Penentuan Mutu CPO Sebelum Dan Setelah Penggunaan Oil Purifierdan Vacuum Drier Pada Stasiun Klarifikasi Di PTP-Nusantara IV

(1)

PENENTUAN MUTU CPO SEBELUM DAN SETELAH

PENGGUNAAN OIL PURIFIER DAN VACUUM

DRIER PADA STASIUN KLARIFIKASI

DI PTP-NUSANTARA IV

PULU RAJA

KARYA ILMIAH

RENI JULIANA HASIBUAN

072409009

PROGRAM STUDI D 3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

KUALITAS CPO SEBELUM DAN SETELAH PENGGUNAAN OIL PURIFIER DAN VACUUM DRIER PADA STASIUN

KLARIFIKASI DI PTP-NUSANTARA IV PULU RAJA

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

RENI JULIANA HASIBUAN 072409009

PROGRAM STUDI D 3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN MUTU CPO SEBELUM DAN

SETELAH PENGGUNAAN OIL PURIFIERDAN VACUUM DRIER PADA STASIUN KLARIFIKASI DI PTP-NUSANTARA IV

PULU RAJA

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : RENI JULIANA HASIBUAN

Nomor Induk Mahasiswa : 072409009

Program Studi : D 3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (F-MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juli 2010

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua Pembimbing

Dr. Rumondang Bulan, MS Dr. Marpongahtun, M.Sc NIP. 195408301985032001 NIP. 196111151988032001


(4)

PERNYATAAN

MUTU CPO SEBELUM DAN SETELAH PENGGUNAAN OIL PURIFIER DAN VACUUM DRIER PADA STASIUN

KLARIFIKASI DI PTP-NUSANTARA IV PULU RAJA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan ang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

RENI JULIANA HASIBUAN 072409009


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan kasihnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dari awal penyusunan sampai selesai. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pad Program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan Penulis baik dari segi kemampuan dan ilmu pengetahuan. Tetapi penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk kesempurnaan dan kelengkapan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis dan semua pihak yang membaca khususnya dan lingkungan Universitas Sumatera Utara pada umumnya.

Selama penulisan karya ilmiah ini dari awal sampai selesai, Penulis banyak mendapat dorongan, bantuan, motivasi dan petunjuk dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua saya, Bapak LJ.Hasibuan dan Ibu SR.Lumban Gaol yang sangat penulis sayangi, yang telah memberikan dukungan, doa, kasih sayang dan materi kepada penulis.

2. Kakak saya Rotua Syonora Hasibuan dan adik saya Jojor Verionika Hasibuan, Tus-tus Johan Sander Hasibuan, Marisi Wintari Hasibuan yang sangat penulis sayangi, yang telah memberi dukungan, doa, dan motivasi kepada penulis.

3. Ibu DR. Marpongahtun. M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan teliti membimbing penulis.

4. Bapak Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

5. Ibu DR. Rumondang Bulan, MS, sebagai ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

6. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar M.Sc., M.Phil selaku ketua Jurusan Kimia Industri


(6)

7. Bapak Pimpinan dan seluruh karyawan dan karyawati PTP-Nusantara IV Pulu Raja.

8. Bapak dan Ibu pengajar di Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti perkuliahan.

9. Seluruh teman-teman yang telah membantu Penulis menyelesaikan karya ilmiah ini, khususnya d’Girl For U happy (Rusdalia, Lisik, Parni dan Hendra Gaara), Patner PKL (Fitri, Jumirah),Gugun, Syahleni, Sariwulan, Putra, Julia, Rianza Riski, Richard Keliat, Jaka Kelana, dan semua teman-teman kimia industri setambuk 2007.

Akhir kata Penulis mengucapkan terimakasih karena karya ilmiah ini dapat selesai.

Medan, Juli 2010 Penulis


(7)

ABSTRAK

Faktor utama yang menentukan Mutu CPO adalah kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran. Stasiun klarifikasi merupakan stasiun akhir dari proses pengolahan kelapa sawit, dan di stasiun ini dapat diketahui hasil dari CPO telah sesuai dengan standard mutu yang diharapkan atau tidak, melalui pengujian dilaboratorium. Oil purifier dan Vacuum drier adalah alat pemurni di stasiun klarifikasi yang dapat menurunkan kadar kotoran dan kadar air CPO. Setelah melalui kedua alat ini diperoleh CPO yang mengandung kadar asam lemak bebas 3,62%, kadar air 0,144%, kadar kotoran 0,0175%.


(8)

THE QUALITY OF CRUDE PALM OIL BEFORE AND AFTER PASS THROUGH OIL PURIFIER AND VACUUM DRIER

IN THE CLARIFICATION STATION PTP-NUSANTARA IVPULU RAJA

ABSTRACT

The first element which determine for quality of crode palm oil is free fatty acid content, moisture content and dirty contant. Clarification station is the final station for all manufacture crude palm process and in the station can knew the product from crude palm oil has been suitable to standard quality which desire or not, pass through testing in the laboratorium. Oil purifier and vacuum drier is the cleanser instrumental in the clarification station which can be to go down dirty content and moisture content of crude palm oil. After pass through this second instrumental, obtained crude palm oil which containing the free fatty acid contant 3,62%, moisture content 0,144% and dirty content 0,0175%.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Tujuan 4

1.4 Manfaat 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Kelapa Sawit 5 2.2 Pengolahan Kelapa Sawit 12 2.2.1 Pengankutan Tandan Buah Segar 13

2.2.2 Perebusan Tandan Buah Segar 13 2.2.3 Pelepasan Buah 14 2.2.4 Pelumatan 14

2.2.5 Pengeluaran Minyak 15 2.2.6 Pemurnian Minyak 15

2.3 Asam Lemak 19

2.4 Standar Mutu 22

BAB 3 BAHAN DAN METODE 24 3.1 Alat 24

3.2 Bahan 25


(10)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1 Hasil 27

4.1.1 Analisa Mutu CPO Sebelum dan Setelah Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

4.1.2 Peentuuan ALB Sebelum Penggunaan 28 Oil Purifier dan Vacum Drier

4.1.3 Penentuan Kadar Air Sebelum Penggunaan 28 Oil Purifier dan Vacuum Drier

4.1.4 Penentuan Kadar Kotoran Sebelum Penggunaan 29 Oil Purifier dan Vacuum Drier

4.1.5 Penentuan Kadar ALB Setelah Penggunaan 29 Oil Purifier dan Vacuum Drier

4.1.5 Penentuan Kadar Air Setelah Penggunaan 30 Oil Purifier dan Vacuum Drier

4.1.5 Penentuan Kadar Kotoran Setelah Penggunaan 30 Oil Purifier dan Vacuum Drier

4.2 Perhitungan

4.2.1 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas 31

4.2.2 Penentuan Kadar Air 31

4.2.3 Penentuan Kadar Kotoran 31

4.3 Pembahasan 32

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 35

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 8

Tabel 2.2 9

Tabel 2.3 20

Tabel 2.4 22


(12)

ABSTRAK

Faktor utama yang menentukan Mutu CPO adalah kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran. Stasiun klarifikasi merupakan stasiun akhir dari proses pengolahan kelapa sawit, dan di stasiun ini dapat diketahui hasil dari CPO telah sesuai dengan standard mutu yang diharapkan atau tidak, melalui pengujian dilaboratorium. Oil purifier dan Vacuum drier adalah alat pemurni di stasiun klarifikasi yang dapat menurunkan kadar kotoran dan kadar air CPO. Setelah melalui kedua alat ini diperoleh CPO yang mengandung kadar asam lemak bebas 3,62%, kadar air 0,144%, kadar kotoran 0,0175%.


