Development of the System of Performance Measurement partnership program in PCDP PT. Sucofindo, Jakarta

(1)

ARIFIN DERAJAT SURYANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R 2013


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Laporan Tugas Akhir yang berjudul :

PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PROGRAM KEMITRAAN di PKBL PT. SUCOFINDO JAKARTA merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dari komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan ini.

Bogor, Februari 2013

Arifin Derajat Suryana P054110025


(3)

ARIFIN DERAJAT SURYANA. Development of the System of Performance Measurement partnership program in PCDP PT. Sucofindo, Jakarta. Supervised by SAPTA RAHARJA as chairman and H. AMIRUDDIN SALEH as member.

The partnership program is a part of the activity in the Partnership and Community Development Program (PCDP) as a form of responsibility by revolving funds and part of its profits. Up to now, revolving fund of the partnerships program has reached IDR 18.17 trillion and is growing every year, So is need of good management and accurate performance measurement. Until now, the partnership program performance was measured by indicators of the effectiveness of distribution and level of collectibility loan repayment. There Indicators are still not able to describe the overall performance of the partnerships program, which may cause the dysfunction of organization, which may be detrimental to all. Therefore, a research was done to develop a performance measurement system partnerships program. Development was started by identifying stakeholders’ expectations, then analyzing the methods of ranking, classification, Logical Framework Analysis (LFA), suitability analysis, Analytical Hierarchy Process (AHP), Focus Group Discussion (FGD), and Objective Matrix (OMAX). Analysis has produced eight new indicators with the a weight and the maximum and minimum values which are made equal to a score of zero to 10. The hope was done by survey for stakeholder communities and small businesses with a sample of 30 respondents for each group stakeholder, while for stakeholders’ employees, management, and state ministries was done by census. Respondents selected purposively. The total value from the assessment are classified as follows: 0-200 very poor performance, 201-400 poor performance, 401-600 moderate performance, 601-800 good performance, and 801-1000 excellent performance. The new system of performance measurement was applied to assess the implementation of PCDP PT. Sucofindo Jakarta, which give the total value 639.9, as mentioned as good performance. Key word: PCDP, performance measurement system, indicators, score


(4)

Program Kemitraan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta. Di bawah bimbingan SAPTA RAHARJA sebagai ketua dan H. AMIRUDDIN SALEH sebagai anggota.

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan program pembinaan usaha kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai wujud kepedulian BUMN kepada masyarakat khususnya untuk usaha kecil melalui pemanfaatan dana dari sebagian labanya. Terdapat dua jenis program dalam PKBL yaitu Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh, mandiri dan membentuk calon mitra binaan baru serta pemberdayaan kondisi sosial masyarakat.

Sampai dengan saat ini dana bergulir program kemitraan PKBL seluruh BUMN telah mencapai Rp. 18,17 trilliun dan bertambah setiap tahunnya. Jumlah dana yang tidak kecil tersebut menuntut pengelolaan yang baik sehingga dapat mencapai apa yang diharapkan dengan efisien dan efektif. Salah satu cara untuk melihat apakah dana tersebut telah dikelola dengan baik adalah menilai kinerja dari PKBL pada BUMN tersebut.

Saat ini kinerja program kemitraan PKBL hanya diukur berdasarkan indikator efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman. Indikator tersebut dirasa belum dapat menggambarkan kinerja PKBL secara keseluruhan. Pengukuran kinerja yang tidak tepat sasaran akan menyebabkan disfungsi organisasi. Disfungsi organisasi akan merugikan semua pihak yang terkait dengan organisasi tersebut.

Dari uraian di atas maka dilakukan penelitian untuk mengembangkan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL BUMN. Hal ini karena program kemitraan memiliki dampak yang lebih luas dan berisiko tinggi dibanding dengan bina lingkungan. Pengembangan dimulai dari melakukan identifikasi sistem pengukuran kinerja PKBL BUMN saat ini, mengembang-kannya dan kemudian diimplementasikan pada PKBL PT. Sucofindo Jakarta.

Identifikasi sistem pengukuran kinerja PKBL dilakukan dengan menelaah dokumen dan wawancara mendalam dengan manajemen PKBL PT. Sucofindo. Identifikasi menghasilkan bahwa sistem pengukuran kinerja PKBL BUMN mengacu pada Keputusan Menteri BUMN nomor Kep-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara. Dalam keputusan menteri tersebut kinerja PKBL BUMN dinilai dari efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman.

Pengembangan sistem pengukuran kinerja PKBL BUMN dimulai dari pengumpulan data harapan stakeholder PKBL terhadap PKBL. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada stakeholder PKBL yaitu masyarakat, usaha kecil, manajemen PKBL, karyawan PKBL dan Kementerian Negara BUMN. Untuk masyarakat dan usaha kecil dipilih responden secara purposif sebanyak 30 responden, sedangkan manajemen, karyawan, dan


(5)

dengan aspek yang sesuai. Harapan stakeholder yang didapat, kenudian dianalisis dengan Logical Framework Analysis (LFA) sehingga diperoleh 16 indikator sebagai alat ukur untuk pemenuhan harapan stakeholder tersebut. Indikator yang didapat dianalisis kesesuaiannya dengan persyaratan indikator yaitu specific, measurable, achievable, realistic, timely, continuously improve, relevan, prioritas, dan layak. Seluruh indikator memenuhi persyaratan di atas.

Selanjutnya dilakukan pemilihan Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan sekaligus dilakukan pembobotan terhadap indikator tersebut. Didapat 10 IKU yaitu peningkatan parameter skala usaha mitra binaan (bobot 22), tingkat kepuasan pelanggan (bobot 17), kegiatan sosialisasi (bobot 13), efektivitas penyaluran (bobot 12), tingkat kolektibilitas (bobot 9), System Operating Procedure (SOP) kegiatan (bobot 8), laporan kegiatan dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) (bobot 6), kampanye anti Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) (bobot 5), aturan yang jelas untuk penyimpangan KKN (bobot 4), dan tingkat kepuasan karyawan (bobot 4). Untuk indikator peningkatan parameter skala usaha terdiri dari tiga parameter yaitu aset (bobot 7,3), omzet (bobot 7,3), dan laba (bobot 7,4). Di samping itu ditentukan pula dokumen sumber verifikasi sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Kesepuluh indikator dengan bobotnya masing-masing diberi skor 0 sampai 10 dengan metode Objective Matrix (OMAX). Dilakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk menentukan nilai tiap indikator dalam skor pada OMAX. Hasil akhir nilai kinerja diklasifikasikan sebagai berikut: nilai 0 - 200 kinerja sangat buruk, 201 – 400 kinerja buruk, 401 – 600 kinerja sedang, 601 – 800 kinerja baik, dan 801 – 1000 kinerja sangat baik.

Pelaksanaan pengukuran kinerja (penetapan skor) mengacu pada dokumen sumber verifikasi yang telah ditetapkan untuk masing-masing indikator. Dokumen sumber verifikasi yang digunakan adalah form A pada prosedur survei lapangan, form C pada prosedur monitoring lapangan, dokumen hasil survei kepuasan pelanggan, laporan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, dokumen SOP, RKA, peraturan perusahaan dan dokumen hasil survei kepuasan karyawan. Terdapat dua dokumen yang belum ada saat ini yaitu dokumen hasil survei kepuasan pelanggan dan dokumen hasil survei kepuasan karyawan sehingga dalam pelaksanaan pengukuran kinerja diasumsikan indikator kepuasan pelanggan dan kepuasan karyawan masing-masing mendapatkan skor lima. Hasil akhir dari pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta didapat nilai kinerja program kemitraan yaitu sebesar 639,9 yang termasuk pada status kinerja baik.


(6)

© Hak Cipta IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

ARIFIN DERAJAT SURYANA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R

2013


(8)

Nama Mahasiswa

:

Arifin Derajat Suryana Nomor Pokok

:

P054110025

Program Studi

:

Industri Kecil Menengah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA Dr.Ir.H. Amiruddin Saleh, MS Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubies, MS,Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(9)

Segala puji dipanjatkan bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang karena atas berkat dan rahmat-Nya tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir yang berjudul Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta, ini merupakan salah satu syarat untuk penyelesaian studi pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih disampaikan atas bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak sehingga tugas akhir ini bisa diselesaikan. Untuk itu, disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA selaku pembimbing utama yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dorongan selama kegiatan kajian dan penulisan tugas akhir ini.

2. Dr.Ir. H. Amiruddin Saleh, MS selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingannya.

3. Seluruh dosen pengajar PS MPI IPB yang telah memberikan dukungan kepada mahasiswa agar dapat menyelesaikan kuliahnya dalam kesempatan pertama dan seluruh staf administrasi PS MPI IPB yang telah turut memberi bantuan dan dukungan.

4. Kepala unit, para manager dan seluruh staf Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo yang selalu mendorong dan memudahkan kami dalam memperoleh data.

5. Istriku dan anak-anakku tersayang atas dukungan, serta dorongan semangat yang luar biasa dan memberikan inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan ini.

6. Teman-teman MPI angkatan ke-15 yang sudah ikut memberikan dorongan dan bantuan moril dalam penulisan karya akhir ini.

7. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.


(10)

jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2013


(11)

Penulis lahir di Jakarta, pada tanggal 02 Juni 1967 sebagai putra kesembilan dari pasangan Bapak Agus Suherman (Alm.) dan Ibu Kunmaryati Kuningsih (Almh).

