Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Plus Terhadap

Tabel 10 Perubahan nilai ekspor dan impor setiap sektor akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia dalam Sektor Produksi Perubahan Nilai Ekspor Perubahan Nilai Impor Pertanian Tanaman Pangan -0.38 0.47 Pertanian Tanaman Lainnya -0.03 0.94 Peternakan dan Hasil-hasilnya -0.42 4.03 Kehutanan dan Perburuan -0.98 7.84 Perikanan -0.85 2.51 Pertambangan 0.02 0.42 Industri Makanan Minuman dan Tembakau -0.42 2.98 Industri Lainnya 0.19 -0.12 Jasa Swasta 0.19 -0.40 Sektor Lainnya -2.78 -4.58 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur perekonomian Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada akhirnya mempengaruhi kondisi makro ekonomi. Indikator utama yang sering menjadi tolak ukur kondisi makro ekonomi adalah produk domestik bruto PDB. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh bahwa dengan adanya kebijakan reforma agraria maka PDB Indonesia dapat meningkat dengan kisaran 0.45. Selain PDB indikator makro yang seringkali menjadi pusat perhatian adalah indeks harga konsumen. Hasil simulasi menunjukan bahwa reforma agraria dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga konsumen yang ditunjukkan dengan adanya inflasi sebesar 0.30.