(13)

THE QUALITY OF CRUDE PALM OIL BEFORE AND AFTER PASS THROUGH OIL PURIFIER AND VACUUM DRIER

IN THE CLARIFICATION STATION PTP-NUSANTARA IVPULU RAJA

ABSTRACT

The first element which determine for quality of crode palm oil is free fatty acid content, moisture content and dirty contant. Clarification station is the final station for all manufacture crude palm process and in the station can knew the product from crude palm oil has been suitable to standard quality which desire or not, pass through testing in the laboratorium. Oil purifier and vacuum drier is the cleanser instrumental in the clarification station which can be to go down dirty content and moisture content of crude palm oil. After pass through this second instrumental, obtained crude palm oil which containing the free fatty acid contant 3,62%, moisture content 0,144% and dirty content 0,0175%.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting. Dewasa ini, kelapa sawit tumbuh sebagai tanaman liar (hutan), setengah liar, dan sebagai tanaman budidaya yang tersebar diberbagai negara beriklim tropis bahkan mendekti subtropis di Asia, Amerika Selatan, dan Afrika (Setyamidjaja, D., 2006).

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Kelapa sawit (Elaeis guineensis), saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Ke-empat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.

Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang cerah di masa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari


(15)

minyak sawit. Minyak sawit disamping digunakan sebagai bahan mentah industri pangan, dapat pula digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan (Risza, S., 1994).

Selain kondisi proses pabrik, tingkat efektivitas dan efisiensi pengolahan kelapa sawit juga dipengaruhi oleh derajat kematangan buah yang dapat diketahui melalui sortir buah sebelum diolah. Agar proses di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka perlu ditetapkan standar kematangan buah yang dipanen.

Pengelompokan mutu Tandan Buah Segar (TBS) didasarkan pada jumlah buah yang membrondol sampai diloading ramp yang dinyatakan sebagai fraksi buah. Fraksi buah ialah derajat kematangan Tandan Buah Segar (TBS) yang diterima di pabrik dan diklasifikasikan sebagai berikut : Fraksi 00 (sangat mentah) ialah Tandan Buah Segar (TBS) normal (bukan buah sakit) yang belum mempunyai buah lepas membrondol 0 %; Fraksi 0 (mentah) ialah Tandan Buah Segar (TBS) yang memiliki buah lepas membrondol 1% - 12,5% dari permukaan luar; Fraksi I (kurang matang) ialah Tandan Buah Segar (TBS) yang memiliki buah lepas membrondol 12,5% - 25% dari permukan luar; Fraksi II (matang I) ialah Tandan Buah Segar (TBS) yang memiliki buah lepas membrondol 25% - 50% dari permukaan luar; Fraksi III (matang II) ialah Tandan Buah Segar (TBS) yang memiliki buah lepas membrondol 50% - 75% dari permukaan luar; Fraksi IV (lewat matang) ialah Tandan Buah Segar (TBS) yang memiliki 75% - 100% dari permukaan luar; dan fraksi V (sangat matang) ialah Tandan Buah Segar (TBS) yang bagian dalam telah membrondol (Pahan, I., 2006).


(16)

Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan control yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH (Tempat Pemungatn Hasil) ke pabrik, perebusan (sterilizer), perontokan dan pelumatan buah, pemerasan atau ekstraksi minyak sawit, pemurnian dan penjernihan minyak sawit (clarification), pengeringan dan pemecahan biji, pemisahan inti sawit dari tempurung (Yan Fauzi et al.,2002).

Setelah melalui tahap-tahap pengolahan TBS maka dihasilkan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit yang diperoleh harus dimurnikan terlebih dahulu di stasiun pemurnian (klarifikasi) dengan harapan minyak yang dihasilkan pada akhirnya dapat mencapai standar mutu yang baik sesuai dengan standar mutu Internasional. Alat yang digunakan untuk memurnikan minyak kelapa sawit di Pabrik Kelapa Sawit Pulu Raja adalah Oil Purifier dan Vacum Drier. Oil purifier berfungsi untuk mengurangi kadar kotoran dalam minyak dan Vacum drier untuk mengurangi kadar air dalam minyak.

Minyak kelapa sawit yang telah melalui penggunaan Oil Purifier dan Vacum Drier akan diuji mutu atau kualitasnya yakni dari kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran. Dari pengujian ini akan diketahui apakah setelah penggunaan Oil Purifier dan Vacum Drier kadar air dan kotoran telah berkurang bila dibandingkan dengan sebelum penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier dan apakah hasilnya sesuai dengan standar mutu yang diharapkan.


(17)

Berdasarkan hal inilah, perlu dilakukan analisa terhadap,

Mutu CPO sebelum dan setelah penggunaan Oil Purifier dan Vacum Drier di stasiun klarifikasi pada pabrik kelapa sawit PTP-Nusantara IV Pulu Raja.

1.2 Permasalahan

Apakah pemurnian dengan Oil purifier dan Vacuum drier di Pabrik Kelapa Sawit PTP-Nusantara IV Pulu Raja telah menghasilkan kualitas minyak kelapa sawit yang paramaternya berupa asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran telah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan pemerintah.

1.3 Tujuan

− Untuk mengetahui rata-rata mutu minyak kelapa sawit setelah melalui pemurnian dengan oil purifier dan vacuum drier di PTP Nusantara IV Pulu Raja.

− Untuk mengetahui apakah mutu minyak kelapa sawit yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit PTP-Nusantara IV Pulu Raja telah sesuai dengan standard mutu yang telah ditetapkan pemerintah.

Untuk mengetahui apakah penggunaan oil purifier dan vacuum drier di PTP Nusantara IV Pulu Raja telah sesuai dengan yang diharapkan yaitu menghasilkan kualitas minyak kelapa sawit yang baik .


(18)

1.4 Manfaat

− Sebagai sumbang pemikiran bagi ilmu pengetahuan dan teknologi pada pengolahan kelapa sawit secara khusus.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian


(20)

tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Yan Fauzi et al., 2002).

Minyak kelapa sawit (MKS) merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan. Sementara, minyak makan merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak makan didalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (Pahan, 2006).

Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping kelapa, kacang-kacangan, jagung, bunga matahari, zaitun, dan sebagainya. Minyak sawit yang dimanfaatkan berasal dari daging buah (mesocarp) dan inti sawit (kernel, endosperm). Dewasa ini, komoditas kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan manusia seperti minyak goring, mentega, sabun, kosmetika, dan lain-lain, tetapi juga dapat menjadi substitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dengan minyak bumi. Apalagi, minyak bumi sumbernya tidak dapat diperbaharui (non-renewable), minyak sawit merupakan sumber bahan minyak nabati yang dapat diperbaharui (renewable), sehingga tidak akan pernah habis selama umat manusia mau membudidayakannya secara komersial.

Para ahli telah membuat suatu bagan yang menggambarkan multiguna kelapa sawit dengan membuat “pohon industri kelapa sawit”. Berdasarkan bagan pohon


(21)

industri kelapa sawit, dari produk hulu kelapa sawit dapat dihasilkan jenis-jenis produk sebagai berikut:

1. Minyak sawit (CPO) yang menghasilkan carotene, tocopherol, olein, stearin, soap stock, dan free fatty acid.

2. Inti sawit menghasilkan minyak inti dan bungkil.

3. Tempurung menghasilkan arang, tepung tempurung, dan bahan bakar 4. Serat menghasilkan bahan bakar dan sumber selulosa.

5. Tandan kosong digunakan sebagai sumber selulosa. 6. Sludge digunakan sebagai komponen makanan ternak.

Produk hilir dapat beruapa minyak goreng, minyak salad, shortening, sabun, glyserin, margarine, dan sekian banyak lagi produk turunannya termasuk minyak bakar kendaraan bermotor yang saat ini masih belum merupakan produk utama kelapa sawit (Setyamidjaja, 2006).

Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Artinya, bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidk pada tandan yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai juga bunga jantan dan bunga betina pada satu tandan (hermaprodit) (Sastrosayono, 2003).

Tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar batang, batang dan daun. Sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan yaitu bunga dan buah (Tim Penulis, 1997)


(22)

Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya.

1. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya Dura, Pisifera, Tenera, Macro carya, dan Diwikka-wakka yang deskripsinya dipaparkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah

Varietas Deskripsi

Dura

Pisifera

Tenera

Macro carya

- Tempurung tebal (2-8 mm)

- Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung - Daging buah relative tipis, yaitu 35-50% terhadap buah - Kerenel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah - Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina - Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada - Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura - Daging biji sangat tipis

- Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan

- Hasil persilangan Dura dan Pisifera - Tempurung tipis (0,5-4 mm)

- Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung - Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah)

- Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relative lebih kecil - Tempurung tebal sekitar (5 mm)


(23)

2. Varietas berdasarkan warna kulit buah

Berdasarkan warna kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya varietas Nigrescens, Virescens, dan Albescens seperti yang dijabarkan dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah

Varietas Warna buah muda Warna buah masak Nigrescens

Virescens

Albescens

Ungu kehitam-hitaman Hijau

Keputih-putihan

Jingga kehitam-hitaman

Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau

Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman

3.Varietas Unggul

Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi sebenarnya dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara tetua-tetua yang diketahui mempunyai daya gabung berdasarkan hasil pengujian progeni dengan mengikuti prosedur seleksi Reciprocal Reccurent Selection (RSS). Tetua yang digunakan dalam proses persilangan adalah Dura dan Pisifera. Varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan (Yan Fauzi et al., 2002).

Berdasarkan tipe buah yang abnormal, dikenal juga jenis kelapa sawit poissoni dan diwakkawakka yang mempunyai dua lapisan daging buah yang menyelimuti buah utama. Lapisan daging buah ini merupakan perkembangan dari androecium bunga betina dan didalamnya kadang-kadang dijumpai struktur yang sifatnya mirip dengan cangkang dan kernel (Pahan, 2006).

Proses pambentukan buah sejak saat penyerbukan sampai buah matang sekitar 6 bulan. Buah kelapa sawit pada waktu muda berwarna hitam (Varitas Nigrescens),


(24)

kemudian setelah berumur sekitar 5 bulan berangsur-angsur menjadi merah kekuning-kuningan. Pada saat perubahan warna tersebut terjadi proses pembentukan minyak pada mesocarp (daging buah). Perubahan warna tersebut karena pada butir-butir minyak mengandung zat warna (Karotein).

Proses pembentukan minyak dalam daging buah berlangsung selama 3-4 minggu yaitu sampai tingkat matang morfologis. Yang disebut matang morfologis adalah buah telah matang dan kandungan minyaknya sudah optimal. Sedangkan matang fisiologis adalah buah sudah matang ranum dan sudah siap untuk tumbuh, yakni sekitar 1 bulan setelah matang morfologis (Risza, 1994).

Buah kelapa sawit tenera memiliki sebuah inti atau kernel yang mengandung minyak inti sawit yang dikelilingi oleh perikarp. Perikarp tersusun oleh tiga lapisan yaitu endokarp yang keras (cangkang), mesokarp yang berserat dan mengandung minyak sawit (CPO) dan eksokarp (lapisan luar yang berlapis lilin) (Adiputra, 2003).

Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang memiliki bagian-bagian sebagai berikut:

1. Eksokarp

Eksokarp atau kulit luar yang keras dan licin. Ketika buah masih muda, warnanya hitam atau ungu tua atau hijau. Semakin tua, warnanya berubah menjadi oranye merah atau kuning oranye.

2. Mesokarp

Mesokarp atau sabut. Diantara jaringan-jaringannya ada sel pengisi seperti spons atau karet busa yang sangat banyak mengandung minyak (CPO), jika buah sudah masak.


(25)

3. Endokarp

Endokarp atau tempurung. Ketika buah masih muda, endokarp memiliki tekstur lunak dan berwarna putih. Ketika buah sudah tua, endokarp berubah menjadi keras dan berwarna hitam. Ketebalan endokarp tergantung pada varietasnya. Contohnya, varietas dura memiliki endokarp sangat tebal, sedangkan varietas pisifera sangat tipis, bahkan tanpa endokarp.

4. Kernel

Kernel atau biji atau inti. Inti dapat disamakan dengan daging buah dalam kelapa sayur, tetapi bentuknya lebih padat dan tidak berisi air buah. Kernel mengandung minyak (PKO) sebesar 3% dari berat tandan, berwarna jernih, dan bermutu sangat tinggi (Sastrosayono, 2003).

Biji kelapa sawit (kernel) terdiri dari 3 bagian:

a) Kulit biji (Spermodermis) disebut cangkang (sheel). b) Tali pusat (Funiculus).

c) Inti biji (Nucleus seminis).

