Pengaruh pernikahan di bawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga: studi kasus pada masyarakat di desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor

(1)

(Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor) Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Renny Retno Waty NIM. 205044100578

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

(Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.sy)

Oleh :

Renny Retno Waty NIM. 205044100578

Di Bawah Bimbingan

Drs. H Ahmad Yani, M.Ag Ahmad Bisyri Abdul Somad, LC, M.Ag NIP. 196404121994031004 NIP. 196803202000031001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(3)

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Akhwal Syakhsiyyah (Peradilan Agama)

Jakarta, 23 September 2010 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA ( ...)

NIP. 195510151979031002

Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag ( ...)

NIP. 196404121994031004

Pembimbing I : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag ( ...)

NIP. 196404121994031004

Pembimbing II : Ahmad Bisyri Abdul Somad, LC, M. Ag ( ...)

NIP. 196803202000031001

Penguji I : Hotnidah Nasution, S. Ag.,MA ( ...) NIP. 197106301997032002

Penguji II : Dr. Asmawi, M. Ag ( ...)


(4)

Dengan memanjatkan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan masa kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga selalu dicurahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, para tabi’in serta kaum muslimin yang tetap berpegang teguh kepada risalahnya hingga akhir zaman dan membawa manusia keluar dari kubangan lumpur jahiliyah menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 Sarjana Syariah (S. Sy). Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis betul-betul menyadari adanya rintangan dan ujian, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan, tentunya tidak terlepas dari berbagai pihak yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis guna penyempurnaan skripsi ini.

Oleh karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:


(5)

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., MA. dan Kamarusdiana, S.Ag., M.H. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Konsentrasi Peradilan Agama.

3. Drs. Djwahir Hejazziey, SH, MA. Sebagai ketua Koordinator Teknis dan Drs. Ahmad Yani, M.Ag. selaku Seketaris Koordinator Teknis Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H Ahmad Yani,M.Ag. Dosen pembimbing I, dan Ahmad Bisyri Abdul, LC, M.Ag Dosen pembimbing II, yang dengan sabar dalam memberikan arahan dan masukan yang amat bermanfaat kepada penulis hingga selesainya skripsi ini, tiada kata yang pantas selain ucapan rasa terima kasih dan doa semoga Allah SWT membalasnya.

5. Seluruh dosen Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, serta karyawan-karyawan dan staf perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepada Keluarga Besar Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor yaitu Bapak Aceng

Irawan dan staff, Abah Syafudin, Pak Jawawi dan UmiKu tercinta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai yang secara langsung dengan penulis, membimbing, memberi masukan dan informasi yang sangat berharga bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(6)

memberikan nasehat, dukungan baik moriil dan materiil yang tak terhingga, motivasi serta doa yang tak pernah lelah dipanjatkan untuk penulis, memberikan semangat kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 ini. Makasih juga buat adik-adikku Agung Laksono Wibowo dan Anita Mafhilinda Adam makasih Doanya ya

8. Untuk Kakek dan nenek yaitu Buyah H. Ir. Ramzy Nasroen dan Bunda Hj. Ir ariyanti Ramzy,Buyah H. Sutan Akbar dan Bunda Hj. Asni Sutan Akbar dan Myjend Purnawirawan H. M. Joesoef Effendi, SH.serta . keluarga besar Tante Yanti dan keluarga, Ibu Hj Etty yang selalu memberikan motivasi, solusi dan inspirasi bagi penulis. Serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberi semangat penulis dalam menimba ilmu untuk menyelesaikan studi S1 ini, keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya.

9. Especially&my Sahabat-sahabat ku tercinta dalam suka maupun duka kita lalui bersama Nurhayani S. Sy, Dwi, Maemunah S.Sy, Riri, Ucup, Fatah, Ahadiana, M.Nasir PS A 06 (yang sudah meluangkan waktunya buat mengantar sepupumu dalam penelitian) Khususan untuk Ria Ramania, Kembar DiAn dan DiaH serta ibu wiwi yang mau mengajari dan membantu penulis dalam mengelola data dan membolehkan penulis singgah dirumahnya Makasih banyak. Dan Terimakasih atas semangat, motivasi dan


(7)

iv

aku dan menemani aku saat susah dan senang. Semangat!!!!.

10.Yang tak pernah terlupakan teman-teman seperjuangan di Jurusan Peradilan Agama 2005,

11.Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini dan tidak dapat disebut satu persatu.

Akhirnya, kepada Allah SWT jualah penulis serahkan segalanya dan semoga amal kebajikan mereka diterima disisi-Nya dan diberikan pahala yang berlipat ganda sesuai dengan amal perbuatannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, dan masyarakat umumnya.

Jakarta, 24 September 2010 M 23 Ramadhan 1431 H


(8)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan ... 6

E. Riview Studi Terdahulu ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA A. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukumnya... 18

B. Perkawinan Di Bawah Umur Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974... 21

C. Kesejahteraan Rumah Tangga ... 34


(9)

vi

A. Letak Geografis Desa... 46

B. Kondisi Sosial Masyarakat... 47

1. Sarana Pendidikan... 47

2. Sarana Ibadah ... 48

3. Mata Pencarian... 49

4. Sarana Sosial Masyarakat ... 50

C. Struktur Pemerintahan... 52

BAB IV HUBUNGAN PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA A. Profil Responden...….. ... 54

B. Analisa Penghitungan Pengaruh Pernikahan Dibawah Umur Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga ... 59

BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ... . 80

A. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 84 LAMPIRAN


(10)

1 4 4 2 2 4 4 3 4 4 4 36

2 5 2 2 3 3 4 4 4 3 4 36

3 5 2 1 2 2 4 2 4 2 5 32

4 4 2 1 1 1 4 2 4 2 4 29

5 4 2 1 1 1 4 2 4 2 4 30

6 5 2 1 2 3 5 3 2 2 5 36

7 4 4 4 4 4 5 5 2 2 1 42

8 3 4 4 4 4 4 4 2 2 3 42

9 4 3 2 2 4 4 4 4 2 4 42

10 2 4 4 4 4 4 4 2 3 3 44

11 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 54

12 5 4 4 4 4 4 4 4 2 5 52

13 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 56

14 4 4 2 2 4 4 4 5 4 4 51

15 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 51

16 4 5 4 5 4 5 4 3 4 4 58

17 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 53

18 4 2 3 2 4 4 3 4 4 4 52

19 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 63

20 4 4 3 4 4 4 4 2 2 3 54

21 5 5 3 3 2 2 2 4 4 4 55

22 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 58

23 3 4 4 4 4 4 4 2 2 4 58

24 5 5 4 2 2 2 2 4 2 3 55

25 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 64

26 4 4 4 2 2 2 2 4 4 4 58

27 4 4 2 4 2 2 4 2 2 2 55

28 4 4 4 4 3 3 2 3 2 4 61

2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 65

5 5

5 9


(11)

1 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 43

2 5 4 3 5 5 3 4 5 5 5 46

3 5 4 4 4 4 2 5 5 5 5 46

4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 42

5 4 4 2 4 4 2 4 4 4 3 40

6 4 4 4 4 2 5 4 4 3 3 43

7 3 3 5 3 3 2 5 5 5 3 44

8 4 3 5 3 3 3 5 3 5 2 44

9 4 4 5 4 4 3 5 4 4 4 50

10 3 3 4 3 3 3 5 3 5 2 44

11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 51

12 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 54

13 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 52

14 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 58

15 4 4 4 4 4 3 5 3 5 2 53

16 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 54

17 3 3 4 3 3 2 4 3 5 2 49

18 4 4 4 4 3 4 5 5 5 4 60

19 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 58

20 3 3 5 3 4 2 4 3 5 2 54

21 4 4 4 4 3 4 5 4 2 4 59

22 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 68

23 3 3 4 3 3 3 4 3 5 3 57

24 5 4 5 4 4 3 5 4 4 4 66

25 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 63

26 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 63

27 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 63

28 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 64

29 2 3 5 3 3 3 5 4 4 2 63


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Islam mensyariatkan perkawinan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia dunia akhirat di bawah naungan cinta kasih dan Ridha Illahi. Bahwasannya manusia diciptakan berpasang-pasangan, agar merasa tentram dalam hidup.1 Hal ini sesuai dengan apa yang terkandung di dalam surat an-Nisa Ayat1:

ﺎﻬ أﺎ

سﺎ ا

اﻮ ﺗا

ﻜ ر

يﺬ ا

ْ ﻜ ﺧ

ْﻦ

ﺲْﻔ

ةﺪﺣاو

ﺧو

ﺎﻬْ

ﺎﻬﺟْوز

ﺚ و

ﺎ ﻬْ

ﺎًﺎﺟر

اًﺮﻴﺜآ

ًءﺎﺴ و

اﻮ ﺗاو

ﻪ ا

يﺬ ا

نﻮ ءﺎﺴﺗ

مﺎﺣْرﺄْاو

نإ

ﻪ ا

نﺎآ

ْ ﻜْﻴ ﻋ

ﺎًﻴ ر

)

ا

ءﺎﺴ

/

4

:

1

(

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (an-Nisa’/4: 1)

Ikatan perkawinan (pernikahan) adalah suatu hal yang sangat sakral, baik menurut ajaran agama ataupun kedudukannya dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 misalnya dalam Pasal 1 Undang-Undang

1

Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 1


(13)

Perkawinan No 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia atau kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.2

Dengan adanya Undang-Undang Perkawinan tersebut tuntutan pokok yang telah lama diperjuangkan terutama oleh pergerakan wanita Indonesia segala golongan sebagian besar telah terpenuhi. Adapun asas-asas atau prinsip-prinsip perkawinan yang tertera dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 ini adalah sebagai berikut :

1. Asas sukarela

2. Asas partisipasi keluarga 3. Asas perceraian dipersulit

4. Asas monogami (poligami dibatasi dan diperketat) 5. Asas kedewasaan calon mempelai (usia nikah)

6. Asas memperbaiki dan meningkatkan derajat kaum wanita 7. Asas selektivitas.3

Dalam hal asas-asas yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan di atas, penulis akan lebih memfokuskan pembahasaan tentang asas kedewasaan calon mempelai yang akan melangsungkan pernikahan yaitu mengenai pembatasaan usia dalam perkawinan yang merupakan salah satu asas penting, karena

2

Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, UU Perkawinan dan Hukum Perdata / BW, (Jakarta: PT Hida Karya Agung, 1996), h.7.

