akan mengalami penurunan permintaan. Besar kecilnya dampak perubahan tingkat pendapatan terhadap permintaan suatu barang sangat tergantung dari nilai
elastisitas pendapatan barang tersebut. Perubahan komposisi permintaan barang yang terjadi di pasar selanjutnya
akan mengakibatkan perubahan harga relatif diantara berbagai barang tersebut. Hal ini akan direspon oleh pihak produsen dengan merubah komposisi produk
yang dihasilkannya. Dengan mengasumsikan bahwa modal sulit untuk berpindah dari suatu industri ke industri yang lainya, maka kondisi ini akan mempengaruhi
tingkat upah dan sewa kapital di berbagai sektor industri. Perubahan tingkat upah dan sewa kapital akan mengakibatkan perubahan struktur pendapatan seluruh
kelompok rumah tangga. Pada akhirnya, perubahan struktur ekonomi dan tingkat pendapatan diantara kelompok rumah tangga akan mempengaruhi tingkat
kemiskinan dan distribusi pendapatan. Jika simulasi kebijakan redistribusi lahan merupakan kebijakan yang
mempengaruhi sisi permintaan dalam hal ini redistribusi lahan akan mendorong perubahan pendapatan yang mengakibatkan perubahan dalam fungsi permintaan,
maka simulasi kebijakan yang berupa kenaikan produktivitas merupakan simulasi yang memberikan stimulus dari sisi penawaran. Kenaikan produktivitas teknologi
produksi dari sektor ekonomi tertentu akan mengakibatkan perubahan dalam total produksi barang dan jasa dari sektor yang bersangkutan meskipun jumlah dan
harga input tetap. Perubahan ini selanjutnya akan mempengaruhi kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Sesuai dengan pembahasan sebelumnya dimana dalam penelitian ini dilakukan dua buah simulasi yaitu simulasi yang hanya berupa redistribusi
kepemilikan lahan serta redistribusi kepemilikan lahan yang disertai dengan kenaikan produktivitas di sektor pertanian maka pada bagain ini akan dibahas
dampak dari masing-masing simulasi secara terpisah.
4.1. Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Terhadap Sektoral dan Makroekonomi
Redistribusi kepemilikan lahan dari tiga jenis kategori rumah tangga pengusaha pertanian besar, pengusaha golongan atas pedesaan dan pengusaha
golongan atas perkotaan kepada kelompok rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian kecil pertama-tama mengakibatkan adanya perubahan
kepemilkan lahan diantara kelima kelompok rumah tangga tersebut. Dengan asumsi bahwa modal dalam hal ini lahan bersifat specific industry maka
perubahan kepemilikan ini pada awalnya tidak akan mempengaruhi struktur produksi karena masing-masing rumah tangga tidak bisa mengalihkan peruntukan
penggunaan lahan dari suatu sektor ke sektor yang lainnya. Sebagai contoh: lahan yang digunakan untuk memproduksi padi tidak bisa dialihkan untuk menanam
karet atau tanaman pertanian lainnya. Adapun dampak yang diakibatkan dari perubahan struktur kepemilikan lahan ini adalah terjadinya perubahan distribusi
pendapatan dari sewa lahan yang awalnya dinikmati oleh tiga kelompok rumah tangga golongan atas dan kini dinikmati oleh kelompok buruh tani dan pengusaha
pertanian kecil. Perubahan distribusi pendapatan sebagai akibat adanya kegiatan redistribusi lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perubahan pendapatan per kelompok rumah tangga sebagai akibat simulasi kebijakan redistribusi lahan di Indonesia
Kelompok rumah tangga Pendapatan Kondisi
awal dalam milyar Rp.
