Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah Ahmadiyah 1 menjadi perhatian umat Islam Indonesia terutama setelah terjadi peristiwa penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Kampus Al Mubarok, Parung, Bogor oleh umat Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Indonesia GUII yang dipimpin oleh Habib Abdurrahman As-segaf, Jum’at 15 Juli 2005 2 . Peristiwa tersebut berujung pada penutupan seluruh aktivitas Jemaah Ahmadiyah oleh aparat kepolisian. Aksi yang terjadi pada pertengahan Juli, 2005 inilah yang menjadi awal mula media massa nasional menurunkan ulasan aksi-aksi serupa terhadap pengikut Ahmadiyah di berbagai tempat di Indonesia. 3 . Misalnya di Kuningan, Jawa Barat 3072005, Kampung Cimayang, 1 Gerakan Ahmadiyah adalah nama gerakan yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad 1839-1908 lahir pada tahun 1880 di Qadian, Gurdaspur, Provinsi Punjab, India. Tiga ajarannya yang berbeda dengan kelompok Muslim lainnya adalah mengenai penyaliban Isa a.s., mengenai al- Mahdi dan mengenai jihad. Menurut pendapatnya Isa tidak meninggal di kayu salib, melainkan setelah kematian dan kebangkitannya kembali dia berhijrah ke Kasymir untuk mengajarkan Injil di negara itu. Disitulah dia meninggal pada usia 120 tahun dan makamnya hingga sekarang masih ada di Srinagar. Mengenai Al-Mahdi, dia memproklamasikan diri sebagai Al-Mahdi yang dijanjikan itu dan sekaligus sebagai inkarnasi Isa dan Muhammad serta sebagai avatar inkarnasi Krishna. Menurut ajarannya, kepercayaan terhadapa dirinya sebagai Al-Mahdi Messiah, Al-Masih yang ke-2 atau yang dijanjikan termasuk salah-satu rukun iman, karena 1 kedatangannya di awal abad ke-14 H diramalkan oleh Nabi Muhammad sendiri dan 2 dia membuktikan dirinya menerima wahyu. Sedangkan mengenai jihad dikatakannya bahwa ayat-ayat tentang jihad sudah dihapuskan mansukh dan dia datang untuk membawa perdamaian, bukan perang. Gerakan ini terbagi menjadi dua kelompok: 1 kelompok Qadiyani, yang menganggap Mirza sebagai nabi, dan 2 kelompok Lahore, yang menganggap Mirza sebagai pembaharu mujaddid. Dalam H.A.R. Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terjemahan Machnun Husein Jakarta: PT RajaGrafindo, 1996, h. 18-19. judul asli: Modern Trends in Islam Chicago: The University of Chicago Press, 1974; New York: Octagon Books, Cetakan ketiga 1978 2 KH. M. Kholil Ridwan, Solusi Untuk Ahmadiyah. Artikel dalam Harian Umum Republika, 20 Juli, 2005. 3 Keterangan seputar peristiwa tersebut dapat dilihat dalam berbagai Koran nasional diantaranya, Media Indonesia, dengan judul Markas Ahmadiyah di Rusak, 16 Juli 2005. lihat juga harian Pikiran Rakyat, Kampus Ahmadiyah di Serbu Massa, 16 Juli 2005. lebih jelasnya dapat Pamijahan Kabupaten Tasikmalaya, Kampung Ciaruteun Udik, Cibungbulan, Bogor, Majalengka, bebarapa kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Yogyakarta dan Masjid Al-Hidayah yang juga menjadi kantor pengurus Ahmadiyah di Jalan Balikpapan, Harmoni, Jakarta Pusat. 4 Walau pihak Ahmadiyah telah banyak memberikan penjelasan dan argumentasi bahwa mereka Muslim dan menjalankan Syari’at Islam, para penentangnya tak surut untuk mengatakan bahwa Ahmadiyah sebagai aliran sesat dan menyesatkan keluar dari agama Islam. Doktrin Ahmadiyah tentang Al-Mahdi, Al-Masih, konsep tentang Kenabian, Wahyu dan Jihad yang disebarkan pada pusat-pusat aktivitas tersebut ternyata membuat keyakinan kelompok Islam yang lain terusik. Polemik inilah yang menyebabkan represi terhadap para pengikut Ahmadiyah yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengaatasnamaakan agama dan mendapat liputan media yang cukup intens baik dari media elektronik maupun cetak. Aksi-aksi berlanjut dengan makin marak seiring keluarnya hasil Munas MUI VII di Jakarta pada 29 Juli 2005 lalu yang menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II 1980 yaitu menetapkan aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan daan terlarang berkembang di Indonesia. 5 Massa umat Islam diantaranya adalah Gerakan Umat Islam Indonesia GUII, Front Pembela Islam FPI, Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam LPPI, Forum Umat Islam FUI, dan kelompok-kelompok lainnya menuntut dilihat dalam Koran-koran nasional seperti Republika, Kompas, Indo Pos, dan lain-lain yang terbit pada tanggal dan hari yang sama. 4 Www. Liputan6.com, akses 15 Februari 2006. pukul 17.30 Wib 5 Aris Mustafa, Indriyani Februana Sri Wahyuni. Keyakinan yang di Gugat Jakarta: Pusat Data Analisis Tempo: 2005 pemerintah melarang segala aktivitas komunitas Ahmadiyah yang dianggap “Islam menyimpang atau bisa dikatakan bukan Islam”. Tuntutan tersebut dilakukan karena dalam pandangan mereka aliran Ahmadiyah dianggap organisasi terlarang di Indonesia sebab ajaran-ajarannya telah sesat dan menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam sesuai dengan keputusan fatwa MUI pada tahun 1980 dan 13 fatwa MUI tahun 2005 yang menyatakan dengan tegas bahwa Ahmadiyah adalah organisasi sesat dan terlarang berkembang di Indonesia. Aliran Ahmadiyah adalah salah satu aliran dalam Agama Islam yang memiliki perbedaan signifikan dengan umat Islam arus utama, yakni meyakini bahwa Imam mereka Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi yang sering disebut dalam kitab suci Al-quran. 6 Ia pun mengaku sebagai Isa al-Masih Mau’ud dan Nabi. 7 Kelompok yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani AMM untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, tokoh-tokohnya antara lain yaitu Gus Dur, Adnan Buyung Nasution, Ulil Abshar Abdalla, Dawam Rahardjo, Djohan Efendi, Musdah Mulia, dan lain-lain mengeluarkan pernyataan, diantaranya meminta pemerintah untuk menjamin kebebasan dan keamanan setiap warga negara dalam melaksanakan agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Mereka juga meminta MUI untuk mencabut fatwa tersebut karena bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan 8 . 