Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita serta Peran Bidan Desa terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA SERTA PERAN BIDAN DESA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN

T E S I S

Oleh

PAOLA NETSY PURBA 097032071/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA SERTA PERAN BIDAN DESA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

PAOLA NETSY PURBA 097032071/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA SERTA PERAN BIDAN DESA

TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOSAR

MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN Nama Mahasiswa : Paola Netsy Purba

Nomor Induk Mahasiswa : 097032071

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (

Ketua Anggota

dr. Heldy BZ, M.P.H)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si 3. Umi Salmah, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA SERTA PERAN BIDAN DESA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2011

PAOLA NESTY PURBA


(6)

ABSTRAK

Posyandu merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan kesehatan masyarakat sebagai perpanjangan tangan puskesmas dalam memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Rendahnya pemanfaatan Posyandu Puskesmas Bosar Maligas terkait dengan kurangnya pengetahuan dan sikap ibu yang mempunyai balita tentang posyandu serta bidan desa yang kurang berperan dalam kegiatan posyandu.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan ibu balita, sikap ibu balita dan peran bidan desa terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas sebanyak 2.459 orang. Sampel sebanyak 108 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang posyandu, sikap ibu yang mempunyai balita tentang posyandu serta peran bidan desa dalam pelaksanaan kegiatan posyandu berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas.Variabel yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu adalah variabel peran bidan desa dengan nilai koefisien (B) = 0,817.

Disarankan kepada Kepala Puskesmas Bosar Maligas melalui Bidan Koordinator harus dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan bidan desa serta kewajiban kepada bidan desa untuk hadir setiap penyelenggaraan posyandu sehingga bidan desa bersedia dan mampu meningkatkan pengetahuan ibu balita yang pada akhirnya akan merubah sikap ibu balita untuk memanfaatkan posyandu.


(7)

ABSTRACT

The use of posyandu (integrated service post) in Indonesia is inadequate. This similar condition also occurred at posyandu at the working area of Bosar Maligas Public Health Center, Simalungun District, where the average coverage of services at posyandu was 77.9%. The inadequate use of posyandu was assumed to be related to the lack of knowledge and attitude of mothers who had children under five years old in the role of posyandu and the village midwives in the activities at posyandu.

The aim of this research was to analyze the influences of the knowledge and attitude of mothers who had children under five years old and the role of midwives in the use of posyandu at the working area of Bosar Maligas Public Health Center. The type of the research was an explanatory survey. The population of the research was 2,459 mothers who had children under five years old and lived at the working area of Bosar Maligas Public Health Center. 108 of them were used as the samples which were collected by using simple random sampling technique. The data were obtained by conducting interviews using questionnaires and analyzed by using multiple regression test at α = 5%.

The results of the research showed that statistically the knowledge and attitude of mothers who had children under five years old in posyandu and the role of village midwives in the implementation of the activities at posyandu influenced the use of posyandu at the working area of Bosar Maligas Public Health Center. The most significant variable which influenced the use of posyandu was the variable of the role of the village midwives with the coefficient value of (B) = 0.817.

It is recommended that the Head of Bosar Maligas Public Health Center, through midwife coordinator, should increase the motivation, the skills, and the obligation of village midwives so that they can be present in each activity at posyandu. It is also recommended that the village midwives should give health counseling and services so that they will be able to increase the knowledge of mothers who have children under five years old and will eventually change the attitude of mothers who have children under five years old in using posyandu.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini. Adapun judul penelitian ini adalah "Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita serta Peran Bidan Desa terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Penguji I.


(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Umi Salmah, S.K.M, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

saran dan masukan serta arahan untuk kesempurnaan proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

7. Bupati Kabupaten Simalungun yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun beserta seluruh staf yang telah memberikan dukungan selama melanjutkan studi pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara

9. Kepala Puskesmas Bosar Maligas beserta seluruh staf yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

10.Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan


(10)

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

11. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda dan Ibunda atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

12.Teristimewa buat suami tercinta A. Marpaung, S.H dan anak-anakku tersayang: Ichtus Marpaung dan Abednego Marpaung, serta seluruh keluarga yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2011 Penulis

PAOLA NESTY PURBA 097032071/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Paola Netsy Purba, lahir pada tanggal 07 Januari 1972 di Pematang Siantar Kabupaten Simalungun. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Tongku Alim Purba dan Ibunda Frida Siregar.

Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Cinta Rakyat Perdagangan, selesai Tahun 1983; Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Perdagangan, selesai Tahun 1986, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Medan selesai tahun 1989; Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia Medan, selesai Tahun 2001. Mulai bekerja sebagai Dokter PTT di Puskesmas Sumber Jaya, Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat dari tahun 2001 sampai tahun 2002, Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Hutumuri Kecamatan Teluk Ambon Baguala Kota Ambon tahun 2002 sampai tahun 2005, tahun 2006 sampai dengan sekarang Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Bosar Maligas Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tahun 2009 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2011.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Posyandu ... 11

2.1.1 Pengertian Posyandu ... 11

2.1.2 Sistem Pelayanan Terpadu ... 12

2.1.3 Fungsi Manajemen Posyandu ... 13

2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu (Sistem Lima Meja) ... 19

2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu ... 20

2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu ... 21

2.2 Epidemiologi Gizi dalam Program Posyandu ... 24

2.3 Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 28

2.4 Pengetahuan ... 29

2.5 Sikap ... 31

2.6 Peran Bidan Desa dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu... 33

2.7 Landasan Teori ... 36

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 38

3.2.2 Waktu Penelitian ... 38


(13)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1 Data Primer ... 42

3.4.2 Data Sekunder ... 43

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.6 Metode Pengukuran ... 45

3.7 Metode Analisis Data ... 46

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

4.2 Identitas Responden ... 48

4.3 Identitas Balita ... 49

4.4 Pengetahuan ... 51

4.5 Sikap ... 52

4.6 Peran Bidan Desa ... 54

4.7 Pemanfaatan Posyandu ... 57

4.8 Analisis Bivariat ... 58

4.9 Analisis Multivariat ... 60

BAB 5. PEMBAHASAN ... 63

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 63

5.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 67

5.3 Pengaruh Peran Bidan Desa terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1 Kesimpulan ... 77

6.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Bosar Maligas Januari –Desember 2010 ... 7 3.1. Distribusi Sampel menurut Posyandu ... 40 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 45 4.1. Distribusi Jenis Tenaga di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas

Tahun 2011 ... 48 4.2. Distribusi Identitas Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar

Maligas ... 49 4.3. Distribusi Identitas Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas .... 50 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah Kerja

Puskesmas Bosar Maligas ... 52 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Wilayah

Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 52 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas

Bosar Maligas ... 54 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap di Wilayah Kerja

Puskesmas Bosar Maligas ... 54 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Bidan Desa di Wilayah Kerja

Puskesmas Bosar Maligas ... 56 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Peran Bidan Desa

di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 56 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah

Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 57 4.11. Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja


(15)

4.12. Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 59 4.13. Hubungan Peran Bidan Desa dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah

Kerja Puskesmas Bosar Maligas ... 60 4.14. Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda ... 60


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. ... 36 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 37


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 83

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 87

3. Uji Univariat ... 90

4. Uji Bivariat ... 95

5 Uji Multivariat ... 98

6. Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Bosar Maligas ... 99


(18)

ABSTRAK

Posyandu merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan kesehatan masyarakat sebagai perpanjangan tangan puskesmas dalam memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Rendahnya pemanfaatan Posyandu Puskesmas Bosar Maligas terkait dengan kurangnya pengetahuan dan sikap ibu yang mempunyai balita tentang posyandu serta bidan desa yang kurang berperan dalam kegiatan posyandu.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan ibu balita, sikap ibu balita dan peran bidan desa terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas sebanyak 2.459 orang. Sampel sebanyak 108 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang posyandu, sikap ibu yang mempunyai balita tentang posyandu serta peran bidan desa dalam pelaksanaan kegiatan posyandu berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas.Variabel yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu adalah variabel peran bidan desa dengan nilai koefisien (B) = 0,817.

Disarankan kepada Kepala Puskesmas Bosar Maligas melalui Bidan Koordinator harus dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan bidan desa serta kewajiban kepada bidan desa untuk hadir setiap penyelenggaraan posyandu sehingga bidan desa bersedia dan mampu meningkatkan pengetahuan ibu balita yang pada akhirnya akan merubah sikap ibu balita untuk memanfaatkan posyandu.


(19)

ABSTRACT

The use of posyandu (integrated service post) in Indonesia is inadequate. This similar condition also occurred at posyandu at the working area of Bosar Maligas Public Health Center, Simalungun District, where the average coverage of services at posyandu was 77.9%. The inadequate use of posyandu was assumed to be related to the lack of knowledge and attitude of mothers who had children under five years old in the role of posyandu and the village midwives in the activities at posyandu.

The aim of this research was to analyze the influences of the knowledge and attitude of mothers who had children under five years old and the role of midwives in the use of posyandu at the working area of Bosar Maligas Public Health Center. The type of the research was an explanatory survey. The population of the research was 2,459 mothers who had children under five years old and lived at the working area of Bosar Maligas Public Health Center. 108 of them were used as the samples which were collected by using simple random sampling technique. The data were obtained by conducting interviews using questionnaires and analyzed by using multiple regression test at α = 5%.

The results of the research showed that statistically the knowledge and attitude of mothers who had children under five years old in posyandu and the role of village midwives in the implementation of the activities at posyandu influenced the use of posyandu at the working area of Bosar Maligas Public Health Center. The most significant variable which influenced the use of posyandu was the variable of the role of the village midwives with the coefficient value of (B) = 0.817.

It is recommended that the Head of Bosar Maligas Public Health Center, through midwife coordinator, should increase the motivation, the skills, and the obligation of village midwives so that they can be present in each activity at posyandu. It is also recommended that the village midwives should give health counseling and services so that they will be able to increase the knowledge of mothers who have children under five years old and will eventually change the attitude of mothers who have children under five years old in using posyandu.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2015 bertujuan mewujudkan visi “masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan” memberi penekanan pada pencapaian sasaran prioritas nasional melalui perhatian pada dinamika epidemiologi penyakit. Epidemiologi gizi sebagai bagian dari ruang lingkup epidemiologi secara umum merupakan salah upaya deteksi dini terhadap masalah kesehatan yang diakibatkan faktor gizi.

Kasus gizi kurang dan gizi buruk terutama pada anak balita merupakan masalah yang sulit ditanggulangi. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah melalui puskesmas membuat suatu program pemantauan pertumbuhan dan perkembangan serta menanggulangi penyakit menular dan penyakit tidak menular pada balita yang disebut dengan posyandu.

Posyandu merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan kesehatan masyarakat sebagai perpanjangan tangan puskesmas dalam memberikan pelayanan secara terpadu. Sebagai wadah peran serta masyarakat, posyandu menyelenggarakan sistem kegiatan pelayanan dasar, peningkatan kualitas manusia, pemerataan pelayanan bidang kesehatan melalui kegiatan pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan ibu dan anak (Depkes RI, 2005).


(21)

Menurut Depkes RI (2007), posyandu bertujuan memberdayakan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu, keluarga serta lingkungannya secara mandiri dengan mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM). Posyandu merupakan salah satu UKBM yang sudah sangat luas dikenal di masyarakat dan telah masuk dalam bagian keseharian kehidupan sosial di pedesaan maupun perkotaan.

Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan dari, untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2007).

Posyandu merupakan bagian dari pembangunan kesehatan yang diprogramkan oleh pemerintah dimana sasarannya adalah pembangunan kesehatan untuk mencapai keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang dilaksanakan oleh keluarga, bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan setempat. Program posyandu dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat, maka diharapkan masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan, memanfaatkan dan mengembangkan Posyandu sebaik-baiknya (Depkes RI, 2006).


(22)

Konsep pelayanan posyandu adalah dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan setempat dengan menggunakan prinsip lima meja, yaitu dari pendaftaran, penimbangan bayi dan anak, pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS), penyuluhan gizi terutama pada anak dengan berat badan jauh dibawah berat badan seharusnya dan kelainan klinis, ibu hamil, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta pelayanan tenaga profesional meliputi pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, dan pengobatan seperti pemberian obat-obatan, vitamin A, tablet zat besi (Fe) atau pemberian rujukan ke puskesmas dan rumah sakit jika ditemukan kasus-kasus luar biasa (Depkes RI, 2005).

Kesehatan balita yang dipantau di posyandu lebih ditujukan untuk memantau pertumbuhan (growth monitoring) yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) dan teratur untuk mengidentifikasi secara dini bila ada gangguan keseimbangan gizi pada bayi dan balita. Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan penting dalam rangka kewaspadaan gizi yang akan berdampak terhadap status kesehatan bayi dan balita (Depkes RI, 2009).

Gizi kurang tahun 2005 pada anak balita sekitar 19,24 % dan gizi buruk sekitar 8,8 %. Gizi buruk atau gizi kurang yang dialami oleh anak akan membawa dampak yang negatif terhadap status kesehatannya (Depkes RI, 2006).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan memiliki tiga faktor yang berperan, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan. Menurut Anderson dalam Notoatmodjo (2005), perilaku seseorang memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu.


(23)

Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors) dan faktor kebutuhan (need factors).

Menurut The International Conference on Environmental Threats to the Health of Children bahwa populasi balita dari seluruh populasi penduduk di dunia sekitar 10%, dan lebih dari 40% jenis penyakit yang ada potensial terjadi pada balita. Tetapi, sampai saat ini tidak ada usaha spesifik yang dilakukan untuk mengaitkan bahaya lingkungan tertentu mana yang memengaruhi penyakit pada balita. WHO membentuk Satuan Tugas untuk Perlindungan Lingkungan Anak (Task Force for the Protection of Children’s Environmental Health) (WHO, 2009).

Anak balita di Indonesia berjumlah sekitar 1 juta atau sekitar 28% dari seluruh penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan besarnya sasaran yang harus dicakup dalam pelayanan posyandu, namun yang karena kegiatan posyandu mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu alasan dilakukannya revitalisasi posyandu (Depkes RI, 2007).

Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan pemanfaatan posyandu di Indonesia cukup baik untuk balita terutama sampai usia 2 tahun dengan integrasi imunisasi. Aktivitas selanjutnya sampai usia 5 tahun, cakupan program atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi, mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80%.

Pemantauan pertumbuhan yang dilakukan rutin setiap bulan di posyandu, jika diamati partisipasi ibu balita masih sangat rendah berkisar antara 1-5%. Cakupan program perbaikan gizi pada umumnya rendah, banyak Posyandu yang tidak


(24)

berfungsi dan pemantauan pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar 30% dari jumlah balita yang ada.

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan untuk Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2008) tentang indikator kualitas pemanfaatan posyandu diukur dari tingkat kunjungan. Tingkat kunjungan secara kumulatif mencapai 90% atau lebih dianggap baik dan kurang dari 90% dianggap belum baik pemanfaatannya.

Fenomena rendahnya pemanfaatan posyandu ditemukan Napitupulu (2003), yang melakukan penelitian tentang analisis pelaksanaan tugas bidan di desa

sehubungan dengan penyelenggaraan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Karo Tahun 2003

Penelitian Widiastuti dan Kristiani (2006), tentang pemanfaatan pelayanan posyandu di Kota Denpasar, menemukan bahwa dari 432 buah posyandu yang ada di Kota Denpasar tingkat partisipasi masyarakat untuk datang ke posyandu (D/S) hanya 73,13% dari target sebesar 77,50% dan tingkat pencapaian program penimbangan (N/D) hanya mencapai 63.76% dari target sebesar 76,60%. Petugas kesehatan yang paling berperan dalam kegiatan posyandu adalah bidan, perawat atau petugas kesehatan lainnya yang menjadi pembina posyandu.

. Kesimpulan penelitian bahwa kegiatan KIA di Posyandu hanya 19,9%, padahal kebutuhan bidan di desa telah terpenuhi, namun

cakupan program kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Karo tahun 2003 masih rendah.

Peningkatan program posyandu di Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan melalui Surat Keputusan GUBSU No. 411/600 tanggal 4 Februari 2005 perihal


(25)

Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu. Surat Keputusan tersebut mengacu kepada Surat Mendagri No. 411.4/3105/SJ tanggal 2 Desember 2004 tentang Pokjanal Posyandu.