Tahun 1982, penulis lulus Sekolah Dasar (SD) RIA Persit KCK Jakarta, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 20 Jakarta dan lulus tahun 1985. Selanjutnya penulis diterima di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Jakarta dan lulus tahun 1987. Gelar sarjana diperoleh penulis tahun 1992 dari Program Studi Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Setelah memperoleh gelar kesarjanaan, penulis pada tahun 1992 diterima bekerja sebagai inspektur PT. Sucofindo (Persero) cabang Jakarta. Pada tahun 1998 penulis ditugaskan ke PT. Sucofindo cabang Bandung selama dua tahun. Kemudian Penulis kembali ditugaskan ke PT. Sucofindo cabang Manado dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2002. Dari tahun 2002 sampai saat ini penulis bekerja di PT. Sucofindo kantor pusat.

Penulis menikah dengan Mila Aviany pada tahun 1992 dan dikaruniai dua orang putra dan dua orang putri yaitu Muhammad Luthfan Farizan, (18 tahun), Veivira Vianisa Fauziany (15 tahun), Vinalia Khoirunnisa Aviari (12 tahun) dan Muhammad Faqih Ilmi (5 tahun). Dalam usaha meningkatkan kualitas individu dan mengembangkan wawasan untuk lingkungan kantor maupun lingkungan di luar kantor, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 angkatan 15.


(12)

(13)

(14)

iii

1. Realisasi dan Anggaran Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian Negara BUMN


(15)

(16)

v 1. Pemangku Kepentingan Utama


(17)

vi

Halaman 1. Hasil Survei untuk Uji Validasi dan Reliabilitas Kuesioner Masyarakat 98 2.


(18)

A. Latar Belakang

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan Program Pembinaan Usaha Kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui pemanfaatan dana dari sebagian labanya. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan (Kemeneg BUMN, 2007).

Peran PKBL BUMN diharapkan mampu mewujudkan 3 pilar utama pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah dan merupakan janji politik kepada masyarakat, yaitu: (1) pengurangan jumlah pengangguran (pro-job) (2) pengurangan jumlah penduduk miskin (pro-poor) dan (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth). Di samping itu melalui PKBL diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan. PKBL adalah bentuk tanggung jawab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada masyarakat.

Kegiatan PKBL dilaksanakan dengan berpedoman pada UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN serta Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 yang menyatakan maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak hanya mengejar keuntungan melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Terdapat dua jenis program dalam PKBL yaitu Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Program Kemitraan yaitu program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Kementerian Negara BUMN, 2007). Program Bina Lingkungan yaitu program untuk membentuk calon mitra binaan baru dan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Kementerian Negara BUMN, 2007), yang terdiri dari:

a. Bantuan Korban Bencana Alam

b. Bantuan Pendidikan dan atau Pelatihan c. Bantuan Peningkatan Kesehatan


(19)

e. Bantuan Sarana Ibadah f. Bantuan Pelestarian Alam.

Sampai saat ini ada 141 BUMN yang telah melaksanakan program ini dan setiap tahunnya menggulirkan dana yang tidak sedikit, seperti contoh sampai dengan tahun ini total dana yang dikeluarkan telah mencapai Rp. 25,76 trilliun. Khusus program kemitraan dana yang dikelola adalah dana yang harus dikembalikan sehingga bergulir dari tahun ke tahun terus bertambah sehingga semakin lama semakin besar seperti terlihat dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Realisasi dan Anggaran Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian Negara BUMN

Program

Tahun (Rp. Trilliun)

2008 2009 2010 2011 2012*) Total 1991 s/d 2012*) Kemitraan 1,31 1,50 2,00 2,70 3,59 18,17 Bina Lingkungan 0,42 0,46 0,93 2,10 2,57 7,59

Jumlah 1,73 1,96 2,93 4,80 6,16 25,76

Sumber: Laporan Kinerja Kementerian Negara BUMN 2011-2012 *) Anggaran Jumlah dana yang tidak kecil tersebut menuntut pengelolaan yang baik sehingga dapat mencapai apa yang diharapkan dengan efisien dan efektif. Terlebih program kemitraan, dimana dana yang dikeluarkan merupakan dan bergulir yang harus dikembalikan. Hal ini memerlukan pengelolaan yang lebih rumit dan memiliki risiko tinggi. Salah satu cara untuk melihat apakah dana tersebut telah dikelola dengan baik adalah menilai kinerjanya. Kinerja yang baik menunjukkan bahwa pengelolaan berjalan dengan baik sehingga memberikan manfaat maksimal kepada usaha kecil yang merupakan sasaran program ini.

Sampai saat ini kinerja BUMN diukur berdasarkan Kepmen Negara BUMN No. KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara, yang termasuk di dalamnya pengukuran kinerja PKBLnya. Dalam Keputusan Menteri tersebut (lampiran II: 13/18) dinyatakan bahwa kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) (sekarang PKBL) dinilai berdasarkan indikator efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman. Penilaian kinerja tersebut di atas dirasakan belum cukup menggambarkan keberhasilan PKBL dalam melaksanakan tugasnya dan mencapai tujuannya. Bahkan dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor : PER/20/M.PAN/11/2008,


(20)

dikatakan bahwa instansi pemerintah belum disebut berkinerja sebelum dapat menunjukkan keberhasilan pencapaian outcome-nya. Seringkali kegiatan sudah dianggap sebagai kinerja organisasi padahal yang dimaksud kinerja adalah pengukuran hasil dari kegiatan tersebut. Seperti halnya efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas yang merupakan kegiatan PKBL sedangkan hasilnya adalah terbantunya usaha kecil sehingga bisa tangguh dan mandiri. Maka indikator pengukuran kinerja PKBL seharusnya dapat mengukur hasil yang diharapkan sehingga dapat menggambarkan keberhasilan PKBL dalam melaksanakan tugasnya.

Perusahaan PT. Sucofindo merupakan salah satu BUMN yang melaksanakan program PKBL, melakukan penyaluran dana setiap tahunnya dan sampai dengan tahun ini telah mengeluarkan sebesar Rp. 247,15 milliar dan terus bertambah setiap tahunnya seperti terlihat dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Realisasi dan Anggaran Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo

Program

Tahun (Rp. Miliar)

2007 2008 2009 2010 2011 2012*) Total 1991 s/d 2012*) Kemitraan 10,96 9,41 12,83 14,07 14,22 13,84 217,64 Bina Lingkungan 0,15 0,13 0,31 0,46 0,73 0,96 29,51 Jumlah 11,11 9,54 13,14 14,53 14,95 14,80 247,15 Sumber: PKBL PT. Sucofindo, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011a. *) : Anggaran

Pengelolaan program PKBL di PT. Sucofindo dilakukan oleh PKBL yang di antaranya adalah PKBL PT. Sucofindo Jakarta. PKBL ini merupakan dengan pengelolaan dana terbesar dari semua PKBL yang ada di PT. Sucofindo.

Dari latar belakang di atas maka dirasakan perlu pengembangan sistem pengukuran program kemitraan PKBL PT. Sucofindo sebagai pemacu peningkatan kinerjanya sesuai dengan tujuan dan harapan stakeholder-nya.

B. Perumusan Masalah

Indikator pengukuran kinerja PKBL sesuai Kepmen BUMN No. KEP-100/MBU/2002 yaitu efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman dipandang belum dapat memberikan informasi yang cukup untuk seluruh kegiatannya sesuai dengan tujuan pembentukannya yaitu turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat (Sekneg RI, 2003). Pengukuran kinerja yang hanya mengandalkan


(21)

ukuran-ukuran keuangan dapat menjadi pemicu disfungsi organisasi dan sering menghilangkan sudut pandang lain yang tidak kalah pentingnya (Monika, 2000). Disfungsi organisasi dapat terjadi dengan alasan sebagai berikut:

Pertama, dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan dan tujuan pembentukkan organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2011). Contoh pada PKBL BUMN akan mendorong manajemen PKBL menyalurkan dana sebanyak-banyaknya untuk mencapai anggaran penyaluran dengan kriteria yang penting bisa mengembalikan dengan lancar. Manajemen PKBL tidak lagi memperhatikan perkembangan usaha/kegiatan bisnis mitra binaan, pengembalian pinjaman yang lancar sudah lebih dari cukup bagi manajemen PKBL menunjukkan kinerjanya. Hal ini mendorong penyaluran pinjaman tidak tepat sasaran.

Kedua, dapat mendorong tindakan yang menghalalkan segala cara untuk mencapai target tujuan. Tindakan tersebut dapat membahayakan diri sendiri dan juga organisasi serta dapat mengganggu kondisi/suasana lingkungan kerja. Di samping itu juga dapat merusak hubungan antar anggota organisasi dimana pimpinan lebih mementingkan target dari pada hubungan dengan bawahan.

Ketiga, dari sisi perusahaan (BUMN itu sendiri) program PKBL merupakan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TSP). Disfungsi akan terjadi karena manajemen PKBL hanya mengejar target anggaran penyaluran dan tingkat pengembalian, tidak memperhatikan pemberdayaan potensi, kondisi ekonomi dan sosial lingkungan masyarakat sehingga program TSP tidak berjalan sesuai harapan. Disfungsi seperti di atas sangat merugikan UKM, dunia usaha dan masyarakat serta juga perusahaan BUMN itu sendiri.

Pengukuran kinerja program kemitraan harus dapat mencerminkan keberhasilan PKBL dari kegiatan yang dilaksanakan yaitu: turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah/ koperasi/ masyarakat, dan meningkatkan kemampuan usaha kecil. Di samping itu harus sesuai dengan tujuan organisasi, menggambarkan aktivitas-aktivitas kunci manajemen, dapat dimengerti pegawai, mudah diukur dan dievaluasi serta dapat digunakan oleh organisasi secara konsisten.

Untuk itu perlu adanya pengembangan indikator kinerja program kemitraan PKBL agar dapat menjadi pendorong peningkatan kinerjanya sebagai tanggung jawab


(22)

terhadap dana masyarakat yang dikelola. Dari uraian di atas maka disusunlah beberapa rumusan masalah yang menjadi kajian pada tugas akhir ini, yaitu:

1. Seperti apakah sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta saat ini?

2. Adakah pengembangan sistem pengukuran kinerja program kemitraan yang dilakukan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta?

3. Bagaimana pengembangan indikator pada sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL di PT. Sucofindo Jakarta diimplementasikan?

C. Tujuan

Pengukuran kinerja hendaknya dapat mencermikan seluruh kegiatan dan harapan stakeholder. Rumusan di atas merupakan permasalahan yang diwujudkan dalam suatu penelitian dari suatu pengembangan sistem sehingga dilakukan penelitian yang bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta,

2. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta,

3. Mengukur kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta dengan indikator pengukuran kinerja program kemitraan hasil pengembangan.


(23)

A. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara 1. Gambaran Umum PKBL BUMN

Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Kemeneg BUMN, 2007). Terdapat 141 BUMN dalam Negara kita yang bergerak di berbagai bidang, mulai bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan hingga usaha jasa. Sesuai dengan komitmennya membantu usaha kecil, pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1232/KMK.013/1989 yang mewajibkan semua BUMN menyisihkan laba sebesar 1-3 persen, untuk pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah dan Koperasi (Pegelkop). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 316/KMK.016/1994 program ini berganti nama menjadi program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05/MBU/2007 nama program diganti menjadi Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang dinamakan sebagai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau PKBL.

PKBL pada BUMN merupakan organisasi khusus yang mengelola Program Kemitraan (PK) dan Program Bina Lingkungan (BL) yang merupakan bagian dari organisasi BUMN pembina yang berada di bawah pengawasan seorang direksi (Kemeneg BUMN, 2007). Terdapat dua program dalam PKBL yaitu Program Kemitraan (PK) dan program Bina Lingkungan (BL). Program Kemitraan adalah pemberian pinjaman lunak dan pembinaan Usaha Kecil untuk meningkatkan kemampuannya agar menjadi tangguh dan mandiri, sedangkan program Bina Lingkungan adalah kegiatan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Kemeneg BUMN, 2007).

PT. Sucofindo merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang jasa surveyor dan memiliki cabang di seluruh Indonesia. Setiap cabang memiliki PKBL sendiri dan dikoordinasi oleh PKBL di kantor pusat. PKBL yang terbesar


(24)

adalah PKBL Jakarta dengan wilayah kerja meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan disebut mitra binaan. Usaha kecil mitra binaan yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan (Kemeneg BUMN, 2007) yaitu :

(1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah); (2) Milik Warga Negara Indonesia;

(3) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

(4) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;

(5) Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan; (6) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun; (7) Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholder) pada PKBL. Pemangku kepentingan (stakeholder) dalam perusahaan seperti diilustrasikan dalam Gambar 1 (Wibisono, 2011). Pemangku kepentingan mana yang harus mendapatkan prioritas utama untuk dilayani sangat bervariasi, tergantung pada jenis organisasinya, ketersediaan sumber daya yang dimiliki, dan berbagai perubahan lingkungan usaha yang berlangsung secara terus-menerus.

Dari penjelasan di atas maka stakeholder PKBL adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan PKBL seperti: Masyarakat, usaha kecil, Pemerintah (kementerian BUMN), manajemen BUMN, dan karyawan PKBL.


(25)

Gambar 1 Pemangku Kepentingan Utama (Wibisono, 2011) 2. Tujuan Pembentukan PKBL di BUMN

Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 3 tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pada PP nomor 3 tahun 1983 tersebut di atas BAB I pasal 2 ayat 2 butir f menyatakan bahwa maksud dan tujuan kegiatan Perum, Perjan dan Persero adalah turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sektor koperasi, turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Kemudian dilanjutkan dengan diterbitkannya keputusan Menteri sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan usaha kecil oleh BUMN, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1-5 persen dari laba setelah pajak. Nama program saat itu lebih dikenal dengan Program Pembinaan Pengusaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi


(26)

No.: 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara, nama program diganti menjadi program PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi).

Pada tahun 2003 peran BUMN di masyarakat diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Senada dengan UU nomor 3 tahun 1983 pada pasal 2 ayat (1) butir d dan e UU nomor 19 tahun 2003 disebutkan bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi dan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Dukungan maksud dan tujuan pendirian BUMN di atas tersurat juga pada pasal 88 ayat (1) yang mencantumkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Adapun pada ayat duanya menyatakan, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Untuk kegiatan amal atau sosial BUMN dapat berperan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan dalam pasal 90 UU nomor 19 than 2003. Sebagai pelaksanaan dari UU nomor 19 tahun 2003 tersebut, maka dikeluarkan keputusan Menteri BUMN nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Keputusan Menteri BUMN nomor 236 tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Adapun Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Pada pasal (2) Kepmen BUMN nomor 236 dikatakan bahwa BUMN wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Sebagai petunjuk pelaksanaan kedua program tersebut dikeluarkan surat edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor SE 433/MBU/2003 tanggal 16 September


(27)

2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (BL).

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara nomor PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan

Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, menegaskan kembali bahwa BUMN dan anak perusahaannya wajib melaksanakan program kemitraan dan bina lingkungan. Kewajiban ini diikuti dengan wajib membentuk PKBL dan menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi. Di samping itu diwajibkan juga dalam hal:

(1) Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Program BL;

(2) Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon Mitra Binaan;

(3) Menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan dan Program BL kepada masyarakat;

(4) Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan; (5) Mengadministrasikan kegiatan pembinaan;

(6) Melakukan pembukuan atas Program Kemitraan dan Program BL;

(7) Menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada Menteri dengan tembusan kepada Koordinator BUMN Pembina di wilayah masing-masing.

3. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di PT. Sucofindo (1) Visi dan misi

Untuk mencapai sasaran program kemitraan dan bina lingkungan ditetapkan visi yaitu “Menjadi Pembina dan pengembang usaha kecil layak bina menjadi layak kredit yang menjadi rujukan BUMN lainnya.” Sebagai upaya mewujudkan visi di atas, manajemen bertekad melakukan misi ( PKBL PT. Sucofindo, 2011b) sebagai berikut:

a) Membina usaha kecil menjadi tangguh, mandiri dan layak kredit sehingga dapat membina usaha kecil lainnya.


(28)

b)Membantu pengembangan ekspor nonmigas produk usaha kecil dengan pembinaan yang terpadu dan berkesinambungan melalui pemanfaatan jaringan yang luas, sistem informasi dan manajemen.

c) Membantu perusahaan di dalam mengembangkan company image yang positif di masyarakat melalui pemberdayaan kondisi social masyarakat sehingga dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi kelangsungan usaha PT. Sucofindo.

(2) Sasaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Visi dan misi yang telah ditetapkan diwujudkan dengan menentukan sasaran program kemitraan dan bina lingkungan ( PKBL PT. Sucofindo, 2011b) yaitu:

a) kinerja efektivitas penyaluran pinjaman mencapai > 100 %, b)kinerja efektivitas dana bina lingkungan mencapai > 90 %, c) kinerja kolektibilitas pengembalian mencapai > 80 persen. (3) Strategi Program Kerja PKBL PT. Sucofindo

Sesuai Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2012 PKBL PT. Sucofindo, dalam rangka pencapaian sasaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan telah ditetapkan strategi program kemitraan dan bina lingkungan yang efisien dan efektif dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan koperasi untuk menjadi usaha kecil yang tangguh dan mandiri. Adapun strategi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo tahun 2012 adalah sebagai berikut :

a) Penyaluran pinjaman dialokasikan pada 12 Provinsi atau sesuai dengan RKA PKBL tahun 2012.

b) Penyaluran pinjaman diprioritaskan kepada sektor usaha yang potensial dan produktif dengan karakter pengusaha yang baik serta mengedepankan prinsip kehati-hatian.

c) Menerapkan pola inti plasma dan cluster serta pembinaan yang berkelanjutan.

d) Monitoring dan penagihan angsuran pinjaman secara intensif dan mengoptimalkan peran forum komunikasi di seluruh cabang serta bekerjasama dengan pihak terkait khusus untuk menangani piutang bermasalah.


(29)

e) Kegiatan Program Bina Lingkungan dilaksanakan oleh Divisi terkait, Kantor Pusat atau langsung oleh bagian PKBL setelah mendapatkan rekomendasi dari Direktur Keuangan dan Administrasi serta persetujuan dari Direktur Utama.