Didalam inti inilah terdapat lembaga atau embrio yang merupakan calon tanaman baru (Risza, 1994)

2.2. Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan TBS dipabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlanghsung cukup panjang dan memerlukan control yang


(26)

cermat. Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan tandan buah segar sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut:

2.2.1 Pengangkutan Tandan Buah Segar

TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam setelah panen harus segera diolah. Buah yang tidak segera diolah, akan mengalami kerusakan. Pemilihan alat angkut yang tepat akan membantu mengatasi kerusakan buah selama pengangkutan. Guncangan selama perjalanan lebih banyak terjadi jika menggunakan truk atau traktor gandengan sehingga pelukaan pada buah lebih banyak. Setelah TBS sampai di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan terutama untuk mendapatkan angka-angka yang berkaitan dengan produksi, pembayaran upah pekerja, dan perhitungan rendemen minyak sawit.

2.2.2 Perebusan Tandan Buah Segar (TBS)

TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus di dalam sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumny tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu 125o C. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.


(27)

Pada dasarnya tujuan perebusan adalah :

a. merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB b. mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang c. memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan

d. untuk mengkoagulasi (mengendapkan) protein sehingga memudahkan proses pemisahan minyak (Yan Fauzi et al, 2002)

2.2.3 Pelepasan Buah

TBS yang telah direbus dimasukkan kedalam mesin pelepas buah (thresher). Tandan buah akan terbanting kedinding sehingga terlepas dari tandannya. Tandan akan terpental ke luar dan buah akan keluar dari mesin melalui kisi-kisi, kemudian jatuh ke uliran yang akan membawanya ke stasiun pengadukan (digester). Tandan yang sudah kosong melalui konveyor dibawa kealat pengabuan (incinerator) untuk diabukan.

2.2.4 Pelumatan

Pelumatan atau pengadukan dilaksanakan di dalam mesin pelumat (digester), yaitu bejana yang dilengkapi pisau pengaduk. Daging buah akan dilumatkan untuk memecahkan jaringan sel minyaknya. Pada proses pelumatan dilakukan pemanasan dengan uap pada suhu 85 oC-95 oC agar minyak tidak menjadi kental, sehingga mudah dikeluarkan pada proses pengeluaran minyak (pengempaan).


(28)

2.2.5 Pengeluaran Minyak

Pengeluaran minyak atau pengempaan adalah mengeluarkan minyak yang terdapat di dalam daging buah yang telah dilumatkan dengan cara dikempa atau dipress sehingga minyak dapat dipisahkan dari ampasnya. Pengepresan kelapa sawit banyak memakai cara continous screw press yang menghasilkan tekanan oleh kerja dua uliran yang berputar berlawanan arah. Tekanan ini sangat menentukan keberhasilan proses pengempaan. Tekanan harus dapat mengeluarkan minyak dari ampasnya secara efisien dengan sedikit mungkin adanya biji yang pecah. Tekanan yang normal adalah 50 kg/cm2 yang diatur pada ejector cone, yaitu logam berbentuk kerucut yang terdapat pada outlet. Waktu pengempaan berlangsung antara 6 – 10 menit dan suhu dipertahankan pada 85 oC – 90 oC (Setyamidjaja, 2006).

2.2.6 Pemurnian Minyak (Klarifikasi)

Stasiun pemurnian yaitu stasiun pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang bertujuan untuk melakukan pemurnian minyak kelapa sawit dari kotoran-kotoran, seperti padatan, lumpur dan air.

I. Tujuan Pemurnian

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Tujuan dari pembersihan/ pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak (Pahan, 2006).


(29)

Stasiun pemurnian minyak adalah stasiun akhir untuk pengolahan minyak. Minyak kasar (crude oil) dari stasiun press dikirim ke stasiun ini untuk diproses lebih lanjut, sehingga diperoleh minyak produksi. Proses pemisahan minyak, air dan kotoran dilakukan dengan sistem pengendapan, centrifuge, penguapan.

2. Tahap – Tahap Pemurnian Minyak

Adapun tahap-tahap dalam pemurnian minyak untuk mendapatkan minyak yang memenuhi standard haruslah melewati beberapa alat pendukung yaitu :

2.1 Tangki Pemisah Pasir (Sand Trap Tank)

Alat ini dipakai untuk memisahkan pasir dari cairan minyak kasar yang berasal dari “screw press”. Untuk memudahkan pengendapan pasir, cairan minyak kasar harus panas yang diperoleh dengan menginjeksikan uap. Hal-hal yang perlu diperhatikan, suhu minyak kasar 95-115 o

2. 2 Saringan Bergetar (Vibrating Screen)

C, pembuangan pasir secara rutin setiap 4 jam dan hindarkan minyak jangan sampai terbawa.

Minyak kasar yang sudah diendapkan pada sand trap tank dialirkan ke vibrating screen untuk disaring lebih lanjut, dengan tujuan untuk memisahkan benda-benda padat yang terikut pada minyak kasar dari screw press. Benda-benda padat atau serabut-serabut halus ini harus dipisahkan dari minyak kasar karena dapat mengganggu proses klarifikasi lebih lanjut.

2.3 Tangki/ Pompa Minyak Kasar ( Crude Oil Tank/ Pump)

Tangki minyak kasar adalah tangki penampung minyak kasar yang telah disaring untuk dipompakan kedalam tangki pisah (Continous Clarifier Tank) dengan pompa minyak kasar. Untuk menjaga agar suhu cairan tetap, diberikan penambahan panas dengan menginjeksikan uap.


(30)

2.4 Tangki Pemisah (Continous Settling Tank)

Pemisahan pertama minyak dengan sludge secara pengendapan dilakukan didalam tangki ini. Untuk menjaga kebersihan dan volume tangki sebaiknya endapan pasir pada ruang kedua tangki dibuang tiap minggu. Continous Settling Tank (CST) ini terdiri dari 3 ruangan yaitu:

a. Ruang pertama : untuk penampungan minyak dari pompa minyak kasar dan penambahan panas.

b. Ruang kedua : merupakan ruang pemisahan minyak, dimana minyak yang mempunyai berat jenis (BJ) kecil mengapung dan dialirkan ke oil tank, sedangkan sludge yang mempunyai BJ lebih besar pada minyak, masuk kedalam ruang ketiga melalui lubang bawah sekat.

c. Ruang ketiga : merupakan ruang penampungan sludge sebelum dialirkan kedalam sludge tank (Adiputra, 2003).