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan pencapaian program posyandu yang rendah. Salah satu Puskesmas di Kabupaten Simalungun, yaitu Puskesmas Bosar Maligas memiliki permasalahan dalam promosi kesehatan, yaitu rendahnya pemanfaatan Posyandu Balita. Berdasarkan survei awal di Puskesmas Bosar Maligas, ditemui kader yang aktif hanya 210 orang dari 365 orang kader Posyandu dengan jumlah Posyandu sebanyak 73 unit (Tingkat Madya 30 unit, Purnama 38 unit dan Mandiri 5 unit). Keaktifan bidan desa dalam melakukan penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan kinerja Posyandu yang berimbas kepada rendahnya cakupan pelayanan Posyandu Balita.

Cakupan pelayanan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun berdasarkan hasil penimbangan Balita bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2010. Kinerja Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas Januari–Desember 2010 belum sesuai dengan target yang ditetapkan, yaitu 90%. Demikian juga dengan persentase cakupan pelayanan, seluruh balita yang ada belum mendapat kartu (K/S), bayi yang mempunyai kartu belum seluruhnya ditimbang di Posyandu (D/K), seperti pada Tabel 1.1.


(26)

Tabel 1.1 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Bosar Maligas Januari–Desember 2010

Bulan Orang Persentase (%)

S K D N N/S K/S D/K N/D D/S

Januari 2725 2412 2011 1386 68,91 88,51 83,37 93,38 73,79 Pebruari 2728 2573 2168 1602 73,90 94,31 84,25 92,98 79,47 Maret 2730 2582 2283 1658 72,64 94,57 88,41 94,78 83,62 April 2942 2614 2228 1561 70,08 88,85 85,23 92,54 75,73

Mei 2954 2623 2328 1704 73,20 88,79 88,75 78,81 75,73

Juni 2952 2619 2327 1638 70,39 88,72 88,85 78,83 78,81 Juli 2961 2621 2323 1656 71,29 88,52 88,63 78,45 78,83 Agustus 2975 2615 2310 1618 70,04 87,90 88,34 77,65 78,45 September 2979 2610 2300 1622 70,52 87,61 88,12 77,21 77,65 Oktober 2983 2630 2331 1642 70,44 88,17 88,63 78,14 77,21 November 2996 2642 2314 1621 70,05 88,18 87,59 77,24 78,14 Desember 3028 2655 2293 1669 72,79 87,68 86,37 75,73 77,24 Sumber: Puskesmas Bosar Maligas, 2010

Keterangan:

S = Seluruh Balita

K = Jumlah Balita yang mempunyai KMS

D = Jumlah Balita yang ditimbang di Posyandu

N/S = Jumlah Balita yang naik berat badannya/seluruh Balita K/S = Jumlah Balita yang mempunyai KMS/seluruh Balita

N/D = Jumlah Balita yang naik berat badannya /Balita yang ditimbang D/S = Jumlah Balita yang ditimbang / seluruh Balita

Survei awal yang dilakukan pada Januari 2011 dengan mewawancarai 10 orang ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas,

sebagian besar tidak mengetahui pengertian posyandu dan manfaat balita ditimbang ke posyandu. Ibu balita juga menganggap posyandu hanya sebagai tempat melakukan imunisasi, sehingga pada saat balitanya sudah mendapatkan imunisasi dasar tidak lagi dibawa ke posyandu.

Fenomena rendahnya pemanfaatan Posyandu Puskesmas Bosar Maligas diduga terkait dengan kurangnya pengetahuan dan sikap ibu yang mempunyai balita tentang posyandu. Selain itu peran bidan desa di wilayah kerja puskesmas tersebut


(27)

masih rendah dalam memberikan penyuluhan kepada ibu yang mempunyai balita tentang pentingnya dilakukan penimbangan balita setiap bulannya sebagai upaya pengamatan tumbuh kembang dan pengukuran status gizi balita (Depkes RI, 2006).

Bidan desa berperan dalam kegiatan posyandu cukup penting, karena kehadiran bidan desa menjadi salah satu daya tarik bagi ibu-ibu balita untuk berkunjung ke posyandu. Ibu balita datang ke posyandu untuk mengetahui penilaian perkembangan balitanya dari petugas kesehatan. Masyarakat mengharapkan keterlibatan petugas kesehatan ditingkatkan, karena masyarakat menginginkan posyandu memiliki pelayanan kesehatan yang lengkap.

Penelitian Khotimah (2002), mengungkapkan bahwa akibat kurangnya peran bidan desa sebagai petugas kesehatan di desa maupun dari institusi terkait, mengakibatkan turunnya aktivitas Posyandu. Kenyataan ini mengakibatkan banyak Posyandu yang tidak aktif. Akibat dari kondisi tersebut maka muncul sikap di masyarakat yang merasa bahwa posyandu sudah tidak cocok lagi dan tidak mungkin atau sulit untuk dilaksanakan, namun masih ada kelompok masyarakat yang merasa posyandu masih sangat dibutuhkan dan masih banyak cara yang dapat dilaksanakan untuk mengaktifkan posyandu.

Penelitian Pamungkas (2009), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang posyandu dengan perilaku ke posyandu dan juga hasil adanya hubungan yang sangat signifikan tersebut sangat bersesuaian dengan teori yang digunakan oleh Anderson tentang perilaku kesehatan yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dilatarbelakangi oleh 3 faktor yang salah


(28)

satunya adalah faktor kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan yang memuat tentang pengetahuan, sikap dan persepsi. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu balita dengan perilaku kunjungan ibu ke posyandu. Kurangnya sikap dari ibu balita ke posyandu dikarenakan oleh karena kurangnya antusiasme ibu balita mengikuti rangkaian kegiatan posyandu yang secara klasik dikarenakan tingkat aktivitas yang berlebih.

Memerhatikan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada posyandu wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”pengaruh pengetahuan dan sikap ibu balita serta peran bidan desa terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas ”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pengetahuan dan sikap ibu balita serta peran bidan desa terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas pada tahun 2011?.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu balita serta peran bidan desa terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas pada tahun 2011.


(29)

1.4 Hipotesis

Pengetahuan dan sikap ibu balita serta peran bidan desa berpengaruh terhadap Pemanfaatan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas pada tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi Puskesmas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka mendukung pemanfaatan pelayanan kesehatan di Posyandu.

2. Bagi peneliti menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang ilmu kesehatan masyarakat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu

Menurut Depkes RI (2005), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Posyandu antara lain: Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB (Keluarga Berencana), P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare), dan Gizi (penimbangan Balita). Sedangkan sasaran penduduk Posyandu ialah ibu hamil, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS) dan Balita.

2.1.1 Pengertian Posyandu

Program Posyandu merupakan strategi pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate), angka kelahiran (Birth Rate), dan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate). Turunnya IMR, BR, dan MMR di suatu wilayah merupakan standar keberhasilan pelaksanaan program terpadu di wilayah tersebut. Untuk mempercepat penurunan IMR, BR, dan MMR tersebut, secara nasional diperlukan tumbuhnya peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan Posyandu, karena Posyandu adalah milik masyarakat. Untuk mengembangkan peran serta masyarakat di Posyandu dapat dilakukan dengan penerapan asas-asas manajemen kesehatan (Depkes RI, 2003).


(31)

Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan mempunyai suatu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari

input, process, output, effect, outcome, dan mekanisme umpan baliknya (Depkes RI, 2005).

2.1.2 Sistem Pelayanan Terpadu

a. Input. Yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh suatu system yang disingkat dengan 6 M yaitu: Man, Money, Material, Method, Minute, dan

Market. Man adalah kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan, staf puskesmas, kecamatan, kelurahan, kader, pemuka masyarakat, dan sebagainya.

Money adalah dana yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan yang disubsidi oleh pemerintah. Material adalah vaksin, jarum suntik, KMS, alat timbang, obat-obatan, dan sebagainya. Method adalah cara penyimpanan vaksin, cara menimbang, cara memberikan vaksin, cara mencampur oralit, dan sebagainya.

Minute adalah waktu yang disediakan oleh staf Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan Posyandu dan waktu yang disediakan oleh ibu untuk suatu kegiatan dan sebagainya. Market

b.

adalah masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lokasi kegiatan Posyandu, transport, sistem kepercayaan masyarakat di bidang kesehatan dan sebagainya.