Kebijakan dan program kerja yang mendukung atas pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sehingga strategi program kemitraan dan bina lingkungan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat sasaran adalah :

a) Pola penyaluran dana

i. Keputusan layak bina ditetapkan oleh Cabang dan penyaluran pinjaman dana ditetapkan oleh Kantor Pusat.

ii. Kegiatan hibah di seluruh cabang harus mendapatkan rekomendasi PKBL Kantor Pusat.

iii. Menerapkan pola/konsep pinjaman khusus di seluruh Cabang.

iv. Penyaluran pinjaman diprioritaskan kepada mitra binaan yang telah melunasi pinjaman dengan kategori lancar.

v. Penyaluran dana kepada mitra binaan per wilayah disesuaikan dengan kontribusi dana masing-masing cabang.

b) Tertib Administrasi Program PKBL

Penerapan sistem dan prosedur yang konsisten, seluruh kegiatan PKBL dilaksanakan berdasarkan aturan (sistem dan prosedur) yang berlaku baik prosedur, kebijakan dan peraturan dari Kementerian BUMN atau prosedur yang telah ditetapkan secara internal.

c) Sistem Pengelolaan Kinerja

Penerapan sistem pengelolaan kinerja diterapkan di Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam rangka meningkatkan motivasi staf PKBL dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan, diberikan penghargaan berupa reward, khususnya terhadap pencapaian kinerja kolektibilitas dan penyaluran. Di samping itu diterapkan pula punishment berupa penghentian penyaluran dana kemitraan bagi cabang-cabang yang kinerja realisasinya 3 tahun berturt-turut di bawah 65% dari anggaran.


(30)

d) Biaya Operasional

Untuk efisiensi dan efektivitas pengelolaan biaya operasional seluruh PKBL dilakukan sendiri dari rekening yang dikelolanya, untuk PKBL cabang sebesar 80% dari jasa administrasi yang diterima dan kantor pusat 20% dari jasa administrasi konsolidasi sehingga secara total diperkirakan maksimal mencapai 100% dari jasa administrasi yang diterima.

(4) Program Kerja PKBL PT. Sucofindo

Program kerja PKBL dibagi dua yaitu program kemitraan dan program bina lingkungan. Program kerja program kemitraan yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah:

a) Melakukan survei dan evaluasi kepada calon mitra binaan.

b) Calon mitra binaan diprioritaskan maksimal kurang lebih 150 km dari lokasi kantor.

c) Melakukan kerjasama penyaluran dan pinjaman kepada mitra binaan dan lembaga yang kredibel.

d) Melakukan monitoring dan penagihan kepada usaha kecil di seluruh wilayah secara rutin.

e) Melakukan kerjasama dengan instansi/lembaga lain seperti kejaksaan atau KPKNL untuk penanganan koleksi pengembalian pinjaman usaha kecil bermasalah dengan kategori macet.

f) Optimalisasi peran Himpunan Pengusaha Mitra Binaan (HPMB) di setiap wilayah untuk membangun jaringan antara sesama mitra binaan untuk kemajuan usaha.

g) Peningkatan kualitas sumber daya manusia PKBL, melalui program pelatihan dan pendidikan, khususnya pelatihan terkait komunikasi, analisa kelayakan usaha dan penanganan usaha kecil bermasalah.

h) Optimalisasi penerapan cost reduction programme di PKBL.

i) Melakukan kerjasama dengan lembaga/instansi/LSM yang kompeten di bidangnya melalui program pelatihan, asistensi, pemetaan, pemasaran/ promosi dalam rangka mendorong perkembangan usaha mitra binaan dan kelancaran pelaksanaan program pembinaan oleh PT. Sucofindo.


(31)

Program kerja bina lingkungan yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

a) Bantuan untuk korban bencana alam yaitu bantuan yang diberikan untuk meringankan beban para korban yang diakibatkan bencana alam.

b) Bantuan untuk pendidikan dan atau pelatihan yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan usaha kecil dan masyarakat di lingkuangan sekitar perusahaan.

c) Peningkatan kesehatan yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

d) Pengembangan prasarana dan sarana umum yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan fasilitas kesejahteraan masyarakat.

e) Sarana ibadah yaitu bantuan untuk meningkatkan kualitas sarana ibadah masyarakat.

f) Bantuan untuk pelestarian alam yaitu bantuan yang diberikan kepada masyarakat berupa pelestarian dan keindahan lingkungan.

(5) Prosedur Operasi PKBL PT. Sucofindo

Saat ini PKBL PT. Sucofindo telah memiliki prosedur operasi untuk mengatur hal-hal pokok dalam melakukan kegiatannya. Pokok-pokok prosedur tersebut adalah:

a) Plafon Pinjaman

Pinjaman dana pembinaan kepada Usaha Kecil dan Koperasi (UKK) diberikan dalam bentuk satu paket dengan plafon dana sebesar Rp. 100 Juta per UKK, yang terdiri dari :

i. Modal kerja, bunga 6 %/th/sliding Rp. 60 Juta.

ii. Investasi, bunga 4 %/th/sliding Rp. 25 Juta. iii. Konsultasi Manajemen (hibah) Rp. 15 Juta.

Nilai tersebut merupakan plafon tertinggi, realisasi jumlah pinjaman adalah yang dinyatakan dalam Memorandum of Agreement (MOA) antara PT.Sucofindo (Persero) dengan UKK yang bersangkutan. Dengan jangka waktu pinjaman selama tiga tahun dan dapat diperpanjang selama-lamanya dua tahun.

Penyaluran dana pinjaman kepada UKK dapat dilaksanakan secara bertahap, sesuai hasil survei lapangan dan evaluasi dari PT. Sucofindo,


(32)

pinjaman tersebut disalurkan melalui bank yang telah ditunjuk berdasarkan persetujuan kedua belah pihak (PT. Sucofindo dan UKK). Penyaluran dana pinjaman kepada UKK diatur sebagai berikut :

i. Pinjaman lunak kepada UKK yang telah mempunyai badan hukum, atau legalitas usaha yang lengkap, dapat diberikan secara langsung kepada UKK yang akan dibina.

ii. Pinjaman lunak kepada UKK yang tidak mempunyai badan hukum, atau

tidak mempunyai legalitas usaha yang lengkap, dapat diberikan melalui ketua kelompok atau wadah yang dibentuk secara resmi, dan telah diketahui oleh instansi pemerintah terkait.

Didalam melaksanakan pembinaan kepada UKK, PT. Sucofindo dapat bekerjasama dengan instansi terkait, lembaga pendidikan, dan konsultan yang profesional di bidangnya.

b) Persyaratan Pengajuan Pinjaman Lunak

Untuk mengajukan pinjaman lunak usaha kecil harus memenuhi syarat sebagai berikut:

i. Harus mempunyai SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan.

ii. Belum pernah dibantu dalam permodalan baik oleh lembaga keuangan atau BUMN lain.

iii. Omzet Maksimal Rp. 1 miliar setahun

iv. Aset Maksimal Rp. 200 juta (diluar tanah dan bangunan) v. Minimal 1 tahun telah berusaha di sektor yang sama

vi. Sektor Usaha Industri kecil, agribisnis, jasa (waserda, bahan bangunan, bengkel mobil/motor, wartel)

vii. Diprioritaskan usaha yang menyerap tenaga kerja dan tidak padat modal.

c) Prosedur Pengajuan Pinjaman Lunak

Alur proses prosedur pengajuan pinjaman lunak dapat dilihat pada Gambar 2 dengan uraiannya sebagai berikut:

i. Setiap calon mitra binaan membuat surat permohonan pinjaman lunak kepada PT. Sucofindo sesuai dengan lokasi usahanya masing-masing.


(33)

ii. Surat Pemohonan dilampirkan dengan proposal pinjaman lunak, secara garis besar proposalnya berisikan latar belakang usaha, laporan keuangan, pemasaran hasil usaha, penentuan usulan pinjaman, proyeksi keuntungan, dan foto copy dokumen legal.

iii. Proposal diserahkan ke PT. Sucofindo, agar dapat dimonitor dengan baik.

iv. Evaluasi administrasi oleh petugas PT. Sucofindo dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan


(34)

d) Program Konsultasi Manajemen

Setiap proposal yang telah diterima menjadi mitra binaan Sucofindo, di samping mereka mendapatkan pinjaman lunak, juga diberikan pembinaan dalam bentuk hibah berupa konsultasi manajemen yang meliputi :

i. Pemasaran, terdiri dari pameran, pembuatan brosur, leaflet, billboard, dan sebagainya.

ii. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), terdiri atas: pelatihan manajemen, pelatihan ISO (International Standard Organization) 9000, seminar-seminar, dan program pemagangan.

B. Sistem Pengukuran Kinerja

Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (Kemeneg BUMN, 2011a). Pengukuran kinerja adalah proses penilaian kinerja atas dasar data kinerja yang telah dikumpulkan melalui indikator kinerja. (Kemeneg Keu, 2010). Apabila kata kinerja, pengukuran dan sistem dirangkai akan menjadi sistem pengukuran kinerja yang memiliki arti tata cara penilaian hasil melalui indikator sehubungan dengan penggunaan anggaran.

Dalam sejarahnya sistem pengukuran kinerja organisasi hanya fokus pada keinginan investor saja tetapi saat ini berkembang sampai kesemua pihak (stakeholder). Perusahaan akan dapat bersaing dan bertahan dalam kondisi persaingan yang semakin global dan intens jika dalam pengelolaannya memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) (Wibisono, 2011). Pergeseran fokus pengelolaan perusahaan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 3.

Dalam perkembangannya sampai saat ini telah banyak model sistem pengukuran kinerja terintegrasi berhasil dibuat oleh para akademisi dan praktisi, di antaranya adalah: Balanced Scorecard dari Kaplan dan Norton, (1996), Integrated Performance Measurement System (IPMS) dari Bititci et al. (1997), Performance Prism dari Neely dan Adam (2000) dan SMART System dari Wang Laboratory, Inc. Lowell, Massachucets Galayani et al. (1997). Masing-masing sistem pengkuran terdapat kelebihan dan kelemahan. Pemilihan sistem pengukuran kinerja disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang akan diukur kinerjanya.


(35)

Gambar 3 Pergeseran Fokus Pengelolaan Perusahaan (Wibisono, 2011)

Balance Scorecard adalah sistem pengukuran kinerja yang mengembangkan kerangka kerja menggunakan empat perspektif dengan titik awal strategi sebagai dasar perancangannya. Adapun keempat perspektif tersebut meliputi: financial perspective, customer perspective, internal business process perspective, dan learning and growth perspective. Keterkaitan antar obyektif dan ukuran kinerja dinyatakan dengan cause-and-effect relationship, di mana terjadi kulminasi kinerja pada financial perspective. Saat ini Kementerian Keuangan menjadikan Balance Scorecard sebagai pedoman pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang dituangkan ke dalam Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan.

Berbeda dengan model Balanced Scorecard yang menggunakan strategi menjadi titik awal dalam melakukan perancangannya, model Integrated Performance Measurement System (IPMS) adalah model sistem pengukuran kinerja yang dikembangkan di Center for Strategic Manufacturing dari University of Strathclyde, Glasgow. Tujuan dari model IPMS agar sistem pengukuran kinerja lebih terintegrasi, efektif, dan efisien. Model ini menjadikan keinginan stakeholder menjadi titik awal dalam melakukan perancangan sistem pengukuran kinerjanya. Stakeholder tidak berarti hanya pemegang saham (shareholder), melainkan beberapa pihak yang memiliki kepentingan atau dipentingkan oleh organisasi.


(36)

Metode Performance Prism adalah suatu metode pengukuran kinerja yang mengedepankan pentingnya menyelaraskan seluruh aspek (stakeholder) ke dalam suatu framework pengukuran yang strategis. Semua stakeholder akan dipuaskan secara seimbang dengan metode ini.

Model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique) merupakan model yang dibuat oleh Wang Laboratory dengan menggunakan strategi obyektif sebagai titik awal perancangannya. Perspektif berdasarkan strategi obyektifnya diyakini mampu menunjang operasional perusahaan. Susunan strategi obyektif disusun sesuai tingkatan dalam manajemen perusahaan manufaktur sehingga tersusun seperti piramida. Banyak perusahaan kecil dan menengah tidak memiliki visi dan strategi yang jelas. Orientasi yang lebih terfokus pada kinerja operasional lebih mendominasi. Oleh karena itu, model ini sering dipakai oleh perusahaan kecil dan menengah untuk mengukur kinerja organisasinya.

Dalam sistem pengukuran kinerja dikenal adanya indikator sedangkan dalam kumpulan indikator terdapat indikator kunci yang merupakan indikator utama yang sangat mempengaruhi kinerja organisasi. Jadi Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai indikator kinerja kunci, baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasional pada bisnis (Moeheriono, 2011). Indikator Kinerja Utama (IKU) juga biasa disebut Key Performance Indikator (KPI). Keduanya (IKU dan KPI) pada dasarnya adalah bagian dari Performance Indikators atau indikator kinerja organisasi. Keunggulan IKU dibandingkan dengan indikator-indikator kinerja lainnya, adalah bahwa IKU merupakan indikator kunci yang benar-benar mampu mempresentasikan kinerja organisasi secara keseluruhan. Jumlah indikator kinerja yang dipilih sebagai IKU ini biasanya tidak banyak, namun demikian hasil pengukuran melalui indikator tersebut dapat digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (Asropi, 2007).

Sebagai alat ukur kinerja strategis organisasi, IKU dapat mengindikasikan kesehatan dan perkembangan organisasi, dan atau keberhasilan kegiatan, program atau penyampaian pelayanan untuk mewujudkan target-target atau sasaran organisasi. IKU dapat berbentuk ukuran kuantitatif maupun kualitatif. Namun demikian, dalam praktek penyusunan IKU oleh berbagai organisasi publik dan private, sebagian besar IKU berupa ukuran kuantitatif. Hal ini dikarenakan, ukuran kuantitatif relatif lebih


(37)

mudah digunakan dalam proses penggalian data maupun pada saat pengukuran dan evaluasi, sedangkan untuk ukuran kualitatif, biasanya memerlukan survei atau kegiatan penelitian sebagai upaya untuk memperoleh data kinerja yang diperlukan. Proses penggalian data untuk ukuran kualitatif ini seringkali memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Pemilihan terhadap bentuk IKU, apakah kuantitatif atau kualitatif, tergantung pada kebutuhan dan karakter organisasi. Tidak dapat dipaksakan bahwa semua IKU harus kuantitatif atau harus kualitatif. Adapun pertimbangan utama yang harus menjadi dasar dalam pemilihan IKU adalah bahwa indikator tersebut dapat diukur (measurable). Hal ini berarti bahwa untuk setiap IKU baik ukuran kuantitatif maupun kualitatif sudah tersedia informasi tentang jenis data yang akan digali, sumber data, dan cara mendapatkan data tersebut.

Selain kriteria ”dapat diukur,” indikator kinerja juga harus memiliki sejumlah

kriteria lain. Pada beberapa literatur disebutkan kriteria-kriteria indikator kinerja yang antara lain meliputi: Specific, Achievable, Realistic, dan Timely, yang jika digabungkan dengan kriteria Measurable (dapat diukur) dapat diringkas dalam akronim SMART. Dalam Buku Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan (Kementerian Keuangan, 2010), dikatakan dalam perumusan IKU seyogyanya memenuhi karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja menggunakan prinsip SMART-C, yaitu:

Specific : harus mampu menyatakan sesuatu yang khas/unik dalam menilai kinerja suatu kerja.

Measurable : harus dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya.

Achievable : harus dapat dicapai oleh penanggung jawab/ In Charge Realistic : harus sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategi

organisasi

Time-bounded : harus memiliki batas waktu pencapaian

Continuously Improve : harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi.

Pada Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) (Kemeneg PAN, 2004) terdapat syarat-syarat


(38)

yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja. Syarat-syarat yang berlaku untuk semua indikator kinerja tersebut adalah sebagai berikut:

1. Relevan; indikator kinerja harus berhubungan dengan apa yang diukur dan secara obyektif dapat digunakan untuk pengambilan keputusan atau kesimpulan tentang pencapaian apa yang diukur.

2. Penting/menjadi prioritas dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan, kemajuan, atau pencapaian (accomplishment);

3. Efektif dan layak; data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang layak.

Dalam Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) berdasarkan tipenya, indikator kinerja dapat dibagi menjadi:

1. Kualitatif, menggunakan skala (seperti: baik, cukup, kurang).

2. Kuantitatif absolut: menggunakan angka absolut (seperti: 30 orang, 80 ).

3. Persentase: menggunakan perbandingan angka absolut dari yang diukur dengan populasinya (seperti: 50%, 100%).

4. Rasio: rnembandingkan angka absolut dengan angka absolut lain yang terkait (seperti: rasio jumlah guru dibandingkan jumlah rnurid).

5. Rata-rata: angka rata-rata dari suatu populasi atau total kejadian (seperti: rata-rata biaya pelatihan per peserta dalam suatu diklat).

6. Indeks: angka patokan dari beberapa variabel kejadian berdasarkan suatu rumus tertentu (seperti: indeks harga saham, indeks pembangunan manusia).

Untuk tujuan analisis dan perencanaan indikator kinerja juga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, seperti:

1. Gambaran mengenai sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome(kuantitas, kualitas, dan kehematan)

2. Gambaran mengenai langkah-langkah yang dilaksanakan dalam menghasilkan barang atau jasa (frekuensi proses, ketaatan terhadap jadwal dan ketaatan terhadap ketentuan/standar)

3. Gambaran mengenai output dalam bentuk barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan (kuantitas, kualitas, dan efisiensi)

4. Gambaran mengenai hasil aktual atau yang diharapkan dari barang atau jasa yang dihasilkan (peningkatan kuantitas, perbaikan proses, peningkatan efisiensi,


(39)

peningkatan kualitas, perubahan perilaku, peningkatan efektivitas, dan peningkatan pendapatan)

5. Gambaran mengenai akibat langsung atau tidak langsung dari tercapainya tujuan. lndikator dampak adalah indikator outcome pada tingkat yang lebih tinggi .

Menentukan indikator kinerja suatu organisasi memerlukan suatu proses langsung yang meliputi penyaringan yang berulang-ulang, kerjasama, dan pengembangan konsensus serta pemikiran yang hati-hati. Penetapannya wajib menggunakan prinsip kehati-hatian, kecermatan, keterbukaan, dan transparansi guna menghasilkan informasi kinerja yang handal. Indikator kinerja pada setiap tingkatan organisasi meliputi indikator keluaran (output) dan hasil (outcome). Pada petunjuk penyusunan indikator kinerja utama yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), indikator kinerja ditentukan dengan tatanan sebagai berikut: Pada tingkat kementerian Negara/Departemen/Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya menggunakan indikator hasil (outcome) sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya. Pada organisasi setingkat eselon I menggunakan indikator hasil (outcome) dan atau keluaran (output) yang setingkat lebih tinggi dari keluaran (output) kerja di bawahnya. Pada organisasi setingkat eselon II/ kerja mandiri sekurang-kurangnya menggunakan indikator keluaran (output).

Dengan memperhatikan persyaratan dan kriteria indikator kinerja, maka langkah-langkah yang umum dalam penentuan Indikator kinerja organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tahap pertama, klarifikasi apa yang menjadi kinerja utama, pernyataan hasil (result statement) atau tujuan/sasaran yang ingin capai. Suatu indikator kinerja yang baik, diawali dengan suatu pernyataan hasil yang dapat dimengerti atau dipahami orang banyak. Untuk dapat menghasilkan pernyataan hasil yang baik dan dapat dimengerti/dipahami orang banyak, perlu diperhatikan hal-ha1 sebagai berikut:

1. Secara hati-hati tentukan hasil yang akan dicapai. 2. Hindari pernyataan hasil yang terlalu luas/makro. 3. Pastikan jenis perubahan yang dimaksudkan. 4. Pastikan dimana perubahan akan terjadi.

5. ldentifikasikan target khusus perubahan dengan lebih cepat.


(40)

Tahap kedua, menyusun daftar awal Indikator Kinerja Utama. Terdapat beberapa jenis indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur suatu outcome, namun dari indikator-indikator kinerja tersebut biasanya hanya beberapa indikator saja yang dapat digunakan dengan tepat. Daftar awal indikator kinerja ini disusun setelah mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan akan informasi kinerja dan kewajiban-kewajiban pelaporan akuntabilitas, dengan memperhatikan hal-ha1 yang diuraikan di dalam kerangka kerja penyusunan indikator kinerja di atas. Proses identifikasi dapat dimulai dari hal-ha1 yang terkecil, misalnya pada tingkat kegiatan. Penyusunan daftar awal indikator kinerja ini paling tidak sudah dapat menyebut nama atau judul indikator dan untuk apa indikator itu diperlukan (rasional, atau alasan mengapa diperlukan). Dalam menyusun daftar awal indikator kinerja, perlu dilakukan hal-ha1 sebagai berikut:

1. Brainstorming internal oleh tim perumus.

2. Konsultasi dengan para ahli di bidang yang sedang dibahas.

3. Menggunakan pengalaman pihak lain dengan kegiatan yang sama atau sejenis. Tahap ketiga, melakukan penilaian setiap IKU yang terdapat dalam daftar awal indikator kinerja. Setelah berhasil membuat daftar awal IKU, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi setiap indikator yang tercantum dalam daftar awal indikator kinerja. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan setiap indikator kinerja dalam daftar dengan kriterianya. Dengan skala yang sederhana, misalnya satu sampai lima, setiap indikator kinerja yang dievaluasi dapat ditetapkan nilainya. Pemberian nilai ini akan memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap kepentingan masing-masing indikator yang dievaluasi dan membantu proses pemilihan indikator yang paling tepat. Pendekatan dengan metode ini harus diterapkan secara fleksibel dan dengan pertimbangan yang matang, karena setiap kriteria tidak memiliki bobot yang sama.

Tahap keempat, memilih IKU. Sumber data kinerja tahap akhir dari proses ini adalah memilih IKU. Indikator-indikator kinerja tersebut, harus disusun dalam suatu set indikator yang optimal yang dapat memenuhi kebutuhan manajemen, yaitu informasi yang berguna dengan biaya yang wajar. Dalam pemilihan ini harus selektif. Pilihlah indikator kinerja yang dapat mewakili dimensi yang paling rnendasar dan penting dari setiap tujuan/sasaran. Kerangka kerja penyusunan seperangkat IKU merupakan keseluruhan pola tindak mulai dari identifikasi dan pengumpulan sejumlah


(41)

indikator pada daftar awal (list) yang diusulkan sampai pada penilaian, seleksi pemilihan, penentuan pemilihan, penetapan resmi dan pengorganisasian penerapannya. Kerangka kerja ini merupakan inti dari petunjuk ini agar dapat dihasilkan indikator-indikator yang baik dalam proses ini.

Pencetus dan ahli Balanced Scorecard yaitu Kaplan dan Norton telah menganjurkan bahwa penggunaan IKU tidak boleh lebih dari 20 parameter. Adapun Hope dan Fraser (Moeheriono, 2011) menganjurkan kurang dari 10 parameter.

Moeheriono (2011) dalam bukunya “Indikator Kinerja Utama” mengatakan bahwa

dalam pemerintahan penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan dan motivasi birokrat pelaksana untuk melakukan pekerjaan lebih baik lagi. Organisasi publik memiliki stakeholder yang lebih banyak dan kompleks dari pada organisasi privat atau swasta. Stakeholder organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan satu sama lainnya. Akibatnya ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholder akhirnya juga berbeda-beda. Banyak birokrasi menempatkan pencapaian target sebagai ukuran kinerja, sedangkan masyarakat sebagai pengguna jasa, lebih suka kualitas layanan sebagai ukuran kinerja.

Ada tiga konsep yang dapat digunakan mengukur kinerja organisasi publik (Moeheriono, 2011) yaitu:

1. Responsivitas (responsiveness), yaitu menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Responsibilitas (responsibility), yaitu pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan secara implisit maupun eksplisit.

3. Akuntabilitas (accountability), yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik yang diharapkan dari masyarakat, bisa berupa penilaian dari wakil rakyat, pejabat, dan masyarakat.

Pemerintah telah menyusun alat ukur untuk mengukur kinerja pelayanan publik secara eksternal melalui keputusan Menpan nomor 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Pelayanan Instansi Pemerintah. Berdasarkan keputusan tersebut terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi, yaitu:


(42)

1. Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya). 4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan

pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. 7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu

yang telah ditentukan oleh penyelenggara pelayanan.

8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.

10.Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh pelayanan.

11.Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.

12.Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

13.Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

14.Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risiko-risiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.


(43)

C.Aplikasi Sistem Pengukuran Kinerja

1. Aspek Pengukuran Kinerja Organisasi

Dari beberapa sistem pengukuran yang dibuat para pakar tersebut terlihat aspek pengukuran kinerja yang bervariasi. Beberapa contoh aspek pengukuran kinerja pada sistem pengukuran kinerja yang dibuat para pakar dapat dilihat pada Tabel 3.

Perbedaan jumlah dan jenis tinjauan aspek dalam sistem pengukuran kinerja yang telah ada memberikan informasi bahwa aspek pengukuran kinerja tergantung dari sifat, maksud/tujuan pendirian, visi dan misi serta kebutuhan organisasi. Organisasi non profit berbeda dengan organisasi yang berorientasi pada profit. Meskipun aspeknya dapat sama tetapi tinjauannya dapat berbeda seperti aspek keuangan. Aspek keuangan pada organisasi non profit meninjau efisiensi kegiatan, sedangkan aspek keuangan pada organisasi profit menekankan pada penjualan dan laba.

Tabel 3 Aspek Pengukuran Kinerja

Sistem Pengukuran Kinerja Aspek Pengukuran Kinerja Balance Scorecard 1. Financial

2. Internal Business Processes 3. Learning & Growth

4. Customer Integrated Performance

Measurement System (IPMS)

1. Bisnis induk 2. bisnis 3. Proses bisnis 4. Aktivitas

Performance Prism 1. Stakeholder Satisfaction 2. Pelanggan

3. Karyawan 4. Pemilik Modal 5. Supplier

6. Pemerintah dan masyarakat 7. Rencana Strategis

8. Proses 9. Capabilities


(44)

Sistem Pengukuran Kinerja Aspek Pengukuran Kinerja Strategic Management Analysis and

Reporting Technique (SMART)

1. Keuangan 2. Pasar 3. Produktivitas 4. Fleksibilitas 5. Pelanggan 6. Biaya

7. Waktu Proses 8. Pengiriman 9. Kualitas Malcolm Baldrige National Quality

Award (MBNQA) / Malcolm Baldrige Criteria for Performance Exellence (MBCfPE)

1. Kepemimpinan 2. Perencanaan Strategis 3. Fokus Pasar dan Pelanggan

4. Pengukuran, Analisis dan Manajemen Pengetahuan

5. Fokus Sumber Daya Manusia 6. Manajemen Proses

7. Keunggulan Kinerja. Organisasi Non profit

(Moheriono,2011)

1. Pengurus, Pembina, Penasehat Yayasan 2. Keuangan

3. Pelayanan

4. Hubungan Internal Manajemen Kinerja koorporasi dan

Organisasi (Wibisono, 2011)

1. Investor 2. Pelanggan 3. Pemerintah 4. Komas 5. Pegawai Aspek Pengukuran Kinerja (David

Parmenter dalam Moheriono, 2011)

1. Keuangan 2. Pelanggan 3. Internal

4. Pembelajaran dan pertumbuhan 5. Lingkungan komas

6. Kepuasan karyawan

2. Indikator Pengukuran Kinerja Organisasi

Dari aspek pengukuran kinerja di atas di beberapa literatur penelitian didapatkan indikator sebagaimana tertera pada Tabel 4. Indikator-indikator tersebut merupakan hasil penelitian yang disesuaikan dengan kondisi organisasi setempat dan kebutuhan dari upaya peningkatan kinerja organisasi tersebut. Setiap kondisi dan kebutuhan organisasi yang berbeda akan menghasilkan indikator yang berbeda pula. Begitu pula organisasi satu dengan organisasi lain dalam aspek pengukuran


(45)

kinerja yang sama dapat memiliki indikator yang berbeda. Hal ini juga disebabkan oleh jenis usaha, kondisi ataupun tujuan organisasi yang berbeda.

Contoh indikator pada Tabel 4 merupakan alternatif indikator yang dapat dipilih beberapa atau kesemuanya atau ada indikator lainnya. Organisasi dapat memilih indikator sesuai dengan kesepakatan dengan pihak lain yang berkepentingan, baik pihak eksternal maupun internal. Indikator merupakan alat ukur kinerja manajemen organisasi sehingga harus benar-benar mencerminkan kualitas kegiatan yang dilakukan. Di samping itu indikator biasanya disesuaikan dengan prosedur atau dokumen yang ada sehingga tidak menyulitkan pada saat pengukuran. Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan indikator baik jumlah dan jenisnya adalah waktu dan biaya pengukuran. Apabila dalam melakukan pengukuran suatu indikator memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar maka harus dikaji ulang seberapa besar manfaatnya. Apalagi untuk usaha kecil, pengukuran indikator diupayakan yang paling sederhana sehingga mudah dan tidak memberatkan.

Tabel 4 Macam Indikator Kinerja Organisasi Aspek Pengukuran

Kinerja Indikator Pengukuran Kinerja Financial / Keuangan 1. Return on Total Asset (ROA)

2. Return on Investment (ROI) 3. Return on Equity (ROE) 4. Prosentase Profit Margin

5. Prosentase Sales Growth Total Asset Turnover (TATO)

6. Efektivitas penyaluran dana pinjaman dan hibah 7. Tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman Internal Business

Processes

1. Supplier Lead Time (SLT) 2. Persentage of Defective (PDU)

3. Number of Transaction proses inovasi (penelitian dan pengembangan produk)

4. Proses inovasi: penelitian dasar dan terapan, pengem-bangan produk

5. Proses operasi: efisiensi proses, konsistensi dan ketepatan waktu (time, quality, cost)


(46)

Aspek Pengukuran Kinerja

Indikator Pengukuran Kinerja Learning & Growth 1. Employee Turnover (ETO)

2. Suggestion Rate (SR) 3. Absenteeisem

4. Tardiness

5. Percentage of New Employee (PNE) 6. Employee Training (ET)

7. Kemampuan karyawan 8. Kemampuan sistem informasi

9. Motivasi, pemberian wewenang dan pembatasan wewenang karyawan

Customer/ Pelanggan 1. Customer Retention (CRe) 2. Customer Acquisition

3. Persentage of Complain (PC) 4. Time Delevery (OTD)

5. Sales Return (SR) 6. Customer satisfaction

7. Prosentase pertumbuhan jumlah pelanggan 8. Customer satisfaction: survei, interview

9. Customer profitability: activity Base Costing (ABC) 10.Rasio jumlah keluhan terlayani

Karyawan 1. Jumlah reward yang diberikan 2. Presentasi absensi karyawan 3. Tingkat kecelakaan kerja 4. Breakdown machine ratio 5. Damage point Ratio 6. Job description

7. Penilaian karyawan umpan balik 360° 8. Ketersediaan Pelatihan

Pemilik Modal 1. Prosentase Total Sales Growth 2. Tingkat perputaran aset total 3. Prosentase net profit margin 4. Return on Equity (ROE) 5. Quick Ratio

6. Current Ratio

Supplier 1. Jangka waktu pembayaran 2. Keluhan peserta tender

3. Keterlambatan pengiriman barang

Masyarakat 1. Frekuensi sosialisasi program ke masyarakat 2. Transparansi


(47)

Aspek Pengukuran

Kinerja Indikator Pengukuran Kinerja Rencana Strategis 1. RKA

2. SOP

3. Pembagian tugas yang jelas 4. Struktur Organisasi

Capabilities 1. Penerapan sistem operasional 2. Penerapan sistem manajemen 3. Prosedur pengawasan

Pasar 1. Pangsa pasar

2. Jumlah order

3. Jumlah produk terjual Produktivitas 1. Persentase produk cacat

2. Konsistensi hasil produksi

3. Jumlah produk yang tidak sesuai QC 4. Jumlah produk inovasi

5. Tingkat produktivitas karyawan Biaya 1. Harga pokok produksi

2. Biaya operasional 3. Biaya nonoperasional 4. Efisiensi

Waktu Proses 1. Lamanya proses produksi

2. Lamanya penanganan keluhan pelanggan 3. Lamanya pembayaran supplier

Pengiriman 1. Waktu pengiriman 2. Biaya pengiriman

3. Jumah cacat pada waktu pengiriman Kualitas 1. Jumlah produk cacat

2. Jumlah keluhan pelanggan karena kualitas Pengurus, Pembina,

Penasehat Yayasan

1. Jumah teguran pengurus dari pengawas 2. Laporan periodik

3. Maksimal biaya operasional Administrasi 1. Laporan periodik

2. Standarisasi dokumentasi 3. Kodefikasi dokumen

D. Penelitian Sistem Pengukuran Kinerja Organisasi yang Telah Dilakukan

Sampai saat ini telah banyak model sistem pengukuran kinerja terintegrasi berhasil dibuat oleh para akademisi dan praktisi. Masing-masing sistem pengukuran terdapat kelebihan dan kelemahan. Pemilihan sistem pengukuran kinerja disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang diukur kinerjanya. Terdapat pula sistem pengukuran kinerja yang dikombinasikan dari model-model di atas agar dapat sesuai dengan kebutuhan organisasi.


(48)

Beberapa penelitian pengembangan sistem pengukuran kinerja untuk mencari kesesuaian dengan organisasi, telah dilakukan di berbagai macam organisasi. Berikut disampaikan beberapa penelitian yang dimaksud.

1. Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Konsep Balanced Scorecard Studi Kasus pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Solo oleh Dhika Pratiwi Putri (2008).

PT. Bank Tabungan Negara Cabang Solo merupakan salah satu bank milik

pemerintah (BUMN) yang mempunyai visi “menjadi bank yang terkemuka dalam

pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah.” Persaingan domestik dan global mengharuskan perusahaan menaruh perhatian pada penciptaan dan pemeliharaan keunggulan bersaing melalui penyampaian produk dan layanan yang lebih baik pada konsumen. Untuk dapat menjamin suatu organisasi berlangsung dengan baik, maka organisasi perlu mengadakan evaluasi terhadap kinerjanya. Dalam evaluasi tersebut diperlukan suatu standar pengukuran kinerja yang tepat, dalam arti tidak hanya berorientasi pada sektor keuangan saja. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan informasi dari sektor non keuangan, seperti kepuasan konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan dan sebagainya, sehingga pihak manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan hidup perusahaan dalam jangka panjang.

Pengukuran kinerja yang hanya berfokus pada aspek keuangan saja untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Pengukuran kinerja dengan sistem ini menyebabkan orientasi perusahaan hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu dikembangkan suatu konsep pengukuran kinerja perusahaan yang cukup komprehensif yaitu Balanced Scorecard, yang terdiri dari empat perspektif yang meliputi perspektif keuangan, konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

(1) Pengukuran kinerja perspektif keuangan

Pengukuran kinerja dari perspektif keuangan diukur dengan menggunakan rasio keuangan yaitu:

a) Return on Investment (ROI), b) Profit margin,


(49)

(2) Pengukuran kinerja perspektif pelanggan/konsumen

Pengukuran kinerja dari perspektif pelanggan/konsumen menggunakan perhitungan:

a) Market share,

b) Tingkat kepuasan konsumen, c) Profitabilitas konsumen.

(3) Pengukuran kinerja perspektif proses internal bisnis

Pengukuran kinerja dari perspektif proses internal bisnis menggunakan perhitungan:

a) Inovasi produk, b) Proses operasi,

c) Layanan purna jual ditunjukkan dengan penanganan keluhan nasabah, yaitu dengan mengukur jumlah keluhan yang ditangani dibandingkan dengan jumlah keseluruhan keluhan.

(4) Pengukuran kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Pengukuran kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan perhitungan:

a) Tingkat produktivitas karyawan, b) Tingkat retensi karyawan, c) Tingkat kepuasan karyawan.

Analisis pengukuran kinerja PT. Bank Tabungan Negara Cabang Solo dilakukan dengan konsep Balanced Scorecard. Selanjutnya digunakan beberapa metode analisis yaitu mengetahui visi dan misi perusahaan, penetapan target dari masing-masing perspektif, serta pengukuran kinerja dari masing-masing perspektif.

Untuk mendukung penelitian ini, disebarkan kuesioner kepada nasabah dan karyawan. Populasinya adalah seluruh nasabah dan karyawan PT Bank Tabungan Negara Cabang Solo, sedangkan sampel yang diambil masing-masing adalah 100 responden untuk nasabah dan 20 responden untuk karyawan. Kuesioner digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen dan karyawan. Kuesioner tersebut juga telah diujicobakan, guna mengukur tingkat validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas kuesioner dengan menggunakan korelasi product moment Pearson, dihasilkan nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item Total


(50)

Correlation lebih besar daripada r-tabel (r-hitung > r-tabel), sehingga masing-masing butir pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid. Uji reliabilitas dengan menggunakan Spearmen Brown dan diperoleh koefisien reliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 sehingga kuesioner dinyatakan reliabel.