Pendapatan Hasil Simulasi dalam
milyar Rp. Perubahan
Buruh pertanian 176 433
198 691 12.62
Pengusaha pertanian kecil 344 579
375 898 9.09
Pengusaha pertanian menengah 194 684
196 576 0.97
Pengusaha pertanian atas 190 948
189 918 -0.54
Golongan bawah perdesaan 493 413
493 551 0.03
Bukan angkatan kerja perdesaan 172 862
173 650 0.46
Golongan atas perdesaan 467 649
448 270 -4.14
Golongan bawah perkotaan 709 284
712 467 0.45
Bukan angkatan kerja perkotaan 243 502
247 380 1.59
Golongan atas perkotaan 826 478
812 255 -1.72
Sumber: Olahan penulis menggunakan model CGE
Tabel 5 menunjukkan bahwa kelompok rumah tangga yang mengalami penurunan tingkat pendapatan adalah kelompok rumah tangga pengusaha
pertanian atas, golongan atas perdesaan serta golongan atas perkotaan. Hal ini diakibatkan karena kepemilikan lahan kelompok masyarakat tersebut berkurang
dan disitribusikan kepada kelompok rumah tangga yang lain. Berkurangnya kepemilikan lahan yang mereka kuasai berdampak pada penerimaan dari sewa
lahan berkurang dan pada akhirnya mengakibatkan pendapatan kelompok rumah tangga tersebut berkurang. Adapun untuk kelompok rumah tangga yang
mengalami kenaikan pendapatan bisa diakibatkan oleh dua hal, pertama karena kenaikan kepemilikan lahan dan kedua diakibatkan karena kenaikan tingkat upah
dan sewa kapital. Rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian kecil mengalami
kenaikan pendapatan sebagai akibat dari bertambahnya jumlah lahan yang dimiliki. Dalam hal ini
kedua kelompok masyarakat tersebut merupakan “objek reforma agraria” yang memperoleh manfaat secara langsung dari kebijakan
reforma agraria. Adapun pengusaha pertanian menengah golongan bawah perdesaan bukan angkatan kerja perdesaan golongan bawah perkotaan serta bukan
angkatan kerja perkotaan mengalami kenaikan pendapatan sebagai dampak dari peningkatan upah dan sewa kapital.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa tingkat upah harga sewa modal dan harga sewa lahan mengalami perubahan yang sangat beragam. Dengan asumsi
bahwa semua faktor produksi bersifat specific industry maka perubahan upah harga sewa modal dan lahan akan memiliki tingkat harga yang berbeda di setiap
sektor. Perubahan harga setiap faktor produksi secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 6. Adanya perbedaan perubahan harga dari setiap faktor produksi
diakibatkan oleh adanya perbedaan intensitas penggunaan dari masing-masing faktor dalam setiap sektor perekonomian. Dalam hal ini seiring dengan adanya
perubahan jumlah barang yang diproduksi oleh setiap sektor seperti yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Tabel 6 Perubahan harga sewa modal, sewa lahan dan upah sebagai dampak dilaksanakannya redistribusi lahan di Indonesia dalam
Sektor Produksi Perubahan harga
sewa modal Perubahan harga
sewa lahan Perubahan upah
komposit tenaga kerja Pertanian Tanaman Pangan
2.31 1.9
2.20 Pertanian Tanaman Lainnya
2.60 3.32
2.10 Peternakan dan Hasil-
hasilnya 2.21
1.06 2.00
Kehutanan dan Perburuan 5.61
4.74 1.60
Perikanan 3.21
2.63 2.10
Pertambangan 0.20
- - 0.60
Industri Makanan Minuman dan Tembakau
0.90 -
- 0.60 Industri Lainnya
- - 0.60
Jasa Swasta - 0.30
- - 0.60
Sektor Lainnya - 3.53
- - 0.60
Sumber: Olahan penulis menggunakan model CGE
Perubahan dinamika pendapatan dari masing-masing kelompok rumah tangga selanjutnya mengakibatkan perubahan komposisi konsumsi dari berbagai
komoditas. Perubahan ini terjadi karena setiap kelompok rumah tangga memiliki pola konsumsi yang berbeda. Misalnya kelompok rumah tangga yang
berpendapatan rendah proporsi pengeluaran terbesar mereka adalah untuk barang- barang berupa kebutuhan pokok sehingga ketika pendapatan kelompok rumah
tangga ini mengalami perubahan maka konsumsi dari barang-barang kebutuhan pokok akan mengalami perubahan yang sangat besar. Perubahan pola konsumsi
masyarakat ini selanjutnya akan mengakibatkan perubahan permintaan pada setiap komoditas yang ada. Perubahan komposisi permintaan barang dari setiap sektor
yang terjadi sebagai akibat adanya kebijakan reforma agraria ditunjukkan secara lengkap pada Tabel 7.
Tabel 7 Perubahan komposisi permintaan barang setiap sektor sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia
Sektor Permintaan Kondisi
awal dalam milyar Rp.
Permintaan Hasil Simulasi
dalam milyar Rp. Perubahan
Pertanian Tanaman Pangan 504 389
505 283 0.177
Pertanian Tanaman Lainnya 190 255
191 285 0.542
Peternakan dan Hasil-hasilnya 268 949
270 035 0.404
Kehutanan dan Perburuan 52 284
52 713 0.822
Perikanan 178 722
179 338 0.345
Pertambangan 583 942
584 777 0.143
Industri Makanan Minuman dan Tembakau
806 011 812 713
0.832 Industri Lainnya
2 803 083 2 805 020
0.069 Jasa Swasta
4 161 800 4 165 754
0.095 Sektor Lainnya
483 316 466 573
- 3.464 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE
Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir semua sektor yang mengalami kenaikan permintaan dan disisi lain terdapat pula beberapa sektor yang mengalami
penurunan permintaan yaitu sektor lainnya. Kenaikan dan penurunan permintaan dari masing-masing sektor bisa dijelaskan dengan melihat proporsi tingkat
konsumsi dari masing-masing kelompok rumah tangga yang ada. Sektor-sektor yang mengalami kenaikan permintaan merupakan barang kebutuhan pokok yang
merupakan kelompok barang yang banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat
golongan rendah. Dalam penelitian ini kelompok masyarakat tersebut mengalami kenaikan tingkat pendapatan sebagai akibat adanya kebijakan redistribusi lahan.
