VIABILITAS PROBIOTIK TERE KAPSULASI

7 NaOH hingga pH ~ 8,5 Buckle . 1987 untuk menghasilkan produk . Setelah itu dikeringkan menggunakan untuk mendapatkan bentuk serbuk. kering biasanya mengandung 90 – 94 protein, 3 – 5 kadar air, 6 – 7 abu, dan 0,7 – 1,0 lemak Bassette dan Acosta 1988. Whey merupakan bagian cair dari susu atau serum susu yang dipisahkan dari dalam pembuatan keju dan pembuatan kasein. Whey mengandung semua komponen susu kecuali kasein. Whey terdiri atas protein susu terlarut, laktosa, vitamin, dan mineral. Protein whey terdiri atas α4laktalbumin dan β4laktoglubolin Mulvihill dan Grufferty 1997. Berdasarkan proses koagulasi kasein, whey dibedakan menjadi rennet whey, yaitu hasil koagulasi kasein secara enzimatis dan , yaitu koagulasi kasein menggunakan asam. Beberapa produk turunan kasein dan whey yang telah dikomersialkan, diproduksi dari susu skim atau whey. Produk berbasis protein ini digunakan sebagai bahan tambahan pada industri pangan. Kasein dan umumnya dibuat dari susu skim yang ditambahkan asam klorida atau asam sulfat atau melalui fermentasi asam laktat. Setelah dicapai titik isoelektrik, kasein dinetralkan kembali untuk menghasilkan produk . Protein yang tersisa dalam whey setelah kasein dipisahkan dari susu dimanfaatkan kembali untuk memproduksi melalui presipitasi dengan penambahan polifosfat atau senyawa anion polivalen, ultrafiltrasi, adsorpsi penukar ion, filtrasi jel, atau presipitasi menggunakan kombinasi asam dan panas. juga diproduksi dengan mengombinasikan proses elektrodialisis, pemekatan, kristalisasi laktosa, dan pengeringan Morr dan Richter 1988. Perbedaan komposisi susu sapi, skim, , dan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komponen susu sapi, skim, , dan Komponen Susu sapi a Skim bubuk a a WPC 35 b Air 87,4 3,0 5,0 4,8 Lemak 3,5 0,9 1,2 4,2 Protein 3,5 35,9 89,0 35,5 Laktosa 4,8 52,2 0,3 47,5 Abu 0,7 8,0 4,5 8,0 Sumber : a Tamime dan Robinson 1989 b Early 1998

2.2 VIABILITAS PROBIOTIK TERE KAPSULASI

Upaya untuk meningkatkan viabilitas probiotik telah banyak dilakukan. Peningkatan viabilitas probiotik selama proses produksi, penyimpanan, dan terhadap kondisi pencernaan banyak dilakukan dengan penggunaan , dan alginat ataupun dengan menggunakan prebiotik. Capela . 2006 dalam penelitiannya melakukan enkapsulasi dan dengan teknik emulsi menggunakan 3 alginat dan CaCl 2 0,1 M pada 200 rpm. Proses enkapsulasi memberikan peningkatan viabilitas probiotik pada selama pengeringan beku dan setelah penyimpanan selama enam bulan pada suhu 4 dan 21 o C. Krasaekoopt . 2006 dalam penelitiannya melakukan enkapsulasi 547 koleksi kultur di University of Queensland, Australia, 01 produksi Chr. Hansen Pty Ltd., Australia, dan ATTC 1994 CSIRO starter koleksi kultur, Australia dengan teknik ekstrusi menggunakan alginat 2 yang diberi perlakuan khusus dengan penyalutan citosan 0,4 untuk meningkatkan stabilitas . Viabilitas sel terenkapsulasi lebih 8 besar 1 siklus log selama penyimpanan 4 minggu dibandingkan dengan sel bebas tidak dienkapsulasi. Purwandhani . 2007 dalam penelitiannya melakukan enkapsulasi SNP 2 dengan teknik ekstrusi dan emulsi satu lapis menggunakan alginat 3 dan CaCl 2 0,1 M serta enkapsulasi dua lapis dengan penambahan skim sebagai lapis pertama. Enkapsulasi dengan metode emulsi menghasilkan ukuran yang lebih kecil 50 – 100 Km dibandingkan metode ekstrusi 2,5 – 4mm. Sel probiotik terenkapsulasi memiliki ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi dibandingkan sel bebas. Metode ekstrusi menghasilkan ketahan sel yang lebih tinggi dibandingkan metode emulsi. Widodo . 2003 dalam penelitiannya melakukan enkapsulasi teknik ekstrusi menggunakan alginat 1 dengan penambahan bahan pengisi 2 dan tepung terigu 2 dengan konsentrasi larutan CaCl 2 5. Enkapsulasi dengan menghasilkan viabilitas lebih tinggi 2,4 x 10 8 selml dibandingkan dengan tepung terigu 9,3 x 10 7 selml. Laju pengasaman dalam mencapai pH 4,5 pada terenkapsulasi lebih lambat 1 jam dibandingkan bebas. Sultana . 2000 dalam penelitiannya melakukan enkapsulasi dan dengan teknik emulsi menggunakan alginat 2, CaCl 2 0,1 M, dan dengan perlakuan khusus berupa penambahan prebiotik pati jagung Hi4maize, Starch Australia Ltd sebagai sebanyak 0 – 4. Penambahan Hi4maize meningkatkan rendemen dan jumlah . yang terenkapsulasi dalam . Namun, yang terlalu banyak 4 akan menurunkan rendemen . Nazzaro . 2009 dalam penelitiannya melakukan enkapsulasi dengan teknik ekstrusi menggunakan alginat 2, CaCl 2 0,05 M, dan dengan perlakuan khusus berupa penambahan 1 prebiotik inulin dan 0,15 xanthan gum. terenkapsulasi memiliki kemampuan tumbuh baik dalam jus wortel dan bertahan selama 8 minggu penyimpanan pada suhu 4 o C. Enkapsulasi mampu meningkatkan viabilitas sel selama fermentasi dan penyimpanan 5,59 x 10 12 dan 4,35 x 10 10 untuk probiotik terenkapsulasi vs 4,47 x 10 10 dan 2,08 x 10 8 untuk probiotik bebas. Selain itu enkapsulasi dengan alginate4inulin4xanthan gum mampu meningkatkan viabilitas sel secara signifikan dibandingkan sel bebas. Castilla . 2010 melakukan penelitian mengenai sifat tekstur dari terenkapsulasi dengan teknik ekstrusi menggunakan alginat4pektin 1:2, 1:4, dan 1:6. Hasil menunjukan bahwa diameter meningkat seiring dengan peningkatan proporsi pektin. Penggunaan alginat : pektin dengan perbandingan 1:4 dan 1:6 mampu meningkatkan viabilitas sel pada simulasi kondisi pencernaan. Tingkat kematian . yang terenkapsulasi dalam kalsium4alginat menurun secara proporsional dengan meningkatnya konsentrasi alginat Lee dan Heo 2000. Mandal . 2006 melakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi natrium alginat 0, 2, 3 dan 4 terhadap viabilitas . NCDC 298 pada pH 1,5. Hasil yang didapatkan menunjukan viabilitas . NCDC 298 meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi alginat dan alginat 4 memiliki viabilitas tertinggi.

2.3 BAKTERI ASAM LAKTAT