3


(14)

undang perkawinan sudah mengatur dengan jelas mengenai batasan usia dimana dalam undang-undang dijelaskan bahwa setiap calon suami dan calon istri yang hendak melakukan akad pernikahan, harus benar-benar telah matang secara fisik maupun psikis (rohani), atau harus sudah siap jasmani maupun rohani.

Oleh karena itu, pernikahan membutuhkan persiapan yang matang, yaitu kematangan fisik serta kedewasaan mental bukan cinta semata yang terjebak oleh buaian cinta romantis, sehingga mereka terpaksa menikah pada usia muda. Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan ketentuan pada pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun1974, yang menjelaskan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Disisi lain untuk mewujudkan sebuh pernikahan yang sejahtera yakni sebuah keluarga yang bahagia dan tentram dengan sebaik-baiknya, maka suami isteri memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga bahagia sejahtera, diantaranya perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat sehingga diharapkan setiap anggota keluarga khususnya suami isteri mampu menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga yang penuh dengan ketentraman dan kedamaian. Karena stabilitas kehidupan rumah tangga inilah yang merupakan modal dasar bagi berbagai upaya pembinaan keluarga yang sejahtera.


(15)

Dalam mencapai kesejahteraan tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya kedewasaan atau kematangan suami istri yang mana tanpa dibarengi oleh kedewasaan sangat mustahil untuk meraih kebahagiaan karena akan mepengaruhi pola fikir dalam berumah tangga misalnya dalam hal pemecahan masalah yang terjadi dalam rumah tangga tentunya sangat berbeda ketika diselesaikan dengan cara fikir yang baik dan dewasa dengan pola fikir yang tidak dewasa tentunya permasalah yang diselesaikanpun bukan membawa solusi akan tetapi membawa dampak yang kurang baik terhadap keadaan keluarga dan tentunya akan mempengaruhi kebahagian keluarga yang diharapkan.

Dalam hal ini penulis melihat dan mengamati kehidupan masyarakat Desa Tanjung Sari Kecamatan Cijeruk Bogor dalam hal pernikahan. Dimana diantara rmereka masih banyak yang menikah dibawah umur. Terjadinya pernikahan tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor tertentu.

Untuk itu penulis ingin mengetahui lebih jauh mengenai faktor yang mendukung terjadinya pernikahan dibawah umur serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan rumah tangga, yang terjadi dimasyarakat khususnya di Desa Tanjung Sari, oleh karenanya penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh yang penulis susun dalam bentuk skripsi. Adapun judul yang diangkat adalah

“Pengaruh Pernikahan Dibawah Umur Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga ( Study Kasus pada Masyarakat di Desa Tanjung Sari Kecamatan Cijeruk Bogor)”.


(16)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalahnya lebih menitik beratkan pada faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan di bawah umur serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan rumah tangga. Adapun yang menjadi populasi adalah masyarakat di Desa Tanjung Sari Kecamatan Cijeruk Bogor.

Sedangkan yang menjadi sampel adalah sebagian dari masyarakat yang melangsungkan pernikahan di bawah umur. Agar skripsi ini lebih terarah, penulis membatasi masalah yang akan di teliti kepada: Kehidupan rumah tangga pada pasangan usia muda

2. Perumusan Masalahnya

Seharusnya seorang yang akan melangsungkan pernikahan, adanya batasan minimal sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 dan pada kenyataannya dilapangan banyak yang melangsungkan pernikahan dibawah batas umur minimal, hal ini yang saya teliti ini :

a. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur di Rw 05, desa tanjung sari ?

b. Bagaimana pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga dan seberapa besar pengaruhnya?


(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :

a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan di bawah umur.

b. Untuk mengetahui pengaruh dari pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteran rumah tangga.

c. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga.

2. Sedangkan manfaat dari penelitian ini, antara lain :

a. Untuk menambah khazanah keilmuan khususnya pada diri sendiri, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya.

b. Hasil studi ini kiranya dapat dimanfaatkan oleh institusi atau lembaga terkait maupun sebagai study lanjut bagi para mahasiswa,praktisi hukum dan pihak-pihak yang membutuhkan.

c. Untuk memberikan gambaran kepada masyarakat Di Desa Tanjung Sari Kecamatan Cijeruk Bogor terhadap pernikahan di bawah umur dan pengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga

D. Metodologi Penelitian dan teknik penulisan

Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa metode, antara lain:


(18)

1. Pendekatan

Pendekatan dari penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu untuk mengetahui pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga di desa tanjung sari kecamatan cijeruk bogor, dengan menggunakan bantuan statistik yaitu regresi. Sedangkan untuk menjabarkan data-data deskriptif dijawab secara kualitatif

2. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah riset kepustakaan (Library Research) dan riset lapangan (field research).

Library Research diperoleh dari buku-buku dan bahan-bahan referensi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

Jenis penelitian ini. Field Research diperoleh dengan cara melakukan penelitian langsung di obyek penelitian yaitu di desa tanjung sari kecamatan cijeruk bogor. 4

3. Sumber Data a. Data Primer

Data Primer diperoleh secara langsung dari responden yaitu pernikahan di bawah umur yang ada di desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan yang mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

4

Lexi. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 3


(19)

masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksudkan adalah al-Qur’an hadits buku-buku ilmiah, Undang-undang, Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta peraturan yang lain yang berhubungan erat kaitannya dengan masalah yang diajukan.

4. Teknik Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pernikahan di bawah Umur terhadap kesejahteraan rumah tangga dikumpulkan melalui data kuantitatif, yaitu dengan menggunakan instrument: a. Kuesioner, yaitu dengan menyebarkan angket berisi pertanyaan yang di

jawab oleh pelaku pernikahan di bawah umur

b. Wawancara, yaitu dengan mewawancarai secara langsung dengan pelaku yang melangsungkan pernikahan di bawah umur

c. Studi Pustaka, yaitu diperoleh dari buku-buku atau sumber-sumber yang lainnya

5. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subnyek yang menjadi kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.5 Populasi dari penelitian ini. Dalam penelitian ini populasinya adala ibu-ibu yang menikah di usia muda dan yang menikah dalam usia dewasa, dan telah menjalani pernikahan yang lebih dari dua tahun dan telah mempunyai anak,

5


(20)

jumlah meraka tiga puluh orang6. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Karena populasinya berjumlah tiga puluh orang maka penulis mengambil sampel seluruhnya, dengan perincian 15 ibu-ibu yang menikah di usia muda dan 15 yang menikah di usia dewasa.

Sampel adalah bagian dari populasi (sebagaian atau wakil populasi yang teliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.7 Dalam hubungan dengan penarikan sampel Suharsimi Arikunto mengemukakan apabila Sampelnya diambil semua dari total sampling, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang melangsungkan pernikahan dibawah umur, dimana semua populasi dijadikan responden.

6. Tempat penelitian

Adapun tempat yang dijadikan objek dalam penelitian ini ialah di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor .

7. Variabel Penelitian

Kata “Variabel” berasal dari dari Bahasa Inggris “variable” yang berarti“ubahan”, “faktor tidak tetap, atau “gejala yang dapat berubah”.1 Variabel adalah obyek penelitian, atau yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.3 Adapun penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu:

6

Data didapatkan dari wawancara dengan Kepala Desa Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor yaitu Bapak Aceng Irawan, Bogor 11 September 2009.

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta, Rineka Cipta, 1998), h.117


(21)

X Y

Ke se ja hte ra a n Rum a h Ta ng g a

Pe rnika ha n Di Ba wa h Um ur

1. Variabel Independen (X)

Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau yang mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini adalah variabel pernikahan di bawah umur

2. Variabel Dependen Y

Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang dalam penelitian adalah kesejahteraan rumah tangga

Variabel X dan variabel Y memiliki kriteria jawaban SS, S, R, TS,STS, dengan penilaian skor pada masing-masing kriteria sebagai berikut:

Tabel 1.4 Skor Jawaban

Alternatif Jawaban Pertanyaan Positif Pertanyaan Negatif

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Ragu 3 3

Tidak Setuju 2 4


(22)

8. Uji Validitas dan Reabilitas Data a. Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk melihat ketepatan instrumen pengukur dalam penelitian. Pengujian ini untuk mengetahui ketepatan instrumen penelitian agar dapat memberikan informasi yang akurat tentang hal yang diukur. Uji validitas dilakukan dengan cara melihat korelasi skor butir pertanyaan dengan total skor variabel.8

Untuk membantu pengujian validitas, maka prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Merumuskan hipotesis operasional, yaitu Ho dan Ha Ho : Instrumen penelitian tidak valid

Ha : Instrumen penelitian valid

b) Syarat minimum untuk dianggap suatu butir instrumen valid adalah indeks validitasnya > 0,3. Dengan demikian, jika korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut tidak valid. Semakin tinggi korelasi itu mendekati angka satu (1,00) maka semakin baik pula konsistensinya atau validitasnya

c) Menentukan pendekatan (alat) statistik yang digunakan dengan kriteria pengujian:

• Jika r hitung > r tabel maka Ho ditolak

• Jika r hitung < r tabel maka Ha ditolak

8

Nur Indrianto, Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, (Jogjakarta: BPFE, 2002), h.182.


(23)

d) Melakukan perhitungan sesuai dengan pendekatan (alat) statistika menggunakan program komputer SPSS

e) Mengambil kesimpulan b. Uji Realibilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui koefisien alat ukur jika dilakukan dengan pengukur ulang. Suatu kuesioner reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten / stabil dari waktu ke waktu. Program SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik cronbach alpha (α).

Untuk membantu pengujian reliabilitas, maka prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Merumuskan hipotesis operasional, yaitu Ho dan Ha Ho : Instrumen penelitian tidak reliabel

Ha : Instrumen penelitian reliabel

b) Metode alpha cronbach, batasan reliabilitas sebenarnya sudah ditentukan (Sekarang yang dikutip oleh Dwi Priyatno, 172). Batasan tersebut adalah:

• Koefisien alpha berada di atas angka 0,8 baik

• Koefisien alpha berada di 0,7 dapat diterima

• Koefisien alpha berada di bawah 0,6 kurang baik/tidak reliable9

9


(24)

c) Menentukan pendekatan (alat) statistik yang digunakan dengan kriteria pengujian:

• Jika r Alpha > r tabel maka Ho ditolak

• Jika r Alpha < r tabel maka Ho diterima

d) Melakukan perhitungan sesuai dengan pendekatan (alat) statistika menggunakan program komputer SPSS

e) Mengambil kesimpulan 9. Metode Analisis Data

Metode Analisis Data Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah mentranformasikan data kualitatif ke dalam data kuantitatif yaitu dengan pengolahan data mentah yang diperoleh dari jawaban responden terhadap kuesioner yang disebarkan, dan untuk mengetahui pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga dengan metode statistik yang diterapkan.

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu analisa deskriptif dan analisa regresi. Analisis deskripsi dilakukan dengan menyajikan data melalui distribusi frekuensi untuk mengetahui distribusi respon dari setiap responden (Sangat Setuju, Setuju, Ragu-Ragu, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju), grafik responden berdasarkan jumlah melalui, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, status dan penghasilan, dan statistik deskriptif untuk mengetahui nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, nilai standar deviasi dari


(25)

setiap pertanyaan variabel pernikahan dibawah umur dan kesejahteraan rumah tangga. Sedangkan analisa regresi sederhana adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan hubungan matematis antara variabel output / dependen (y) dengan satu atau beberapa variabel input / independen (x), hubungan matematis digunakan sebagai suatu model regresi yang digunakan untuk meramalkan atau memprediksikan nilai output (y) berdasarkan nilai input (x) tertentu.10 Analisis regresi ini digunakan untuk mengetahui pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga di Desa Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor. Persamaan dari regresi sederhana yaitu:

Y = a+bX

Dimana: Y adalah variabel dependen X adalah variabel independen A adalah intersep

B adalah koefisien variabel x

Untuk mengetahui Korelasi antara pernikahan dibawah umur dengan kesejahteraan rumah tangga, maka korelasi dilambangkan dengan nilai R = koefisien korelasi, jika nilai R tidak lebih dari harga (1-<R,+1), apabila R=-1 artinya korelasinya negative sempurna, R=0 tidak ada korelasi dan R=1 berarti korelasinya sempurna positif. Selanjutnya harga R akan

10

Sofyan yamin dan Heri Kurniawan, SPSS Complate Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Sofware SPSS, (Jakarta: Salemba Infotek, 2009), h. 82


(26)

dikonsultasikan dengan tabel interprestasi nilai R untuk mengetahui seberapa besar tingkat hubungan, penjelasaannya sebagai berikut:

Tabel 1.6

Interplasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00-0,199

0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000

Sangat Rendah Rendah

Cukup Kuat Sangat Kuat

Sedangkan untuk koefisien determinasi di dalam penelitian ini dilambangkan dengan nilai R square. Koefisien determinasi (R squere) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen.

Teknik penulisan yang digunakan penulis berpedoman pada buku “Buku Pedoman Penulisan Skripsi” Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

E. Riview Studi Terdahulu

Selama penelusuran penulis, bahwa pembahasan pengaruh perkawinan dibawah umur (studi kasus di desa tanjung sari kecamatan cijeruk Bogor) belum menemukan secara langsung yang membahas tentang itu. Namun ada beberapa referensi yang membahas tentang pernikahan dini saja, tidak membahas tentang


(27)

pengaruh terhadap perkawinan di bawah umur, terdapat beberapa kekurangan di dalamnya, sedangkan penulis membahas skripsi ini lebih lanjut mengenai pandangan masyarakat terhadap perkawinan di bawah umur, dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan terhadap perkawinan tersebut serta upaya apa saja yang dapat ditempuh untuk mencegah perkawinan di bawah umur. Dan referensi dari skripsi ada dua yang dapat penulis dapatkan di antaranya Perkawinan di Bawah Umur Dalam Pandangan Masyarakat Betawi oleh Evi Jayanti, yang menjelaskan tentang perkawinan yang terjadi di masyarakat betawi, isi skripsinya ini dapat dikatakan telah mencakup apa yang berkaitan dengan masalah judulnya.

Skripsi yang kedua, Dispensasi Nikah bagi Perkawinan dibawah umur (Studi Analisis Putusan No: 008/Pdt.P/2006/PAJP), yang dibahas oleh Boy Valdi. Skripsi ini membahas bagaimana prosedur permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur yang terjadi di PA dengan No:008/Pdt.P/2006/PA.JP yang mana pemohon telah meminta orang tuanya untuk menikahkan anak gadisnya agar terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam dan mengindari fitnah apabila tidak dinikahkan. Permohonan telah dikabulkan karena telah memenuhi persyaratan.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam skripsi ini, penulis membagi dalam V Bab, dengan rincian sebagai berikut :


(28)

BAB 1 : PENDAHULUAN yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan teknik penulisan, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA, yang pertama meliputi: pengertian perkawinan dan dasar hukumnya definisi perkawinan dan dasar-dasar hukum perkawinan. Kedua, perkawinan di bawah umur menurut undang-undang no 1 tahun 1974, yang meliputi: pengertian perkawinan di bawah umur, dasar hukum pelaksanaan perkawinan di bawah umur syarat-syarat perkawinan dibawah umur dan prosedur pelaksanaan perkawinan di bawah umur. Ketiga adalah: kesejahteraan rumah tangga yang meliputi: pengertian kesejahteraa dan ciri-ciri rumah tangga sejahtera.

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG DESA TANJUNG SARI KEC CIJERUK BOGOR yang terdiri dari, letak geografis desa tanjung sari Kec. Cijeruk bogor, kondisi demografi sosial masyarakat Desa Tanjung Sari yang meliputi : Sarana pendidikan, sarana ibadah, mata pencarian, sarana sosial masyarakat, dan struktur pemerintahan.

BAB IV : HUBUNGAN PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA yang terdiri dari profil


(29)

responden dan analisa penghitungan pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga Di Desa tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor


(30)

(31)

A. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.1 Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah (حﺎــﻜﻧ) yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).2 Kata

“nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah.3

Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di antaranya adalah:

عﺎ ْ ْ ا

ﻚْ

ﺪْﻴﻔﻴ

عرﺎ ا

ﻪ ﺿو

ﺪْﻋ

ﻮه

ﺎًﻋْﺮ

جاوﺰ ا

ﺟﺮ ا

ةأْﺮ ا

عﺎ ْ ْ ا

ﺣو

ةأْﺮ اﺎ

ﺟﺮ ا

4

1

Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet. III edisi 2, h. 456

2

Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subul al-Salam, (Bandung: Dahlan, t.t), jilid 3, h. 109 3

Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Cet III, h.29

4

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), Cet. II, h. 8


(32)

Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dan laki-laki.

2. Dasar-dasar Hukum Perkawinan

Tentang melakukan perkawinan, Ibnu Rusyd5 menjelaskan:

Segolongan fuqaha, yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain. Demikian itu menurut mereka ditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya.

Perbedaan pendapat ini kata Ibnu Rusyd disebabkan adanya penafsiran apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah ini, harus diartikan wajib, sunnat ataukah mungkin mubah? Ayat tersebut adalah:

....

...

)

ءﺎﺴ ا

:

3

(

.... maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua tiga atau empat.... (QS. An-Nisaa’: 3)

Al-Jaziry mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara’

5

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Beirut: Da al-Fikr, t. th), jilid II, h. 2


(33)

yang lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnat (mandub) dan adakalanya mubah.

Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah, di samping ada yang sunnat, wajib, haram dan makruh. Di Indonesia, umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat ulama Syafi’iyah.6

Namun demikian, kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnat, haram, makruh ataupun mubah.

a. Melakukan perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib.

b. Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunnah.

c. Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tadak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan

6


(34)

perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.

d. Melakukan perkawinan hukumnya makruh bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami isteri dengan baik.

e. Menikah diMubahkan bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan isteri. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.7

B. Perkawinan di Bawah Umur Menurut UU No. 1 Tahun 1974 1. Pengertian Perkawinan Di Bawah Umur

Dalam Pasal 1 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

7


(35)

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.8

Apabila dianalisis lebih lanjut, kondisi perkawinan di Indonesia secara umum dapat dikategorikan mempunyai pola perkawinan muda. Usia muda secara global dimulai sejak umur 12 (dua belas) tahun dan berakhir sekitar 21 (dua puluh satu) tahun.9 Jadi perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilaksanakan di mana kedua calon mempelai atau salah satunya berusia 12 (dua belas) sampai 21 (dua puluh satu) tahun.