6 S. Ali Yasir, Gerakan Pembaharuan dalam Islam, Yogyakarta: PP. Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia, 1978, vol I. hlm.71 7 Muslih Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif Jakarta: PT RajaGrafindo, 1994, h. 53. 8 Majalah Sabili No. 02 TH. XIII edisi 11 Agustus 2005 Tokoh-tokoh Islam seperti KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Adian Husaini, Habib Abdurrahman As-segaf, KH Kholil Ridwan, Mashadi, dan lain- lain yang tergabung dalam Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam KISDI dan Gerakan Umat Islam Indonesia GUII tidak kurang mengeluarkan kecaman kerasnya: ”Liberalisme keagamaan yang sudah diharamkan dalam muktamar NU di Boyolali 9 yang diusung beberapa oknum yang selama ini giat merusak Islam dan agama-agama lain, sejatinya adalah paham yang sangat berbahaya, destruktif, dan jauh lebih berbahaya dari Ahmadiyah itu sendiri. Liberalisme keagamaan inilah yang digunakan untuk melegitimasi berbagai paham dan aliran sesat, serta tindakan amoral, komunisme, Ateisme, pornografi dan sebagainya, dengan alasan kebebasan dan hak asasi manusia” 10 Tak kurang pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Agama M. Maftuh Basyuni mengatakan sebaiknya para pengikut Ahmadiyah keluar dari Agama Islam dan membuat Agama baru untuk meredakan Umat Islam 11 . Pada tahap ini, media massa kembali menjadi ajang perebutan opini. Media massa memang memiliki kekuatan untuk memilih isu apa yang seharusnya menjadi pembicaraan publik. Terkadang, khalayak tidak sadar bahwa sesuatu itu sudah dipilih dan disaring dari kacamata media. Khalayak memang memiliki kehendak bebas untuk tidak menerima apa yang disajikan oleh media, namun khalayak sama sekali tidak memiliki kebebasan untuk memilih apa yang seharusnya dijadikan wacana oleh media atau tidak. 9 Muktamar NU di Boyolali diselenggarakan pada Desember 2004 10 Ibid 11 Majalah Tempo edisi 20-26 Februari 2006. Mengapa suatu peristiwa menjadi penting untuk diberitakan, sementara peristiwa yang lain tidak, adalah pilihan media massa. Mengapa sisi tertentu dari suatu peristiwa penting untuk dibahas, sementara sisi yang lain tidak, adalah juga merupakan hak media untuk menghadirkan. Semua proses ini ditentukan oleh apa yang disebut nilai berita, karenanya nilai berita dianggap sebagai ideologi profesional wartawan, yang memberi prosedur bagaimana peristiwa yang begitu banyak disaring dan ditampilkan kepada khalayak. 12 Di sini negosiasi makna terjadi, khalayak aktif melakukan perbandingan dengan melihat teks atau pesan tandingan di media lain atau mengkritisi sudut pandang yang dihadirkan media atas suatu pemberitaan berdasarkan subyektivitas, pengalaman, dan latar belakang khalayak tersebut. Namun bagi mereka yang tidak aktif mungkin jumlahnya banyak akan menerima realitas yang dihadirkan media sebagai realitas yang sebenarnya. Pada titik ini, menjadi signifikan bagi media untuk mengkonsumsi suatu peristiwa sesuai pemahaman yang dimiliki oleh media tersebut. Pemahaman inilah yang kerap kali berbeda antar media massa. Pemahaman yang dimiliki oleh media, akan bergantung pada pandangan dunia atau ideologi yang dimiliki oleh media tersebut. Ideologi inilah yang akan menentukan kearah mana suatu pemberitaan diarahkan. Setiap media pasti memiliki visi dan misi, berdasarkan ideologi tersebut dipercaya sepenuhnya oleh pekerja media yang bersangkutan, serta tercermin dalam konstruksi realitas yang dilakukan oleh media tersebut. Perbedaan ideologi 12 Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi dan Politik Media Yogyakarta : LKiS, 2002. h. 106 karenanya, akan tertuang dalam perbedaan pilihan berita, perbedaan sudut pandang yang diambil dan perbedaan framing yang dilakukan atas suatu wacana. Kenyataan bahwa Ahmadiyah telah hadir di Indonesia dan berkembang hidup berdampingan dengan masyarakat sejak awal 1920-an 13 selama ini tidak terlalu dikupas oleh media massa. Beberapa media mengangkat isu Ahmadiyah dari sisi penyimpangan ideologi. Sementara media lain meresponnya sebagai sasaran penindasan, karena posisinya sebagai kelompok di luar Islam. Ketika pusat Ahmadiyah disegel oleh masyarakat hingga terjadi bentrok, suatu media boleh jadi mengangkatnya sebagai isu kekersan vertikal, media lain boleh jadi mengangkatnya sebagai tindakan yang harus dilakukan demi menertibkan suatu penyimpangan Mengapa suatu media memilih suatu bingkai tertentu atas suatu peristiwa, tidak bisa dilepaskan dari ideologi dan pemaknaan yang dimiliki oleh institusi media tersebut serta sudut pandang yang dimiliki oleh wartawan penulis berita. Hal ini terkait dengan karakterisrik media sebagai agen mendefinisikan realitas. Oleh karenanya penulis tertarik untuk meneliti Majalah Gatra dalam memberitakan seputar Ahmadiyah pada tahum 2005 lalu dengan Judul: ”Konstruksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra edisi Juli-Agustus 2005”. 13 Ahmadiyah masuk ke Indonesia pada tahun 1924, dibawa oleh dua orang mubalignya yaitu Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad, mereka memulai kegiatannya di Yogyakarta. Setahun kemudian yaitu tahun 1925, sekte Qadian menyusul, dibawa oleh seorang mubalignya bernama Rahmad ‘Ali H. A. O. T.dan mulai mendakwahkan ide kemahdian Mirza, di Tapak tuan, dua tahun kemudian ia pindah ke Padang. Lihat tulisan Drs. Muslih Fathoni, M.A. dalam Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994 Cet Pertama. hlm.69

