Latar Belakang Invasi Amerika Serikat AS ke Irak

commit to user 49 Mengenai kebijakannya ini pemerintah AS menerima banyak kritik, karena AS memaksa negara-negara lain untuk menghancurkan persenjataan pemusnah massal yang mereka miliki, tetapi AS sendiri tidak bersedia menghancurkan pemusnah massal yang dimilikinya. Kebijakan kelima adalah perang terhadap terorime global. Kebijakan ini mencuat pasca tragedi 11 September 2001. Pemerintah AS yang merasa negara menjadi target utama gerakan teroris internasional mengajak semua negara di dunia untuk bekerja sama membasmi gerakan-gerakan teroris tersebut. Salah satu tindakan AS dalam rangka memerangi terorisme yang memancing protes dunia internasional adalah invasi terhadap Afghanistan pasca peristiwa 11 September 2001 dengan dalih untuk menangkap Osama bin Laden, gembong Al Qaeda, yang dituding sebagai dalang peristiwa 11 September 2001 dan diduga berada di Afghanistan dalam perlindungan rezim Taliban yang pada saat itu berkuasa di Afghanistan. Selain Afghanistan, AS juga memusuhi Irak, Iran, dan Korea Utara yang dianggap sebagai Negara Poros Setan Axis of Evil. Kebijakan keenam adalah berusaha untuk mendapatkan citra positif di hadapan dunia internasional. Kebijakan ini dimanifestikan melalui pemberian bantuan-bantuan keamanusiaan setiap kali terjadi masalah-masalah sosial dan kemanusiaan, misalnya bencana alam, dan kelaparan. Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk teknis, suplai makanan, dan obat-obatan. Tindakan ini dianggap penting karena kebijakan-kebijakan luar negeri AS harus memiliki aspek kemanusiaan jika ingin mendapat dukungan dari publiknya sendiri. Sealain itu, melalui pemberian bantuan-bantuan ini pemerintah AS berharap agar dunia internasioanal menilai AS sebagai sebuah Negara yang baik dan tidak pantas untuk dimusuhi. Dengan demikian keamanan nasional AS akan lebih terjamin.

C. Latar Belakang Invasi Amerika Serikat AS ke Irak

Bagi AS konflik senjata dengan Irak pada tahun 2003, ada tiga tujuan yaitu AS ingin menghancurkan senjata pemusnah massal, menyingkirkan ancaman teroris internasional dan membebaskan rakyat Irak dari penindasan commit to user 50 rezim Saddam Hussein dengan cara memulihkan demokrasi di Irak Abdul Halim Mahally, 2003:330. Dari tiga alasan tentang masalah Irak yang harus diselesaikan dengan cara AS dihancurkan ternyata dipenuhi kebohongan, yaitu : 1. Agresi AS ke Irak untuk memusnahkan senjata pemusnah massal adalah upaya AS untuk membohongi masyarakat internasional. Dikatakan oleh Presiden George W. Bush bahwa Irak mempunyai senjata pemusnah atau destruksi massal Weapons of Mass Destruction yang berupa : 1 senjata kimia seperti mostar yang dapat menyebabkan kulit melepuh, tabun dan sarin yang dapat menyerang syaraf; 2 Senjata biologi seperti botulinum yang dapat meracuni dan mencekik orang, bacillus antraxis yang dapat menyebabkan penyakit antrax, senjata nuklir dan rudal scud yang mempunyai jangkauan 900 kilometer untuk meluncurkan senjata-senjata tersebut Siti Muti’ah Setiawati, 2004:15. Untuk meyakinkan rakyat dan kongres AS, Presiden Bush di depan Kongres ketika menyampaikan laporan tahunan menyatakan bahwa Saddam Hussein telah mengusahakan untuk membeli lima ratus ton uranium – oksida dari Nigeria. Dengan demikian kepemilikan senjata-senjata tersebut dapat membahayakan rakyat Irak dan negara-negara tetangganya Albert D. Pastore, 2004:xvi. Serangan AS ke Irak dengan alasan pemusnahan senjata pemusnah massal tidak masuk akal, karena bila AS memang ingin menghancurkan senjata itu, Presiden Bush tidak mengerahkan semua kekuatan militernya. AS dan sekutunya Inggris hanya mengerahkan 230.000 dan 45.000 personilnya ke Irak. Dari jumlah itu, hanya 90.000 prajurit AS dan 45.000 prajurit Inggris yang merupakan pasukan tempur Abdul Halim Mahally, 2003:330. Sebelum terjadi serangan ke Irak, Tim Inspeksi PBB yang diketuai Hans Blix menyatakan sama sekali tidak menemukan bukti Irak memiliki senjata pemusnah masal dan ternyata jangkauan senjata rudal Irak tidak seperti yang dikatakan AS yaitu 900 kilometer, tetapi hanya 10 sampai 15 kilometer. Atas dasar temuan itu Saddam Hussein menyatakan, “Mampukah rudal ini menembus Israel? Mampukah mencapai AS?” Kompas, 9 Maret 2003:3. commit to user 51 Kebohongan AS makin tampak ketika Menteri Luar Negeri AS, Collin Powell, memberikan laporan kepada Dewan Keamanan PBB tentang upaya Irak mendapatkan uranium-oksida dari Nigeria. Menurut duta besar Nigeria untuk PBB, Presiden Nigeria yang disebut-sebut dalam dokumen intelijen Presiden Bush, yang dikatakan bekerjasama dengan Saddam Hussein dalam pengadaan uranium-oksida ternyata telah lama meninggal dunia Albert D. Pastore, 2004:xvii. Beberapa minggu setelah Baghdad jatuh, pasukan AS belum berhasil menemukan senjata pemusnah massal Irak Abdul Halim Mahally, 2003:333. 2. Menggempur Irak atas nama memerangi terorisme yang didengungkan AS tidak dapat diterima begitu saja. Tudingan Washington bahwa Bahgdad memiliki hubungan dengan al-Qaidah, organisasi yang sangat dibenci dan sekaligus ditakuti AS yang dituduh telah meledakkan gedung WTC pada 11 September 2001 sangat tidak masuk akal. Di satu sisi, al-Qaidah adalah organisasi yang ingin menggulingkan pemerintahan berpaham liberal maupun sekuler, sementara Partai Baath pimpinan Saddam Hussein tidak memiliki paham fundamentalisme seperti halnya al-Qaidah. Bahkan, rezim Saddam Hussein sendiri termasuk yang harus dihancurkan oleh Al-Qaidah karena berseberangan paham pemerintahan Saddam Hussein berpaham sekuler, sedangkan al-Qaidah berpaham fundamentalis yang memegang teguh ajaran Islam. Oleh karena itu, selain pemerintah AS tidak punya bukti kuat tentang hubungan al-Qaidah dan Irak, Usamah bin Laden pemimpin Al-Qaidah dan Saddam Hussein tidak mungkin bekerjasama. Apalagi, ketika Irak menduduki Kuwait pada 2 Agustus 1990, Usamah bin Laden justru menawarkan diri kepada Raja Fahad Arab Saudi untuk mengirimkan veteran Arab-Afghan untuk membantu Kuwait mengusir pasukan Saddam Abdul Halim Mahally, 2003:335. 3. Klaim Washington bahwa penggulingan Saddam Hussein dimaksudkan untuk menyelamatkan rakyat Irak dari pemerintah yang diktaktor dan otoriter serta agar rakyat dapat mendirikan pemerintahan yang benar-benar demokratis juga cacat dari sisi hukum. Baik PBB maupun negara di dunia tidak ada yang commit to user 52 memberi legitimasi AS untuk ikut campur urusan dalam negara lain. Dalam kasus Irak, apapun sistem yang telah dan akan diterapkan di negara itu, demokrasi atau monarki, maka hasil itu semuanya menjadi hak rakyat Irak untuk menentukannya. Di Irak, meskipun AS mengatakan Saddam Hussein sebagai diktator, tetapi rakyat Irak kecuali suku Kurdi mengelu-elukan Saddam Hussein sebagai sosok yang berani mempertahankan kedaulatan Irak dari serbuan AS dan sekutunya Abdul Halim Mahally. 