Pengaruh Attachment Style Terhadap Kualitas Persahabatan Pada Remaja

(1)

PENGARUH ATTACHMENT STYLE TERHADAP KUALITAS PERSAHABATAN PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

ELIZA

051301107

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2008/2009


(2)

Pengaruh Attachment Style Terhadap Kualitas Persabahatan Pada Remaja Eliza dan Ade Rahmawati Siregar

ABSTRAK

Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional (Baron & Bryne, 2006). Hubungan orang tua dengan remaja dapat mempengaruhi hubungan remaja dengan teman atau persahabatan atau fungsi psikososial remaja. Hubungan orang tua anak yang diteliti dalam penelitian ini adalah attachment style dari anak terhadap orang tuanya. Attachment adalah suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style dibagi menjadi 4 tipe yaitu secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment (Bartholomew, 2006).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kausal yang bertujuan mengetahui pengaruh attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment terhadap kualitas persahabatan pada remaja.

Penelitian ini melibatkan 185 siswa SMP Bodhicitta yang berusia 13-14 tahun (103 laki-laki dan 82 perempuan) sebagai subjek penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kualitas persahabatan yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek kualitas persahabatan dari Bukowski (2005) dan skala attachment style yang diadaptasi dari Attachment Style Questionnaire (ASQ) Feeney, Noller, dan Hanrahan (2006). Skala kualitas persahabatan memiliki nilai realibilitas (rxx) = 0.855 dan realibilitas

skala attachment style yang dibagi menurut tipe attachment yaitu skala secure attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.673, skala fearful attachment memiliki

realibilitas (rxx) = 0.526, skala dismissing attachment memiliki realibilitas (rxx) =

0.574 dan skala preoccupied attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.655.

Hasil analisa data penelitian menggunakan teknik analisa regresi sederhana menunjukkan y = 42.747 + 0.439x dengan p<0,05 untuk secure attachment, y = 42.620 + 0.579x dengan p<0,05 untuk fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x dengan p<0.05 untuk dismissing attachment dan y = 44.028 + 0.273x dengan p<0.05 untuk preoccupied attachment. Hal ini bermakna bahwa

attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment,

dismissing attachment dan preoccupied attachment memiliki pengaruh terhadap kualitas persahabatan.

Kata kunci: kualitas persahabatan, secure attachment, fearful attachment,


(3)

The Influence of Attachment Style to Friendship Quality in Adolescence Eliza and Ade Rahmawati Siregar

ABSTRACT

Friendship is relationship for two peoples spend time together, interacted in few kind of situations dan gave emotional support (Baron & Bryne, 2006). Relationship between parent and adolescence can impact adolescent’s relationship with their friends or their friendship or adolencence psychosocial functioning. Relationship between parent and child in this research is child’s attachment style to their parent. Attachment is a strong emotional bonding that child developed from their interaction with their someone which had important meaning in their life, usually their parent (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style divided into 4 type that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment, and preoccupied attachment (Bartholomew, 2006)

This research is a causal research that aims to know the influence of attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment to friendship quality in adolescence.

This research took 185 students at SMP Bodhicitta aged 13-14 years (103 boys and 82 girls) as research participants. Measuring tools in this research is two scales that consists of friendship quality scale that created by researcher based on friendship quality aspect from Bukowski (2005) and attachment style scale that adapted from Attachment Style Questionnaire (ASQ) by Feeney, Noller, and Hanrahan (2006). Friedship quality scale has a value of realibility (rxx) = 0.855

and the value realibility of attachment style divided according to attachment type that are secure attachment scale has a value of realibility (rxx) = 0.673, fearful

attachment style has a value of realibility (rxx) = 0.526, dismissing attachment

scale has a value of realibility (rxx) = 0.574 and preoccupied attachment has a

value attachment (rxx) = 0.655.

The results of research data analyzed using simple regression analysis techniques indicate y = 42.747 + 0.439x with p<0,05 for secure attachment, y = 42.620 + 0.579x with p<0,05 for fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x with p<0.05 for dismissing attachment and y = 44.028 + 0.273x with p<0.05 for preoccupied attachment. This means that the attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment have influence to friendship quality.

Key word: friendship quality, attachment style, secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment, preoccupied attachment


(4)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Sanghyang Adi Buddha Tuhan Yang Maha Esa, Para Buddha dan Bodhisatva karena berkat pancaran cinta kasih dan berkah yang berlimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal penelitian berjudul ”Pengaruh

Attachment Style terhadap Kualitas Persahabatan pada Remaja”. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini, maka sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel Sp.A (K) selaku dekan Fakultas Psikologi. 2. Ibu Ade Rahmawati Siregar, M.Psi sebagai dosen pembimbing skripsi dan

memberikan figur kakak kepada penulis yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmunya kepada penulis dalam membuat proposal penelitian ini.

3. Kedua orang tua penulis yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam menghadapi segala rintangan dan kendala. Buat keluarga saya yaitu kakak dan adik-adik saya yang telah banyak membantu dan mendukung penulis terutama adik saya Sofia Gandhi yang bisa berperan sebagai adik, teman sharing, pembimbing penulis yang selalu ada ketika penulis memerlukan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

4. Ibu Etti Rahmawati, M.Si yang telah membantu penulis mendapatkan solusi ketika penulis mengalami kebimbangan dan membantu menyelesaikan permasalahan yang penulis hadapai dalam proses penulisan skripsi ini.

5. Ibu Lili Garliah, M.Si., Psi dan Ibu Debby Anggraini Daulay, M,Psi selaku dosen penguji pada sidang seminar yang memberikan masukan yang sangat berguna dan bermanfaat untuk penelitian peneliti. Kepada Bu Lili yang memberikan peneliti figur ibu yang sabar dan baik, peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan kepada Kak Debby, kakak yang baik, pengertian, peneliti juga mengucapkan banyak terima kasih.

6. Kepada segenap teman-teman penulis di Fakultas Psikologi (Mayang, Vera, Julinda, Margaret, dan Frandawati) yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi masing-masing tapi tetap ada untuk penulis ketika penulis memerlukan bantuannya. Tanpa kalian, tiada kenangan berarti dan berharga di Fakultas Psikologi ini.

7. Kepada Manop, Gita, Nity, Pauyen, Ucup, Frendy, Ason, Herry, Eka, Ko Robin, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan kalian selama penyusunan skripsi ini. Thanks guys.

8. Kepada seniorku (ci Susan, ci Silvi, ci Vivi, Jack) dan adik juniorku (Meiliana, Ivi, Aini, Titien, Devi) yang care dengan penulisan skripsi penulis dan selalu memberi dukungan kepada penulis agar cepat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Thanks ci, thanks dek.


(6)

9. Bapak Alfian Salin selaku Kepsek SMP Bodhicitta, Bapak Drs P. Sinaga selaku Kepsek SMP Katolik Trisakti 2 dan Bapak Ir. Juni T. Surbakti, MA selaku Kepsek SMP Samuel saya mengucapkan banyak terima kasih karena telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna dan dengan kerendahan hati penulis mengaharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk menjadi masukan bagi penulis untuk perbaikan proposal ini di masa yang akan datang. Semoga proposal ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Mei 2009


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR. i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Pertanyaan Penelitian 8

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian 9

E. Sistematika Penulisan 10

BAB II LANDASAN TEORI 12

A. Persahabatan 12

1. Definisi Persahabatan 12

2. Perkembangan Persahabatan 13

3. Pentingnya Persahabatan 15

4. Karakteristik Persahabatan 16

5. Kualitas Persahabatan 17

6. Faktor yang Mempengaruhi Persahabatan 18

B. Attachment 18


(8)

2. Teori Attachment 19 3. Jenis-jenis Attachment 22

4. Dampak Attachment 29

C. Remaja 30

1. Pengertian Remaja 30

2. Pembagian Fase Remaja 31

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja 34 4. Ciri-ciri Masa Remaja 34 D. Hubungan Attachment Style dengan Persahabatan 35

E. Hipotesa Penelitian 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38

A. Identifikasi Variabel Penelitian 38 B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 38

C. Populasi 40

D. Metode Pengumpulan Data 40

1. Metode Skala 40

2. Skala Persahabatan 41

3. Skala Attachment Style 43

E. Uji Coba Alar Ukur 48

1. Validitas 49

2. Daya Beda Item dan Reliablitas 50 3. Hasil Uji Coba Alat Ukur 51


(9)

F. Prosedur Penelitian 55 1. Persiapan Penelitian 55 2. Pelaksanaan Penelitian 57

3. Tahap Pengolahan Data 57

G. Metode Analisa Data 57

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 59 A. Gambaran Subjek Penelitian 59 1. Usia Subjek Penelitian 59 2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian 60 3. Tempat Tinggal Subjek Penelitian 60 4. Kedekatan Subjek Penelitian dengan Orang Tua 61 5. Status Orang Tua Subjek Penelitian 61

B. Hasil Penelitian 62

1. Hasil Uji Asumsi 62

2. Hasil Uji Analisa Data 65

C. Pembahasan 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 84

A. Kesimpulan 84

B. Saran 85

1. Saran Metodologis 86


(10)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sebelum

Uji Coba 42

Tabel 2 Subskala Attachment Style Questionnaire, Feeney dkk (versi

asli) 43

Tabel 3 Distribusi Aitem-aitem Attachment Style Questionnaire sebelum

Uji Coba 47

Tabel 4 Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sesudah

Uji Coba 50

Tabel 5 Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan untuk

Penelitian 51

Tabel 6 Distribusi Aitem-aitem Skala Secure Attachment sesudah

Uji Coba 51

Tabel 7 Distribusi Aitem-aitem Skala Secure Attachment untuk Penelitian 52 Tabel 8 Distribusi Aitem-aitem Skala Fearful Attachment sesudah

Uji Coba 52

Tabel 9 Distribusi Aitem-aitem Skala Fearful Attachment untuk Penelitian 52 Tabel 10. Distribusi Aitem-aitem Skala Dismissing Attachment sesudah

Uji Coba 53

Tabel 11 Distribusi Aitem-aitem Skala Dismissing Attachment untuk

Penilitian 53

Tabel 12 Distribusi Aitem-aitem Skala Preoccupied Attachment sesudah

Uji Coba 54

Tabel 13 Distribusi Aitem-aitem Skala Preoccupied Attachment

untuk Penelitian 54

Tabel 14 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia 58 Tabel 15 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 59 Tabel 16 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tempat Tinggal 59 Tabel 17 Penyebaran Subjek Berdasarkan Kedekatan dengan Orang Tua 60 Tabel 18 Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Orang Tua 61 Tabel 19 Rangkuman Hasil Uji Normalitas dengan One Smaple

Kolmogorov-Smirnov 62

Tabel 20 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan

Uji F pada Secure Attachment dan Kualitas Persahabatan 62 Tabel 21 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan

Uji F pada Fearful Attachment dan Kualitas Persahabatan 63 Tabel 22 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan

Uji F pada Dismissing Attachment dan Kualitas Persahabatan 63 Tabel 23 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan


(12)

Tabel 24 Nilai Empirik dan Hipotetik Kualitas Persahabatan 67

Tabel 25 Nilai Empirik dan Hipotetik Secure Attachment 68

Tabel 26 Nilai Empirik dan Hipotetik Fearful Attachment 69

Tabel 27 Nilai Empirik dan Hipotetik Dismissing Attachment 70

Tabel 28 Nilai Empirik dan Hipotetik Preocccupied Attachment 71

Tabel 29 Rangkuman Kategorisasi Skor Kualitas Persahabatan 73

Tabel 30 Rangkuman Kategorisasi Data Kualitas Persahabatan 73

Tabel 31 Rangkuman Kategorisasi Skor Secure Attachment 75

Tabel 32 Rangkuman Kategorisasi Data Secure Attachment 75

Tabel 33 Rangkuman Kategorisasi Skor Fearful Attachment 76

Tabel 34 Rangkuman Kategorisasi Data Fearful Attachment 76

Tabel 35 Rangkuman Kategorisasi Skor Dismissing Attachment 78

Tabel 36 Rangkuman Kategorisasi Data Dismissing Attachment 78

Tabel 37 Rangkuman Kategorisasi Skor Preoccupied Attachment 79


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Bartholomew’s Adult Attachment Style 27


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambaran Subjek Penelitian Lampiran 2 Realibilitas

Lampiran 3 Skala Penelitian Lampiran 4 Data Hasil Penelitian Lampiran 5 Hasil Uji Asumsi

Lampiran 6 Hasil Analisa Data Penelitian Lampiran 7 Surat Izin Penelitian


(15)

Pengaruh Attachment Style Terhadap Kualitas Persabahatan Pada Remaja Eliza dan Ade Rahmawati Siregar

ABSTRAK

Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional (Baron & Bryne, 2006). Hubungan orang tua dengan remaja dapat mempengaruhi hubungan remaja dengan teman atau persahabatan atau fungsi psikososial remaja. Hubungan orang tua anak yang diteliti dalam penelitian ini adalah attachment style dari anak terhadap orang tuanya. Attachment adalah suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style dibagi menjadi 4 tipe yaitu secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment (Bartholomew, 2006).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kausal yang bertujuan mengetahui pengaruh attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment terhadap kualitas persahabatan pada remaja.

Penelitian ini melibatkan 185 siswa SMP Bodhicitta yang berusia 13-14 tahun (103 laki-laki dan 82 perempuan) sebagai subjek penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kualitas persahabatan yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek kualitas persahabatan dari Bukowski (2005) dan skala attachment style yang diadaptasi dari Attachment Style Questionnaire (ASQ) Feeney, Noller, dan Hanrahan (2006). Skala kualitas persahabatan memiliki nilai realibilitas (rxx) = 0.855 dan realibilitas

skala attachment style yang dibagi menurut tipe attachment yaitu skala secure attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.673, skala fearful attachment memiliki

realibilitas (rxx) = 0.526, skala dismissing attachment memiliki realibilitas (rxx) =

0.574 dan skala preoccupied attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.655.

Hasil analisa data penelitian menggunakan teknik analisa regresi sederhana menunjukkan y = 42.747 + 0.439x dengan p<0,05 untuk secure attachment, y = 42.620 + 0.579x dengan p<0,05 untuk fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x dengan p<0.05 untuk dismissing attachment dan y = 44.028 + 0.273x dengan p<0.05 untuk preoccupied attachment. Hal ini bermakna bahwa

attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment,

dismissing attachment dan preoccupied attachment memiliki pengaruh terhadap kualitas persahabatan.

Kata kunci: kualitas persahabatan, secure attachment, fearful attachment,


(16)

The Influence of Attachment Style to Friendship Quality in Adolescence Eliza and Ade Rahmawati Siregar

ABSTRACT

Friendship is relationship for two peoples spend time together, interacted in few kind of situations dan gave emotional support (Baron & Bryne, 2006). Relationship between parent and adolescence can impact adolescent’s relationship with their friends or their friendship or adolencence psychosocial functioning. Relationship between parent and child in this research is child’s attachment style to their parent. Attachment is a strong emotional bonding that child developed from their interaction with their someone which had important meaning in their life, usually their parent (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style divided into 4 type that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment, and preoccupied attachment (Bartholomew, 2006)

This research is a causal research that aims to know the influence of attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment to friendship quality in adolescence.

This research took 185 students at SMP Bodhicitta aged 13-14 years (103 boys and 82 girls) as research participants. Measuring tools in this research is two scales that consists of friendship quality scale that created by researcher based on friendship quality aspect from Bukowski (2005) and attachment style scale that adapted from Attachment Style Questionnaire (ASQ) by Feeney, Noller, and Hanrahan (2006). Friedship quality scale has a value of realibility (rxx) = 0.855

and the value realibility of attachment style divided according to attachment type that are secure attachment scale has a value of realibility (rxx) = 0.673, fearful

attachment style has a value of realibility (rxx) = 0.526, dismissing attachment

scale has a value of realibility (rxx) = 0.574 and preoccupied attachment has a

value attachment (rxx) = 0.655.

The results of research data analyzed using simple regression analysis techniques indicate y = 42.747 + 0.439x with p<0,05 for secure attachment, y = 42.620 + 0.579x with p<0,05 for fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x with p<0.05 for dismissing attachment and y = 44.028 + 0.273x with p<0.05 for preoccupied attachment. This means that the attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment have influence to friendship quality.

Key word: friendship quality, attachment style, secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment, preoccupied attachment


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya. Orang tua yang dimaksudkan adalah ibu dari anak. Seiring berjalannya waktu, bayi juga mengadakan kontak sosial dengan makhluk sosial lainnya seperti ayah, saudara ataupun figur penting lainnya seperti nenek.

Banyak ahli psikologi yang juga menekankan pentingnya hubungan awal antara orang tua dengan anak, salah satunya adalah Erikson (dalam Kaplan, 2000) yang menyatakan bahwa mengembangkan trust merupakan hal yang penting pada masa perkembangan anak karena trust adalah dasar untuk mengatasi krisis hidup dalam perkembangan psikososial selanjutnya. Anak kecil akan mengembangkan perasaan trust kepada orang tua ketika kebutuhan fisik dan emosi anak terpenuhi. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan perasaan mistrust, yang akan berpengaruh pada hubungan interpersonal selanjutnya. Hubungan awal antara orang tua dan anak yang akan membentuk hubungan interpersonal anak pada kehidupan selanjutnya.

Teori attachment yang diformulasikan oleh John Bowlby adalah teori yang paling berpengaruh pada zaman sekarang ini dalam membahas hubungan antara orang tua dengan anak maupun hubungan dekat lainnya. Menurut Shaffer (2005),


(18)

attachment adalah hubungan emosional yang dekat antara dua orang, yang dikarakteristikkan dengan saling mengasihi dan adanya keinginan untuk menjaga kedekatan fisik, dimana dalam hal ini adalah hubungan emosional antara anak dan orang tua. Attachment pertama kali terbentuk pada saat anak berusia 6 atau 7 bulan dan attachment yang terbentuk adalah terhadap orang tua. Anak yang mempunyai attachment dengan orang tua dapat diketahui dari perilaku anak yang selalu ingin dekat dengan orang tua (Sigelman & Rider, 2003).

Seorang anak tidak terlahir dengan adanya daya tarik terhadap ibunya, tapi daya tarik ini dipelajari seiring dengan berjalannya waktu. Terbentuknya

attachment itu memerlukan waktu, dan itu terbentuk sejalan dengan kemampuan kognitif anak. Attachment adalah bawaan biologis, tapi faktor pembelajaran dan kognitif juga berperan di dalamnya. Antara bayi dan ibu akan terbentuk

attachment yang dekat ketika bayi yakin dia akan menerima perawatan, perlindungan yang mereka butuhkan untuk bisa bertahan hidup dan berkembang dengan baik. Hal ini dapat bayi ketahui ketika dia menunjukkan beberapa perilaku (seperti menangis, tersenyum, berbicara) dan orang tua merespon perilaku mereka dengan cara menyayanginya, bersama dengannya dan memenuhi kebutuhannya (Kaplan, 2000).

Attachment pada bayi terbentuk melalui beberapa tahapan (Ainsworth & Bowlby dalam Sigelman dkk, 2003) yaitu pertama, undiscriminating social responsiveness yang terjadi pada saat lahir sampai usia 2 atau 3 bulan. Bayi hanya merespon terhadap suara, wajah dari orang-orang yang dekat dengannya. Bayi belum mampu mengenal wajah seseorang dengan jelas. Kedua, discriminating


(19)

social responsiveness yang terjadi pada usia 2 atau 3 bulan sampai usia 6 atau 7 bulan. Bayi sudah mulai mengenal wajah orang yang familier baginya. Bayi suka berceloteh secara antusias jika melihat orang yang familier, tapi bayi masih ramah terhadap orang asing. Ketiga, active proximity seeking/true attachment, yang terjadi pada usia 6 atau 7 bulan sampai usia 3 tahun. Pada masa ini, bayi telah membentuk attachment pertamanya dengan ibu. Bayi akan selalu mengikuti ibu agar tetap dekat dengan ibu dan akan protes jika ibu meninggalkannya. Begitu sang ibu kembali, maka anak akan menyambut ibunya dengan penuh kehangatan. Fase keempat, goal-corrected partnership yang terjadi pada usia 3 tahun dan seterusnya. Pada usia 3 tahun, kemampuan sosial kognitif anak telah berkembang, sehingga anak dapat memahami tindakan orang tua yang meninggalkannya dan menunggu orang tua kembali untuk bisa dekat dengan orang tuanya lagi. Tahapan

attachment keempat ini adalah tahap yang terus menetap pada diri individu sampai dewasa.

Mary Ainsworth (dalam Sigelman dkk, 2003) mengukur kualitas

attachment antara orang tua dengan bayi dengan menciptakan Strange Situation. Prosedur ini terdiri dari 8 (delapan) episode yang menghadirkan sejumlah pengalaman yang stres bagi bayi dengan menghadirkan orang asing, memisahkan bayi dengan orang tua, lalu menghadirkan orang tuanya lagi. Dari perilaku yang ditunjukkan bayi pada kedelapan episode tersebut, maka kualitas attachment anak terhadap orang tua dikarakteristikkan menjadi 4 (empat) tipe attachment, yaitu

secure attachment, resistant attachment, avoidant attachment, dan


(20)

Attachment adalah konstruk yang berlangsung sepanjang rentang kehidupan, yaitu dari bayi, masa kanak-kanak, dan sampai dewasa, jadi

attachment tidak hanya terjadi pada masa bayi (Bowlby dalam Doyle, Moretti, Voss, & Margolese 2000). Berjalannya waktu, pengalaman attachment bayi dikonsolidasi ke dalam internal working model terhadap diri sendiri, orang lain dan hubungan dirinya dengan orang lain.

John Bowlby dan Inge Bretherton (dalam Doyle, Moretti, Voss, & Margolese 2000) menjelaskan stabilitas dan pengaruh tetap dari interaksi dengan pengasuh pada masa bayi akan membentuk internal working model yang merupakan representatif dari kognitif mengenai diri mereka sendiri dan orang lain yang nantinya akan digunakan untuk mengintepretasikan suatu kejadian dan membuat harapan mengenai karakter seseorang terhadap hubungan yang ingin dibina dengan orang tersebut. Pengasuh yang sensitif, responsif akan membuat anak mempunyai pikiran bahwa orang lain itu dapat diandalkan, sehingga anak membentuk positive working model. Tapi jika pengasuh anak tersebut tidak sensitif, mengabaikan, dan kasar maka akan membuat anak kurang percaya terhadap orang lain, sehingga anak membentuk negative working model terhadap orang lain. Pernyataan tersebut hampir sama dengan pernyataan Erikson yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa trust adalah suatu hal yang penting dalam mengembangkan working model yang diperoleh anak dari perhatian dan kenyamanan ketika dia membutuhkannya. Attachment anak akan diperoleh dari

internal working model yang terbentuk dari interaksi awalnya dengan pengasuh atau orang tuanya (Shaffer,2005).


(21)

Konsep internal working model yang dikemukakan oleh Bowlby yang menjadi patokan bagi para ahli lainnya untuk menetapkan adult attachment. Berdasarkan dua jenis working model ini terbagi empat kategori adult attachment style. Dua dimensi dari working model tersebut adalah (1) model of self yaitu harapan seseorang untuk diterima dan disayangi; dan (2) model of others yaitu harapan adanya aksesibilitas dan sikap responsif dari orang lain ketika itu dibutuhkan. Berdasarkan working model ini maka terbagi empat tipe attachment

yaitu secure (positif dalam model of self dan other), preoccupation (negatif dalam

model of self dan positif dalam model of other), dismissing (positif dalam model of self dan negatif dalam model of other), dan fearful (negatif dalam model of self

dan other)

Terdapat banyak perubahan yang kompleks dalam hubungan orang tua dan anak selama masa remaja. Beberapa studi menunjukkan bahwa attachment security terhadap kedua orang tua menurun selama masa pubertas (Papini, Roggmann, & Anderson dalam Anna dkk, 2000), tapi penelitian terbaru menunjukkan hanya beberapa komponen dari hubungan attachment yang berubah, sedangkan yang lainnya tetap stabil. Misalnya, ketika anak mengalami stres, kebutuhan dia untuk dekat secara fisik terhadap figur lekatnya (attachment figure) menurun tapi keberadaan seorang figur lekat tetap ada di dalam dirinya (Lieberman, Doyle, & Markiewicz dalam Anna, 2000). Intensitas dan frekuensi dari perilaku attachment berkurang sejalan dengan bertambahnya usia, tapi kualitas terhadap ikatan attachment relatif stabil (Bowlby dalam Anna, 2000). Kemampuan seorang remaja untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan


(22)

untuk memperoleh kemandirian dengan keinginan untuk tetap berhubungan dengan orang tua merupakan perwujudan dari attachment security (Alan, Moore, & Kuperminc dalam Doyle dkk 2000).

Jika bayi harus mempunyai secure base untuk bereksplorasi, maka remaja membutuhkan security berupa dukungan dari orang tua agar menjadi individu yang lebih mandiri dan otonomi (Kobak, Kenny & Rice dalam Sigelman dkk, 2003). Remaja yang secure attached dengan orang tua menunjukkan perilaku prososial (Stroufe dalam Anna dkk, 2000), penyesuaian sosial, psikologis yang lebih baik, mampu berpisah dengan orang tua dan membentuk hubungan romantika yang dekat dengan tetap menjaga komunikasi yang baik dengan orang tua (Sigelman dkk, 2003).

Remaja yang mempunyai secure attachment dengan orang tua mempunyai

self identity yang kuat, self esteem yang tinggi, kompetensi sosial yang luar biasa dan penyesuaian emosional yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki secure attachment (Kenny & Rice dalam Sigelman dkk, 2003). Remaja yang secure juga menunjukkan simtom depresi dan kecemasan yang rendah (Vivona dalam Sigelman dkk, 2003). Ketika orang tua memberikan dukungan emosional, menjadi secure base untuk bereksplorasi yang juga disertai dukungan otonomi, maka remaja akan maju dengan pesat.

Terdapat banyak hal dari hubungan dengan orang tua yang dapat mempengaruhi hubungan remaja dengan teman atau persahabatan dan fungsi psikososial remaja, akan tetapi dalam studi ini hanya akan melihat dari sisi teori


(23)

hubungan sosial (Buhrmester & Furman; Selman dalam Anna, 2000), transisi dari hubungan yang tergantung terhadap orang tua menjadi hubungan yang timbal balik atau resiprokal dengan orang lain, baik itu dengan orang tua, teman maupun pasangan karib. Seseorang yang mempunyai sahabat mempunyai tingkat kompetensi dimana kualitas persahabatan menjadi prediktor yang baik dalam melihat penyesuaian diri seorang individu (Hartup & Steven, dalam Bagwell, Bender, Andreassi, Kinoshita, Montarello & Muller, 2005).

Menurut Erikson, masa remaja adalah masa pencarian identitas diri dimana identitas diri ini dibentuk dari hubungan psikososial remaja dengan individu lain yaitu dengan teman dan sahabat. Hubungan psikososial antar sesama remaja disebut dengan istilah persahabatan. Hartup dalam Bowker (2004) mengartikan persahabatan sebagai hubungan sosial utama pada masa remaja awal. Hubungan persahabatan memberi kemampuan dalam keterampilan sosial, memberi informasi mengenai diri sendiri, orang lain, merupakan sumber penyelesaian masalah secara emosional dan kognitif, dan merupakan pelopor untuk hubungan berikutnya yang melibatkan hubungan timbal balik (mutuality) dan keakraban (intimacy). Persahabatan adalah sesuatu yang multidimensi.

