merangsang pembentukan senyawa lemak dan minyak. Oleh sebab itu aplikasi pupuk anorganik sebagai penyumbang hara nitrogen, fosfor, kalium, dan
magnesium yang cukup bagi tanaman akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman yang tercermin dari peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, berat
kering akar, berat kering tanaman, dan serapan hara N tanaman. Semua unsur hara yang terkandung di dalam pupuk anorganik
memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tanaman. Pertumbuhan tanaman adalah penimbunan bahan kering tanaman. Bahan kering tanaman
merupakan gambaran dari tranlokasi hasil fotosintesis fotosintat ke seluruh bagian tanaman Gardner et al., 1991. Pengaruh pupuk anorganik signifikan
meningkatkan bobot kering tanaman sejalan dengan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, luas daun , dan bobot kering akar.
2. Pengaruh Kompos Limbah Pertanian Terhadap Pertumbuhan Bibit
Kakao.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kompos limbah pertanian signifikan lebih meningkatkan semua peubah amatan antara lain : tinggi tanaman
Tabel 1, pertambahan tinggi tanaman Tabel 5, diameter batang Tabel 9, luas daun Tabel 13, bobot kering akar Tabel 17, bobot kering tanaman Tabel
21, LAB-3 Tabel 25, LTR-3 Tabel 29, dan serapan hara N Tabel 33. Aplikasi kompos limbah pertanian sebagai sumber bahan organik di dalam tanah
merupakan penyumbang karbon di dalam tanah. Sesuai pendapat Hakim et al 1986, karbon merupakan komponen paling besar dalam bahan organik ± 44,
sehingga pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan karbon di
dalam tanah. Karbon organik di dalam tanah akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik secara fisik, kimia, dan biologi.
Pengaruh kompos limbah pertanian nyata terhadap bobot kering akar disebabkan kompos sebagai sumber bahan organik, selain penyumbang beberapa
unsur hara juga dapat memperbaiki struktur tanah sehingga perkembangan akar menjadi lebih baik dan penyerapan unsur hara menjadi maksimal. Penyerapan
hara yang maksimal menghasilkan bobot kering tanaman meningkat. Bobot kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis
tanaman dari senyawa anorganik terutama air dan CO
2
. Unsur hara yang telah diserap akan memberi kontribusi terhadap peningkatan berat kering tanaman.
Efektivitas bahan organik yang diaplikasikan ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas bahan organik tersebut. Dari penelitian ini
diketahui bahwa dari ke-empat jenis kompos yang diujikan, kompos TKS merupakan kompos yang paling berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan
kakao diikuti oleh kompos jerami padi, kompos kulit buah kakao, dan kompos sabut kelapa. Pertambahan tinggi tanaman umur dua sampai lima bulan akibat
aplikasi kompos TKS sebanyak 152, akibat aplikasi kompos jerami padi 114, akibat aplikasi kompos kulit buah kakao 82, dan akibat aplikasi kompos sabut
kelapa 50. Kompos sabut kelapa merupakan kompos penyumbang paling kecil terhadap pertambahan tinggi 50 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan
tanpa kompos 51. Perbedaan pengaruh jenis kompos yang diamati pada penelitian ini disebabkan kualitas kompos TKS lebih baik dibandingkan dengan
kompos jerami padi, kompos kulit buah kakao, dan kompos sabut kelapa, dimana nisbah CN kompos TKS lebih rendah dan kadar hara N, P, dan K yang lebih
tinggi daripada kompos lainnya Lampiran 3. Nisbah CN kompos TKS = 9,65; CN kompos jerami padi = 13,09 ; CN kompos kulit buah kakao = 11,83 ;
dan CN kompos sabut kelapa = 45,71. Sabut kelapa merupakan bahan berserat dengan ketebalan ± 5 cm. Sabut
kelapa terdiri dari kulit ari, serat dan serbuk dust. Menurut Wuryan 2008, nilai CN serbuk sabut kelapa yang baru dipanen sangat tinggi ± 98, sehingga dengan
nilai CN tinggi serbuk sabut kelapa pelapukannya memerlukan waktu ± 1 tahun. Kompos sabut kelapa yang digunakan pada penelitian ini meliputi serat dan
serbuknya. Dengan pengomposan selama tiga bulan, CN kompos sabut kelapa pada penelitian ini menjadi 45,71. Kecepatan dekomposisi pupuk organik
dipengaruhi oleh nisbah CN Foth, 1978. Bahan organik dengan nisbah CN rendah lebih cepat terdekomposisi sehingga segera berperan menjadi berbagai
macam unsur hara dan berperan dalam pembentukan humus dan agregat tanah Follet et al., 1981; Tisdale et al., 1997; Donahue et al., 1997.
