17 penggunaan N-NO
3
membutuhkan penambahan energi seperti adanya enzim nitrat reduktase.
Pada umumnya konsentrasi nitrogen di perairan laut berkisar 0,01-50 μgl
untuk nitrat, 0,01-5 μgl untuk nitrit dan 0,1-5 μgl untuk amonia serta 0,2-2 μgl
untuk asam amino Clark et al. 1972; Riley dan Segar 1970 dalam Parson et al. 1984. Sedang untuk pertumbuhan optimal fitoplankton menurut Mackenthum
1969 dalam Tambaru 2008 memerlukan kandungan nitrat berkisar 0,9-3,5 mgl. Secara lebih khusus Ketchum 1939 dalam Parson et al. 1984
menjelaskan bahwa kebutuhan minimum nitrat yang dapat diserap oleh diatom berkisar 0,001-0,007 mgl.
Dalam bentuk fosfor, fitoplankton menggunakan fosfat PO
4
untuk pertumbuhannya Goldman dan Horne 1983. Fosfat mempengaruhi penyebaran
fitoplankton khususnya diatom Vollenweider 1968 diacu dalam Tambaru 2008. Fosfat menjadi faktor pembatas baik secara spasial maupun temporal.
Konsentrasi fosfor di perairan umum berkisar 0,001-0,005 mgl Boyd 1982 diacu dalam Effendie 2003. Kandungan fosfat yang optimum untuk pertumbuhan
fitoplankton berkisar 0,09-1,80 mgl Mackenthum 1969 diacu dalam Tambaru 2008. Pada perairan yang memiliki konsentrasi fosfat yang rendah 0,00-0,02
mgl akan didominasi oleh diatom, pada perairan dengan konsentrasi fosfat sedang 0,02-0,05 mgl akan dijumpai jenis Chlorophyceae yang berlimpah dan
perairan yang memiliki konsentrasi fosfat tinggi 0,10 mgl maka jenis Cyanophyceae menjadi dominan Prowse 1946 dalam Tambaru 2008.
2.3. Unsur Hara Sebagai Faktor Pembatas
Pentingnya dalam menentukan atom N:Si:P di perairan estuari adalah untuk keperluan dalam menentukan mana yang menjadi faktor pembatas dalam
produktivitas primer dan apa yang akan menjadi produktivitas dalam mendukung perairan estuari. Nutrien terlarut utama di perairan adalah inorganik nitrogen
terlarut DIN, fosfat DIP dan silikat, ketiga nutrien tersebut merupakan komponen utama dalam membantu perkembangan dan pertumbuhan fitoplankton
Montes et. Al 2002. Menurut Howarth et al. 1988 diacu dalam Montes et. Al
2002 terdapat korelasi antara nitrogen dengan produktivitas primer, hal ini menunjukkan bahwa pada perairan estuari cenderung menerima nitrogen dengan
18 konsentrasi yang besar. Perbandingan nilai N:P digunakan sebagai indikator
dalam menentukan nilai N dan P sebagai faktor pembatas di perairan. Perbandingan tersebut didasarkan atas nilai molar N dan P yaitu 16:1 Redfield,
1958 diacu dalam Sin et al.1999. secara menyeluruh perbandingan antara N:Si:P adalah 16:15:1 Redfield 1958 diacu dalam Sin et al. 1999. Nilai perbandingan
N:P menunjukkan nilai fosfat sebagai faktor pembatas apabila perbandingan molar N:P 16 dan nilai nitrogen menjadi pembatas bilai N:P 16 Redfield
1958 diacu dalam Lehmann, 2000. Sedangkan nilai SiN 1 menunjukkan silikat bukan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan diatom Montes et. Al
2002.
2.4. Perairan Teluk Kendari
Teluk Kendari merupakan wilayah pesisir yang dikategorikan perairan tertutup closed area yang dikelilingi oleh perbukitan terjal di bagian utara dan
wilayah dataran di bagian barat dan selatan dan di bagian timur terdapat Pulau Bungkutoko yang berhadapan dengan Laut Banda. Perairan Teluk Kendari
diperkirakan memiliki luas ± 10,84 km
2
dan memiliki panjang garis pantai ±
35,85 km, berbentuk pantai melingkar dan melebar ke arah daratan yang ada di bagian barat. Mulut teluk menyempit dan menghadap perairan Laut Banda. Pada
bagian depan mulut teluk terdapat pulau kecil Bungkutoko, dengan demikian bentuk perairan Teluk Kendari menjadi relatif tertutup.
