5
Sultana . 2000, Capela
. 2006 dan Lian
. 2003, Picot dan Lacroix 2004. Enkapsulasi probiotik dengan teknik pengering semprot dan pengering beku
menghasilkan probiotik terenkapsulasi kering dalam bentuk serbuk atau granul, sedangkan teknik emulsi dan ekstrusi menghasilkan probiotik terenkapsulasi dalam bentuk jel
Krasaekoopt . 2003. Namun, penggunaan teknik
relatif mahal dan sangat sulit diaplikasikan pada skala industri Mortazavian
. 2007, sedangkan penggunaan teknik membutuhkan suhu operasi yang tinggi sehingga kurang cocok diaplikasikan untuk
enkapsulasi probiotik Kailasapathy 2002. Beberapa metode pengeringan yang telah digunakan untuk mengeringkan jel kalsium alginat
adalah ,
, dan Shariff
. 2007. Keefektifan dari bahan dan teknik enkapsulasi yang digunakan untuk menghasilkan
probiotik terenkapsulasi dapat dievaluasi dari beberapa parameter kualitatif, diantaranya viabilitas sel probiotik selama proses enkapsulasi dan pengeringan, pembuatan produk dan penyimpanan,
kelarutan dan kemampuan sel untuk
serta sifat mikrogeometri bentuk dan
ukuran Mortazavian . 2007. Tingkat ketahanan bakteri probiotik setelah diberi beberapa
perlakuan dapat diukur dengan metode Roka dan Rantämaki 2010.
2.1.2 Bahan Pengkapsul
Enkapsulasi probiotik biasa dilakukan dalam sistem polimer yang bersifat lembut dan tidak beracun
Anal dan Singh 2007. Polimer yang biasa digunakan dalam proses enkapsulasi bakteri probiotik adalah polisakarida yang diekstrak dari rumput laut karagenan dan
alginat, tumbuhan pati dan turunannya, gum arab, atau bakteri gellan dan xanthan, dan protein hewan kasein, whey, skim, gelatin Rokka dan Rantamäki 2010.
Biopolimer yang paling sering digunakan untuk enkapsulasi bakteri probiotik adalah alginat. Keuntungan penggunaan alginat sebagai bahan pengkapsul adalah tidak toksik,
membentuk matriks secara lembut dengan CaCl
2
yang dapat menjerap material sensitif seperti sel bakteri probiotik, serta sel dapat
Kailasapthy 2002.
2.1.2.1 Alginat
Alginat tergolong salah satu contoh hidrokoloid alami. Alginat merupakan kopolimer rantai lurus dari residu asam β41444D4manuronat M dan asam α41444L4guloronat G yang
membentuk homopolimer M atau G dan blok heteropolimer MG Cardenas . 2003. Struktur
molekul alginat dapat dilihat pada Gambar 2. Alginat telah digunakan secara luas untuk enkapsulasi probiotik skala laboratorium Rokka dan Rantamäki 2010. Garam alginat larut
dalam air, tetapi mengendap dan membentuk jel pada pH lebih rendah dari tiga. Alginat dapat membentuk jel formasi
, film, manik , pelet, mikropartikel, dan nano partikel
Sarmento . 2007.
Gambar 2. Struktur molekul natrium alginat ptp2007.files.wordpress.com
6
Penambahan kation divalen misalnya Ca
2+
yang berfungsi sebagai penaut silang antar molekul alginat, akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi yang akan membentuk jel
matriks kalsium alginat. Kapsul kalsium alginat sangat berpori yang memungkinkan air dapat berdifusi keluar masuk matriks Rokka dan Rantamäki 2010. Ikatan yang terbentuk antara Ca
2+
dengan alginat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengaruh kation Ca
2+
terhadap struktur alginat blog.khymos.org Penggunaan alginat sebagai bahan enkapsulasi sering dikombinasikan dengan bahan
lainnya, diantaranya dengan penambahan prebiotik Hi4Maize Sultana . 2000, Homayouni
. 2008a, terigu dan polard Widodo . 2003 sebagai bahan pengisi
, chitosan sebagai
Krasaekoopt . 2004, dan pektin untuk membentuk kompleks alginat4pektin
yang lebih kuat Castilla . 2010.