Sarlito Wirawan Sarwono melihat bahwa usia kedewasaan untuk siapnya seseorang memasuki hidup berumah tangga harus diperpanjang menjadi 20 (dua puluh) tahun untuk wanita dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk pria.10 Hal ini diperlukan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan, baik dari segi kesehatan maupun tanggung jawab sosial.

Sedangkan yang dimaksud dengan perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh satu calon mempelai atau keduanya belum memenuhi syarat umur yang ditentukan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal ini pasal 7

8

Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2007), Cet. I

9

Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan dan Bagian-bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1989), h. 219

10

Helmi Karim, Kedewasaan Untuk Menikah (Problematika Hukum Islam Kontemporer,


(36)

ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974, yaitu perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Sedangkan perkawinan di bawah umur dalam pandangan hukum Islam tidak selamanya negatif, karena pada kenyataannya banyak keluarga yang sukses dalam perkawinannya sekalipun mereka menikah pada usia muda. Seperti perkawinan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap Aisyah. Pada saat itu Aisyah baru berusia 6 tahun. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a yang berbunyi:

ْ ﺎ

ﺎﻬْﻋ

ﷲا

ﻲﺿر

ﺔ ﺋﺎﻋ

ْﻦﻋ

ﺎ ﺛﺪﺣ

:

ﷲا

لﻮ ر

ﺎﻬﺟوﺰﺗ

ْﺴﺗ

ْ

ﻲهو

ﺎﻬ

ﻰ و

ْ

ﻲهو

و

ﻪْﻴ ﻋ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ةﺮْ ﻋ

نﺎ ﺛ

ـْ

ﻰهو

ﺎﻬْﻋ

تﺎ و

)

ىرﺎﺨ ا

اور

(

Artinya: Dari Aisyah r.a berkata: “Bahwa beliau dinikahi oleh Rasulullah SAW, ketika berumur 6 tahun, mulai bergaul dalam usia 9 tahun, dan ketika umurnya delapan belas tahun Rasulullah SAW meninggal dunia”. (Riwayat Bukhari).

Hadits ini menunjukkan sahnya perkawinan di usia muda. Umur 6 tahun seperti yang diungkapkan di atas, jelas menunjukkan terjadinya perkawinan usia muda oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian perkawinan usia dini atau nikah di bawah umur itu hukumnya sah.


(37)

Dalam Qur’an disebutkan, bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan. Hal yang menjadi permasalahan adalah pada usia berapa dan bagaimana manusia dipandang layak untuk menikah.

Kenyataan dewasa itu menunjukkan begitu banyak pasangan usia muda yang menjalani perkawinan. Tidak terkecuali para penduduk Ibukota apalagi masyarakat pedesaan. Perkawinan yang berlangsung pada usia muda banyak membawa dampak, baik positif maupun negatif. Walaupun sesungguhnya batasan usia bukanlah masalah yang paling pokok terciptanya kebahagiaan suatu perkawinan.11

Ma’sum Jauhari menyatakan bahwa kalau seseorang belum mencapai umur minimal untuk menikah, sebaiknya pernikahan/perkawinan itu ditunda terlebih dahulu sampai umur itu mencapai batas minimal.12 Akan tetapi jika seandainya tidak dapat ditunda sampai mencapai umur, maka melalui orang tua memohon dispensasi ke Pengadilan Agama/Negeri di daerah di mana perkawinan itu dilaksanakan.

Dalam hal ini UU. No. 1 Tahun 1974 memberikan satu aturan yang dapat dijadikan sebagai solusi untuk dapat melegitimasi perkawinan bagi pasangan usia muda.

11

Sarlito Wirawan, Kiat Bahagia Bagi Pasangan Muda, Nasehat Perkawinan dan Keluarga, BP4, XXIII, 271, Januari 1992, h. 216

12

Ma’sum Jauhari, Bimbingan Perkawinan dan Berumah Tangga, (Jakarta: CV. Aji Sakti, 1993), Cet-IV, h. 9


(38)

Untuk dapat melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua (Pasal 6 (2) UU. No. 1 Tahun 1974). Jadi bagi pria atau wanita yang telah mencapai umur 21 tahun tidak perlu izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan. Yang perlu memakai izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan ialah pria yang telah mencapai 19 tahun dan wanita yang mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974). Usia di bawah umur tersebut berarti tidak boleh melakukan perkawinan kendatipun mendapat izin dari orang tua.

Seandainya terjadi hal-hal yang tidak diduga, misalnya mereka yang belum mencapai umur 19 tahun bagi pria dan belum mencapai umur 16 tahun bagi wanita, karena pergaulan bebas (kumpul kebo dan sebagainya), sehingga wanita tersebut hamil sebelum perkawinan, dalam hal ini apakah UU No. 1 Tahun 1974 masih memberikan kemungkinan untuk menyimpang dengan meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang berkompeten dalam hal ini. Jika orang tua tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka dapat dilakukan oleh wali, atau orang yang memelihara atau keluarga sedarah dalam garis keturunan ke atas (Pasal 7 (3) UU No. 1974).13

Dengan adanya dispensasi kawin dari Pengadilan maka syarat izin orang tua tidak diperlukan lagi, karena dengan adanya syarat dispensasi kawin tersebut berarti orang tua dalam sidang Pengadilan dipanggil dan dimintai persetujuan.

13

Hilman Hadikusuman, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, (Bandung, Mandar Maju, 1990), Cet I, h. 7


(39)

Jadi berdasarkan uraian di atas, ketika dalam keadaan yang sangat memaksa (darurat), maka perkawinan dibawah batas umur minimum sebagaimana ditekankan dalam UU Perkawinan tersebut dimungkinkan, setelah memperoleh dispensasi kawin dari Pengadilan atas permintaan orang tua.

3. Syarat-Syarat Perkawinan Dibawah Umur

Seperti telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa sahnya suatu perkawinan, disamping harus memenuhi ketentuan-ketentuan agama, para pihak yang akan melangsungkan perkawinan itu harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam UU Perkawinan beserta penjelasannya.14

Selanjutnya tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. Pencatatan ini merupakan satu keharusan dan diperlukan untuk mendapatkan kepastian hukum, artinya pencatatan itu merupakan bukti tertulis bahwa pasangan itu telah melangsungkan perkawinan dengan sah.15

Adapun syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan di bawah umur adalah sama dengan perkawinan orang yang telah mencapai umur dewasa atau batas umur minimal menurut UU. Akan tetapi dalam hal ini ada

14

Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, UU PErkawinan dan Hukum Perdata Barat (BW), (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1981), h. 31

15

KOWANI (Kongres Wanita Indonesia), Pedoman Penyuluhan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta, TP., 1983), h. 30


(40)

penambahan berupa penetapan dispensasi kawin dari pengadilan, dan untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami isteri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, maka suatu perkawinan harus mendapat persetujuan dari kedua calon mempelai, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Selain itu sebaiknya persetujuan itu adalah sesuatu g murni, yang betul-betul tercetus dari para calon mempelai sendiri dalam bentuk kemauan untuk hidup bersama seumur hidup, bukan secara pura-pura atau hasil suatu paksaan. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya kawin paksa, untuk itu diisi surat persetujuan mempelai (Model N3).16

b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, karena ia akan memasuki dunia baru, membentuk keluarga sebagai unit terkecil dari keluarga besar bangsa Indonesia yang bersifat religius dan kekeluargaan. Maka diperlukan partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan itu. Oleh karena itu bagi yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun baik pria maupun wanita diperlukan izin dari orang tua. Untuk itu perlu diisi surat

16

Mukhtar Zarkasyi, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, (Jakarta: Badan Kesejahteraan Mesjid (BKM) Pusat, 1993, h. 13


(41)

izin orang tua dengan formulir (N5). Dalam keadaan orang tua tidak ada, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas. Akhirnya izin akan dapat diperoleh dari Pengadilan.

c. Perkawinan yang dilakukan oleh calon mempelai yang masih berusia di bawah umur harus mendapatkan dispensasi kawin dari Pengadilan. Dalam hal ini Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi orang-orang non Muslim. UU Perkawinan menganut prinsip kematangan calon mempelai dimaksudkan bahwa calon suami isteri harus matang jasmani rohani untuk melangsungkan perkawinan, agar dapat memenuhi tujuan luhur dari perkawinan dan mendapat keturunan yang baik dan sehat sehingga harus dicegah perkawinan di bawah umur.

Dalam hal ini perkawinan dianjurkan dilakukan pada usia 25 (dua puluh lima) tahun bagi pria 20 (dua puluh) tahun bagi wanita, kendatipun demikian dalam keadaan darurat perkawinan di bawah umur minimum sebagaimana terdapat dalam UU Perkawinan tersebut dimungkinkan, setelah memperoleh dispensasi kawin dari Pengadilan atas permintaan orang tua.