Adapun sektor yang mengalami penurunan output merupakan sektor dengan karakteristik barang mewah yang banyak dikonsumsi oleh kelompok rumah
tangga golongan atas yang pada penelitian ini mengalami penurunan tingkat pendapatan.
Perubahan permintaan yang terjadi pada barang di setiap sektor selanjutnya akan mempengaruhi harga keseimbangan di pasar. Perubahan harga
barang yang terjadi di setiap sektor ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Perubahan harga beli barang di tingkat konsumen sebagai akibat
kebijakan redistribusi lahan di Indonesia
Sektor Perubahan harga beli barang di
tingkat konsumen Pertanian Tanaman Pangan
1.46 Pertanian Tanaman Lainnya
1.43 Peternakan dan Hasil-hasilnya
1.05 Kehutanan dan Perburuan
2.70 Perikanan
1.62 Pertambangan
- Industri Makanan Minuman dan Tembakau
0.67 Industri Lainnya
- 0.16 Jasa Swasta
- 0.20 Sektor Lainnya
- 0.60 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE
Perubahan yang terjadi pada tingkat harga dipasar selanjutnya akan direspon oleh perusahaan untuk merubah kombinasi output yang dihasilkan-nya
guna memenuhi permintaan yang ada. Perubahan tingkat output yang dihasilkan oleh masing-masing sektor produksi dapat ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Perubahan tingkat output masing-masing sektor produksi sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia
Sektor Produksi Total Produksi
Kondisi awal dalam milyar Rp.
Total Produksi Hasil Simulasi
dalam milyar Rp. Perubahan
Pertanian Tanaman Pangan 467 277
467 981 0.15
Pertanian Tanaman Lainnya 202 314
203 226 0.45
Peternakan dan Hasil-hasilnya 265 012
265 905 0.34
Kehutanan dan Perburuan 52 215
52 592 0.72
Perikanan 182 344
182 923 0.32
Pertambangan 692 273
692 560 0.04
Industri Makanan Minuman dan Tembakau
952 848 956 808
0.42 Industri Lainnya
2 764 649 2 769 478
0.17 Jasa Swasta
4 106 180 4 111 050
0.12 Sektor Lainnya
490 638 473
950 -3.40
Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE
Tabel 9 menunjukan bahwa hampir semua sektor kecuali sektor lainnya mengalami kenaikan total output. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan
permintaan seperti halnya yang telah dibahas pada bagian sebelumnya serta sebagai respon dari adanya perubahan harga. Namun demikian dengan
membandingkan antara Tabel 7 dan Tabel 9 maka perubahan yang terjadi pada permintaan tidak sama dengan perubahan pada total produksi barang dan jasa
yang terjadi. Adanya perbedaan ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan perubahan dari nilai ekspor dan impor yang terjadi.
Dengan mengasumsikan bahwa Indoensia sebagai Negara kecil terbuka maka Indonesia bertindak sebagai penerima harga sehingga dalam model ini
tingkat harga ekspor dan impor diasumsikan tetap. Adanya perubahan harga di tingkat domestik akan mengakibatkan perubahan harga relatif antara di dalam
negeri dengan harga internasional dan selanjutnya akan mengakibatkan perubahan daya saing barang yang bersangkutan di pasar internasional. Barang-barang yang
mengalami kenaikan tingkat harga secara relatif mengalami penurunan daya saing dibanding barang-barang di luar negeri sehingga nilai ekspor dari barang-barang
kelompok ini akan mengalami penurunan dan sebaliknya nilai impornya akan mengalami kenaikan. Adapun perubahan nilai ekspor dan impor barang setiap
sektor yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Perubahan nilai ekspor dan impor setiap sektor akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia dalam
Sektor Produksi Perubahan Nilai Ekspor Perubahan Nilai Impor
Pertanian Tanaman Pangan -0.38
0.47 Pertanian Tanaman Lainnya
-0.03 0.94
Peternakan dan Hasil-hasilnya -0.42
4.03 Kehutanan dan Perburuan
-0.98 7.84
Perikanan -0.85
2.51 Pertambangan
0.02 0.42
Industri Makanan Minuman dan Tembakau -0.42
2.98 Industri Lainnya
0.19 -0.12
Jasa Swasta 0.19
-0.40 Sektor Lainnya
-2.78 -4.58
Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur perekonomian Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada akhirnya mempengaruhi kondisi
makro ekonomi. Indikator utama yang sering menjadi tolak ukur kondisi makro ekonomi adalah produk domestik bruto PDB. Berdasarkan hasil simulasi
diperoleh bahwa dengan adanya kebijakan reforma agraria maka PDB Indonesia dapat meningkat dengan kisaran 0.45. Selain PDB indikator makro yang
seringkali menjadi pusat perhatian adalah indeks harga konsumen. Hasil simulasi menunjukan bahwa reforma agraria dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan
tingkat harga konsumen yang ditunjukkan dengan adanya inflasi sebesar 0.30.
4.2. Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Plus Terhadap