantuan sarana ibadah. Berbagai program ini dimaksudkan untuk mendorong
peningkatan kesempatan kerja dan mengurangi tingkat kemiskinan dengan prioritas sektor sektor yang memiliki daya tampung tenaga kerja yang tinggi
seperti pada sektor pertanian, industri padat karya, perdagangan dll.
D. Pengertian Laporan Keuangan