Adapun yang dijadikan bahan pertimbangan hukum untuk mendapatkan dispensasi kawin adalah sebagai berikut:


(42)

a. Kondisi yang sangat memaksa (darurat), perkawinan di bawah umur batas minimum sebagaimana ditentukan dalam UU Perkawinan tersebut dimungkinkan

b. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, menyangkut susila yang berlaku di masyarakat pada umumnya;

c. Ada kepentingan yang mendesak, misalnya calon isteri hamil lebih dahulu yang dibuktikan dengan keterangan dokter;

d. Larangan perkawinan dalam hal ini berlaku juga bagi perkawinan yang di bawah umur, sedangkan surat-surat yang harus dipenuhi bagi seseorang yang hendak melakukan perkawinan di bawah umur adalah.17

1) Surat Model P1 yaitu berisi tentang surat pemberitahuan kepada pegawai pencatat perkawinan dari calon mempelai;

2) Surat Model NA yaitu surat keterangan untuk kawin yang dikeluarkan oleh kepala Desa di mana calon mempelai bertempat tinggal;

3) Surat model NI yaitu surat keterangan asal-usul calon mempelai dikeluarkan oleh kepala Desa di mana calon mempelai bertempat tinggal;

4) Surat model NH yaitu surat keterangan orang tua dari calon mempelai yang dikeluarkan oleh calon mempelai.

17

KONAWI (Kongres Wanita Indonesia), Pedoman Penyuluhan Undang-Undang Perkawinan, h. 58


(43)

e. Persetujuan yang menyatakan bahwa atas dasar sukarela tanpa ada tekanan atau paksaan dari pihak manapun dan setuju untuk melangsungkan perkawinan, ditandatangani oleh kedua calon mempelai.

4. Prosedur Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur

Prosedur pelaksanaan perkawinan di bawah umur yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah suatu cara melangsungkan perkawinan di bawah umur mulai surat pengantar dari RT tempat tinggal mempelai sampai memperoleh kutipan akta nikah.

Sebelumnya penulis akan memaparkan salah satu fungsi BP-4 dalam memberikan nasehat dan bimbingan agar masyarakat yang akan melangsungkan perkawinan melakukan persiapan pendahuluan sebagai berikut:

a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian tentang apakah mereka saling cinta atau setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui atau merestui. Ini erat hubungannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua, agar surat-surat tersebut tidak hanya formulir saja.

b. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan, baik menurut hukum masyarakat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembatalan perkawinan.


(44)

c. Calon mempelai harus memiliki ilmu pengetahuan tentang seputar kerumah tanggan, hak dan kewajiban suami isteri dan lain-lain.

d. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkan, calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya.

Persiapan di atas dapat dikatakan persiapan pendahuluan, dan setelah semuanya dilakukan maka orang yang akan menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN atau Pembantu PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkan akad nikah, sekurang-kurangnya 10 hari sebelum akad nikah dilangsungkan.18

Adapun prosedur pelaksanaan perkawinan di bawah umur, dalam hal ini adalah bagi mereka yang beragama Islam, sebab yang menjadi sentral penulisan dalam karya tulis ini adalah perkawinan di bawah umur bagi mereka yang beragama Islam, dan prosedurnya adalah:

a. Minta surat pengantar dari ketua RT (Rukun Tetangga) di mana calon mempelai bertempat tinggal, yang ditujukan ke kelurahan. Dan dari kelurahan itulah calon mempelai akan mendapatkan surat Model PI yang berisi surat pemberitahuan kepada Pegawai Pencatat Nikah, surat Model NA yang berisi surat keterangan untuk kawin, surat Model NH yang berisi surat keterangan tentang orang tua, surat Model NI yang berisi surat keterangan asal-usul dan surat persetujuan yang menyatakan bahwa atas

18


(45)

dasar sukarela tanpa ada tekanan dari pihak lain dan setuju untuk melangsungkan perkawinan yang ditandatangani kedua calon mempelai.19 b. Setelah mendapatkan surat-surat di atas kemudian mempelai mengajukan

permohonan dispensasi kawin kepada Ketua Pengadilan Agama yang di buat oleh orang tua/walinya atau wakilnya.

c. Sebelum diadakan sidang Pengadilan, calon mempelai harus terlebih dahulu mendapat nasehat perkawinan dari BP-4, seperti yang telah diungkapkan di atas.

d. Setelah Pengadilan mempelajari arti permohonan ini kemudian mengadakan sidang. Sidang dihadiri oleh kedua orang tua/walinya, calon mempelai dan saksi-saksi.

e. Setelah mendapatkan penetapan dispensasi kawin dari pengadilan agama, kemudian ke Kantor Urusan Agama dengan membawa sekaligus menyerahkan surat-surat yang telah diisi oleh Kepala Desa, yang meliputi:20

1) Surat keterangan untuk nikah (model N1) 2) Surat keterangan asal-usul (Model N2) 3) Surat Persetujuan Mempelai (Model N3) 4) Surat tentang orang tua (Model N4) 5) Surat izin orang tua (Model N5)

19

KONAWI (Kongres Wanita Indonesia), 59 20


(46)

6) Surat pemberitahuan kehendak nikah (Model N7)

7) Setelah Kantor Urusan Agama menerima berkas-berkas itu kemudia diadakan penelitian dan selanjutnya mengadakan pengumuman.

8) Setelah hari kesepuluh kerja, tidak ada halangan dan pencegahan perkawinan, maka pada hari yang telah ditentukan kemudian dilangsungkan perkawinan sesuai dengan peraturan. Akan tetapi sebelumnya diadakan pemeriksaan ulang yang meliputi;21

a) Daftar Pemeriksaan Nikah, Meliputi; 1) Waktu Pelaksanaan akad nikah 2) Identitas Calon Suami

3) Identitas calon isteri 4) Wali nikah

5) Mas kawin

6) Perjanjian perkawinan 7) Ta’lik talak

8) PPN/wakil yang memeriksa 9) Saksi

10)Tanda tangan calon mempelai b) Pemeriksaan surat-surat dari Kelurahan

c) Pemeriksaan penetapan dispensasi untuk kawin dari pengadilan

21


(47)

f. Setelah pemeriksaan ulang selesai, tidak ada larangan atau pencegahan untuk kawin kemudian dilangsungkan ijab qabul.

g. Setelah acara ijab qabul, kepada yang bersangkutan (suami-isteri), masing-masing diberi kutipan akta nikah (model NA), hal ini terdapat dalam Pasal 28 (4) PMA. RI. No. 2 Tahun 1990 tentang kewajiban Pegawai Pencatat Nikah.

C. Kesejahteraan Rumah Tangga

1. Pengertian Kesejahteraan Lahir dan Batin

Sejahtera adalah keadaan lahiriyah yang diperoleh dalam kehidupan duniawiyah yang meliputi kesehatan, sandang, pangan, papan, keguyuban, perlindungan hak asasi dan sebagainya.

Seseorang yang sejahtera hidupnya adalah orang yang terpelihara kesehatannya, cukup sandang, pangan dan papannya, diterima dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak asasinya terlindungi oleh norma agama, norma hukum dan norma susila.22

Agar cita-cita dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami isteri yang memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga bahagia sejahtera, perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai

22

Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (BP4), Membina Keluarga Bahagia Sejahtera, (Jakarta: 1998), h. 5


(48)

dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat. Dengan mempedomani tuntunan agama serta ketentuan-ketentuan hidup bermasyarakat, diharapkan setiap anggota keluarga khususnya suami isteri mampu menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga yang penuh dengan ketentraman dan kedamaian. Stabilitas kehidupan rumah tangga inilah yang merupakan modal dasar bagi berbagai upaya pembinaan keluarga bahagia dan sejahtera.

Kesejahteraan lahir-batin merupakan cita-cita setiap insan. Kesejahteraan lahiriah, lazimnya merupakan sarana yang mendasar bagi tercapainya kesejahteraan batiniah, meskipun ada juga orang yang memperoleh kesejahteraan batiniyah tanpa mendapat kesejahteraan lahiriyah, menurut ukuran yang lazim. Indikator kesejahteraan masyarakat -di rnana keluarga/rumah tangga (usrah) sebagai unit terkecil- memang sulit dirumuskan secara terinci. Namun sekurang-kurangnya ajaran syari'at Islam dengan konsep fiqih sosial telah banyak menunjang sebagai isyarat yang mendekati rumusan tersebut.

Dalam hal ini, kemaslahatan umum -kurang lebih- adalah kebutahan nyata masyarakat dalam suatu kawasan tertentu untuk menunjang kesejahteraan lahiriahnya. Baik kebutuhan itu berdimensi dlaruriyah atau kebutuhan dasar (basic need) yang menjadi sarana pokok untuk mencapai keselamatan agama, akal pikiran, jiwa raga, nasab (keturunan) dan harta


(49)

benda, rnau pun kebutahan sekunder dan kebutahan yang berdimensi

tahsiniyah atau pelengkap (suplementer).

Pada gilirannya, keseimbangan antara aqidah dan syari'at dapat disadari oleh masyarakat dalam bentuk sikap dan tingkah laku yang rasional dan bertanggungjawab terhadap eratnya hubungan antara keluarga maslahah dengan aspek aspek kehidupan yang meliputi bidang-bidang agama, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban dalam rangka mencapai kesejahteraan lahir dan batin.

Kesejahteraan lahir batin atau saadatud daaraini merupakan tujuan utama dalam hidup dan kehidupan masyarakat muslim. Kesejahteraan keluarga tidak hanya diukur dengan kecukupan materi saja. Masih banyak syarat lain yang harus dipenuhi. Kalau kita baca Bab I Pasal 1 Ayat 11 dari Undang Undang No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, maka kita akan mengetahui bahwa keluarga yang sejahtera itu tidak hanya tercukupi kebutuhan materiilnya, tetapi juga harus didasarkan pada perkawinan yang sah, tercukupi kebutuhan spirituilnya, memiliki hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, antara keluarga dengan masyarakat sekitarnya, dengan lingkungannya dan sebagainya.