Minyak yang terdapat dibagian atas CST dikutip dengan menggunakan talang pengutip atau skimmer dan kemudian dikumpulkan dan dialirkan ke Oil Tank. Masa tumbuh dari cairan dalam CST dipengaruhi oleh ukuran CST dan jumlah cairan minyak yang ditampung dalam CST ( Naibaho, 1996)

2.5 Tangki Pemasakan Minyak (Oil Tank)

Minyak yang telah dipisah pada CST ditampung dalam tangki ini untuk dipanasi lagi sebelum diolah didalam Oil Purifier. Diusahakan agar tangki ini tetap penuh untuk menjaga agar pemanasan tetap 90oC-95oC. Sistem pemanasan dilakukan dengan pipa spiral yang dialiri uap dengan tekanan 3kg/cm2. Tangki ini berbentuk silinder, dengan bagian dasar berbentuk kerucut. Adapun hal-hal yang perlu


(31)

diperhatikan yaitu saringan uap (strainer) dan Steam Trap harus berfungsi baik, kadar air dalam minyak diusahakan ± 0,4-0,8% dan kadar kotoran dalam minyak diusahakan ± 0,02-0,04% (Adiputra, 2003).

2.6 Sentripusi Minyak (Oil Sentrifuge)

Prinsip kerja Purifier adalah gaya sentripugal dengan perbedaan berat jenis antara minyak dan kotoran. Di Purifier, kotoran dan air akan memisah ke tepi sedangkan minyak berada dibagian tengah. Minyak selanjutnya dialirkan lagi ke vacum drier untuk dikeringkan. Selama proses ini suhu dipertahankan pada 95oC (Setyamidjaja, 2006).

Alat pemisah sentripusi, ini berputar dengan kecepatan ±7500 rpm. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan, pembebanan baru dapat dilakukan setelah dicapai putaran normal dari mesin dengan cara menghitung “ revolution counter” (62-65/menit), kadar air dalam minyak setelah sentripusi (oil purifier) berkisar 0,2-0,5% sedangkan kadar kotoran harus mencapai 0,01-0,017% (Adiputra, 2003).

2. 7 Pengeringan Minyak

Vacuum drier adalah bejana vacuum udara bertekanan 760 mmHg yang berfungsi untuk mengeringkan (mengurangi kandungan air) dalam minyak. Pada proses pengeringan minyak, minyak disemprotkan kedalam vacuum drier. Uap air yang terbentuk akan masuk ke kondensor (pendingin), kemudian dialirkan ketempat penampungan. Minyak yang jatuh kebagian bawah vacuum drier telah memiliki kadar air yang sangat rendah (kurang dari 0,2%). Minyak ini kemudian dialirkan ke tangki timbun. Selama disimpan di dalam tangki timbun, minyak terus dipanasi dengan suhu 60oC agar keadaannya tetap cair. Minyak yang berada dalam tangki timbun sudah siap dijual sebagai minyak kasar (crude oil) (Setyamidjaja, 2006).


(32)

Pemisahan air dari minyak dalam vacuum drier dipengaruhi oleh:

Suhu minyak : pemisahan air atau bahn mudah menguap semakin efektif bila suhu minyak semakin tinggi. Pemanasan dalam vacuum drier tidak terjadi, sehingga yang menentukan suhu minyak ialah suhu perlakuan pada oil purifier.

Kehampaan udara : bahan lebih mudah menguap apabila dalam keadaan hampa udara. Kehampaan udara tergantung dari kemampuan steam injector atau pompa vacuum, juga dipengaruhi fluktuas debit minyak masuk.

Pengaturan kapasitas alat :semakin tinggi kapasitas alat yang sama maka penguapan air semakin lambat dan menghasilkan minyak yang bermutu jelek (Naibaho, 1996).

2.3 Asam Lemak

Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum : R-COOH, dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh dan terdiri atas 4-24 buah atom C (Poedjadi, 2006).

Hanya sedikit asam lemak bebas terdapat secara alami. Asam lemak dijumpai pada lipid-lipid yang telah disebutkan terdahulu baik melalui ikatan-ikatan ester maupun ikatan amida yang terbentuk didalam metabolisme lemak. Asam lemak kebanyakan diperoleh melalui hidrolisis lemak yang merupakan asam monokarboksilat yang mengandung group karboksil yang dapat berionisasi dan non polar, berantai atom C lurus dan siklik, umumnya terbentuk dari atom C yang genap


(33)

(walaupun secara alami ada juga yang beratom C ganjil) dan dapat jenuh atau tidak jenuh (mengandung ikatan rangkap) (Naibaho, 1996).

Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada. Sedangkan asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang banyak terdapat dalam trigliserida dan memiliki satu ikatan rangkap (Winarno, 2003).

Gliserida adalah ester dari asam –asam lemak dan gliserol dengan nama umum “fat” (lemak). Fat dapat terhidrolisis sebagian (partially hydrolyzed) oleh enzim “lipase” yang banyak terdapat dalam jaringan buah sawit. Pada waktu pertumbuhan dan perkembangan buah, lipase berperan di dalam sintesa gliserida dari asam lemak dan gliserol. Akan tetapi apabila fat tadi berhubungan dengan air dan disitu terdapat lipase, maka dapat terjadi reaksi sebaliknya dan terjadilah hidrolisa yang menghasilkan asam lemak bebas sehingga menurunkan kualitas minyak sawit. Di dalam praktek tidak mungkin bisa dilakukan ekstraksi minyak pada kondisi sebelum terbentuknya asam lemak bebas, oleh sebab itu secara komersial semua jenis lemak dan minyak pasti mengandung sejumlah asam lemak bebas. Minyak yang kandungan asam lemak bebasnya tinggi disebut “hard oil” dan apabila kadar asam lemak bebasnya rendah yang berarti lebih banyak mengandung gliserida disebut “soft oil”. Minyak sawit yang kadar asam lemak bebasnya rendah akan lebih mudah dimurnikan dan dipucatkan warnanya. Pemurnian minyak yang kadar asam lemak bebasnya tinggi dan bahkan kalau asam lemak bebasnya cukup banyak direduksi, maka komposisi kimianya banyak mengalami perubahan (Suyitno, 1985).


(34)

Berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap asam lemak dibedakaaan atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Adapun Tabel 2.3 berikut menjelaskan tentang komposisi asam lemak dalam minyak sawit.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit

Asam lemak Jumlah Atom C Minyak Sawit (%)

Asam Lemak Jenuh

Oktanoat Dekanoat Laurat Miristat Palmitat Stearat

Asam Lemak Tidak Jenuh

Oleat Linoleat Linolenat 8 10 12 14 16 18 18 18 18 - - 1 1-2 32-4 74-10 38-50 5-14 1

(Yan Fauzi et al., 2002).

Proses hidrolisis minyak sawit menggunakan enzim lipase dari jamur Aspergillus niger dinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung pada suhu


(35)

10-25oC. Selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga dihasilkan asam-asam lemak murni. Asam-asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat.

2.4 Standar Mutu

Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya.Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium.Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak sawit seperti dalam tabel 2.4 berikut.