Remaja memandang seorang teman mempunyai tingkatan sosial kompetensi, dan untuk mengukur tingkat kesesuaian diri remaja dalam membina hubungan dengan orang lain maka terdapat kualitas persahabatan yang menjadi prediktor untuk mengidentifikasi penyesuaian tersebut. Kualitas persahabatan terdiri dari kualitas persahabatan yang positif (seperti perasaan aman, pertemanan, dukungan) dan kualitas persahabatan yang negatif (seperti konflik, dominansi,


(24)

permusuhan). Persahabatan yang positif dicirikan dengan hubungan remaja yang membangun dimana terdapat dukungan sosial yang baik dalam hubungannya seperti ketika menghadapi peristiwa tertekan (stres) dan adanya keahlian sosial yang diperoleh seperti kemampuan kerjasama dengan orang lain. Persahabatan yang positif akan memberi hasil pada prestasi akademik dan keterlibatan dalam kegiatan sekolah, sedangkan persahabatan yang negatif akan menimbulkan masalah perilaku. Masalah perilaku yang muncul pada remaja seperti terlibat dalam perkelahian, tawuran, penggunaan obat-obatan, seks bebas sampai pada kenakalan remaja (Laursen, dalam Ciariano, Rabaglietti, Roggero, Bonino & Beyers, 2007).

Berdasarkan pemaparan teori dan permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat tipe attachment dan peneliti ingin mengetahui apakah terdapat pengaruh dari tiap-tiap tipe attachment terhadap kualitas persahabatan pada remaja.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada penelitian ini, peneliti ingin mencari pengaruh dari tiap-tiap tipe

attachment yang terdiri dari 4 tipe yaitu secure attachment, dismissing attachment,

preoccupied attachment dan fearful attachment terhadap kualitas persahabatan pada remaja.


(25)

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian yang dibuat oleh penulis yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh attachment style terhadap kualitas persahabatan yang dibina remaja.

2. Mengetahui dari keempat attachment style, tipe apa yang menyebabkan remaja mempunyai kualitas persahabatan yang positif dan kualitas persahabatan negatif.

D. MANFAAT PENELITIAN

Sedangkan manfaat dari penelitian yang penulis teliti yaitu: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu kepada masyarakat dan Fakultas Psikologi khususnya bidang perkembangan terhadap teori-teori yang berkaitan dengan masalah attachment dan persahabatan pada remaja.

b. Memberikan sumbangan ilmu yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi teoritis dan empiris yang dapat menjadi penunjang untuk penelitian di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi informasi kepada orang tua bahwa attachment antara orang tua dan anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikososial anak.


(26)

b. Bagi orang tua memiliki anak remaja, attachment orang tua dengan remaja akan menyebabkan remaja terlibat dalam persahabatan yang sehat atau malah ke persahabatan yang menyimpang seperti kenakalan remaja (menggunakan obat-obatan terlarang).

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab ini dipaparkan gambaran terbentuknya attachment

dari anak sampai pada masa remaja. Selain itu, peneliti juga menguraikan pengaruh attachment pada hubungan psikososial.

Bab II Landasan teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Teori yang dijabarkan dalam bab ini antara lain definisi attachment, teori attachment, jenis-jenis attachment, dampak attachment, definisi persahabatan, perkembangan persahabatan, pentingnya persahabatan, karakteristik persahabatan, kualitas persahabatan, faktor-faktor yang mempengaruhi persahabatan, pengertian remaja, pembagian fase remaja, tugas-tugas perkembangan remaja, ciri-ciri masa remaja dan hubungan attachment style terhadap


(27)

persahabatan. Dan pada bab ini, peneliti juga memaparkan hipotesa penelitian.

Bab III Metodologi penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, dan metode analisa data.

Bab IV Analisa data dan pembahasan

Bab ini berisi hasil penelitian yang disertai dengan intepretasi. Pada bab ini juga dipaparkan pembahasan hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan saran

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian. Diskusi membahas mengenai kesesuaian maupun ketidaksesuaian antara data penelitian yang diperoleh dengan teori yang ada dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PERSAHABATAN 1. Definisi Persahabatan

Menurut Rubin (2004), persahabatan adalah multidimensi dalam sifat dan melayani manusia dalam berbagai cara (seperti kesenangan, harapan dan ketakutan, menyediakan afeksi, dukungan dan keamanan emosi).

Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional. (Baron & Bryne, 2006).

Teman dekat didefinisikan sebagai seseorang untuk berbicara, untuk bergantung, dan menyandarkan diri untuk mendapatkan pertolongan, dukungan, dan kepedulian, dan bersenang-senang dalam melakukan sesuatu (Rawlins, dalam Tillmann-Healy, 2003).

Menurut Weiss dalam Tillmann-Healy (2003), teman itu datang dan berkumpul bersama karena adanya kesenangan, rasa akan kebersamaan, dan afiliasi emosional. Persahabatan menurut Rawlins dalam Tillmann-Healy (2003) ”menunjukkan tali afektif (implies affective ties)”. Pada teman, kita mencari trust (kepercayaan), kejujuran, hormat, komitmen, keamanan, dukungan, kedermawanan, kesetiaan, kebersamaan, keteguhan, pengertian, dan penerimaan. (Rubin dalam Tillmann-Healy).


(29)

Dalam buku Child and Adolescent Development, Owens (2002) mengartikan persahabatan sebagai hal berkenaan dengan dibangunnya hubungan

dyadic antara dua anak yang dikarakteristikkan dengan perasaan saling suka yang kuat.

Menurut Shaffer (2005), persahabatan diartikan sebagai sebuah hubungan yang kuat dan bertahan lama antara dua individu yang dikarakteristikkan dengan kesetiaan, kekariban, dan saling menyayangi.

Persahabatan adalah suatu bentuk hubungan yang dekat yang melibatkan kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, dan spontanitas (Santrock, 2002).

2. Perkembangan Persahabatan

Pada anak usia di bawah 8 tahun, prinsip dasar untuk persahabatan adalah

common activity (aktivitas bersama), dimana anak-anak memandang teman adalah seseorang yang menyukai mereka dan senang dengan aktivitas bermain yang sama. Pada anak usia 8-10 tahun, sudah ada kemampuan role-taking skill (keahlian mengambil peran), mulai melihat teman sebagai individu yang mempunyai psikologis yang mirip dengannya, dapat dipercaya, setia, baik, kooperatif, dan sensitif terhadap perasaan dan kebutuhan satu sama lain (Berndt dalam Shaffer, 2005). Walaupun pemikiran mengenai kesetiaan dan atribut psikologis yang sama yang ditunjukkan kepada teman juga terdapat pada remaja, tapi konsepsi remaja mengenai persahabatan lebih fokus pada reciprocal emotional commitment (saling berkomitmen secara emosional). Teman dipandang sebagai teman karib yang benar-benar memahami kekuatan satu sama lain, dapat menerima kelemahan satu


(30)

sama lain, dan bersedia berbagi pemikiran dan perasaan mereka (Hartup dalam Shaffer, 2005).

Walaupun anak-anak mempunyai banyak teman, tapi sedikit dari pertemanan ini yang menjadi teman dekat. Dalam observasi Gottman (1983), beliau menemukan beberapa perbedaan penting ketika bermain antara eventual friends (sahabat) dan nonfriends (bukan teman). Pertama, walaupun sahabat tidak selalu setuju terhadap permainan mana yang akan dimainkan, tapi mereka dapat mengatasi konflik dengan lebih baik daripada yang bukan teman. Sahabat lebih berhasil dalam mengkomunikasikan sesuatu dan bertukar informasi satu sama lain. Beberapa informasi yang disampaikan sahabat bersifat personal, dan sahabat lebih mampu melibatkan self-disclosure (pengungkapan diri).

Pada remaja, yang ditekankan adalah kesetiaan mereka dalam persahabatan. Mereka percaya bahwa teman harus membela satu sama lain dan teman tidak boleh menipu atau meninggalkan satu sama lain. Penekanan pada kesetiaan dalam persahabatan remaja nampaknya juga sejalan dengan penekanan pada keakraban dimana jika teman tidak setia, remaja merasa takut akan terhina karena pemikiran dan perasaan karib mereka akan diketahui oleh banyak orang. Munculnya keakraban dalam persahabatan remaja menunjukkan bahwa teman adalah sumber dari dukungan sosial dan emosi (Kail & Cavanaugh, 2000).


(31)

3. Pentingnya Persahabatan

Persahabatan mempunyai enam fungsi (Gottman dan Parker, 1987):

a. Companionship adalah persahabatan memberikan anak pasangan yang familier, seseorang yang mau menghabiskan waktu dengan mereka dan ikut dalam kegiatan yang memerlukan kerja sama.

b. Stimulation adalah persahabatan memberikan remaja informasi yang menyenangkan, kesenangan dan hiburan.

c. Physical support adalah persahabatan memberikan waktu, sumber, dan bantuan.

d. Ego support adalah persahabatan memberikan dukungan, dorongan, dan umpan balik yang dapat membantu anak-anak menjaga kesan mereka sebagai orang yang kompeten, menarik, dan individu yang berharga.

e. Social comparison adalah persahabatan memberikan informasi mengenai kapan mereka berhadapan sebagai lawan dan kapan mereka mengerjakan sesuatu dengan baik.

f. Intimacy/affection adalah persahabatan memberikan hubungan yang hangat, dekat, dapat mempercayai individu lain, sebuah hubungan yang mempunyai pengungkapan diri (self-disclosure).

Dalam buku Child and Adolescent Development (2002), disebutkan bahwa fungsi persahabatan adalah:

a. Persahabatan adalah tempat dimana anak-anak memperoleh keahlian sosial dasar seperti komunikasi dan kerjasama.


(32)

b. Persahabatan memberi pengetahuan mengenai diri sendiri seperti halnya memberi perngetahuan mengenai orang lain dan dunia.

c. Persahabatan memberi dukungan emosional ketika menghadapi stres

d. Persahabatan adalah awal untuk hubungan selanjutnya (percintaan, pernikahan, dan menjadi orang tua) dimana persahabatan memberikan pengalaman mengenai cara mengatasi kekariban dan saling mengatur (Hartup dalam Owens, 2002).

4. Karakteristik Persahabatan

Parlee (dalam Santrock, 2002) mengkarakteristikkan persahabatan sebagai berikut:

a. Kesenangan yaitu kita suka menghabiskan waktu dengan teman kita

b. Penerimaan yaitu kita menerima teman kita tanpa mencoba mengubah mereka c. Percaya yaitu kita berasumsi bahwa teman kita akan berbuat sesuatu yang

sesuai dengan kesenangan kita

d. Respek yaitu kita berpikiran bahwa teman kita membuat keputusan yang baik e. Saling membantu yaitu kita menolong dan mendukung teman kita dan mereka

juga melakukan hal yang demikian

f. Menceritakan rahasia yaitu kita berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman

g. Pengertian yaitu kita merasa bahwa teman kita mengenal dan mengerti kita dengan baik seperti apa adanya kita

h. Spontanitas yaitu kita merasa bebas menjadi diri kita ketika berada di dekat teman kita


(33)

5. Kualitas Persahabatan

Ciri-ciri persahabatan adalah atribut atau karakteristik dari persahabatan itu sendiri. Beberapa contoh ciri-ciri persahabatan adalah keakraban (intimacy), persahabatan (companionship) dan konflik. Setiap persahabatan memiliki ciri-ciri yang beragam. Pada teman yang sama terdapat keakraban, terdapat juga kebersamaan dalam aktivitas dan terdapat juga konflik di dalamnya. Contoh persahabatan tersebut memberi gambaran bahwa persahabatan mempunyai ciri-ciri positif dan negatif sekaligus (Bukowski, Newcomb, & Hartup)

Berikut ini adalah aspek dari kualitas persahabatan (Bukowski dalam Cillesses, Jiang, West, Laszkowski, 2005):

a. Companionship

Menghabiskan waktu bersama antar sahabat.

b. Conflict

Seseorang berselisih dan berargumen dengan temannya, mereka merasa jengkel satu sama lain dan ada ketidaksepakatan dalam hubungan persahabatan mereka.

c. Help/aid

Saling membantu, menolong dan melindungi.

d. Security

Kepercayaan bahwa mereka dapat mempercayai, bersandar pada temannya.

e. Closeness

Perasaan kasih sayang atau pengalaman spesial yang dialami olah seseorang dengan temannya dan memperkuat ikatan orang tersebut dengan temannya.


(34)

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persahabatan

Huyck (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mengatakan bahwa ada empat faktor yang dapat meningkatkan hubungan persahabatan, yaitu :

a. Kedekatan mereka satu sama lain (proximity) b. Kesamaan akan minat dan sikap mereka (similarity) c. Saling melengkapi kepribadian mereka(complementarity) d. Ketertarikan fisik (physical attractiveness)

B. ATTACHMENT 1. Definisi Attachment

Istilah attachment untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969. Attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, dalam Ervika 2005).

Dalam buku Colin (1996) yang berjudul Human Attachment, Bowlby dan Ainsworth menjelaskan attachment adalah ikatan afektif abadi yang dikarakteristikkan dengan kecenderungan untuk mencari dan mempertahankan kedekatan dengan figur tertentu, terutama ketika berada di bawah tekanan. Contoh

attachment yang paling familier adalah ikatan yang berkembang antara bayi dan pengasuh utamanya (umumnya ibunya). Attachment adalah ikatan emosional, bukan perilaku.


(35)

Dalam bahasa sehari-hari, attachment merujuk kepada hubungan antara dua individu yang mempunyai perasaan yang kuat terhadap satu sama lain dan melakukan beberapa hal untuk melanjutkan hubungan tersebut. Dalam bahasa psikologi perkembangan, attachment sering terbatas pada hubungan antara figur sosial yang penting dan sebagian fenomena yang diperkirakan akan menghasilkan karakteristik yang unik dari hubungan. Dalam kasus ini, periode perkembangan masa kecil, figur sosial adalah bayi dan satu atau lebih orang dewasa yang mengasuhnya, dan fenomena ini adalah suatu ikatan (Bowlby, dalam Santrock 1998). Ringkasnya, attachment adalah sebuah ikatan emosional yang dekat antara bayi dan pengasuh (Santrock, 1998).

Penelitian Bowlby (1969, 1973) mengenai ibu dan bayi membawa dia kepada konsep attachment style, yaitu tingkat keamanan yang dirasakan individu dalam hubungan interpersonalnya.

2. Teori Attachment

Terdapat empat teori yang mempengaruhi attachment, yaitu

psychoanalytic theory, learning theory, cognitive-developmantal theory, dan

ethological theory. Penjelasannya mengenai teori tersebut adalah sebagai berikut (dalam Shaffer, 2005):

a. Psychoanalaytic theory : ”Saya mencintai kamu karena kamu memberi makan kepada saya”

Menurut Freud, bayi masih dalam tahap ”oral” dimana kepuasan diperolehnya dari mengisap objek yang dimasukkan ke mulut sehingga bayi akan tertarik kepada siapa saja yang dapat memberinya kepuasan oral. Karena biasanya ibu


(36)

yang memberikan kenikmatan oral kepada bayi melalui menyusui, maka hal tersebut logis jika Freud menyebutkan bahwa ibu akan menjadi objek primer bayi dalam menunjukkan perasaan aman dan kasih sayang karena ibu yang paling baik dalam menyusui mereka.

Erik Erikson juga percaya bahwa kegiatan menyusui yang dilakukan ibu akan mempengaruhi kekuatan perasaan aman yang ditunjukkan bayi melalui

attachment bayinya. Erikson mengatakan bahwa keseluruhan respon yang diberikan ibu kepada bayinya lebih penting daripada kegiatan menyusui itu sendiri. Menurut Erikson, seorang pengasuh yang konsisten dalam merespon kebutuhan bayi akan mengembangkan perasaan trust kepada orang lain, sedangkan pengasuh yang tidak responsif dan tidak konsisten akan menimbulkan perasaan mistrust. Erikson juga menambahkan bahwa anak-anak yang belajar untuk tidak trust kepada pengasuhnya selama masa bayi akan menghindari atau akan menjadi ragu-ragu dalam membangun hubungan yang harus saling mempercayai (close mutual-trust relationship) sepanjang hidupnya.

b. Learning theory : ”Pemberian reward mengarah kepada rasa cinta”

Para ahli teori learning berasumsi bahwa bayi akan attached terhadap seseorang yang memberi mereka makan dan memuaskan kebutuhannya. Menyusui dipandang sebagai hal yang penting karena dua alasan. Pertama, karena hal tersebut dapat menimbulkan respon positif dari bayi (seperti tersenyum) yang akan meningkatkan kasih sayang terhadap bayi. Kedua, menyusui adalah kesempatan bagi ibu untuk memberikan kenyamanan kepada


(37)

bayi seperti memberi makanan, kehangatan, sentuhan kasih sayang, kelembutan. Bayi mulai menghubungkan ibunya dengan sensasi yang menyenangkan, sehingga ibunya menjadi barang yang berharga baginya. Ketika sang ibu memperoleh status sebagai secondary reinforcer, maka bayi akan attach dengan ibunya sehingga bayi akan melakukan apapun (seperti tersenyum, bergumam, atau mengikuti) untuk menarik perhatian dari individu yang dianggap penting baginya.

c. Cognitive-Developmental theory : ” Untuk mencintai kamu, saya harus tahu kalau kamu ada di sana”

Teori cognitive-developmental jarang membahas orang dewasa seperti apa yang akan menarik bagi bayi, tapi teori cognitive-developmantal

mengingatkan akan pentingnya karakter perkembangan dalam membentuk

attachment karena hal ini tergantung pada tingkat perkembangan kognitif bayi. Sebelum terbentuknya attachment, bayi harus mampu membedakan orang yang dikenal dengan orang asing. Bayi juga harus mengetahui bahwa ibunya mempunyai ”permanence” terhadap dirinya, karena akan sulit untuk membentuk hubungan yang stabil dengan seseorang jika dia merasa orang tersebut tidak ada untuknya. Itulah sebabnya attachment pertama kali tebentuk pada usia 7 sampai 9 bulan dimana bayi telah memasuki tahap keempat dari sensori motorik berdasakan teori Piaget, yaitu tahap dimana bayi mulai mencari objek yang disembunyikan dari mereka.

Dalam percobaan yang dilakukan Barry Lester, ditemukan bahwa bayi usia 9 bulan yang mempunyai skor lebih tinggi dalam object permanence


(38)

dimana mereka melakukan protes ketika mereka dipisah dari ibu mereka, sedangkan anak dengan usia yang sama tapi skor object permanence yang lebih rendah tidak melakukan tidakan protes apapun ketika mereka dipisahkan dari siapapun. Kelihatannya hanya anak usia 9 bulan yang matang secara kognitif mempunyai kebutuhan akan attachment primer dengan ibunya.

d. Ethological theory : “ Mungkin saya lahir untuk dicintai”

Ahli etiologi lebih tertarik pada penekanan emotional attachment sebagai awal dari perkembangan. Asumsi utama dari pendekatan etiologi bahwa semua spesies, termasuk manusia dilahirkan dengan kecenderungan perilaku bawaan yang akan berkontribusi dalam kelangsungan hidupnya dari evolusi. Bowlby yang mendukung teori psikoanalitik Freudian yang percaya bahwa perilaku yang dibawa sejak lahir didesain untuk membentuk attachment antara bayi dengan pengasuhnya. Dikatakan bahwa hubungan attachment bersifat adaptif, memberikan perlindungan kepada bayi dan memenuhi kebutuhannya. Ahli etiologi berpendapat bahwa tujuan jangka panjang dari adanya attachment

primer adalah untuk mempertahankan generasi selanjutnya untuk bertahan hidup, mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya.

3. Jenis-jenis Attachment

Walaupun attachment terhadap pengasuh meningkat pada pertengahan tahun pertama, kelihatannya beberapa bayi mempunyai pengalaman attachment

yang lebih positif. Mary Ainsworth berpikiran demikian juga dan mengatakan, dalam secure attachment, bayi menggunakan pengasuhnya, biasanya ibunya, sebagai dasar yang aman untuk menjelajahi lingkungan. Ainsworth percaya


(39)

bahwa secure attachment pada tahun pertama kehidupan menyediakan fondasi penting untuk perkembangan psikososial dalam kehidupan selanjutnya. Sensitifitas pengasuh terhadap tanda-tanda yang ditunjukkan bayi meningkatkan

secure attachment. Bayi yang merasakan ikatan yang aman dapat pergi meninggalkan ibunya dengan bebas tapi tetap memperhatikan keberadaan ibunya hanya dengan memandang sekilas. Bayi yang merasakan ikatan yang aman akan merespon positif apabila digendong oleh orang lain dan ketika diletakkan kembali, dan akan kembali bermain dengan bebas. Pada bayi yang merasakan ikatan yang tidak aman akan menghindar dari ibunya atau akan merasakan perasaan yang bertentangan terhadap ibunya, merasa asing, dan marah karena perpisahan yang sebentar setiap harinya. (Santrock, 1998).

Mary Ainsworth bekerja sama dengan Bowlby menemukan bahwa kualitas

attachment akan mempengaruhi perkembangan anak. Maka Ainsworth melakukan observasi alami dengan mengembangkan struktur tertentu untuk mengukur perilaku attachment menggunakan strange situation, yaitu prosedur dimana pengalaman anak pada serangkaian perpisahan dan pertemuan dengan pengasuhnya dan reaksi anak diamati (dalam Kaplan, 2000).

Strange situation yang dikembangkan Mary Ainsworth, bayi dapat dikategorikan menjadi tiga kategori berdasarkan perilaku yang diamati. Kemudian, muncul kategori keempat dari perilaku yang teramati. Berikut adalah keempat kategori attachment (dalam Kaplan, 2000):


(40)

a. Secure attachment

Bayi yang diklasifikasikan sebagai securely attached jika bertemu dengan ibunya, mereka menyapa ibunya dengan positif, berusaha untuk mendekatkan diri pada saat bertemu, dan hanya menunjukkan beberapa perilaku negatif terhadap ibunya. Bayi yang secure menggunakan ibunya sebagai dasar yang aman untuk menjelajahi lingkungannya. Ketika ibunya meninggalkannya, bayi akan protes atau menangis, tapi ketika ibu kembali, bayi akan menyapa dengan penuh kesenangan, dan anak ingin digendong dan dekat dengan ibunya.

b. Anxious/avoidant attachment

Bayi yang diklasifikasikan dalam avoidant mengabaikan ibunya ketika ibunya memasuki ruangan pada saat reuni/bertemu kembali dan menghindar untuk melakukan kontak dengan ibunya. Mereka menjelajahi lingkungan tanpa menggunakan ibunya sebagai dasar untuk eksplorasi dan tidak peduli apakah ibunya ada atau tidak. Ketika ibunya meninggalkannya, anak tidak terpengaruh dan ketika ibunya kembali lagi, anak akan menghindari ibunya. Mereka tidak mau mengadakan kontak ketika sedang distress dan tidak mau dipegang.

c. Anxious /resistant attachment

Bayi yang diklasifikasikan sebagai resistant menunjukkan kecemasan yang hebat ketika memasuki ruangan sebelum sesi dimulai. Dari awal bayi memegang erat ibunya dan takut untuk menjelajahi ruangan dengan sendiri. Mereka sangat cemas akan perpisahan dan sering menangis secara berlebihan. Mereka menunjukkan sikap marah ketika bertemu dengan ibunya. Mereka


(41)

menjadi bingung antara mencari atau menghindar untuk mengadakan kontak dengan ibunya. Bayi ini mencari kontak dengan ibunya dan pada saat yang sama juga menolak orang tuanya karena kemarahan mereka kepada orang tuanya.

d. Anxious/disorganized-disoriented attachment

Kelompok yang keempat, bayi disorganized/disoriented menunjukkan banyak perilaku yang berbeda. Kadang-kadang mereka mendekati pengasuhnya, kemudian menunjukkan penghindaran atau tiba-tiba menangis. Bayi juga menunjukkan perilaku yang bertentangan pada saat yang sama, seperti mendekati orang tuanya tanpa melihat kepada orang tuanya. Ada yang menunjukkan ketakutan terhadap pengasuhnya. Mereka menunjukkan kebingungan, kuatir dan depresi. Banyak anak yang diabaikan dan disiksa yang menunjukkan perilaku ini. Bayi juga menunjukkan tingkat hormon tinggi yang mengindikasikan stress.

Pengukuran secure dan insecure attachment pada remaja dan orang dewasa umumnya menggunakan Adult Attachment Interview (AAI). Pengukuran ini mengukur ingatan individu mengenai hubungan attachment yang penting. Berdasarkan dari respon terhadap AAI, individu diklasifikasikan sebagai berikut (dalam Santrock, 2002):

a. Secure-autonomous, dimana koresponden merespon bahwa masa bayinya mengalami secure attachment.

b. Dismissing/avoidant attachment yaitu kategori insecure dimana individu tidak menekankan pentingnya attachment. Kategori ini berkaitan dengan


(42)

pengalaman penolakan yang konsisten dari pengasuhnya. Akibat yang mungkin terjadi dari dismissing/avoidant attachment adalah orang tua dan remaja saling menjauhi satu sama lain, dimana pengaruh orang tua terhadap remaja sedikit. Dismissing/avoidant attachment berhubungan dengan perilaku kekerasan dan agresif pada remaja.

c. Preoccupied/ambivalent attachment yaitu kategori insecure dimana remaja merasa pengalaman attachment-nya hypertuned (terlalu dijaga). Hal ini umumnya terjadi karena keberadaan orang tua tidak konsisten untuk remajanya. Hal ini akan memunculkan perilaku mencari attachment yang tinggi, bercampur dengan perasaan marah. Konflik antara orang tua dan remaja dalam tipe attachment ini dianggap berlebihan untuk kesehatan perkembangan.

d. Unresolved/disorganized attachment yaitu kategori insecure dimana remaja mempunyai ketakutan yang tinggi dan tidak jelas. Ini bisa disebabkan pengalaman traumatik karena kematian orang tua atau disiksa orang tua.

Berdasarkan konsep internal working model dari Bowlby maka Bartholomew menyatakan empat kategori tipe adult attachment berdasarkan dua dimensi yaitu working model of self (seperti seberapa berharganya dirinya) dan

working model of others (seperti seberapa besar orang lain dapat dipercaya).

Model of self (positif dan negatif) dan model of others (positif dan negatif) tersebut menciptakan empat jaringan sel. Seorang individu dapat dikategorikan ke dalam satu dari keempat kategori tersebut. Keempat kategori tersebut adalah:


(43)

dikarakteristikkan dengan adanya perasaan nyaman terhadap intimasi dan kebebasan dan mempunyai working model yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Individu yang dismissing menghindari intimasi dimana hal tersebut akan menjadi ancaman bagi dirinya dan kebebasannya. Mereka mempunyai

working model yang positif terhadap diri sendiri dan working model yang negatif terhadap orang lain. Individu yang preoccupied adalah orang yang cemas dan berpegang teguh dalam membentuk hubungan, asyik dengan hubungan yang terbentuk tersebut, dan mempunyai working model yang negatif terhadap diri sendiri dan working model yang positif terhadap orang lain. Individu yang fearful

menghindari intimasi dimana mereka takut akan disakiti oleh orang lain atau perasaan sakit karena ditinggal oleh seseorang. Mereka mempunyai working model yang negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Di bawah ini akan digambarkan adult attachment style dari Bartholomew (dalam Baron, 2006).