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Konstruksi Pemberitaan Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah Pada Tayangan Provocative Proactive (Studi Analisis Framing Tentang Konstruksi Pemberitaan Dalam Frame Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah Pada Tayangan Provocative Proactive di Metro TV)

0 47 112

Berita Penyerangan Jamaah Ahmadiyah (Analisis Framing Tentang Pemberitaan Penyerangan Jamaah Ahmadiyah Pada Majalah Tempo dan Sabili)

3 52 102

SIKAP SURAT KABAR DALAM MEMBERITAKAN PERISTIWA KONFLIK (Analisis Isi Pemberitaan Carok Pada Koran Radar Madura Edisi 20 Juli 2006 – 27 Agustus 2010)

2 10 56

Konstruksi Pemberitaan Media Online Tentang Kinerja Kabinet Kerja Jokowi-JK (Analisis Framing Pada News Media Online Detik.com & VIVA.co.id Edisi 26 Oktober - 31 Desember 2014)

0 6 1

Konstruksi Pemberitaan Pasca Reshuffle Kabinet Kerja Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) (Analisis Framing pada Beritasatu.com dan VIVA.co.id edisi 12-18 Agustus 2015)

2 6 77

Konstruksi Majalah Pria Tentang Pria Metroseksual (Analisis Framing Majalah Mens Health Indonesia Edisi Maret 2015 – Juni 2015)

2 14 23

SIKAP SURAT KABAR DALAM MEMBERITAKAN PERISTIWA KONFLIK (Analisis Isi Pemberitaan Carok Pada Koran Radar Madura Edisi 20 Juli 2006 – 27 Agustus 2010)

0 4 56

Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo

3 23 130

Konstruksi Realitas Media Massa (Analisis Framing Pemberitaan Korupsi M. Nazaruddin di Harian Republika)

1 8 148

Konstruksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra Edisi Bulan Juli s/d Agustus 2005)

7 59 101