Process. Meliputi semua kegiatan pelayanan terpadu mulai dari persiapan bahan, tempat, dan kelompok penduduk sasaran sampai dengan evaluasinya.


(32)

c. Output. Merupakan produk program Posyandu misalnya jumlah anak yang ditimbang, jumlah bayi, dan ibu hamil yang diimunisasi, jumlah PUS yang diberikan pelayanan KB.

d. Effect. Terjadinya perubahan pengetahuan dan sikap perilaku kelompok masyarakat yang dijadikan sasaran program.

e. Outcome. Merupakan dampak atau hasil tidak langsung dari proses suatu sistem seperti penurunan angka kematian bayi, penurunan fertilitas PUS, dan jumlah balita kurang gizi.

Fungsi manajemen yang dipakai sebagai pokok bahasan dalam makalah ini ialah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan-pelaksanaan dan pengawasan. Tiga prinsip pokok penerapan asas-asas manajemen pada pengembangan program kesehatan adalah upaya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya untuk menunjang pelaksanaan program, peningkatan efektifitas pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target program, dan setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan secara rasional karena sudah didasari pemanfaatan data secara tepat (Depkes RI, 2003). 2.1.3 Fungsi Manajemen Posyandu

Ada empat fungsi manajemen pada program pelayanan terpadu, berikut ini akan dijelaskan keempat fungsi manajemen tersebut (Depkes RI, 2003):

a

Perencanaan merupakan fungsi yang terpenting karena awal dan arah dari proses manajemen Posyandu secara keseluruhan. Perencanaan program Posyandu dimulai . Perencanaan


(33)

di tingkat Puskesmas yang bersifat operasional karena langsung dilaksanakan di lapangan. Perencanaan program Posyandu terdiri dari lima langkah penting yakni: (1). Menjelaskan berbagai masalah. Untuk dapat menjelaskan masalah program

Posyandu diperlukan upaya analisis situasi. Sasaran analisis situasi adalah berbagai aspek penting pelaksanaan program Posyandu di berbagai wilayah Puskesmas. Dari analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam data yang terdiri dari 5 (lima) aspek.

(a) Aspek epidemiologis yakni kelompok penduduk sasaran (who) yang menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi.

(b) Aspek demografis berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan kematian, jumlah Angka Kematian Ibu (AKI).

(c) Aspek geografis semua informasi karakteristik wilayah yang dapat memengaruhi masalah tersebut.

(d) Aspek sosial ekonomi adalah pendapatan, tingkat pendidikan, norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.

(e) Aspek organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan, persediaan vaksin, alat Keluarga Berencana (KB), dan sebagainya.


(34)

(2). Menentukan prioritas masalah. Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya masalah dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan.

(3). Menetapkan tujuan dan indikator keberhasilan. Contoh tujuan program Posyandu: meningkatkan cakupan vaksinasi, mengintensifkan imunisasi campak di wilayah binaan dan mengkaji hambatan dan kendala. Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.

(4) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO). Dengan RKO akan memudahkan pimpinan mengetahui sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Contoh format RKO: Jenis kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, Lokasi kegiatan, Metode pelaksanaan, Sasaran penduduk, Penanggung Jawab, Dana dan sarana serta Waktu Pelaksanaannya.

Struktur organisasi Puskesmas dapat diketahui mekanisme pelimpahan wewenang dari pimpinan kepada staf sesuai tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok terdiri dari 2 atau 3 staf yang tiap staf disesuaikan dengan jumlah yang tersedia dan jumlah kelompok yang diperlukan. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh satu orang senior. Staf bersama kader akan memberikan pelayanan di Posyandu, membuat laporan, menganalisis cakupan dan mengevaluasi pelaksanaan program b. Pengorganisasian


(35)

di lapangan. Tugas-tugas kader hendaknya dibuat jelas dan sederhana disesuaikan dengan rata-rata tingkat pendidikan kader.

Keberhasilan pengembangan fungsi manajemen ini amat dipengaruhi oleh keberhasilan pimpinan Puskesmas menumbuhkan motivasi kerja staf dan semangat kerja sama antara staf dengan staf lainnya di Puskesmas (lintas program), antara staf Puskesmas dengan masyarakat, dan antara staf Puskesmas dengan pimpinan instansi di tingkat kecamatan (lintas sektoral). Mekanisme komunikasi yang dikembangkan oleh pimpinan Puskesmas dengan stafnya, demikian pula antara pimpinan Puskesmas dengan camat dan pimpinan sektor lainnya di tingkat kecamatan, termasuk dengan aparat di tingkat desa akan sangat berpengaruh pada keberhasilan fungsi manajemen ini. Melalui lokakarya mini Puskesmas, kesepakatan kerjasama lintas program dan sektoral dapat dirumuskan. Perwujudan kerjasama lintas sektoral akan ditentukan oleh peranan camat dan ketua penggerak PKK di tingkat kecamatan. Keterampilan untuk mengembangkan hubungan antar manusia sangat diperlukan dalam penerapan fungsi manajemen ini (Depkes RI, 2005).

c. Penggerakan-pelaksanaan

Posyandu adalah untuk masyarakat dan perlu dikelola oleh masyarakat oleh kader-kader di tingkat dusun. Pembinaan kader-kader memang sukar dikerjakan oleh pihak Puskesmas karena kader bekerja secara sukarela sementara kader dihadapkan pada pilihan bekerja untuk menanggung kebutuhan ekonomi keluarga dan dirinya sendiri. Tetapi tanpa kader yang diambil dari masyarakat setempat, konsep


(36)

Posyandu (dari dan untuk masyarakat) akan kabur. Ironisnya sampai saat ini Posyandu masih tetap dianggap perpanjangan tangan Puskesmas. Tanpa staf Puskesmas, Posyandu jarang sekali berjalan secara rutin. Ini adalah salah satu bentuk tantangan pelaksanaan dan pengembangan Posyandu terutama di kota-kota. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan program Posyandu adalah:

(1) Kembangkan mekanisme kerjasama yang positif antara dinas-dinas sektoral di tingkat kecamatan, antara staf Puskesmas sendiri dan organisasi formal dan informasi di tingkat desa/ dusun.

(2) Gali potensi masyarakat dan kembangkan kerjasama yang ada (terutama dengan PKK) untuk dapat menunjang kegiatan program Posyandu.

(3) Kembangkan motivasi kader dan staf kesehatan sebagai anggota kelompok kerja program Posyandu, sehingga peran serta kader yang optimal dapat ditingkatkan untuk menunjang pelaksanaan program Posyandu. Dalam hal ini Hubungan Antar Manusia (HAM) perlu terus dibina dan dikembangkan untuk menjamin tumbuhnya suasana kerja yang harmonis dan merangsang inisiatif anggota kelompok kerja Posyandu.

Pimpinan Puskesmas dan koordinator program Posyandu dapat mengevaluasi keberhasilan program dengan menggunakan Rencana Kerja Operasional (RKO) sebagai tolak ukur/standar dan membandingkan hasil kegiatan program di masing-d. Pengawasan dan Pengendalian


(37)

masing Posyandu. Aspek-aspek yang diawasi selama program Posyandu di lapangan adalah:

(1) Keterampilan kader melakukan penimbangan program Posyandu (2) Membuat pencatatan program Posyandu

(3) Membuat pelaporan program Posyandu

Untuk tanggung jawab pengawasan program Posyandu tetap di tangan pimpinan Puskesmas tetapi wewenang pengawasan di lapangan dilimpahkan pada koordinator program.

Beberapa langkah penting dalam fungsi Wasdal program Posyandu ini adalah: (1) Menilai kesenjangan antara target dan standard dengan cakupan dan

kemampuan staf dan kader untuk melaksanakan tugas-tugasnya (aspek pengawasan).

(2) Analisis faktor-faktor penyebab timbulnya kesenjangan tersebut.

(3) Merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan yang muncul berdasarkan faktor-faktor penyebab yang sudah diidentifikasi (aspek pengendalian).

Pengawasan dan pengendalian program Posyandu dilaksanakan secara rutin dengan menggunakan tolak ukur keberhasilan program sebagai pedoman kerja dan hasilnya dapat digunakan sebagai umpan balik memperbaiki proses perencanaan program posyandu. Pimpinan Puskesmas hendaknya selalu mengadakan pemantauan secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program dengan menggunakan laporan staf,


(38)

analisis cakupan program, laporan masyarakat dan hasil observasi atau supervisi di lapangan sebagai bahan penilaian (Depkes RI, 2003).