(36)

Tebel 2.4 Standar Mutu Minyak Sawit

Karakteristik Minyak Sawit (%) Keterangan

Asam lemak bebas

Kadar kotoran

Kadar air

Bilangan Iodin

Bilangan Peroksida

5

0,02

0,17

51

5,0

maksimal

maksimal

maksimal

minimum

maksimal


(37)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat

− Gelas Erlenmeyer 125 ml Pyrex

− Neraca Analitik Sartorius

− Buret 50 ml Ruchi

− Gelas ukur 100 ml Pyrex

− Hot plate Robusta

− Oven Memmert

− Gelas Beaker 50 ml Pyrex

− Gelas Piala Pyrex

− Corong Pisah Pyrex

− Bohfilter − Desicator − Stopwatch − Water Jet


(38)

3.2 Bahan

− Contoh minyak kelapa sawit − Larutan Ethyl Alkohol 95% − Indikator Phenolpthalein − Kalium Hidroksida 0,1 N − n-Heksan

3.3 Prosedur Percobaan

a. Penentuan kadar asam lemak bebas

− Contoh minyak yang telah homogen 2-5 gram dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer yang telah ditentukan berat kosongnya.

− Dipanaskan selama ± 5 menit

− n-Heksan 50 ml dan alcohol netral 15 ml dimasukkan kedalam contoh minyak − Ditambahkan 4 tetes indikator Phenolpthalein

− Diaduk merata

− Dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi orange muda

− Dicatat volume KOH yang terpakai b. Penentuan kadar air

− Contoh minyak ± 10 gram dimasukkan kedalam petridish yang telah ditentukan berat kosongnya


(39)

− Dipanaskan diatas hot plate selama 5-10 menit − Didinginkan didalam desicator selama 15 menit

− Ditimbang kembali contoh yang telah didinginkan dan dicatat beratnya c. Penentuan kadar kotoran

− Kertas saring GF dengan n-Heksan dibilas dan dimasukkan kedalam Bohfilter − Dikeringkan bohfilter di dalam oven selama 60 menit pada suhu 100-105o − Didinginkan didalam desicator selama 15 menit

C

− Ditimbang berat bohfilter yang telah dikeringkan

− Ditimbang contoh minyak 10-12 gram kedalam gelas piala yang telah ditentukan berat kosongnya

− Ditambahkan n-Heksan 50 ml kedalam contoh minyak dan diaduk sampai semua contoh minyak larut

− Disaring contoh minyak dengan boh filter

− Dicuci bohfilter dengan n-Heksan sampai filtratnya bebas dari minyak atau lemak

− Dikeringkan bohfilter dalam oven pada suhu 100-105o − Didinginkan dalam desicator selama 15 menit

C selama 60 menit


(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Analisa Mutu CPO Sebelum dan Setelah Melalui Oil Purifier dan Vacuum Drier di Stasiun Klarifikasi PTP-Nusantara IV Pulu Raja.

Berdasarkan analisa terhadap mutu CPO yang dilakukan pada tanggal 20-27 Januari didapat data yang dijabarkan pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Mutu CPO Sebelum dan Setelah Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

NO TGL Analisa

Mutu CPO sebelum penggunaan Oil Purifier dan Vacuum

Drier

Mutu CPO Setelah Penggunaan Oil purifire dan

Vacum dryer ALB (%) Air (%) Kotoran (%) ALB (%) Air (%) Kotoran (%) 1 20/01/2010 3.75 0.490 0.030 4.00 0.147 0.019 2 21/01/2010 2.50 0.550 0.080 2.45 0.120 0.018 3 22/01/2010 3.58 0.463 0.027 3.93 0.157 0.018 4 25/01/2010 3.65 0.461 0.028 3.51 0.156 0.019 5 26/01/2010 3.59 0.390 0.026 4.10 0.151 0.017 6 27/01/2010 3.63 0.374 0.030 3.75 0.138 0.014 Rata-rata 3.45 0.46 0.036 3.62 0.144 0.0175


(41)

4.1.2 Analisa Mutu CPO Sebelum Melalui Oil Purifire dan Vacum Dryer

Penentuan kadar ALB yang diperoleh sebelum penggunaan oil purifier dan vacuum drier yang ditunjukkan pada tabel 4.2 yang merupakan penjabaran persentase perbandingan volume KOH dan Berat Molekul (BM) serta berbanding terbalik dengan berat sampel dan volume dalam satuan liter.

Tabel 4.2 Kadar ALB sebelum penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

No Berat Sampel (gr) Normalitas KOH (N) KOH yang terpakai (ml) Indikator Phenolpthalein (tetes) Kadar ALB (%)

1 2,8797 0,1 2,7 4 3,75

2 2,1880 0,1 1,4 4 2,50

3 2,1236 0,1 1,9 4 3,58

4 2,0856 0,1 1,9 4 3,65

5 2,4490 0,1 2,3 4 3,59

6 2,5245 0,1 2,4 4 3,63

4.1.3 Penentuan Kadar Air Sebelum penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

Penentuan kadar air yang diperoleh sebelum penggunaan oil purifier dan vacuum drier yang ditunjukkan pada tabel 4.3 yang merupakan penjabaran persentase perbandingan berat air (berat sampel dan cawan sebelum dipanaskan dikurang dengan berat sampel dan cawan setelah dipanaskan) berbading terbalik dengan berat sampel.

Tabel 4.3. Kadar Air Sebelum Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier No Berat

Sampel (gr)

Berat Sampel + Cawan (gr) Lama Pemanasan (menit) Berat Sampel Akhir (gr) Kadar Air (%)

1 10,3815 62,8755 5 62,8239 0,490

2 10,4178 65,0409 5 64,9827 0,550

3 10,7387 103,8844 5 103,8347 0,463

4 10,4426 65,0603 5 65,0121 0,461

5 10,6899 65,3119 5 65,2702 0,390


(42)

4.1.4 Penentuan Kadar Kotoran Sebelum Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

Penentuan kadar kotoran yang diperoleh setelah penggunaan oil purifier dan vacuum drier yang ditunjukkan pada tabel 4.4 merupakan penjabaran persentase perbandingan berat kotoran (boh filter dan residu dikurang berat boh filter kosong) berbanding terbalik dengan berat sampel.