4.2. Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Plus Terhadap

Sektoral dan Makroekonomi Perbedaan mendasar antara simulasi pertama dengan kedua adalah adanya tambahan simulasi berupa kenaikan teknonologi produksi untuk sektor pertanian. Dalam model CGE keterkaitan antara perubahan yang satu dengan yang lainnya dihubungkan melalui mekanisme penyesuaian harga baik harga input ataupun output sehingga jalur perubahan antara permintaan dan penawaran pada bagian ini mengikuti alur yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Pada bagian ini pembahasan akan difokuskan untuk membandingkan antara hasil simulasi pertama dengan kedua untuk variabel-variabel yang yang bersifat volume dan nilai value saja. Perubahan tingkat harga merupakan sebuah jembatan antara perubahan yang satu dengan yang lainnya. Dampak yang diakibatkan kebijakan landreform plus memiliki hasil yang berbeda dengan kebijakan reforma agraria yang hanya melakukan redistribusi kepemilikan lahan. Perubahan tingkat pendapatan masing masing kelompok rumah tangga sebagi akibat kebijakan landreform plus dapat ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Perubahan Pendapatan per kelompok Rumah Tangga di Indonesia sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan plus Kelompok rumah tangga Pendapatan Kondisi awal dalam milyar Rp. Pendapatan Hasil Simulasi dalam milyar Rp. Perubahan Buruh pertanian 176 433 214583.63 21.62 Pengusaha pertanian kecil 344 579 409069.86 18.72 Pengusaha pertanian menengah 194 684 213036.17 9.43 Pengusaha pertanian atas 190 948 205919.84 7.84 Golongan bawah perdesaan 493 413 499062.42 1.14 Bukan angkatan kerja perdesaan 172 862 181224.94 4.84 Golongan atas perdesaan 467 649 466983.21 - 0.14 Golongan bawah perkotaan 709 284 702662.95 - 0.93 Bukan angkatan kerja perkotaan 243 502 245024.64 0.63 Golongan atas perkotaan 826 478 799408.13 - 3.28 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Tabel 11 menunjukkan perubahan tingkat pendapatan masing-masing kelompok rumah tangga di Indonesia sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan plus. Dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh pada Tabel 11 dengan Tabel 5 maka perubahan tingkat pendapatan masing masing kelompok rumah tangga mengalami perbedaan. Untuk kelompok rumah tangga buruh tani dan pengusaha pertanian kecil mengalami perubahan pendapatan dengan amplitudo yang lebih besar. Perubahan yang lebih besar ini didorong oleh kenaikan produktivitas sektor pertanian yang notabene menjadi sumber penghasilan utama dari kedua kelompok rumah tangga tersebut. Perubahan produktivitas sektor pertanian akan mengakibatkan keuntungan dari sektor pertanian akan meningkat, konsekwensinya tingkat pengembalian modal bagi para pemilik faktor yang digunakan di sektor pertanian akan meningkat pula. Hal ini dapat juga menjelaskan fenomena perubahan pendapatan yang terjadi pada kelompok pengusaha pertanian golongan atas dimana pada simulasi pertama kelompok rumah tangga ini mengalami penurunan tingkat pendapatan sedangkan pada simulasi kedua kelompok ini mengalami kenaikan pendapatan. Pada simulasi pertama kelompok ini kehilangan sebagian lahan yang menjadi sumber pendapatannya sehingga pada akhirnya mengakibatkan penurunan tingkat pendapatan dari kelompok tersebut. Pada simulasi kedua penurunan pendapatan sebagai akibat penurunan kepemilikan lahan dapat di-offset oleh kenaikan pengembalian dari faktor yang masih tersisa sebagai akibat adanya kenaikan produktivitas. Oleh karena itu hasil akhir dari dua kondisi ini menunjukkan bahwa kebijkan reforma agraria masih bisa meningkatkan pendapatan kelompok yang tanahnya di reditribusikan kepada kelompok lain dengan syarat adanya peningkatan produktivitas di sektor pertanian. Dampak dari perubahan pendapatan yang terjadi selanjutnya mengakibatkan perubahan tingkat konsumsi yang dilakukan oleh masing-masing kelompok rumah tangga. Hal ini berimplikasi pada perubahan tingkat permintaan. Perubahan ini dapat ditunjukan pada Tabel 12. Tabel 12 Perubahan komposisi permintaan barang setiap sektor sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan plus di Indonesia Sektor Permintaan Kondisi awal dalam milyar Rp. Permintaan Hasil Simulasi dalam milyar Rp. Perubahan Pertanian Tanaman Pangan 504 389 510 919 1.29 Pertanian Tanaman Lainnya 190 255 200 416 5.34 Peternakan dan Hasil-hasilnya 268 949 275 367 2.39 Kehutanan dan Perburuan 52 284 55 396 5.95 Perikanan 178 722 183 087 2.44 Pertambangan 583 942 592 734 1.51 Industri Makanan Minuman dan Tembakau 806 011 834 530 3.54 Industri Lainnya 2 803 083 2 834 169 1.11 Jasa Swasta 4 161 800 4 208 652 1.13 Sektor Lainnya 483 316 365 387 - 24.40 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Tabel 12 menunjukkan bahwa perubahan permintaan sebagai akibat redistribusi lahan plus memiliki amplitudo yang lebih besar jika dibandingkan dengan perubahan tingkat permintan sebagai akibat redistribusi lahan yang terdapat pada tabel 7. Hal ini bisa dijelaskan karena perubahan pendapatan masing-masing kelompok rumah tangga yang terjadi pada redistribusi lahan plus cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan perubahan pendapatan rumah tangga pada saat kebijakan redistribusi lahan. Perubahan komposisi permintaan ini selanjutnya akan mengakibatkan perubahan dalam total produksi di setiap sektor serta komposisi perdagangan Indonesia dengan Negara lain seperti yang ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13 Perubahan nilai produksi ekspor dan impor setiap sektor akibat kebijakan redistribusi lahan plus di Indonesia dalam Sektor Perubahan Nilai Produksi Perubahan Nilai Ekspor Perubahan Nilai Impor Pertanian Tanaman Pangan 15.44 0.52 1.64 Pertanian Tanaman Lainnya 29.80 6.26 4.18 Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.92 -2.84 28.52 Kehutanan dan Perburuan 5.11 -7.24 75.19 Perikanan 2.25 -6.37 20.81 Pertambangan 0.26 -0.01 4.93 Industri Makanan Minuman dan Tembakau 2.82 1.10 6.43 Industri Lainnya 1.58 1.52 0.16 Jasa Swasta 1.25 1.55 -1.55 Sektor Lainnya -23.99 -19.99 -31.26 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Dampak akhir dari hasil simulasi kebijakan redistribusi lahan plus ini adalah meningkatnya PDB Indonesia dengan nilai 1.80 dan kenaikan tingkat harga konsumen dengan adanya inflasi sebesar 0.50. Berdasarkan hasil ini kita dapat melihat bahwa dengan kebijakan reforma agraria maka PDB naik dengan nilai sangat signifikan naik sebesar 1.8 sedangkan inflasi naik hanya sekitar 0.5. Hal ini dapat dijelaskan karena dalam kasus reforma agraria kenaikan output nasional lebih banyak didorong dari sisi supply melalui kenaikan teknologi produksi sehingga kenaikan harga yang diakibatkan kenaikan permintaan dapat diredam oleh kenaikan dari sisi penawaran.

4.3 Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan dan Redistribusi