Sepanjang wilayah teluk mempunyai tipe pasang surut semidiurnal, dengan dua kali pasang dan dua kali surut setiap hari. Kisaran amplitudo untuk
wilayah teluk berkisar antara 40-70 cm. Pasang naik di pantai Teluk Kendari dapat mendesak air laut masuk ke wilayah sungai dan daerah-daerah konservasi
rawa serta kawasan penduduk di sekitar tepi Teluk Kendari. Perairan Teluk Kendari termasuk perairan yang relatif tenang dilihat dari
kondisi oseanografinya, oleh sebab itu abrasi pantai tidak terlalu nyata menjadi masalah pada perairan teluk. Sebaliknya masalah sedimentasi merupakan
masalah yang serius pada perairan teluk. Indikasi sedimentasi ini dapat dilihat dari perubahan garis pantai, dimana pada tahun 1987 luas Teluk Kendari yang dihitung
dari panjang garis pantai mencapai 1.186,166 ha, dan mengalami penurunan hingga mencapai 1.084,671 ha pada tahun 2000. Sehingga selama 13 tahun dari
19 tahun 1987 sampai tahun 2000 telah terjadi sedimentasi seluas 101.495 ha.
Sehingga diperkirakan sedimetasi terjadi setiap tahunnya ± 78.884,23 m
2
atau ± 8
hatahun. Selain itu dari hasil pengamatan di lapang menunjukkan kondisi sedimentasi yang nampak terlihat jelas berupa warna perairan yang tampak
kecoklatan terutama pada pesisir bagian barat perairan teluk di mana Sungai Wanggu, Sungai Kambu, dan Sungai Anggoeya bermuara.
Potensi sumber pencemaran air di kawasan Teluk Kendari dapat berasal dari berbagai lokasi seperti industri pengolahan ikan di Kambu dan Mata, dan
juga akibat kegiatan pertanian, permukiman dan lain-lain. Sebagian besar industri berlokasi di tengah Kota Kendari dan sebagian berada di sekitar Teluk Kendari.
Kegiatan-kegiatan ini memiliki potensi mencemari lingkungan jika limbahnya tidak mendapat perlakuan sebagaimana mestinya. Walaupun pemerintah telah
menyediakan atau menentukan suatu kawasan industri, namun sampai saat ini pendirian industri yang baru tidak sesuai seperti telah ditetapkan oleh pemerintah.
Limbah industri sebagian besar mengalir ke teluk dan sebagian mengalir ke arah pantai timur Laut Banda. Limbah yang terbuang ke dalam air terdiri dari cairan
organik, pengelolaan pertanian, plastik, kaleng, pestisida, dan sampah alami debris yang dihasilkan penduduk sekitar pantai Laut Banda dan Teluk Kendari.
Di daerah permukiman khususnya di sekitar tepi Teluk Kendari banyak ditemukan sampah dan limbah rumah tangga yang berpotensi mencemari lingkungan.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Kendari bagian dalam yang secara geografis terletak pada 3
o
57’50”-3
o
5’30” lintang selatan dan 122
o
31’50”- 122
o
36’30” bujur timur dengan luas ± 18,75 km
2
dan panjang garis pantai ± 35,85
km Gambar 4. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan yang dimulai pada bulan April – Juni 2009 musim peralihan-kemarau. Pengukuran
dilakukan sebanyak 4 kali dengan frekuensi setiap pengukuran selama 2 minggu Tabel 1.
Tabel 1. Waktu sampling penelitian di perairan Teluk Kendari
Pengamatan Waktu sampling
Keterangan
1 25-27 April 2009
Musim hujan-kemarau peralihan 2
9-11 Mei 2009 Musim kemarau
3 23-25 Mei 2009
Musim kemarau 4
6-8 Juni 2009 Musim kemarau
3.2. Penentuan Lokasi dan Titik Sampling Dalam menentukan lokasi dan titik sampling penelitian dilakukan kegiatan
yang dibagi atas 2 tahapan yaitu :
Tahapan Prapenelitian
Pada tahap prapenelitian dilakukan pengukuran pola sebaran kecerahan perairan dengan menggunakan transek yang ditempatkan secara membujur dan
melintang di sepanjang perairan teluk, dengan jarak antara sampling baik membujur maupun melintang ± 500 m. Pengukuran ini dilakukan sebagai dasar
untuk menentukan lokasi sampling penelitian stasiun secara horisontal. Didasarkan pada pola sebaran kecerahan perairan serta dengan
mempertimbangkan pasang surut dan kedalaman perairan, maka penentuan lokasi sampling secara horisontal dibagi menjadi 3 stasiun yaitu stasiun A pada bagian
luar dari teluk, stasiun B di tengah teluk, dan zona C pada bagian dalam teluk, dimana pada setiap stasiun dibagi menjadi 2 titik sampling substasiun Tabel 2,
Gambar 4.