2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu (Sistem Lima Meja) a. Meja I

Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada ibu dan Balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan Posyandu menjadi terarah dan jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan Balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja.

b. Meja II

Layanan meja II merupakan layanan penimbangan c. Meja III

Kader melakukan pencatatan pada buku KIA atau KMS setelah ibu dan Balita mendaftar dan ditimbang di meja III. Pencatatan dengan mengisikan berat badan Balita ke dalam skala yang di sesuaikan dengan umur Balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan pelayanan yang di berikan.

d. Meja IV

Berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan, pelayanan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), oralit, vitamin A, tablet zat besi dilakukan di meja IV


(39)

e. Meja V

Pemberian imunisasi dan pelayanan kesehatan kepada Balita yang datang ke Posyandu dilayani di meja V, dilakukan oleh bidan desa atau petugas kesehatan lainnya. Imunisasi yang diberikan di posyandu adalah imunisasi dasar, yaitu: BCG, DPT, Hepatitis, Polio, Campak.

Fungsi manajemen posyandu adalah untuk mengetahui keberhasilan program posyandu, kajian output (cakupan) masing-masing program yang dibandingkan dengan targetnya adalah salah satu cara yang dapat dipakai sebagai bahan penilaian cakupan program adalah hasil langsung (output) kegiatan program posyandu yang dapat dapat dihitung segera setelah pelaksanaan kegiatan program. Perhitungan cakupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana yaitu jumlah orang yang mendapatkan pelayanan dibagi dengan jumlah penduduk sasaran setiap program.

2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu

Jumlah penduduk sasaran dapat dihitung secara langsung oleh staf Puskesmas melalui pencatatan data jumlah penduduk sasaran yang ada di Desa atau dusun. Penduduk sasaran program Posyandu lebih sering dihitung berdasarkan perkiraan atau estimasi. Estimasinya ditetapkan oleh dinas kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah penduduk sasaran nyata sering jauh lebih rendah dari jumlah penduduk yang dihitung dengan menggunakan estimasi sehingga hasil analisis cakupan program di Puskesmas selalu jauh lebih rendah. Atas dasar perbedaan antara jumlah penduduk sasaran yang


(40)

dicari langsung (riil) dengan yang diperkirakan (estimasi), perhitungan cakupan dengan menggunakan kedua jenis penduduk sasaran tersebut sebagai pembaginya akan memberikan hasil yang berbeda (Depkes RI, 2005).

Staf Puskesmas dalam hal peningkatan efisiensi dan efektivitas penatalaksanaan program posyandu perlu dilatih keterampilan dan ditingkatkan kepekaannya mengkaji masalah program dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di wilayah binaannya. Keterampilan seperti ini dapat dilatih secara langsung pada saat supervisi dan juga diarahkan untuk mencari upaya pemecahan masalah sesuai dengan kewenangan yang diberikan dengan melibatkan tokoh dan kelompok masyarakat setempat. Semua kegiatan tersebut diatas adalah bagian dari proses manajemen program Posyandu (Depkes RI, 2005).

Manajemen program Posyandu di Puskesmas yang diterapkan dapat diamati dari pelaksanaan kegiatan di lapangan merupakan cara terbaik untuk mengetahui dan mengevaluasi program posyandu. Hasil dari evaluasi pelaksanaan program Posyandu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan peningkatan cakupan pelayanan. 2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu

Ada beberapa indikator dalam kegiatan Posyandu antara lain :

1. Liputan Program (K/S). Merupakan indikator mengenai kemampuan program untuk menjangkau Balita yang ada di masing-masing wilayah kerja posyandu.


(41)

Diperoleh dengan cara membagi jumlah balita yang ada dan mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan jumlah keseluruhan Balita dikalikan 100.

2. Tingkat Kelangsungan Penimbangan (K/D). Merupakan tingkat kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbang balitanya setiap bulan.

Indikator ini dapat dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang (D) dengan jumlah Balita yang terdaftar dan mempunyai KMS (K) dikalikan 100.

3. Hasil Penimbangan (N/D). Merupakan indikator keadaan gizi Balita pada suatu waktu (bulan) di wilayah tertentu. Indikator ini didapat dengan membagi jumlah Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah Balita yang ditimbang bulan ini (D).

4. Hasil Pencapaian Program (N/S). Indikator ini di dapat dengaan cara membagi

jumlah Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah seluruh Balita (S) dikalikan 100.

5. Partisipasi Masyarakat (D/S). Indikator ini merupakan keberhasilan program Posyandu, karena menunjukkan sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dan orang tua Balita pada penimbangan Balita di Posyandu. Indikator ini di peroleh dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang (D) dengan jumlah seluruh Balita yang ada (S) dikalikan 100. Tinggi rendahnya indikator ini dipengaruhi oleh aktif tidaknya bayi dan Balita ditimbangkan tiap bulannya.

Menurut Depkes RI (2005), Posyandu digolongkan pada empat tingkatan berdasarkan pada beberapa indikator sebagai berikut:


(42)

a. Posyandu Pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap. Kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas, yakni kurang dari 5 orang.

b. Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali dalam setahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KIA, KB, Gizi dan menyusui) masih rendah yaitu < 50%. Ini menunjukkan kegiatan Posyandu sudah baik tetapi cakupan program masih rendah.

c. Posyandu Purnama adalah Posyandu yang frekuensinya > 8 kali pertahun, rata-rata jumlah kader adalah lima orang atau lebih dan cakupan program utamanya > 50% dan sudah ada program tambahan.

d. Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan program utamanya sudah bagus. Ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau > 50% kepala keluarga. Terselenggaranya pelayanan Posyandu melibatkan banyak pihak, adapun tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam penyelenggaraan Posyandu seperti, Dinas kesehatan berperan dan membantu pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan (pengadaan alat timbang, distribusi KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan tenaga teknis kesehatan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berperan dalam penyuluhan, penggerakan peran serta masyarakat dan sebagainya (Depkes RI, 2005).


(43)

2.2 Epidemiologi Gizi dalam Program Posyandu

Fungsi manajemen posyandu yang terkait dengan perencanaan, salah satu adalah aspek epidemiologis. Ruang lingkup epidemiologi dalam program posyandu lebih ditekankan pada epidemiologi gizi yang terkait dengan masalah kekurangan gizi serta penanganan penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi.

Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi dengan : (a) mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia, (b) menguraikan penyakit dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat, (c) memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat, (d) menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat (Budiarto, 2002).

Menurut Nasry (2008) pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Penanggulangan masalah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan keluarga saja.


(44)

Epidemiologis masalah gizi dihubungkan dengan: faktor dan penyebab masalah gizi (agent), faktor yang ada pada pejamu (host) serta faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment). Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat antara ketiga faktor tersebut yaitu: (a) masalah gizi : kekurangan atau kelebihan zat gizi, (b) agent: asupan makanan dan penyakit yang dapat memengaruhi status gizi serta faktor-faktor yang berkaitan, (c) host: karakteristik individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, dan lain-lain), (d) environment: lingkungan (rumah, pekerjaan, pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi (Nasry, 2008).

Masalah gizi yang umum terjadi di Indonesia adalah gizi buruk, yaitu suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

Gizi buruk dapat terjadi jika tidak mampu untuk mendapat manfaat dari makanan yang dikonsumsi oleh balita, contohnya pada penderita diare, nutrisi berlebih, ataupun karena pola makan yang tidak seimbang sehingga tidak mendapat cukup kalori dan protein untuk pertumbuhan tubuh. Beberapa orang dapat menderita gizi buruk karena mengalami penyakit atau kondisi tertentu yang menyebabkan tubuh tidak mampu untuk mencerna ataupun menyerap makanan secara sempurna. Contohnya pada penderita penyakit seliak yang mengalami gangguan pada saluran pencernaan yang dipicu oleh sejenis protein yang banyak terdapat pada tepung yaitu


(45)

gluten. Penyakit seliak ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi sehingga terjadi defisiensi. Kemudian ada juga penyakit cystic fibrosis yang memengaruhi pankreas, yang fungsinya adalah untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan. Demikian juga penderita intoleransi laktosa yang susah untuk mencerna susu dan produk olahannya (Budiarto, 2002).