Tabel 4.4 Kadar Kotoran Sebelum Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

No Berat Sampel (gr)

Berat Boh Filter Kosong (gr) Lama Pemanasan (menit) Berat Boh Filter Setelah Pemanasan (gr) Kadar Kotoran (%)

1 10,6901 32,4816 60 32,4849 0,030

2 10,7162 34,4603 60 34,4696 0,080

3 10,1678 32,4840 60 32,4868 0,027

4 10,2208 32,4842 60 32,4871 0,028

5 10,3510 32,8574 60 32,8601 0,026

6 10,2854 34,4705 60 34,4738 0,030

4.1.5 Analisa Mutu CPO Setelah Melalui Oil Purifire dan Vacum Dryer

Penentuan kadar ALB yang diperoleh setelah penggunaan oil purifier dan vacuum drier yang ditunjukkan pada tabel 4.5 yang merupakan penjabaran persentase perbandingan volume KOH dan Berat Molekul (BM) serta berbanding terbalik dengan berat sampel dan volume dalam satuan liter.

Tabel 4.5 Kadar ALB Setelah Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

No Berat Sampel (gr) Normalitas KOH (N) KOH yang terpakai (ml) Indikator Phenolpthalein (tetes) Kadar ALB (%)

1 3,0984 0,1 3,1 4 4,00

2 2,2814 0,1 1,4 4 2,45

3 2,1381 0,1 2,1 4 3,93

4 2,2818 0,1 2,0 4 3,51

5 2,2358 0,1 2,4 4 4,10


(43)

4.1.6 Penentuan Kadar Air Setelah Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier Penentuan kadar air yang diperoleh setelah penggunaan oil purifier dan vacuum drier yang ditunjukkan pada tabel 4.6 yang merupakan penjabaran persentase perbandingan berat air (berat sampel dan cawan sebelum dipanaskan dikurang dengan berat sampel dan cawan setelah dipanaskan) berbading terbalik dengan berat sampel. Tabel 4.6 Kadar Air Setelah Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

4.1.7 Penentuan Kadar Kotoran Setelah Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

Penentuan kadar kotoran yang diperoleh setelah penggunaan oil purifier dan vacuum drier yang ditunjukkan pada tabel 4.7 merupakan penjabaran persentase perbandingan berat kotoran (boh filter dan residu dikurang berat boh filter kosong) berbanding terbalik dengan berat sampel.

Tabel 4.7 Kadar Kotoran Setelah Penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier

No Berat Sampel (gr) Berat Boh Filter Kosong (gr) Lama Pemanasan (menit) Berat Boh Filter Setelah Pemanasan (gr) Kadar Kotoran (%)

1 10.396 41.3408 60 41.3428 0.019

2 10.3477 31.6508 60 31.6527 0,018

3 10.248 34.4732 60 34.475 0,018

4 10.5911 34.4701 60 34.472 0,019

5 10.8634 32.4831 60 32.485 0,017

6 11.3246 34.4822 60 34.4838 0,014

No Berat Sampel

Berat Sampel + Cawan (gr)

Lama Pemanasan (menit) Berat Sampel setelah dipanaskan (gr)

Kadar Air (%)

1 10.7387 103.8844 5 103.8686 0,147

2 11.4124 89.7052 5 89.6907 0,120

3 10.1145 102.5508 5 102.5349 0,157

4 10.4506 106.4579 5 106.4416 0,156

5 10.2854 41.7060 10 41.6905 0,151


(44)

4.2 Perhitungan

4.2.1 Penentuan kadar asam lemak bebas Diambil dari tabel 4.2 pada data no.1

Kadar Asam Lemak Bebas =

1000 256 x sampel Berat x KOH N x KOH Volume x 100% = 1000 8797 , 2 256 1563 , 0 7 , 2 x x N x ml x 100%

= 3,75%

4.2.2 Penentuan kadar air

Diambil dari tabel 4.3 pada data no.1

Berat Air = (Berat cawan + berat sample sebelum dipanaskan) – (berat beaker + sample setelah dipanaskan)

= 62,8755 gram – 62,8239 gram = 0,0516 gram

Kadar Air =

sampel berat air berat x 100% = g g 3815 , 10 0156 , 0

x 100%

= 0.49%

4.2.3 Penentuan Kadar Kotoran Diambil dari tabel 4.4 pada data no.1

Berat Kotoran = (berat boh filter + residu) – (berat boh filter kosong) = 32,4849 gram – 32,4816 gram


(45)

Kadar Kotoran =

sampel berat

kotoran berat

x 100%

=

6901 , 10

0033 , 0

x 100%

= 0,030%

4.3 Pembahasan

Kualitas CPO sangat dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas, kadar zat menguap (air), dan kadar kotoran. Kenaikan kadar asam lemak bebas (ALB) ditentukan mulai dari tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

Kadar air dan kadar kotoran dapat diminimalkan dengan car melakukan perlakuan yang baik terhadap alat-alat proses yang berhubungan langsung dengan pengolahan. Oil purifier merupakan alat yang berfungsi untuk menurunkan kadar kotoran dalam CPO dengan prinsip sentrifugasi (pemusingan) dan perbedaan berat jenis. Melalui proses sentrifugasi ini, kotoran-kotoran yang berukuran besar dapat disaring. Minyak yang keluar dari Oil purifier masih mengandung air, kadar air tersebut akan dikurangi hingga batas maksimum yang didasarkan pada mutu standar di dalam alat Vacuum drier. Pengeringan minyak dipergunakan untuk memisahkan air dari minyak dengan cara penguapan hampa. Uap air yang terbentuk akan masuk ke kondensor (pendingin), kemudian dialirkan ke tempat penampungan. Minyak yang


(46)

jatuh kebagian bawah vacuum drier telah memiliki kadar air yang memenuhi standar mutu (Tim Penulis, 1997)

Menurut standar mutu CPO telah ditetapkan kadar asam lemak bebasnya 5 %, kadar zat menguap (air) 0,15% dan kadar kotoran 0,02% (Yan Fauzi et al., 2002).

Dari data laboratorium dapat dilihat bahwa rata-rata kualitas CPO setelah melalui alat oil purifier dan vacuum drier yang meliputi kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran masing-masing adalah 3,62%, 0,144%, dan 0,0175%. Rata-rata kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran telah memenuhi standart mutu yaitu <5%, < 0,15% dan 0,02%. Namun dari rata-rata kadar ALB setelah melalui penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier naik dari 3,45 % menjadi 3,62 %. Beberapa hal yang menyebabkan peningkatan kadar ALB tersebut setelah penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier diantaranya karena proses pengolahan yang berjalan secara continue sehingga dapat terjadi perubahan ALB dalam waktu yang bersamaan baik perubahan kenaikan maupun perubahan penurunan. Dapat pula karena sebelum penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier CPO masih mengandung banyak air dan kotoran, namun setelah penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier sudah terjadi penurunan kadar air dan kotoran sehingga kadar ALB menjadi lebih pekat yang menyebabkan meningkatnya kadar ALB tersebut. Penyebab yang lain dikarenakan tidak dilakukan pencucian alat Oil purifier dan Vacuum drier secara rutin yakni setiap 1 jam sekali, sehingga terjadi penumpukan sludge pada oil purifier yang menyebabkan terikutnya sludge pada minyak yang telah murni dan berakibat meningkatnya kadar ALB.