2003:336. Saat menghadapi invasi AS, Saddam Hussein telah menyerukan kepada rakyatnya agar tetap siaga menghadapi agresi militer AS. Seruan itu disambut rakyat yang menyatakan akan membela pemimpinnya, yaitu Saddam Hussein dan membela tanah Irak Moehammad Shoelhi, 2003:124. Dalam pengakuannya, AS selalu mengatakan bahwa serangannya ke Irak untuk menegakkan demokrasi, tetapi setelah rezim Saddam Hussein jatuh, AS akan kesulitan membangun pemerintahan baru yang demokratis. Hal ini disebabkan : 1 Prinsip AS sendiri tidak demokratis, melainkan berdasarkan pada kepentingan politiknya, yaitu mencegah munculnya penguasa yang menentang kekuasaan, atau berafiliasi dengan negara yang menjadi musuh AS; 2 Pemimpin yang dipilih AS untuk memimpin Irak tidak mempunyai basis pendukung yang kuat di kalangan rakyat Siti Muti’ah Setiawati, 2004:16. Menurut Wirawan Sukarwo terdapat dua alasan utama yang melatarbelakangi serangan AS ke Irak. Pertama, keinginan AS untuk menghentikan proyek pengembangan senjata pemusnah massal di Irak. Kedua, menjatuhkan rezim Saddam Hussein yang dianggap memiliki hubungan dengan Al-Qaeda yang mengancam stabilitas regional. Dari kedua alasan utama tersebut, Pemerintah AS menjabarkannya dalam beberapa misi mereka untuk Irak. Bahkan pemerintah AS menganggap sebagai tugas mulia. Beberapa misi invasi yang dianggap sebagai tugas mulia AS, antara lain sebagai berikut : 1 Mengakhiri rezim Saddam Hussein; 2 Mengidentifikasi, mengisolasi, dan mengeliminasi senjata pemusnah massal; 3 Mencari, menangkap, dan membawa keluar teroris dari Negara itu; 4 Mengumpulkan data intelijen terkait yang bisa digunakan dalam jaringan pemberantasan terorisme internasional; 5 Mengumpulkan data commit to user 53 intelijen yang terkait dengan jaringan global di pasar gelap perdagangan senjata pemusnah massal; 6 Mengakhiri sanksi dan secepat mungkin mengirim bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan rakyat Irak; 7 Mengamankan sumber- sumber ladang minyak yang menjadi milik rakyat Irak; 8 AS akan menjadi penolong rakyat Irak menciptakan masa transisi untuk membangun sebuah pemerintahan yang representatif Wirawan Sukarwo, 2009 : 191-192. Namun semua alasan yang dikeluarkan oleh AS menjadi sebuah kebohongan yang diketahui secara luas oleh dunia internasioanl. Irak terbukti tidak mengembangkan senjata pemusnah massal seperti yang dituduhkan dan Saddam Hussein tidak memiliki hubungan dengan Osama bin Laden beserta jaringan al-Qaedanya Angkasa, Maret 2003 : 8. Dari semua analisis terhadap motif invasi AS yang sesungguhnya, terdapat persepsi umum bahwa ekonomilah yang menjadi faktor dominan. Beberapa perhitungan yang terkait dengan motif ekonomi dan bisnis dari serangan AS atas Irak antara lain sebagai berikut : 1 Kekayaan minyak bumi yang dimiliki oleh Irak merupakan cadangan minyak kedua terbesar setelah Arab Saudi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Centre for Global Energy Studies CGES London, Irak diperkirakan memiliki 112 miliar barrel cadangan minyak. Berdasarkan data tersebut, Irak merupakan pemilik 11 persen cadangan minyak dunia. Selain itu, menurut US Energy Information Administration, Irak memiliki 73 ladang minyak mentah dan hanya 15 ladang yang telah dikembangkan; 2 ingin menciptakan tatanan dunia baru yang “lebih aman” dengan tujuan kebebasan ekonomi dan politik. Hal ini merupakan strategi geopolitik AS di kawasan Timur Tengah. Bagi AS, Irak merupakan ancaman potensial bagi kepentingannya dan sekutu terdekatnya Israel di kawasan Timur Tengah; 3 Proyek rekontruksi pasca perang yang akan menguntungkan AS. Kehancuran infrastruktur akibat perang akan melahirkan proyek-proyek rekontruksi dengan dana yang besar. Sebagai pemeran utama invasi, AS akan mengambil proyek-proyek tersebut untuk meraup keuntungan besar pascaperang Wirawan Sukarwo, 2009 : 192-193. commit to user 54

D. Kebijakan-kebijakan Amerika Serikat AS Dalam Program