Konsep keluarga sakinah tidak jauh berbeda dengan konsep keluarga sejahtera yang secara eksplisit telah dicantumkan dalam Undang


(50)

Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Paling tidak, unsur-unsur yang mendasar seperti perkawinan yang sah, terpenuhinya kebutuhan materiil dan spirituil yang layak, serta terjalinnya hubungan yang harmonis di antara anggota keluarga serta dengan masyarakat, telah menunjukkan kesamaan persepsi. Kesamaan persepsi tersebut akan terlihat jelas apabila kita mencermati indikator tahapan-tahapan keluarga sejahtera yang dimanifestasikan dalam bentuk Keluarga Pra Sejahtera, KS I, KS II, KS III dan KS III Plus. Hal ini dapat kita maknai, dalam konteks yang lebih luas, agama Islam telah memberikan kontribusi yang tidak ternilai harganya dalam upaya mewujudkan keluarga sejahtera di Indonesia.23

2. Tahapan-tahapan Keluarga Pra Sejahtera, KS 1, KS II, KS III dan KS III Plus yaitu :

a. Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan b. Keluarga sejahtera tahap I yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan social psikologisnya (socio psychological need), seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga

23

Mardiyah, “Mewujudkan keluarga Sejahtera dalam Perspektif Islam”, diakses 23 Januari 2009


(51)

berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

c. Keluarga Sejahtera Tahap II yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan social psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

d. Keluarga Sejahtera Tahap III yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur (waktu tertentu) memberikan sumbangan dalam bentuk materiil dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan sebagainya.

e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat, dan aktif menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan


(52)

Sekitar 56% keluarga di Indonesia masih berada dalam tingkat Pra Sejahtera dan Sejahtera 1. Mereka belum tergolong miskin, tetapi baru bisa memenuhi kebutuhan fisik minimal. Pada kondisi tersebut, mereka mudah sekali jatuh menjadi miskin. Dalam Program Pembangunan Keluarga Sejahtera BKKBN, Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I lebih tepat disebut sehagai Keluarga Tertinggal. Karena yang disebut sebagai Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern.

Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan upaya menanggulangi kemiskinan pada keluarga-keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I, diperlukan kesabaran yang cukup tinggi. Kepada mereka perlu dilakukan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan secara berkesinambungan dan terpadu, sehingga mereka mampu mengubah kehidupan menjadi lebih baik.

3. Indikator Keluarga Sejahtera

Terdapat 23 indikator yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan keluarga.


(53)

a. Keluarga Pra Sejahtera :

1) Melaksanakan ibadah menurut agama yang dianutnya masing-masing 2) Makan dua kali sehari atau lebih

3) Memiliki pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan 4) Memiliki rumah yang sebagian besar lantainya bukan dari tanah

5) Membawa anggota keluarga yang sakit kepelayanan kesehatan. Termasuk bila keluarga adalah pasangan usia subur yang ingin menjadi AKSEPTOR KB

b. Keluarga Sejahtera 1

Bila keluarga sudah mampu melaksanakan indikator 1-5 (pada keluarga sejahtera), tetapi belum mampu untuk melaksanakan indikator sebagai berikut :

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing

2) Makan daging / ikan / telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu

3) Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir 4) Luas lantai tiap penghuni rumah 8 M2

5) Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing

6) Paling kurang satu anggota keluarga yang berumur 15 Tahun keatas mempunyai penghasilan tetap


(54)

7) Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga yang berumur 10 SD 60 Tahun

8) Anak usia sekolah (7-15 Tahun Bersekolah)

9) Anak hidup dua atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur (PUS) saat ini memakai kontrasepsi

c. Keluarga Sejahtera 2

Bila indikator sudah mampu melaksanakan indikator 1-14 (Pada keluarga sejahtera 1), tetapi belum mampu melaksanakan indikator sebagai berikut :

1) Upaya keluarga meningkatkan / menambah pengetauan agama 2) Keluarga mempunyai tabungan

3) Makan bersama paling kurang sekali sehari 4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat

5) Rekreasi bersama / penyegaran paling kurang sekali dalam sebulan 6) Memperleh berita dari surat kabar, radio, tv, majalah

7) Anggota keluarga mampu menggunakan transportasi d. Keluarga Sejahtera 3

Bila keluarga sesudah mampu melaksanakan indikator 1-21 (pada tahapan keluarga sebelumnya), tetapi mampu melaksanakan indikator sebagai berikut :


(55)

1) Memberikan sumbangan secara teratur (dalam waktu tertentu) secara sukarela dalam bentuk materi kepada masyarakat

2) Aktif sebagai pengurus yayasan / institusi dalam kegiatan kemasyarakatan

e. Keluarga Sejahtera 3 Plus

Bila keluarga sudah mampu melaksanakan seluruh indikator keluarga sejahtera (yang berjumlah 23).

4. Aspek-aspek kesejahteraan

Berbicara mengenai upaya mewujudkan keluarga sejahtera, tentu kita tidak akan lepas empat aspek yang menjadi bidang garapan pokok dalam Keluarga Berencana (KB) sebagaimana tercantum dalam pengertian KB menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 Bab I Pasal 1 Ayat 12, yakni 1. Pendewasaan Usia Perkawinan,

2. Pengaturan Kelahiran,

3. Pembinaan Ketahanan Keluarga dan 4. Peningkatan Kesejahteraan Keluarga.

Di sini agama Islam telah memberikan gambaran yang jelas di setiap aspek, yang secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan dukungan positif agama Islam terhadap upaya mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Terkait dengan aspek Pendewasaan Usia Perkawinan, meskipun dalam Islam tidak ada ketetapan usia kawin, namun merujuk pada Al Qur’an Surat An Nisaa’ Ayat 6.


(56)

⌧ ⌧

Artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).

Disyaratkan bahwa mereka yang melaksanakan perkawinan harus sudah cukup umur, dan telah cerdas (pandai) memelihara harta. Hal tersebut dapat kita terjemahkan bahwa perkawinan dalam Islam baru dapat dilaksanakan bila pria atau wanitanya telah mencapai kedewasaan (fisik maupun psikis). Selain itu, sudah mampu mengatur ekonomi keluarga sebagai


(57)

modal dasar untuk mencapai keluarga yang bahagia dan sejahtera. Pertimbangannya, usia kawin mengandung makna biologis, sosio-kultural, dan demografis. Secara biologis, hubungan kelamin dengan isteri yang terlalu muda (yang belum dewasa secara fisik) dapat menyebabkan nyeri kemaluan, cabikan dan robekan. Lagi pula, apabila terjadi kehamilan, maka hal itu akan membawa resiko besar terhadap si ibu maupun anak. Secara sosio-kultural, pasangan tersebut (terutama si istri) harus mampu memenuhi tuntutan sosial perkawinan, mengurus rumah tangga dan membesarkan anak-anak. Usia yag terlalu muda bisa menyebabkan tidak hadirya unsur yang disebutkan dalam Al Qur’an, yaitu hidup dalam ketenteraman (sakan). Secara demografis (kependudukan), usia kawin yang lebih tinggi merupakan salah satu cara dalam mengurangi kesuburan tanpa penggunaan kontrasepsi.

Sementara itu, terkait dengan aspek Pengaturan Kelahiran, meskipun dalam Islam tidak ada pembatasan tentang jumlah anak yang dilahirkan, namun ada harus memperhatikan kualitasnya. Upaya menjarangkan kelahiran anak ini secara langsung maupun tidak langsung berkaita erat dengan upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga. Karena dengan jarak anak yang cukup, orangtua khususnya ibu tetap dalam kondisi sehat dan akan lebih leluasa dalam bekerja mencari rezeki di jalan Allah SWT.

Selanjutnya, terkait dengan aspek Pembinaan Ketahanan Keluarga, Agama Islam telah memberikan tuntunan dalam bentuk kewajiban dan


(58)

tanggung jawab suami kepada isteri dan sebaliknya serta kewajiban dan tanggung jawab orangtua terhadap anak-anaknya dan sebaliknya.24 Akhirnya terkait dengan aspek Peningkatan Kesejahteraan Keluarga, Agama Islam telah memberikan penuh pada seluruh keluarga untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hal ini tidak saja tercermin dari Ayat-ayat dalam Al Qur’an, tetapi juga dalam Hadist. Namun demikian, upaya mencari rezeki yang dilakukan hendaklah dengan cara yang halal. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi antara lain sebagai hak anak atas oragtuanya ialah bahwa orangtua mengajarinya menulis, berenang, memanah dan hanya memberinya rezeki yang hahal. Dari hadist tersebut kita dapat mengetahui bahwa semua dana dan sumber yang digunakan untuk nafkah anak-anak harus bersumber dari pendapatan yang sah dan halal. Selanjutnya upaya pemberdayaan ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya menurunkan kemiskinan, dalam Islam dianjurkan dengan meningkatkan ekonomi kerakyatan yang dilaksanakan dengan mengembangkan koperasi masjid, majelis taklim, LMS Agama dan Kelompok Keluarga Sakinah serta membentuk Desa Binaan Gerakan Keluarga Sakinah.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Agama Islam sangat mendukung upaya membangun keluarga yang sejahtera. Bentuk dukungan ini

24


(59)

bukan hanya sebatas pada upaya mendewasakan usia perkawinan, pengaturan kelahiran atau pembinaan ketahanan keluarga, tetapi juga upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga yang bersangkutan.