(44)

MODEL OF SELF

Positif Negatif

Positif

MODEL OF OTHER

Negatif

Gambar 1. Bartholomew’s Adult Attachment Style

Feeney, Noller, dan Hanrahan (dalam Stein, 2002) menciptakan

Attachment Style Questionnaire (ASQ) berdasarkan 4 cluster utama dari adult attachment yang terdiri dari 40 aitem pernyataan. Dalam ASQ terdapat lima subskala yaitu: confidence, discomfort with closeness, relationship as secondary,

need for approval, dan preoccupation with relationship. Pembagian subskala ini ke dalam cluster yaitu subskala confidence untuk mengukur secure attachment, subskala discomfort with closeness digunakan untuk mengukur fearful attachment, subskala relationship as secondary digunakan untuk mengukur dismissing attachment dan yang terakhir subskala need for approval dan preoccupation with relationship digunakan untuk mengukur preoccupied attachment.

SECURE

Nyaman dengan intimasi dan otonomi

PREOCCUPIED

Asyik dalam berhubungan

DISMISSING

Menolak intimasi

Menolak untuk tergantung pada orang lain

FEARFUL

Takut akan intimasi

Menghindari situasi sosial


(45)

4. Dampak Attachment

Erikson (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) percaya bahwa attachment

antara bayi dan orang tua pada hubungan sosial pertamanya akan menjadi dasar bagi semua hubungan sosial bayi nantinya. Bayi yang merasakan trust dan kasih sayang dari secure attachment akan berinteraksi dengan percaya diri dan sukses dengan teman sebayanya. Sebaliknya, jika bayi tidak berhasil dalam hubungan sosial pertamanya akan mengalami masalah dalam interaksi sosialnya.

Dugaan di atas diperkuat dengan penelitian yang hasilnya adalah sebagai berikut (dalam Kail & Cavanaugh, 2000):

a. Pada anak usia 11 tahun, teman baik lebih responsif satu sama lain (memberikan perhatian kepada satu sama lain), kurang dalam mengkritik teman dan lebih sering melakukan sesuatu hal bersama-sama.

b. Anak-anak prasekolah berperilaku dalam cara yang dianggap abnormal dimana tingkat permusuhannya berlebihan jika mereka memiliki disorganized attachment pada masa bayinya.

c. Pada saat kemah musim panas, anak usia 11 tahun yang mempunyai hubungan

secure attachment pada masa bayi akan menunjukkan kemampuan mereka yang lebih baik dan berinterksi lebih baik dengan teman sebayanya daripada anak yang insecure attachment.

Prototipe yang muncul adalah secure attachment memberikan interaksi sosial yang lebih sukses nantinya. Secure attachment memberikan trust dan percaya diri yang akan mengarahkan anak menjadi lebih terampil dalam interaksi sosialnya nanti (Thompson dalam Kail & Cavanaugh, 2000)


(46)

Attachment hanya merupakan awal dari banyak langkah sepanjang jalan perkembangan sosial. Bayi yang mempunyai secure attachment tidak selamanya buruk, tapi langkah yang salah ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial mereka (Kail & Cavanaugh, 2000).

C. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa.” Bangsa primitif memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. (Hurlock, 1999)

Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1999) dengan mengatakan

Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak…. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber….. Termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

Dalam masyarakat industrial modern, perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa ditandai dengan periode transisi panjang yang dikenal sebagai


(47)

masa remaja. Remaja umumnya ditandai dengan dimulainya pubertas, proses menuju ke kematangan seksual, atau kesuburan (kemampuan untuk bereproduksi). Masa remaja dimulai dari usia 11 atau12 tahun sampai akhir dari masa remaja atau awal usia dua puluhan, dan adanya perubahan yang saling bergantung dengan semua bidang perkembangan. Jadi, remaja adalah transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang memerlukan perubahan dalam fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 2004).

Masa remaja, menurut Mappiare (1982) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

2. Pembagian Fase Remaja

Setelah kita meninjau tahapan perkembangan individu secara umum sejak lahir, adalah bagaimana tahap-tahap perkembangan dalam periode remaja itu sendiri. Dari zaman Aristoteles sampai G.S. Hall nampak sudah ada kesepakatan tentang adanya kurun usia tertentu yang merupakan peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, tetapi bagaimana prosess itu terjadi dalam kurun usia termaksud belum ada penjelasannya. Untuk itu, salah satu penulis yang telah mencoba menerangkan tahap-tahap perkembangan dalam kurun usia remaja adalah Petro Blos (1962). Blos yang penganut aliran psikoanalisa berpendapat bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah usaha penyesuaian diri (coping), yaitu untuk secara aktif mengatasi “stress” dan mencari jalan keluar baru dari


(48)

berbagai masalah. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja:

a. Remaja awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.


(49)

c. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu:

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public).

Menurut Anna & Moretti, 2000, remaja dibagi dalam tiga episode usia yaitu:

a. Remaja awal yaitu usia 13 – 14 tahun b. Remaja tengah yaitu usia 15 – 18 tahun c. Remaja akhir yaitu usia 19 tahun

Dalam buku Child & Adolescent Development, Owens membagi usia remaja menjadi 3 (tiga) fase juga, yaitu:

a. Remaja awal yang dikarakteristikkan dengan masa pubertas dan perubahan fisik lainnya yang biasanya terjadi pada usia 10 sampai 13 tahun

b. Remaja tengah, dikarakteristikkan sebagai masa menyelesaikan isu identitas yang biasanya terjadi pada usia 14 sampai 16 tahun


(50)

c. Remaja akhir, ditandai dengan masa transisi ke dewasa dan biasanya terjadi pada usia 17 sampai 20 tahun.

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991) adalah berusaha:

1. Mampu menerima keadaan fisiknya

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis

4. Mencapai kemandirian emosional 5. Mencapai kemandirian ekonomi

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan unutk melakukan peran sebagai anggota masyarakat

7. Memahami dan mengintegrasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua

8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga 4. Ciri-ciri Masa Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya


(51)

dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara singkat di bawah ini

a. Masa remaja sebagai periode yang penting b. Masa remaja sebagai periode peralihan c. Masa remaja sebagai periode perubahan d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

D. HUBUNGAN ATTACHMENT TERHADAP PERSAHABATAN

Pada masa kanak-kanak awal, anak-anak telah membangun hubungan yang penting pada anggota keluarga dan berjalannya pertambahan usia, maka hubungan tersebut juga dibangun dengan teman sebayanya. Aspek dari hubungan teman sebaya anak-anak dan persahabatannya juga berkaitan dengan fungsi psikososialnya (Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004).

Proses hubungan antara orang tua dengan anak dan persahabatan bisa dihubungkan dengan fungsi psikososial dalam tiga cara. Pertama, hubungan tersebut bisa memberikan kontribusi yang mandiri dan unik sebagai hasilnya. Kedua, hubungan antara orang tua dengan anak dapat menjadi dasar dalam pembentukan persahabatan, yang berkaitan dengan penyesuaian psikososial. Ketiga, hubungan antara orang tua dan anak dapat dilihat dari kualitas


(52)

persahabatan. Menurut Bowlby (dalam Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004), penyesuaian pada beberapa tahapan kehidupan adalah hasil interaksi individu pada masa sebelumnya dan kaitannya terhadap hubungan sekarang dengan lingkungan yang lebih luas. Seperti halnya hubungan awal antara orang tua dengan anak dan pengalaman bersahabat akan berinteraksi satu sama lain dan akan mempengaruhi fungsi psikososial pada tahapan kehidupan selanjutnya.

Aspek dari hubungan awal antara orang tua dengan anak, yaitu secure attachment digunakan untuk memprediksi kompetensi dalam membentuk persahabatan yang dekat pada anak usia 10 tahun. Anak yang mempunyai hubungan awal positif dengan orang tuanya akan mempunyai teman dekat pada usia 10 tahun (Freitag, Belsky, Grossmann, Grossmann, & Scheurer-Englisch, dalam Rubin, dkk 2004). Attachment antara ibu dan bayi juga dapat memprediksi kualitas persahabatan yang positif pada usia 5 tahun (Elicker dkk, Krollmann & Krappmann; Park & Waters, dalam Rubin, dkk 2004). Selain itu, attachment yang aman pada masa kanak-kanak akhir dan awal remaja berhubungan positif dengan jumlah persahabatan yang dimiliki anak di dalam kelas (Kerns dkk, dalam Rubin, dkk 2004) serta kualitas positif dari hubungan dengan teman sebaya yang dekat (Lieberman, Doyle, & Markiewicz, dalam Rubin, dkk 2004).

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan teori dan masalah yang peneliti uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesa sebagai berikut:


(53)

2. Terdapat pengaruh fearful attachment terhadap kualitas persahabatan 3. Terdapat pengaruh dismissing attachment terhadap kualitas persahabatan 4. Terdapat pengaruh preoccupied attachment terhadap kualitas persahabatan


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengukur pengaruh attachment style

antara remaja dengan orang tua terhadap persahabatan yang dibina oleh remaja. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti merasa perlu untuk mengidentifikasi variabel yang akan diteliti, definisi operasional dari variabel tersebut, memaparkan populasi dan sampel yang akan diikutsertakan dalam penelitian, alat ukur yang akan digunakan dan metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel terikat : Kualitas Persahabatan

2. Variabel bebas : Attachment Style yang terdiri dari: a. Secure Attachment

b. Fearful Attachment

c. Dismissing Attachment

d. Preoccupied Attachment

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN


(55)

keamanan, kesetiaan, pengertian, penerimaan, komitmen, dan perasaan saling suka.

2. Attachment style adalah afeksi yang kuat yang ditujukan pada orang tertentu (figur lekat, dalam hal ini orang tua), bersifat resiprokal, dan relatif bertahan secara terus menerus, yang ditandai dengan keinginan untuk memelihara kedekatan hubungan dengan orang tersebut, yang terdiri atas empat

attachment style, yaitu secure, dismissing, preoccupied dan fearful.

Secure attachment adalah attachment style dengan karakteristik anak yang memandang dirinya positif, dimana dia adalah individu yang berharga, dicintai, disayang dan juga dia memandang orang lain itu dapat diandalkan ketika dibutuhkan, dapat dipercaya. Individu yang secure tidak khawatir akan kedekatan yang terbentuk dengan orang lain dan dia juga tidak khawatir kalau orang lain akan meninggalkannya.

Fearful attachment adalah attachment style dengan karakteristik anak yang takut dekat dengan orang lain, takut untuk terlibat dalam situasi yang banyak orang. Dia merasa orang lain tidak bisa diandalkan dan juga merasa dirinya bukanlah orang yang berharga.

Dismissing attachment adalah attachment style dengan karakteristik anak menolak untuk terlibat dalam hubungan yang lebih dekat dengan orang lain, menolak untuk tergantung pada orang lain. Anak ini merasa orang lain tidak bisa diandalkan sehingga dia harus mengandalkan dirinya sendiri.


(56)

Preoccupied attachment adalah attachment style dengan karakteristik anak yang suka dalam membangun hubungan dengan orang lain. Anak ini sangat tergantung pada orang lain tetapi dia merasa bahwa dirinya tidak berharga.

C. POPULASI

Menurut Hasan (2002), populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang akan diteliti. Objek atau nilai yang akan diteliti dalam populasi disebut unit analisis atau elemen populasi. Unit analisis dapat berupa orang, perusahaan, media, dan sebagainya. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja tepatnya remaja awal yang berusia 13-14 tahun.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Proses penyusunan instrumen disebut instrumentasi atau instrumentation.

Menurut Issac dan Micheal (dalam Danim, 2007) instrumentation is the process of selecting or developing measuring devices and method appropriate to give evaluation problem. Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.

1. Metode Skala

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 1999).


(57)

Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu:

a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan

b. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item, maka skala psikologi selalu banyak berisi item-item c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua

jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda dinterpretasikan secara berbeda pula.

Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada laporan–laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dikatakan oleh subjek tentang kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan–pernyataan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala kualitas persahabatan dan skala attachment style.

2. Skala Persahabatan

Skala persahabatan pada remaja disusun berdasarkan kualitas persahabatan, yaitu sebagai berikut:


(58)

a. Companionship

Menghabiskan waktu bersama antar sahabat.

b. Conflict

Seseorang berselisih dan berargumen dengan temannya, mereka merasa jengkel satu sama lain dan ada ketidaksepakatan dalam hubungan persahabatan mereka.

c. Help/aid

Saling membantu, menolong dan melindungi.

d. Security

Kepercayaan bahwa mereka dapat mempercayai, bersandar pada temannya.

e. Closeness

Perasaan kasih sayang atau pengalaman spesial yang dialami olah seseorang dengan temannya dan memperkuat ikatan orang tersebut dengan temannya.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

favorable dan unfavorable, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk item yang favorable, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk item yang unfavorable pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin positif kualitas persahabatan yang dimilki oleh remaja tersebut. Dan sebaliknya, apabila


(59)

semakin rendah skor jawaban berarti semakin negatif kualitas persahabatan yang dimilki oleh remaja tersebut.

Tabel 1. Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sebelum Uji Coba

No Item Komponen

Favorable Unfavorable Total

Companionship 1, 2, 11, 30, 39, 40 12, 21, 22, 31 10 Conflict 3, 14, 23, 24, 32, 33, 41,

42 4, 13 10

Help/aid 5, 6, 16, 25, 34 15, 43 7

Security 7, 8, 17, 18, 27 26, 35, 36, 44 9 Closeness 9, 10, 19, 20, 29, 37, 38,

45, 46 28 10

Total 33 13 46

3. Skala Attachment

Skala attachment yang akan digunakan dalam penelitian adalah

Attachment Style Questionnaire dari Feeney, Noller, dan Hanrahan (dalam Carter, 2006) yang terdiri dari 5 subskala yaitu confidence, discomfort with closeness,


(60)

Tabel 2. Subskala Attachment Style Questionnaire, Feeney dkk (versi asli)

No. Subskala Aitem

1. Confidence a. Overall I am a worthwhile person

b. I am easier to get to know than most people

c. I fell confident that other people will be there for me when I need them

d. I find it relatively easy to get close to other people

e. I feel confident about relating to others

f. If something is bothering me, others are generally aware and concerned

g. I am confident that other people will like and respect me

h. I often worry that I do not really fit in with other people

2. Discomfort a. I prefer to depend on myself rather than other people

b. I prefer to keep to myself

c. I find it hard to trust other people

d. I find it difficult to depend on others

e. I find it easy to trust others

f. I feel comfortable depending on other people

g. I worry about people getting too close


(61)

i. While I want to get close to others, I feel uneasy about it

j. Other people have their own problems, so I don’t bother them with mine

3. Relationship as secondary

a. To ask for help is to admit that you’re a failure b. People’s worth should be judged by what they

achieve

c. Achieving things is more important than building relationships

d. Doing your best is more important than getting on with others

e. If you’ve got a job to do, you should do it no matter who gets hurt

f. My relationships with others are generally superficial

g. I am too busy with other activities to put much time into relationships

4. Need for approval a. It’s important to me that others like me

b. It’s important to me to avoid doing things that others won’t like

c. I find it hard to make a decision unless I know what other people think


(1)

LAMPIRAN 6


(2)

Regression Secure Attachment dengan Kualitas

Persahabatan

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 secure

attachment (a)

. Enter a All requested variables entered.

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,288(a) ,083 ,078 4,178 a Predictors: (Constant), secure attachment

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Regression 289,652 1 289,652 16,597 ,000(a) Residual 3193,732 183 17,452

1

Total 3483,384 184 a Predictors: (Constant), secure attachment

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. Model B Std. Error Beta B Std. Error

(Constant) 42,747 2,117 20,192 ,000 1

secure

attachment ,439 ,108 ,288 4,074 ,000 a Dependent Variable: kualitas persahabatan


(3)

Regression Fearful Attachment dengan Kualitas

Persahabatan

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 fearful

attachment (a)

. Enter a All requested variables entered.

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,333(a) ,111 ,106 4,114 a Predictors: (Constant), fearful attachment

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Regression 386,126 1 386,126 22,814 ,000(a) Residual 3097,258 183 16,925

1

Total 3483,384 184 a Predictors: (Constant), fearful attachment

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. Model B Std. Error Beta B Std. Error

(Constant) 42,620 1,838 23,183 ,000 1

fearful

attachment ,579 ,121 ,333 4,776 ,000 a Dependent Variable: kualitas persahabatan


(4)

Regression Dismissing Attachment dengan Kualitas

Persahabatan

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 dismissing

attachment (a)

. Enter a All requested variables entered.

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,224(a) ,050 ,045 4,252 a Predictors: (Constant), dismissing attachment

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Regression 174,059 1 174,059 9,625 ,002(a) Residual 3309,325 183 18,084

1

Total 3483,384 184 a Predictors: (Constant), dismissing attachment

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. Model B Std. Error Beta B Std. Error

(Constant) 45,362 1,933 23,463 ,000 1

dismissing

attachment ,439 ,142 ,224 3,102 ,002 a Dependent Variable: kualitas persahabatan


(5)

Regression Preoccupied Attachment dengan Kualitas

Persahabatan

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 preoccupied

attachment (a)

. Enter a All requested variables entered.

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,264(a) ,070 ,065 4,208 a Predictors: (Constant), preoccupied attachment

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. Regression 242,908 1 242,908 13,718 ,000(a) Residual 3240,475 183 17,708

1

Total 3483,384 184 a Predictors: (Constant), preoccupied attachment

b Dependent Variable: kualitas persahabatan

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. Model B Std. Error Beta B Std. Error

(Constant) 44,028 1,983 22,208 ,000 1

preoccupied

attacment ,273 ,074 ,264 3,704 ,000 a Dependent Variable: kualitas persahabatan


(6)

LAMPIRAN 7