Balita yang menderita gizi buruk yang meningkat akhir-akhir ini adalah salah satu cerminan lemahnya infrastruktur kesehatan, pangan dan gizi; serta terjadinya kesenjangan, ketidakadilan, kemiskinan, kebijakan ekonomi dan politik sehingga dengan banyaknya kasus gizi buruk dapat menurunkan citra bangsa Indonesia di mata dunia, dimana kasus gizi buruk yang muncul merupakan fenomena gunung es yang memerlukan penanganan serius. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan anak, dapat menyebabkan stunting (postur tubuh kecil pendek). Jika gizi buruk terjadi pada masa

golden period perkembangan otak pada usia 0-3 tahun, kondisi ini akan irreversible

yaitu sulit untuk dapat pulih kembali. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan menurunnya prestasi akademik (Budiarto, 2002).

Hasil Riskesdas (2007) menunjukkan prevalensi balita sangat kurus secara nasional masih cukup tinggi yaitu 6,2%. Besarnya masalah kurus pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (public health problem) adalah jika


(46)

prevalensi kurus > 5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,1% - 15,0%, dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah di atas 15,0%. Secara nasional prevalensi kurus pada balita adalah 13,6%. Hal ini berarti bahwa masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Bahkan, dari 33 provinsi, 18 provinsi di antaranya masuk dalam kategori kategori kritis (prevalensi kurus >15%), 12 provinsi pada kategori serius (prevalensi kurus antara 10-15%).

Posyandu sebagai ujung tombak dalam melakukan deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, hambatan yang sering terjadi adalah lemahnya KIE yang merupakan salah satu tumpuan dalam program gizi di posyandu. Penyuluhan gizi di Posyandu belum dapat dilaksanakan kader dengan baik, karena kualitas kader masih rendah, tingkat pendidikan relatif rendah (Purwaningsih, 2009).

Tingkat keberhasilan Posyandu dalam perbaikan gizi balita sangat tergantung dari kualitas dan kuantitas pengelolaan Posyandu, serta partisipasi masyarakat. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan gizi perlu diberikan kepada semua lapisan masyarakat terutama ibu yang memiliki anak balita agar bisa membesarkan anak-anaknya sehingga menjadi anak yang sehat dan cerdas, serta kader posyandu mereka adalah ujung tombak dalam keberlangsungan program-program yang di laksanakan. Dengan demikian perlu dilakukan pendidikan gizi bagi ibu balita dan kader posyandu untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan serta status gizi balita (Purwaningsih, 2009).


(47)

2.3 Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Menurut teori Anderson dalam Notoatmodjo (2003), perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor :

a. Predisposisi individu (predisposing factor)

Masing-masing individu memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diramalkan dengan karakteristik pasien yang telah ada sebelum timbulnya episode sakit. Karakteristik ini meliputi : ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan.

b. Enabling factor

Faktor predisposisi harus didukung pula oleh hal-hal lain agar individu memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor pendukung ini antara lain, pendapatan, asuransi kesehatan dan ketercapaian sumber pelayanan kesehatan yang ada. Bila faktor ini terpenuhi maka individu cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit. Penderita penyakit yang tergolong berat (misalnya harus operasi atau rawat inap di rumah sakit), maka kondisi ekonomi merupakan penentu akhir bagi individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. c. Karakteristik kebutuhan (need factor)

Faktor ini lebih menitikberatkan pada masalah apakah individu beserta keluarganya merasakan adanya penyakit, atau kemungkinan untuk terjadinya sakit. Kebutuhan diukur dengan “perceived need” dan “evaluated need” melalui : jumlah hari individu tidak bisa bekerja, gejala yang dialaminya, penilaian individu tentang status kesehatannya.


(48)

Faktor predisposisi dan enabling bila sudah mendukung, maka faktor selanjutnya adalah kebutuhan berdasarkan persepsi (perceived need) terhadap posyandu. Persepsi atau cara seseorang menanggapi peran dan manfaat posyandu dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan dan akan menentukan apakah memanfaatan pelayanan posyandu.

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.


(49)

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Penelitian Rogers (dalam Notoatmojo, 2003) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu: a.. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut.


(50)

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

2.5 Sikap

Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku Allport dalam Notoatmodjo (1993), (b) Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (1993) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)


(51)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2.6 Peran Bidan Desa dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu

Konsep peran serta diperkenalkan French et al dalam Cholid (2009), bahwa peran menunjukkan proses antara dua atau lebih pihak yang memengaruhi satu terhadap yang lainnya dalam membuat rencana, kebijakan, dan keputusan. Peran serta lahir dari desakan kebutuhan psikologis pada setiap individu. Keinginan untuk


(52)

berperan didorong kebutuhan akan kekuasaan, ingin memperoleh pengakuan, dan hasrat untuk bergantung pada orang lain, tetapi juga sebaliknya tempat orang bergantung.

Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005) adalah perangkat tingkah laku yang dimiliki seseorang sesuai dengan kedudukannya di masyarakat. Selanjutnya Cholid (2009), menyatakan peran menunjuk pada tindakan dalam suatu tipe hubungan interaksi khusus. Dua dimensi peran adalah: kewajiban dan hak, dimana tindakan yang diharapkan akan dilaksanakan oleh seseorang merupakan kewajiban suatu peran; tindakan atau respon orang lain merupakan hak. Konsep peran dihubungkan dengan konsep status, sehingga peran status adalah satuan struktural yang paling mendasar sebagai syarat fungsional yang harus dipenuhi.

Menurut Meilani et al (2009), peran bidan dalam pelayanan kebidanan komunitas yang diimplementasikan dalam program posyandu meliputi: (a) sebagai motivator, yaitu menggerakkan dan membina peran serta masyarakat, (b) sebagai fasilitator, yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat seperti: imunisasi kepada balita, (c) edukator, yaitu membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader posyandu dan masyarakat, (d) sebagai advokator,yaitu: membina kerjasama lintas program dan lintas sektoral dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Menurut Depkes RI (2002), bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara


(53)

Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat sesuai dengan tanggung jawabnya dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai dengan tanggung jawabnya.

Bidan desa mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.

Implementasi tugas dan fungsi bidan di desa, selain bekerja sama dengan tenaga non medis seperti dukun, bidan desa juga bekerja sama dengan masyarakat yang secara sukarela membantu dan melaksanakan posyandu. Biasanya masyarakat tersebut telah mendapat pelatihan dalam menjalankan tugasnya tersebut sebagai kader. Tugas dan fungsi utama bidan desa adalah memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Penempatan bidan desa adalah memberikan pelayanan ibu dan anak serta KB dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta kelahiran.


(54)

Bidan desa diharapkan kehadirannya mampu memperluas jangkauan pelayanan yang telah ada sekaligus dapat meningkatkan cakupan program pelayanan posyandu dalam pencegahan penyakit pada bayi melalui kegiatan penimbangan balita, imunisasi maupun pemberian makanan tambahan (Depkes RI, 2002). Prinsip pelayanan kebidanan di desa adalah : (a) pelayanan di komunitas desa sifatnya multi disiplin meliputi ilmu kesehatan masyarakat, kedokteran, sosial, psikologi, komunikasi, ilmu kebidanan, dan lain-lain yang mendukung peran bidan di komunitas, (b) dalam memberikan pelayanan di desa bidan tetap berpedoman pada standar dan etika profesi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, (c) dalam memberikan pelayanan bidan senantiasa memerhatikan dan memberi penghargaan terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sepanjang tidak merugikan dan tidak bertentangan dengan prinsip kesehatan, (d) bidan di desa juga membuat laporan kegiatan bidan setiap bulan dan diserahkan kepada bidan koordinator pada saat bidan di desa melaksanakan tugasnya ke puskesmas (Widyastuti, 2007).

2.7 Landasan Teori

Perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi individu (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor kebutuhan (need factors), secara skematis digambarkan pada Gambar 2.1.


(55)

Gambar 2.1 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Sumber: A Behavioral Model of Families Use of Health Services (Andersen, 1974)

Berdasarkan teori perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan, apabila faktor predisposisi dalam diri ibu yang mempunyai balita dan faktor enabling mendukung untuk memanfaatkan pelayanan posyandu, serta adanya kebutuhan berdasarkan persepsi (perceived need) dan kondisi bayi dan balita yang membutuhkan pelayanan posyandu akan menentukan memanfaatkan atau tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu.

Pada konteks pemanfaatan posyandu, faktor yang berperan pada ibu yang mempunyai balita adalah pengetahuan dan sikap terhadap posyandu sebagai sarana pelayanan kesehatan, hal ini terkait dengan aspek health belief pada faktor

predisposing sebagaimana dikemukakan Anderson (1974), sedangkan bidan desa

Predisposing Enabling Need

Demografic (Age, Sex) Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief Family Resources (Income, Health Assurance) Community Resources (Health facility and personal) Perceived (Symptoms diagnose) Evaluated (Symptons diagnose) Health Services


(56)

sebagai tenaga kesehatan yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu terkait dengan aspek community resources pada faktor enabling sebagaimana dikemukakan Anderson (1974).

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan pelayanan posyandu balita dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu balita dan sikap ibu balita tentang posyandu serta sejauhmana peran Bidan Desa dalam pelaksanaan kegiatan di posyandu. Hal tersebut menjadi kajian dalam penelitian ini dengan melihat variabel-variabel yang diuraikan pada kerangka konsep penelitian.

Variabel Independen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan Ibu Balita (X1)

Pemanfaatan Posyandu

Balita

(Y)

Peran Bidan Desa (X3)

Sikap Ibu Balita (X2)


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah explanatory research (penelitian penjelasan) yang dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh pengetahuan dan sikap ibu balita serta peran bidan desa terhadap pemanfaatan Posyandu di Puskesmas Bosar Maligas.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Puskesmas Bosar Maligas. Adapun alasan pengambilan lokasi ini adalah karena pemanfaatan Posyandu Balita di wilayah kerja puskesmas tersebut paling rendah dari seluruh Puskesmas di Kabupaten Simalungun.

3.2.2 Waktu Penelitian

Pra penelitian dilakukan sejak bulan Januari 2011, kemudian penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yang berumur 12-59 bulan dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas, yaitu sebanyak 2.459 orang (Profil Puskesmas Bosar Maligas, 2010). Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus penentuan sampel untuk penelitian survei oleh Slovin (1992), sebagai berikut :


(58)

N

n = ---

N (d)2 + 1 Dimana :

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Tingkat Kepercayaan (0,1)

2.459

n = --- 2.459 (0,1)2

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka jumlah sampel yang diteliti sebesar 96,08 orang, digenapkan menjadi 97 orang yang ditentukan dengan teknik

simple random sampling. Menghindari sampel yang drop out, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dihitung menggunakan rumus (Sudigdo dan Ismael, 2002) :

+ 1

ni = n / (1-f) Keterangan:

n = besar sampel yang dihitung (97) f = perkiraan proporsi drop out (10%)

Perhitungan : ni = 97/(1-0,1) = 107.8 orang, dibulatkan menjadi 108 ibu balita. Berdasarkan rumus perhitungan besar sampel di atas, maka diperoleh jumlah

sampel sebanyak 108 orang. Menentukan jumlah sampel setiap posyandu di Puskesmas Bosar Maligas dilakukan dengan metode proporsional (Dahlan, 2008).


(59)

Tabel 3.1 Distribusi Sampel menurut Posyandu

No Posyandu Jumlah Ibu

Balita Proporsi

Jumlah Sampel

1 Posyandu Melati I 34 34/2.459 x 108 1

2 Posyandu Melati II 9 9/2.459 x 108 -

3 Posyandu Melati III 30 30/2.459 x 108 1

4 Posyandu Melati IV 24 24/2.459 x 108 1

5 Posyandu Melati V 45 45/2.459 x 108 2

6 Posyandu Melati VI 36 36/2.459 x 108 2

7 Posyandu Melati VII 30 30/2.459 x 108 1

8 Posyandu Melati VIII 42 42/2.459 x 108 2

9 Posyandu Melati IX 51 51/2.459 x 108 2

10 Posyandu Melati X 52 52/2.459 x 108 2

11 Posyandu Melati XI 32 32/2.459 x 108 1

12 Posyandu Melati XII 53 53/2.459 x 108 2

13 Posyandu Seroja 51 51/2.459 x 109 2

14 Posyandu Flamboyan 55 55/2.459 x 108 2

15 Posyandu Cempaka 41 41/2.459 x 108 2

16 Posyandu Mawar 52 52/2.459 x 108 2

17 Posyandu Melati 43 43/2.459 x 108 2

18 Posyandu Anggrek 25 25/2.459 x 108 1

19 Posyandu Dahlia 43 43/2.459 x 108 2

20 Posyandu Teratai 41 41/2.459 x 108 2

21 Posyandu Kenanga 52 52/2.459 x 108 2

22 Posyandu Melur 33 33/2.459 x 108 1

23 Posyandu Kamboja 45 45/2.459 x 108 2

24 Posyandu Teratai 41 41/2.459 x 108 2

25 Posyandu Dahlia 45 45/2.459 x 108 2

26 Posyandu Anggrek 12 12/2.459 x 108 1

27 Posyandu Tanjung 18 18/2.459 x 108 1

28 Posyandu Melati 45 45/2.459 x 108 2

29 Posyandu Bakung 46 46/2.459 x 108 2

30 Posyandu Kemuning 27 27/2.459 x 108 1

31 Posyandu Matahari 26 26/2.459 x 108 1

32 Posyandu Kamboja 19 19/2.459 x 108 1

33 Posyandu Cempaka 20 20/2.459 x 108 1

34 Posyandu Seroja 49 49/2.459 x 108 2


(60)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

36 Posyandu Kenari II 24 24/2.459 x 108 1

37 Posyandu Kenari III 25 25/2.459 x 108 1

38 Posyandu Kenari IV 29 29/2.459 x 108 1

39 Posyandu Tempel I 31 31/2.459 x 108 1

40 Posyandu Tempel II 35 35/2.459 x 108 2

41 Posyandu Tempel III 21 21/2.459 x 108 1

42 Posyandu Kemuning I 31 31/2.459 x 108 1

43 Posyandu Matahari I 40 40/2.459 x 108 2

44 Posyandu KambojaI 41 41/2.459 x 108 2

45 Posyandu Cempaka I 35 35/2.459 x 108 2

46 Posyandu Kemuning II 17 17/2.459 x 108 1

47 Posyandu Matahari II 43 43/2.459 x 108 2

48 Posyandu KambojaII 29 29/2.459 x 108 1

49 Posyandu CempakaII 23 23/2.459 x 108 1

50 Posyandu Nusa Indah I 34 34/2.459 x 108 1

51 Posyandu Nusa Indah II 25 25/2.459 x 108 1

52 Posyandu Nusa Indah III 23 23/2.459 x 108 1

53 Posyandu Nusa Indah IV 31 31/2.459 x 108 1

54 Posyandu Dahlia I 35 35/2.459 x 108 2

55 Posyandu Dahlia II 11 11/2.459 x 108 -

56 Posyandu Dahlia III 32 32/2.459 x 108 1

57 Posyandu Dahlia IV 33 33/2.459 x 108 1

58 Posyandu Seroja II 28 28/2.459 x 108 1

59 Posyandu Seroja III 33 33/2.459 x 108 1

60 Posyandu Seroja IV 19 19/2.459 x 108 1

61 Posyandu Kenanga II 9 9/2.459 x 108 -

62 Posyandu Kenanga III 30 30/2.459 x 108 1

63 Posyandu Kenanga IV 24 24/2.459 x 108 1

64 Posyandu Seroja IV 25 25/2.459 x 108 1

65 Posyandu Teratai II 44 44/2.459 x 108 2

66 Posyandu Teratai III 40 40/2.459 x 108 2

67 Posyandu Teratai IV 52 52/2.459 x 108 2

68 Posyandu Teratai V 35 35/2.459 x 108 2

69 Posyandu Teratai VI 40 40/2.459 x 108 2

70 Posyandu Teratai VII 41 41/2.459 x 108 2

71 Posyandu Teratai VIII 44 44/2.459 x 108 2

72 Posyandu Teratai IX 37 37/2.459 x 108 2

73 Posyandu Teratai X 26 26/2.459 x 108 1

Jumlah 2.459 108


(61)

Berdasarkan perhitungan sampel, diperoleh bahwa dari 73 posyandu terdapat 3 posyandu (Posyandu Melati II, Posyandu Dahlia II, Posyandu Kenanga II) yang tidak mencukupi populasinya setelah dibagi dengan total popualsi dan dikalikan jumlah sampel, sehingga pada posyandu tersebut tidak diperoleh sampel. Maka selanjutnya dilakukan pemilihan sampel di masing-masing posyandu dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu memilih sampel dari ibu balita yang datang ke posyandu pada saat penelitian sebanyak jumlah yang telah ditentukan pada setiap desa dan memenuhi kriteria penelitian dengan cara sebagai berikut:

Kriteria inklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut : a. Mempunyai balita dengan usia 12-59 bulan

b. Bersedia diwawancarai dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik

c. Ibu balita berdomisili pada masing-masing desa minimal 1 tahun terakhir dan memiliki balita.

Kriteria eksklusi pemilihan sampel adalah ibu balita yang tinggal di luar wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini digunakan 2 cara pengumpulan data yaitu : 3.4.1 Data primer

Data primer dihimpun melalui wawancara langsung dengan ibu balita menggunakan alat bantu kuesioner.


(62)

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun berupa jumlah ibu yang mempunyai Balita yang berusia 12-59 bulan. 3.4.3 Validitas dan Reliabilitas

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (daftar pertanyaan) untuk digunakan dalam wawancara dengan responden. Oleh karena itu perlu dilakukan ujicoba pada kelompok yang menyerupai kepada 30 orang responden di wilayah Puskesmas Perdagangan sebelum penelitian sebenarnya.

a. Uji Validitas

Uji validitas diperlukan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian (kuesioner) yang dipakai cukup layak digunakan sehingga mampu menghasilkan data yang akurat (Gozhali, 2005). Instrumen dikatakan valid, apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa yang akan diukur.

Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Correlation Coeficient (r), dengan ketentuan : a) Bila r-hitung > r-tabel maka dinyatakan valid dan b) Bila r-hitung < r- tabel maka dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban. Gozhali (2005), menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel atau konsisten


(1)

PB4

81 75.0 75.0 75.0

27 25.0 25.0 100.0

108 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

PB5

98 90.7 90.7 90.7

10 9.3 9.3 100.0

108 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Peran Bidan Desa

48 44.4 44.4 44.4

57 52.8 52.8 97.2

3 2.8 2.8 100.0

108 100.0 100.0

Rendah Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

MEJA1

108 100.0 100.0 100.0

Ya Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

MEJA2

108 100.0 100.0 100.0

Ya Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

MEJA3

108 100.0 100.0 100.0

Ya Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

MEJA4

42 38.9 38.9 38.9

66 61.1 61.1 100.0

108 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

MEJA5

65 60.2 60.2 60.2

43 39.8 39.8 100.0

108 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pemanfaatan Posyandu

6 5.6 5.6 5.6

56 51.9 51.9 57.4

46 42.6 42.6 100.0

108 100.0 100.0

Rendah Sedang Tinggi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Pengetahuan * Pemanfaatan Posyandu

Crosstab

6 38 5 49

2.7 25.4 20.9 49.0

12.2% 77.6% 10.2% 100.0%

0 16 34 50

2.8 25.9 21.3 50.0

.0% 32.0% 68.0% 100.0%

0 2 7 9

.5 4.7 3.8 9.0

.0% 22.2% 77.8% 100.0%

6 56 46 108

6.0 56.0 46.0 108.0 5.6% 51.9% 42.6% 100.0% Count

Expected Count % within Pengetahuan Count

Expected Count % within Pengetahuan Count

Expected Count % within Pengetahuan Count

Expected Count % within Pengetahuan Rendah

Sedang

Baik Pengetahuan

Total

Rendah Sedang Tinggi Pemanfaatan Posyandu

Total

Chi-Square Tests

41.052a 4 .000

47.197 4 .000

34.683 1 .000

108 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.

a.

Lampiran 4: Uji Bivariat


(4)

Sikap * Pemanfaatan Posyandu

Crosstab

6 39 4 49

2.7 25.4 20.9 49.0

12.2% 79.6% 8.2% 100.0%

0 13 31 44

2.4 22.8 18.7 44.0

.0% 29.5% 70.5% 100.0%

0 4 11 15

.8 7.8 6.4 15.0

.0% 26.7% 73.3% 100.0%

6 56 46 108

6.0 56.0 46.0 108.0

5.6% 51.9% 42.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Sikap Count

Expected Count % within Sikap Count

Expected Count % within Sikap Count

Expected Count % within Sikap Rendah

Sedang

Baik Sikap

Total

Rendah Sedang Tinggi Pemanfaatan Posyandu

Total

Chi-Square Tests

45.538a 4 .000

52.905 4 .000

35.363 1 .000

108 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .83.


(5)

Peran Bidan Desa * Pemanfaatan Posyandu

Crosstab

6 34 8 48

2.7 24.9 20.4 48.0

12.5% 70.8% 16.7% 100.0%

0 21 36 57

3.2 29.6 24.3 57.0

.0% 36.8% 63.2% 100.0%

0 1 2 3

.2 1.6 1.3 3.0

.0% 33.3% 66.7% 100.0%

6 56 46 108

6.0 56.0 46.0 108.0

5.6% 51.9% 42.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Peran Bidan Desa Count

Expected Count % within Peran Bidan Desa Count

Expected Count % within Peran Bidan Desa Count

Expected Count % within Peran Bidan Desa Rendah

Sedang

Baik Peran Bidan Desa

Total

Rendah Sedang Tinggi Pemanfaatan Posyandu

Total

Chi-Square Tests

27.153a 4 .000

30.851 4 .000

24.785 1 .000

108 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .17.

a.


(6)

Regression

Variables Entered/Removedb

Peran Bidan Desa, Sikap, Pengetahu ana

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Pemanfaatan Posyandu b.

Model Summary

.802a .644 .634 1.64

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Peran Bidan Desa, Sikap, Pengetahuan

a.

ANOVAb

504.246 3 168.082 62.661 .000a

278.967 104 2.682

783.213 107

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Peran Bidan Desa, Sikap, Pengetahuan a.

Dependent Variable: Pemanfaatan Posyandu b.

Coefficientsa

-4.495 .955 -4.709 .000

.542 .188 .277 2.887 .005

.533 .167 .267 3.194 .002

.817 .167 .382 4.897 .000

(Constant) Pengetahuan Sikap

Peran Bidan Desa Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardi

zed Coefficien

ts

t Sig.

Dependent Variable: Pemanfaatan Posyandu a.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG KEGIATAN POSYANDU DENGAN FREKUENSI PENIMBANGAN BALITA KE POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KRATON YOGYAKARTA

0 2 47

Pengaruh Sosio-Ekonomi, Pengetahuan dan, Sikap Ibu Terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2016

7 35 101

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER TERHADAP PERILAKU KADER DALAM PENYULUHAN GIZI BALITA Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Kader Terhadap Perilaku Kader Dalam Penyuluhan Gizi Balita Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali.

2 12 10

PENDAHULUAN Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Kader Terhadap Perilaku Kader Dalam Penyuluhan Gizi Balita Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali.

0 4 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG POSYANDU DENGAN KEAKTIFAN DALAM KEGIATAN POSYANDU Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Posyandu Dengan Keaktifan Dalam Kegiatan Posyandu Desa Walikukun Wilayah Kerja Puskesmas Widodaren Kabupaten Ngawi.

0 2 15

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Posyandu Dengan Keaktifan Dalam Kegiatan Posyandu Desa Walikukun Wilayah Kerja Puskesmas Widodaren Kabupaten Ngawi.

0 1 8

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG POSYANDU DENGAN KEAKTIFAN DALAM KEGIATAN POSYANDU Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Posyandu Dengan Keaktifan Dalam Kegiatan Posyandu Desa Walikukun Wilayah Kerja Puskesmas Widodaren Kabupaten Ngawi.

0 1 17

HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, DAN SIKAP IBU BALITA DENGAN PARTISIPASI IBU DALAM MEMBAWA BALITA KE POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIJUNJUN.

0 1 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER TENTANG POSYANDU DAN MOTIVASI KADER POSYANDU DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN IBU BALITA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS WERA KABUPATEN BIMA

0 1 13

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN MOTIVASI IBU MEMERIKSAKAN BALITA KE POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAK KABUPATEN MALANG

0 0 9