(60)

KEC. CIJERUK BOGOR

A. Letak Geografis Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor

Desa Tanjung Sari, Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor adalah suatu wilayah desa yang berbatasan dengan Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data Monografi Desa, Desa Tanjung Sari memiliki luas wilayah 200 Ha. Luas wilayah Desa Tanjung Sari, menurut jenis tanah sebagian besar adalah tanah darat yaitu, Darat 79.90 Ha, sawah 50.00Ha, Pemukiman 30,00Ha.1

1. Sebelah utara; berbatasan dengan Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk. 2. Sebelah Selatan; Berbatasan dengan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk

3. Sebelah Barat; Berbatasan dengan Desa Tajurhalang Palasari, Kecamatan Cijeruk

4. Sebelah Timur; Berbatasan dengan Desa Palasari Cipicung, Kecamatan Cijeruk

Sedangkan orbitrasi (jarak dari pusat pemerintah desa) terhadap pusat-pusat fasilitas kota.

1. Jarak dari pusat Pemerintah desa ke Kantor Kecamatan; 10 Km 2. Jarak dari Pusat Pemerintah desa ke Ibukota Propinsi; 131 Km

1

Data Monografi Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor, 15 Oktober 2009


(61)

3. Jarak dari Pusat Pemerinah desa ke Ibukota Negara; 110 Km

Wilayah desa Tanjung Sari terdiri dari 3 Dusun, 6 RW dan 26 RT. Umumnya daerah Tanjung Sari ini memiliki curah hujan yang sedang dan beriklim sedikit tropis, karena desa Tanjung Sari sebagian wilayahnya sekitar 25% adalah industri, 0,5% perumahan, 30% perkantoran, selebihnya tanah kering yang terdiri dari rumah penduduk sekitar 30% dan tanah sawah 10%.2

Melihat kondisi Desa Tanjung Sari ini jelas menunjukkan bahwa Desa Tanjung Sari ini sudah dikatakan sebagai desa yang kurang berkembang, dimana teknologi dan pembangunan belum cukup meluas di daerah ini. Maka dari itu penduduk Desa Tanjung Sari ini mayoritas sebagai petani dan buruh perkebunan, karena hampir 55% lahan Desa Tanjung Sari ini adalah kebun dan sawah.

Desa ini berpenduduk sekitar ± 8.571 jiwa, laki-laki ± 4.301 jiwa dan wanita ± 4.270 jiwa, atau dapat dikatakan hampir sebanding, jumlah KK (Kepala Keluarga) yang ada disekitar 2.132 KK3

B. Kondisi Demografi Sosial Masyarakat Desa Tanjung Sari 1. Sarana Pendidikan

Dari hasil wawancara pribadi dengan kepala desa Tanjung Sari Dengan Bapak Aceng Irawan Mengenai Pendidikan, Beliau mengemukakan bahwa pendidikan memang sangat lemah, karena salah satu faktor utama

2

Data Monografi Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor, 15 Oktober 2009 3


(62)

lemahnya pendidikan dikarenakan masyarakat belum sadar dan mengerti akan pentingnya pendidikan. Di samping itu jauhnya jarak untuk mereka untuk mendapatkan pendidikan atau tempat. kalau kita rata-ratakan terus terang saja masih bisa di hitung yang tingkatan keluaran SMP, SMA, mungkin rata-rata kebanyakan SD. 4 Berikut dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel I

Presentasi Tingkat Pendidikan

NO Pendidikan Jumlah

1 Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 505 Orang 2 Usia 3-6 tahun yang sedang TK/Play Group 39 Orang 3 Usia 7-18 Tahun yang sedang sekolah 289 Orang 4 Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak tamat 653 Orang 5 Tamat SD / Sederajat 4048 Orang 6 Jumlah Usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP 429 Orang 7 Jumlah Usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA 279 Orang 8 Tamat SMP / Sederajat 480 Orang 9 Tamat SMA / Sederajat 124 Orang

Jumlah 6846 Orang

Dari data di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di desa tersebut sangat lemah terbukti dari Usia 7 sampai 18 tahun yang sedang sekolah berkisar 289 (Dua Ratus Delapan Puluh Sembilan) Orang.

2. Sarana Ibadah

Mayoritas di desa ini hampir 5319 Orang memeluk agama Islam, sehingga hampir seluruhnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat tersebut lebih mengarah kepada unsur keagamaan, setiap tahun itu masyarakat di sana mengadakan kegiatan agama seperti maulud, rajab, dan mungkin

4

Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Tanjung Sari, dengan Bapak Aceng Irawan, Pada Tanggal 18 Oktober 2009


(63)

sehari-harinya juga kalau untuk malam bapak-bapak mengikuti pengajian rutin, kalau untuk paginya pengajian untuk ibu-ibu dan acara acara pengajian para pemuda dan pemudi. Begitulah keagamaan di desa Tanjung Sari.

Prasarana dan peribadatan di desa ini jumlah mesjid 11 (sebelas) dan jumlah langgar atau surau atau mushola 25 (dua lima) bangunan. Kebanyakan masyarakat di desa ini memahami Islam dengan pemahaman klasik, dan masih mengikuti adat istiadat mereka dulu. Sehingga sangat sulit untuk memberi sentuhan yang agak modern, seperti TV dan radio

3. Mata Pencaharian

Sebagian besar warga Desa Tanjung Sari adalah Petani dan buruh, Pengrajin Industri Rumah Tangga, dan Pengusaha Kecil Menengah, sedangkan sisanya yaitu wiraswasta, pedagang, supir angkot, dan tukang ojek.

Tabel 2

Presentasi Jenis Pekerjaan

NO Pekerjaan Jumlah

1 Buruh 1081 Orang

2 Pengrajin Industri Rumah Tangga 36 Orang

3 Petani 367 Orang

4 Pedagang 23 Orang

5 Peternak 57 Orang

6 Pengusaha Kecil Menengah 60 Orang 7 Pembantu Rumah Tangga 25 Orang 8 Karyawan Perusahaan Swasta 122 Orang

9 Montir 11 Orang

10 PNS 13 Orang

Jumlah 1795 ORang


(64)

Melalui data di atas, menunjukkan pola kegiatan perekonomian masyarakat Desa Tanjung Sari dengan Mayoritas penduduk, bekerja sebagai Buruh, Petani, Peternak, Pengusaha Kecil dan menengah, pengrajin industri rumah tangga, pembantu rumah tangga

Desa Tanjung Sari adalah desa yang sebagian besar masyarakatnya adalah Petani dan buruh, karena mengingat lahan Desa Tanjung Sari ini banyak persawahan dan perhutanan yang berupa, lahan-lahan kosong untuk persawahan dan perkebunan.5

4. Sarana Sosial Masyarakat

Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan penggangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antara wilayah. Di Desa Tanjung Sari ini PNPM-MP (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan) mempunyai visi yaitu untuk tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin pedesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemadirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada dilingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Pedesaan yaitu :

5


(65)

a. Peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya b. Pelembagaan sistem pembangunan partisipasif

c. Pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal

d. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana social dasar dan ekonomi masyarakat

e. Pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan

Untuk mencapai visi dan misi di atas PNPM Mandiri Pedesaan, strategis yang dikembangkan yaitu menjadikan masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipasif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antara desa. Berdasarkan visi dan misi diatas maka PNPM Mandiri Pedesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Pedesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK).6

PNPM-MP (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan), pembangunan sarana sosial, dari bidang ekonomi memberikan simpan pinjam perempuan yang mempunyai usaha kecil dan menengah. Pengadaan jalan setapak pada masyarakat tanjung sari, pengadaan air bersih kepada masyarakat dan pembuatan MCK

6


(66)

C. Struktur Pemerintahan

PEMERINTAH DESA / KELURAHAN KETERANGAN

Dasar hukum pembentukan Pemerintahan Desa / Kelurahan

Ada

Dasar hukum pembentukan BPD Ada

Jumlah Aparat Pemerintahan Desa / Kelurahan 7 orang Jumlah Perangkat Desa / Kelurahan 6 unit kerja

Kepala Desa / Lurah Ada

Sekretaris Desa / Kelurahan Ada

Kepala Urusan Pemerintahan Ada

Kepala Urusan Pembangunan Ada

Kepala Urusan Pemberdayaan Masyarakat Ada Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Ada

Kepala Urusan Umum Ada

Kepala Urusan Keuangan Ada

Jumlah Staf 8 Orang

Jumlah Dusun di Desa / Lingkungan di Kelurahan 3 Dusun / Lingkungan

Kepala Dusun / Lingkungan 1 Aktif

Kepala Dusun / Lingkungan 2 Aktif

Kepala Dusun / Lingkungan 3 Aktif

Kepala Dusun / Lingkungan 4 Aktif

Kepala Dusun / Lingkungan 5 Aktif

TINGKAT PENDIDIKAN APARAT DESA / KELURAHAN

KETERANGAN

Kepala Desa / Lurah SLTP

Sekretaris Desa / Kelurahan SLTP

Kepala Urusan Pemerintahan SLTP

Kepala Urusan Pembangunan SD

Kepala Urusan Pemberdayaan Masyarakat SD Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat SLTP

Kepala Urusan Umum SD

Kepala Urusan Keuangan SD

BADAN PERMUSYAWATAN DESA KETERANGAN

Keberadaan BPD Ada


(67)

PENDIDIKAN ANGGOTA BPD KETERANGAN

Ketua SLTP

Wakil Ketua SI

Sekretaris SD

Bendahara SD

Anggota, Nama : H. Nanas SLTP

Anggota, Nama : Kodir SLTP

Anggota, Nama : Lukman SLTP


(68)

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

A. Deskripsi Data 1. Profil Responden

Data responden disini digambarkan melalui, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, status dan penghasilan. Dari data akan kita peroleh gambaran responden yang melangsungkan pernikahan dibawah umur. a. Grafik Responden Berdasarkan Usia

15-25 <15

Usia responden

Pada gambar diatas dapat dlihat bahwa rata-rata responden yang melangsungkan pernikahan di bawah umur adalah mereka yang bisa dibilang masih muda. Usia antara <15 tahun sebanyak 15% , dan usia 15-25 tahun sebesar 15%.