2.1.2.2 , dan
Selain bahan berbasis polisakarida, bahan berbasis protein juga sering digunakan pada proses enkapsulasi bakteri probiotik Rokka dan Rantamäki 2010. Bahan berbasis protein seperti
gelatin, skim, whey, dan digunakan sebagai bahan pembawa
pada enkapsulasi probiotik menggunakan teknik
. 2003, Picot dan Lacroix 2004, Triana
2006. Penggunaan bahan berbasis protein sebagai bahan enkapsulasi pada teknik
dikarenakan sifatnya yang memiliki kemampuan mengemulsi serta mampu melindungi sel bakteri dari panas
. Bakteri yang dienkapsulasi dengan teknik akan
sempurna di dalam produk susu fermentasi Krasaekoopt . 2003.
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua komponen gizi dari susu kecuali lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak Buckle . 1987. Karena lemaknya telah dipisahkan, susu skim hanya
mengandung 0,5 – 2,0 lemak Varnam dan Sutherland 1994. Protein susu merupakan penyusun terbesar pada susu skim. Protein susu dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu kasein dan whey. Kasein merupakan fraksi protein yang menggumpal ketika susu diasamkan pada pH 4,6 pada suhu sekitar 30
o
C, sedangkan fraksi yang tertinggal setelah pengendapan kasein disebut whey. Pada susu sapi dan kerbau, komposisi kasein
dan whey adalah berkisar 80:20 Fox dan McSweeney 1998. Kasein sangat stabil terhadap suhu tinggi. Pemanasan pada suhu 100
o
C selama 24 jam atau pemanasan suhu 140
o
C selama 20 menit tidak menyebabkan terjadinya koagulasi. Berbeda dengan whey yang terdenaturasi sempurna pada pemanasan 90
o
C selama 10 menit. Kasein merupakan fosfoprotein yang mengandung 0,85 fosfor, sedangkan whey tidak mengandung
fosfor Fox dan McSweeney 1998. Salah satu produk turunan kasein adalah
. diproduksi dari susu skim yang diasamkan hingga pH 4,6. Pada pH ini, senyawa kompleks dari
kalsium fosfat larut dan kasein menggumpal presipitasi. Untuk menghilangkan garam, laktosa, dan whey, kasein yang terpresipitasi dilarutkan kembali dengan menambahkan senyawa alkali
7
NaOH hingga pH ~ 8,5 Buckle . 1987 untuk menghasilkan produk
. Setelah itu dikeringkan menggunakan
untuk mendapatkan bentuk serbuk. kering biasanya mengandung 90 – 94 protein, 3 – 5 kadar air, 6 – 7 abu, dan 0,7 – 1,0
lemak Bassette dan Acosta 1988. Whey merupakan bagian cair dari susu atau serum susu yang dipisahkan dari
dalam pembuatan keju dan pembuatan kasein. Whey mengandung semua komponen susu kecuali kasein. Whey terdiri atas protein susu terlarut, laktosa, vitamin, dan mineral. Protein whey terdiri
atas α4laktalbumin dan β4laktoglubolin Mulvihill dan Grufferty 1997. Berdasarkan proses koagulasi kasein, whey dibedakan menjadi
rennet whey, yaitu hasil koagulasi kasein secara enzimatis dan
, yaitu koagulasi kasein menggunakan asam. Beberapa produk turunan kasein dan whey yang telah dikomersialkan, diproduksi dari
susu skim atau whey. Produk berbasis protein ini digunakan sebagai bahan tambahan pada industri pangan. Kasein dan
umumnya dibuat dari susu skim yang ditambahkan asam klorida atau asam sulfat atau melalui fermentasi asam laktat. Setelah dicapai titik isoelektrik,
kasein dinetralkan kembali untuk menghasilkan produk . Protein yang tersisa dalam
whey setelah kasein dipisahkan dari susu dimanfaatkan kembali untuk memproduksi melalui presipitasi dengan penambahan polifosfat atau senyawa anion polivalen,
ultrafiltrasi, adsorpsi penukar ion, filtrasi jel, atau presipitasi menggunakan kombinasi asam dan panas.
juga diproduksi dengan mengombinasikan proses elektrodialisis, pemekatan, kristalisasi laktosa, dan pengeringan Morr dan Richter 1988. Perbedaan komposisi
susu sapi, skim, , dan
dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komponen susu sapi, skim,
, dan
Komponen Susu sapi
a
Skim bubuk
a a
WPC 35
b
Air 87,4
3,0 5,0
4,8 Lemak
3,5 0,9
1,2 4,2
Protein 3,5
35,9 89,0
35,5 Laktosa
4,8 52,2
0,3 47,5
Abu 0,7
8,0 4,5
8,0
Sumber :
a
Tamime dan Robinson 1989
b
Early 1998
2.2 VIABILITAS PROBIOTIK TERE KAPSULASI