Dari hasil analisis pengukuran kinerja pada PT Bank Tabungan Negara Cabang Solo dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard dapat disimpulkan bahwa dari keempat perspektif yang dianalisis ada beberapa kinerja yang belum baik atau belum mampu mencapai target yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perusahaan diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerjanya dengan menyeimbangkan antara kinerja dari aspek keuangan dan nonkeuangan guna mewujudkan misi dan visinya.

2. Pengukuran Kinerja Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara Surabaya (UBHARA ) Surabaya dengan Menggunakan Kriteria Malcolm Baldrige oleh Kuspijani (2010).

Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) merupakan salah satu tool yang digunakan untuk mengukur kinerja institusi pendidikan. Pada penelitian dilakukan pengukuran kinerja sistem penyelenggara program pendididkan di Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara (UBHARA) Surabaya berdasarkan MBNQA. Tujuh kriteria/ kategori MBNQA yang akan dipergunakan untuk menilai yaitu kriteria 1 Leadership, kriteria 2 Strategic Planning, kriteria 3 Student and Stakeholder Focus, kriteria 4 Information and Analysis, kriteria 5 Faculty and staff Focus, kriteria 6 Educational and Support Process Management dan kriteria 7 Organizational Performance Results.

Prosedur yang dilakukan untuk mengukur kinerja dengan menggunakan dasar Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA ) sebagai berikut: (1) Melakukan survei guna mengukur kondisi kinerja terkait.

(2) Memasukkan data yang didapat dari hasil survei ke dalam bentuk uraian sesuai dengan Kategori dan Subkategori MBNQA.

(3) Melaksanakan brainstorming dengan pihak pada terkait dan pihak universitas untuk melakukan penilaian pada masing masing Subkategori. Penilaian dibuat dalam bentuk persentase berdasarkan kriteria-kriteria yang sesuai dengan tabel Scoring Guidelines MBNQA.


(1)

Lampiran 8 Data Hasil Survei Harapan Usaha Kecil 115

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 Wawan Jumawan 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

2 Dedi S 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 Ius 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 2 3 2 4

4 Yuliari 5 5 4 4 5 3 3 3 3 5 4 4 4 4 4 5 4 4

5 Inggar Tri H 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4

6 Wahyu P Nugraheni 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3

7 Luky Wibisono 4 5 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3

8 Shanty 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4

9 Febrini 2 4 1 2 1 1 1 5 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2

10 Achamad Darwin 4 5 2 2 4 3 2 4 2 2 5 4 4 4 3 4 4 5

11 Tita Zainab 3 2 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 5 4 4 5 4 3

12 Wati Herawati 3 2 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 5 5 4 5 4 3

13 Panji S 2 4 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 4 3 3 4 3 2

14 Try 2 4 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2

15 Husien Nurhamid 4 3 2 3 3 3 2 4 3 4 3 3 5 2 5 4 3 4

16 Mila 3 2 3 3 3 1 2 3 2 1 3 1 2 2 2 2 2 2

17 annisa 3 4 4 4 4 3 3 5 4 4 4 3 3 3 5 3 3 4

18 Eko Suprihono 4 3 4 2 4 4 3 4 4 4 3 4 5 3 5 2 2 4

19 Sumartoyo 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3

20 Abun Benyamin 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 4

21 Anton Heri R 4 5 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5

22 Gilang Bangkit 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 3

23 Mueidah 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 5 4 5

24 Suyadi 4 5 4 4 4 4 3 5 4 4 5 4 2 4 4 4 4 4

25 I Nyaoman Kumara Yana 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 5

26 Muhlis 5 5 4 4 5 5 2 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 5

27 Mayasni 4 2 4 3 1 5 1 2 1 1 1 4 2 3 4 1 2 3

28 Irmina Kristina 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 3 5 3 3 3

29 Arinal Husna 4 1 4 4 4 3 3 4 4 5 4 4 4 4 5 3 4 4

30 Suhandri 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 1 4 4 4 5 5

31 H Slamet Yusuf 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 5 5 3 3 4

32 Sri Rahayu 4 4 4 4 5 4 3 3 4 4 3 3 5 5 5 3 5 3

117 119 109 108 118 108 98 117 107 111 110 113 118 117 123 112 109 117

2 3 3 1

Harapan Terpilih sesuai rangking

Rangking 1 Apakah plafon pinjaman ke PKBL yang lebih besar dari saat ini (≤ 60 juta) sesuai dengan harapan anda?

Rangking 2 Harapan anda adalah PKBL lebih banyak melakukan sosialisasi ke masyarakat?

Rangking 3 Keberhasilan pembinaan PKBL sehingga usaha kecil meningkat sesuai dengan harapan anda?

Rangking 3 Pinjaman kepada PKBL tidak menggunakan jaminan, hal ini sesuai dengan harapan anda?

DATA HASIL SURVEI HARAPAN USAHA KECIL

JUMLAH

Nomor Pertanyaan


(2)

Lampiran 9 Data Hasil Sensus Harapan Manajemen PKBL PT. Sucofindo

117

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 Farida Lestari Kasubag Keuangan dan Administrasi, 4 5 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 3

2 Riza Kasubag Operasional 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4

3 Ries Lucky Kepala unit PKBL 5 5 4 2 3 4 4 3 4 4 3 3 4

4 Hendy K Direktur Keuangan & Pendukung Strategis 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 17 18 15 12 15 16 14 12 15 17 15 14 15

2 1 3 2

Harapan Terpilih sesuai rangking

Rangking 1

Sesuaikah adanya SOP untuk semua kegiatan PKBL dengan harapan anda?

Rangking 2

Apakah PKBL yang tertib administrasi sesuai dengan harapan anda?

Rangking 2

Apakah adanya SOP pembinaan usaha kecil pada PKBL sesuai dengan harapan anda?

Rangking 3

Apakah pelayanan pelanggan PKBL yang baik sesuai dengan harapan anda?

DATA HASIL SENSUS HARAPAN MANAJEMEN PKBL PT. SUCOFINDO

Jumlah

Nomor Pertanyaan


(3)

Lampiran 10 Data Hasil Sensus Harapan Karyawan PKBL PT. Sucofindo

1 2 3 4 5 6 7

1 Agung Dwi Purnomo Staf Operasional 5 5 4 1 4 4 2

2 Rika Wati Staf Operasional 3 4 4 3 3 3 4

3 Eko Yulianto Staf Keuangan 4 4 4 4 4 4 4

4 Prio Rismadi Staf Operasional 4 3 4 3 4 4 4

5 M Yusuf Staf Administrasi 3 4 3 5 5 4 3

6 Dwi Cahyo Staf Keuangan 4 4 3 4 5 3 3

7 Deny Djuanda Staf Operaional 4 5 4 4 4 3 4

27 29 26 24 29 25 24

2 1 3 1

Harapan Terpilih sesuai rangking

Rangking 1

Sesuaikah adanya SOP untuk semua kegiatan PKBL dengan harapan anda?

Rangking 1

Penilaian kinerja karyawan PKBL menggunakan system 360° sesuai dengan harapan anda?

Rangking 2

Apakah kepuasan karyawan PKBL yang tinggi sesuai dengan harapan anda?

Rangking 3

Bagaimana menurut pendapat anda tentang ketersediaan pelatihan untuk karyawan sesuai tugasnya

sesuai dengan harapan anda?

DATA HASIL SENSUS HARAPAN KARYAWAN PKBL PT. SUCOFINDO

Jumlah

Nomor Pertanyaan


(4)

(5)

Lampiran 11 Data Hasil Sensus Harapan Kementerian BUMN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Upik Rosalina

Asisten Deputi Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan

3 3 4 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 Edwar Nurdin Kabid. Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan I 1 3 3 4 5 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 Agus Suherman

Kabid. Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan II

2 2 3 4 4 4 3 3 4 3 2 4 4 4 4 4 Masni Napitupulu

Kasubbid. Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan Ia

4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 5 Tirta Kusuma

Kasubbid. Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan Ib

2 2 3 3 4 5 4 3 2 3 3 3 2 2 3 6 Erriek Yodha Asriza

Kasubbid. Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan IIa

4 2 3 3 3 4 3 3 3 2 2 4 3 3 3 7 Racukup

Kasubbid. Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan IIb

4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 20 19 22 22 26 28 23 22 21 22 22 25 23 21 22

2 1 4 3 4

Harapan Terpilih sesuai rangking

Rangking 1

Sesuaikah dengan harapan anda, Rancangan dan Anggaran Kerja (RKA) PKBL harus ada setiap tahunnya?

Rangking 2

Sesuaikah dengan harapan anda, usaha kecil yang dibina PKBL meningkat usahanya?

Rangking 3

Penyaluran pinjaman usaha kecil yang efektif pada PKBL sesuai dengan harapan anda?

Rangking 4

Apakah adanya SOP pelaksanaan PKBL sesuai dengan harapan anda?

Rangking 4

Apakah tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman usaha kecil yang tinggi sesuai dengan harapan anda?

DATA HASIL SENSUS HARAPAN KEMENTERIAN BUMN

Jumlah

121

Nomor Pertanyaan


(6)

Lampiran 12 Tabel Random Index

(RI)

123

Tabel Random Index

(RI)

n

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

RI

1.5978

1.6086

1.6341

1.6181

1.6265

1.6409

1.6470

1.6526

1.6577

1.6624