(69)

b. Grafik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Wanita

Jenis kelamin responden

Berdasarkan data yang disajikan dalam gambar di atas, dapat dilihat bahwa presentase responden yang melangsungkan pernikahan dibawah umur adalah wanita sebesar 100%.

c. Grafik Berdasarkan Pekerjaan Responden

Lainnya

Pekerjaan responden

Berdasarkan pekerjaan data responden terdiri dari 3 kelompok yaitu Pegawai Negeri Sipil, Swasta, Lainnya. Yang dimaksud lainnya yaitu antara lain pekerjaannya sebagai petani atau buruh. Berdasarkan gambar diatas 30 orang (30%) pekerjaannya sebagai buruh dan petani.


(70)

d. Grafik Ressponden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Sd

Pendidikan terakhir responden

Berdasarkan pendidikan responden terdiri dari 4 kelompok yaitu SD, SMP, SMU, SARJANA. Data karakteristik responden berdasarkan pendidikan 30 orang (30%) latar belakang pendidikannya mayoritas lulusan Sekolah Dasar.

e. Grafik Responden Berdasarkan Status

Menikah

Status responden

Berdasarkan status nikah, terdiri dari dua kelompok yaitu Menikah dan lajang. Data karakteristik responden menunjukan bahwa semua responden berstatus sudah menikah.


(71)

f. Grafik Responden Berdasarkan Penghasilan

300.0000 - 500.000

Penghasilan/bulan

Berdasarkan penghasilan responden terdiri dari 3 kelompok yaitu Rp 1.000.000;, Rp 300.000; - Rp 500.000;, Rp 500.000; - Rp 700.000;, dari gambar diatas dapat diketahui bahwa dari 30 responden, penghasilannya Rp 300.000; - Rp 500.000;

Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan pada bulan oktober 2009 pernikahan di bawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga banyak sekali dilangsungkan di Desa Tanjung Sari kecamatan cijeruk Bogor dan pernikahannya sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga. Disini saya akan menjelaskan observasi selama saya di desa tanjung sari terhadap indikator-indikator dalam kesejahteraan yang telah dijelaskan bab sebelumnya maka pernikahan di bawah umur berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga di desa tanjung sari sangat kuat dan saya bisa membagi beberapa responden dari 30 orang


(1)

A. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian berdasarkan pernikahan dibawah umur dan kesejahteraan rumah tangga khususnya di wilayah pedesaan Tanjung Sari, Cijeruk Bogor, terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur yaitu, salah satu yang menjadi faktor utama adalah adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Dalam masyarakat Tanjung Sari Cijeruk Bogor, mengawinkan seorang anak merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Di mana para orang tua akan merasa malu bila ada anaknya yang belum juga mendapatkan jodoh, mereka akan terus berusaha agar anaknya mendapatkan jodoh. Karena ada anggapan diantara mereka bahwa seorang anak wanita akan menjadi “perawan tua” bila setelah meningkat remaja belum juga dikawinkan, Walaupun usia anak-anak mereka masih dibawah batas usia yang diizinkan dalam Undang-undang Perkawinan .

Kedua Ekonomi yang lemah. Disamping itu juga tidak adanya kegiatan atau pengangguran yang menyebabkan orang tua mereka memutuskan untuk segera menikahi anak-anaknya demi mengurangi beban ekonomi keluarga. Tingkat ekonomi suatu masyarakat dapat menjadi pendorong terjadinya pernikahan dibaah umur. Masyarakat yang kemampuan ekonominya sangat


(2)

81

lemah mendorong terjadinya pernikahan dibawah umur. Misalnya seorang anak wanita yang berasal dari keluarga ekonomi lemah ingin cepat-cepat kawin agar dapat segera keluar dari penderitannya dengan harapan suaminya dapat menanggung keluarga pihak isteri. Serta kurangnya pendidikan yang di dapat di desa tersebut.

2. Dari uji regresi sederhana pengaruh antara pernikahan dibawah umur sebagai variabel X terhadap kesejahteraan rumah tangga variabel Y. bahwa korelasi antara pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga sebesar R = 0,862 termasuk kategori hubungan sangat kuat. Koefisien determinasinya sebesar 0,742 yang berarti pernikahan dibawah umur berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga sebesar 74,2% sedangkan 25,8% dipengarui faktor lain. Dan hasil persamaan regresinya yaitu: Y = 20,836 + 0,655 X, artinya bahwa nilai 20,836 merupakan nilai konstanta a yang menunjukan bahwa apabila variabel pernikahan dibawah umur konstan atau tetap maka kesejahteraan rumah tangga sebesar 20,836. Jika terjadi peningkatan untuk variabel pernikahan dibawah umur mengalami peningkatan 1 satuan, maka kesejahteraan rumah tangga mengalami peningkatan sebesar 0,655.


(3)

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan berkenaan dengan pernikahan di bawah umur yang berdampak pada kesejahteraan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut:

1. Pernikahan hanya dapat dicapai bila pernikahan direncanakan secara matang dan dilaksanakan pada tingkat kedewasaan tertentu baik bagi wanita maupun pria. Pada jiwa yang belum matang atau dewasa ditandai dengan sikap yang selalu labil, gampang merubah pendiriannya, banyak permintaannya dan mudah cemas. Sikap semacam ini banyak menuntut keinginan yang begitu banyak, tetapi belum diimbangi dengan kemampuan yang ada, baik kemampuan psikis maupun material, sehingga cepat atau lambat pasti akan menggoncangkan kehidupan pernikahan. Jadi, disamping persiapan fisik diperlukan pula persiapan mental dalam memasuki kehidupan rumah tangga, maka persiapan lahir dan batin bagi pasangan suami dan isteri sangat diperlukan agar rumah tangga sakinah yang diidam-idamkan dapat mereka wujudkan.

2. Kewajiban orang tua adalah mendidik anak, mempersiapkan mereka supaya dapat mempersiapkan diri dalam membina rumah tangga sejahtera, hidup bahagia, bukan rumah tangga yang di dukung oleh mereka yang belum tahu urusan agama dan dunia mereka. Mereka dinikahkan hanya untuk kepentingan materi, misalnya supaya mendapatkan warisan dan perkara murahan lainnya. Penikahan yang tidak berdasarkan takwa ini permulaanya jelek akibatnya pun


(4)

83

jelek, hanya akan menimbulkan penyesalan, kesengsaraan, kekacauan rumah tangga, tidak akan berlangsung lama, inilah yang membuat penulis berharap kepada orang tua untuk tidak menikahi anaknya sebelum semuanya matang, baik fisik, mental, kedewasaan dan lahir batin.


(5)

Al-Qur’an Al-Karim.

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Cet. II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (BP4), Membina Keluarga Bahagia Sejahtera, Jakarta: 1998.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, edisi 2, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: DEPAG RI, 2001.

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam dan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, 2001.

Fuad Moh dan Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995.

Ghazali, Abd. Rahman, Fiqih Munakahat, Cet. II., Jakarta: Prenada Media Group, 2006.

Hasbi, Indra, dkk, Potret Wanita Sholehah, Cet. II, (Jakarta: Penamadani, 2004). Jauhari, Ma’sum, Bimbingan Perkawinan dan Berumah Tangga, Cet-IV, Jakarta: CV.

Aji Sakti, 1993.

Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Prenada Media, 2003

Nasution, Amir Taat, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Rahman, Bakri A. dan Sukardja, Ahmad, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam,

UU Perkawinan dan Hukum Perdata / BW, Jakarta: PT Hida Karya Agung, 1996.


(6)

85

Sevilla G. Consuelo, dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993.

Taufik, Abdullah dkk, Perkawinan ed., Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Cet. III, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002

Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974

Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974,Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Citra Umbara, 2007.

Wirawan, Sarlito, Kiat Bahagia Bagi Pasangan Muda, Nasehat Perkawinan dan Keluarga, BP4, XXIII, 271, Januari 1992.

Zarkasyi, Mukhtar, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta: Badan Kesejahteraan Mesjid (BKM) Pusat, 1993.


Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelayanan Sosial Anak di Bidang Pendidikan di Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor

9 101 95

Efektivitas Pelayanan Sosial Anak Di Bidang Pendidikan Di Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor

1 46 95

Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

1 12 70

Itsbat nikah akibat pernikahan di bawah tangan bagi pasangan menikah di bawah umur (studi analisis penetapan pengadilan agama Cibinong Nomor: 499/Pdt.P/2014/PA.Cbn)

4 22 105

Pelaksanaan Dispensasi Nikah Dalam Praktek Nikah Sirri di Bawah Umur (Analisis Studi Kasus Desa Sukamaju,Kecamatan Cinungnulang,Kabupaten Bogor,Jawa Barat)

3 31 113

Evaluasi Efek Program Ikhtiar Baytul Maal Bogor Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Desa Sukaluyu Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

0 14 118

Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor

0 2 72

Perkawinan di Bawah Umur pada Masyarakat Kp.Wates Desa Kedung Jaya Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi

3 24 112

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP RAGAM PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM KELUARGA (Studi Kasus Masyarakat Desa Purworejo Kecamatan Geger Kabupaten Madiun)

0 0 84

KAJIAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (Study Kasus Pernikahan di Desa Pengkol Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI

1 2 66