(47)

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa kualitas CPO yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu pemerintah. Ini berarti Oil purifier dan Vacuum drier telah bekerja secara efisien sesuai dengan fungsinya yakni untuk menurunkan kadar kotoran dan kadar zat menguap (air) sehingga menghasilkan air dan kotoran dibawah standar mutu yang diharapkan.


(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Rata-rata kualitas minyak kelapa sawit sebelum melalui Oil purifier dan Vacuum drier di PTP Nusantara IV Pulu Raja adalah kadar asam lemak bebas 3,45%, kadar air 0,46% dan kadar kotoran 0,036% sedangkan setelah melalui Oil purifier dan Vacuum drier kadar asam lemak bebas 3,62%, kadar air 0,144% dan kadar kotoran 0,0175%.

2. Berdasarkan data tersebut diatas bahwa mutu minyak sawit yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit PTP-Nusantara IV Pulu Raja telah sesuai dengan dengan standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah.

3. Dengan demikian, pemurnian dengan Oil purifier dan Vacuum drier di PTP Nusantara IV Pulu Raja telah bekerja secara efisien sehingga menghasilkan mutu CPO yang parameternya berupa kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran yang masih berada dibawah standar mutu internasional yakni <5%, <0,15% dan <0,02%.


(49)

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan perawatan dan pemeliharaan yang lebih intensif atau secara berkala terhadap alat-alat produksi yang terdapat di PTP-Nusantara IV Pulu Raja khususnya untuk Oil purifier agar dilakukan pencucian alat setiap 1 jam skali untuk mencegah terjadinya penumpukan sludge minyak dan agar minyak yang dihasilkan dapat lebih murni. Selain itu, perlu diperhatikan faktor-faktor yang memepengaruhi kualitas minyak kelapa sawit, misalnya penimbunan yang terlalu lama di Loading ramp yang dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dari minyak kelapa sawit.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, S. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Indonesian Oil Palm Reserch Institute.

Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Naibaho, P. M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Poedjadi, A dan T. Supriyanti, F. M. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Edisi Revisi Jakarta: UI-Press.

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit: Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta: Kanisius.

Sastrosayono, S. 2003. Budi Daya Kelapa Saeit: Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Setyamidjaja, D. 2006. Seri Budi Daya Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius.

Suyitno. 1985. Industri Hilir Komoditi Minyak. Yokyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).


(51)

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F. G. 2003. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yan fauzi, Y. E. Widyastuti, I. Setyawibawa, dan R. Hartono. 2002. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.


(1)

jatuh kebagian bawah vacuum drier telah memiliki kadar air yang memenuhi standar mutu (Tim Penulis, 1997)

Menurut standar mutu CPO telah ditetapkan kadar asam lemak bebasnya 5 %, kadar zat menguap (air) 0,15% dan kadar kotoran 0,02% (Yan Fauzi et al., 2002).

Dari data laboratorium dapat dilihat bahwa rata-rata kualitas CPO setelah melalui alat oil purifier dan vacuum drier yang meliputi kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran masing-masing adalah 3,62%, 0,144%, dan 0,0175%. Rata-rata kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran telah memenuhi standart mutu yaitu <5%, < 0,15% dan 0,02%. Namun dari rata-rata kadar ALB setelah melalui penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier naik dari 3,45 % menjadi 3,62 %. Beberapa hal yang menyebabkan peningkatan kadar ALB tersebut setelah penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier diantaranya karena proses pengolahan yang berjalan secara continue sehingga dapat terjadi perubahan ALB dalam waktu yang bersamaan baik perubahan kenaikan maupun perubahan penurunan. Dapat pula karena sebelum penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier CPO masih mengandung banyak air dan kotoran, namun setelah penggunaan Oil Purifier dan Vacuum Drier sudah terjadi penurunan kadar air dan kotoran sehingga kadar ALB menjadi lebih pekat yang menyebabkan meningkatnya kadar ALB tersebut. Penyebab yang lain dikarenakan tidak dilakukan pencucian alat Oil purifier dan Vacuum drier secara rutin yakni setiap 1 jam sekali, sehingga terjadi penumpukan sludge pada oil purifier yang menyebabkan terikutnya sludge pada minyak yang telah murni dan berakibat meningkatnya kadar ALB.


(2)

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa kualitas CPO yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu pemerintah. Ini berarti Oil purifier dan Vacuum drier telah bekerja secara efisien sesuai dengan fungsinya yakni untuk menurunkan kadar kotoran dan kadar zat menguap (air) sehingga menghasilkan air dan kotoran dibawah standar mutu yang diharapkan.


(3)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Rata-rata kualitas minyak kelapa sawit sebelum melalui Oil purifier dan Vacuum drier di PTP Nusantara IV Pulu Raja adalah kadar asam lemak bebas 3,45%, kadar air 0,46% dan kadar kotoran 0,036% sedangkan setelah melalui Oil purifier dan Vacuum drier kadar asam lemak bebas 3,62%, kadar air 0,144% dan kadar kotoran 0,0175%.

2. Berdasarkan data tersebut diatas bahwa mutu minyak sawit yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit PTP-Nusantara IV Pulu Raja telah sesuai dengan dengan standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah.

3. Dengan demikian, pemurnian dengan Oil purifier dan Vacuum drier di PTP Nusantara IV Pulu Raja telah bekerja secara efisien sehingga menghasilkan mutu CPO yang parameternya berupa kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran yang masih berada dibawah standar mutu internasional yakni <5%, <0,15% dan <0,02%.


(4)

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan perawatan dan pemeliharaan yang lebih intensif atau secara berkala terhadap alat-alat produksi yang terdapat di PTP-Nusantara IV Pulu Raja khususnya untuk Oil purifier agar dilakukan pencucian alat setiap 1 jam skali untuk mencegah terjadinya penumpukan sludge minyak dan agar minyak yang dihasilkan dapat lebih murni. Selain itu, perlu diperhatikan faktor-faktor yang memepengaruhi kualitas minyak kelapa sawit, misalnya penimbunan yang terlalu lama di Loading ramp yang dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dari minyak kelapa sawit.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, S. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Indonesian Oil Palm Reserch Institute.

Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Naibaho, P. M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Poedjadi, A dan T. Supriyanti, F. M. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Edisi Revisi Jakarta: UI-Press.

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit: Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta: Kanisius.

Sastrosayono, S. 2003. Budi Daya Kelapa Saeit: Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Setyamidjaja, D. 2006. Seri Budi Daya Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius.

Suyitno. 1985. Industri Hilir Komoditi Minyak. Yokyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).


(6)

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F. G. 2003. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yan fauzi, Y. E. Widyastuti, I. Setyawibawa, dan R. Hartono. 2002. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.