Perlakuan aplikasi kompos sabut kelapa menunjukkan pertumbuhan vegetatif bibit lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi kompos TKS, kompos
jerami padi, dan kompos kulit buah kakao. Hal ini disebabkan kompos sabut kelapa yang dipergunakan pada penelitian ini belum matang yang ditunjukkan
dengan nisbah CN tinggi. Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002 kompos yang belum matang dianggap merugikan bila diberikan langsung kedalam tanah
sebab bahan organik tersebut akan diserang oleh mikrobia untuk memperoleh enersi, sehingga hara yang seharusnya digunakan oleh tanaman digunakan juga
mikrobia untuk tumbuh dan berkembang biak. Unsur hara menjadi tidak tersedia unavailable karena berubah dari senyawa anorganik menjadi senyawa organik
jaringan mikrobia yang disebut imobilisasi hara. Secara visual di lapangan, bibit kakao yang diberikan perlakuan kompos sabut kelapa pertumbuhannya kerdil,
daun kecil-kecil dan berwarna kuning menunjukkan gejala defisiensi N. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah 2005 bahwa pupuk organik bernisbah CN
tinggi menuntut tambahan suplai hara-hara tersedia, tanpa suplai ini tanaman dapat menderita defisiensi hara.
Pengaruh aplikasi kompos TKS terhadap LAB-3 menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding kompos jerami padi, kompos kulit buah kakao,
kompos sabut kelapa, dan tanpa kompos. Hal ini disebabkan karena pada tanaman kakao yang diaplikasikan kompos TKS menghasilkan daun-daun yang
lebih banyak dan lebih lebar yang berarti terjadi peningkatan luas daun Tabel 14 dibandingkan dengan aplikasi kompos lainnya. Menurut Wahyudi et al., 2008
secara matematis, hasil fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya LAI leaf area index yaitu besaran yang menyatakan nisbah antara jumlah luas semua
daun dengan luas tanah yang ternaungi, tetapi dalam prakteknya sangat tergantung pada struktur tajuk dan pencahayaan. Daun-daun yang ternaungi
biasanya tidak optimum dalam melakukan fotosintesis, bahkan cenderung berperan sebagai pemakai asimilat. Kenyataan ini juga didukung oleh Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao 2008 bahwa suatu saat, peningkatan jumlah daun justru diikuti dengan penurunan LAB karena daun-daun yang tua ternaungi oleh
daun-daun yang baru tumbuh sehingga daun yang ternaungi berfungsi sebagai pemakai asimilat sink bukan penghasil asimilat source. Sedangkan pada
perlakuan kompos sabut kelapa dan tanpa kompos, nilai LAB-3 lebih tinggi dibandingkan ke-tiga jenis kompos lainnya Tabel 25 hal ini disebabkan karena
daun-daun kakao pada ke-dua perlakuan tersebut lebih sedikit dan kecil-kecil sehingga daun-daun bawah memperoleh cahaya matahari yang cukup untuk
melakukan fotosintesis Gambar 5 Pengaruh aplikasi kompos TKS terhadap LTR-3 menunjukkan hasil
yang lebih rendah dibanding kompos jerami padi, kompos kulit buah kakao, kompos sabut kelapa dan tanpa kompos. Hal ini disebabkan pertambahan
biomassa tanaman per satuan waktu tidak konstan tetapi tergantung dari berat awal tanaman. Menurut Sitompul dan Guritno 1995, bahwa LTR selama
pertumbuhan tidak pernah konstan sekalipun dalam waktu yang relatif pendek, tetapi berubah terus menerus dengan waktu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa LTR
merupakan karakteristik pertumbuhan yang berhubungan dengan perubahan- perubahan lingkungan. Suhu yang tinggi mengakibatkan hilangnya dominasi
pucuk, klorosis, nekrosis, gugur daun dan tanaman menjadi kerdil Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2008.
3. Pengaruh Media Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao