BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu Negara yang menganut paham demokrasi, rakyat merupakan pemengang kedaulatan tertinggi. Berhak turut dalam menentukan siapa-siapa
yang akan menjadi pemimpin yang nantinya akan menentukan kebijakan umum. Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi
dalam menentukan wakil-wakilnya baik di lembaga legislatif maupun eksekutif juga sebagai sarana ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan politik. Demokrasi di
Indonesia mengalami perubahan yang signifikan pasca runtuhnya rezim orde baru. Kehidupan berdemokrasi jauh menjadi lebih baik, rakyat dapat dengan bebas
mengeluarkan pendapat dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sangat dibatasi pada orde baru. Dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, bangsa
Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum pemilu yang membuat bangsa- bangsa lain terperangah dan harus mengakui bahwa bangsa Indonesia mampu
mengatasi masa kritis dalam melakukan transformasi politik. Kontestasi politik tersebut dilakukan secara maraton dan masih sejak pemilu legislatif 1999, dan
dilanjutkan dengan pemilu anggota DPR, DPRD, DPD, serta pemilu presidenwakil presiden secara langsung.
1
Sementara itu pada tingkat lokal, Juni 2005 sampai dengan November 2007 telah dilakukan kontestasi politik untuk memilih kepala daerah lebih dari tiga
ratus kali. Suatu proses politik yang mempunyai tingkat percepatan dan jumlah
1.Syamsuddin Haris. Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, DKI Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1998, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
yang belum pernah ditandingi oleh negara lain mana pun di dunia. Secara umum pemilu yang dilakukan secara maraton tersebut dapat dilaksanakan secara damai
dan adil. Secara universal pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan sebuah pemerintahan perwakilan representative
government yang menurut Dahl, merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. Bahkan pengertian demokrasi
itu sendiri secara sederhana tidak lain adalah suatu sistem politik di mana para pembuat keputusan kolektif tertinggi dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan
umum yang adil, jujur, dan berkala. Karena itu, pemilu bukan hanya berkaitan dengan kebutuhan pemerintah akan keabsahan kekuasaanya, melainkan juga,
bahkan barangkali yang terpenting, sebagai sarana bagi rakyat untuk mengartikulasikan aspirasindan kepentingan mereka dalam kehidupan bersama.
Menurut Syamsuddin Haris
2
pemilu mempunyai beberapa fungsi yang takbisa dipisahkan satu sama lain. Pertama, sebagai sarana legitimasi politik.
Fungsi legitimasi itu terutama menjadi kebutuhan pemerintah dan sistem politik yang mewadahi format pemilu yang berlaku. Melalui pemilu, keabsahan
pemerintahan yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu juga program dan kebijakan yang dihasilkanya. Kedua, fungsi perwakilan politik. Fungsi ini terutama menjadi
kebutuhan rakyat, baik dalam rangka mengevaluasi maupun mengontrol perilaku pemerintah dan program serta kebijakan yang dihasilkanya. Pemilu dalam kaitan
ini merupakan mekanisme demokrasi bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang dapat di percaya yang akan duduk dalam pemerintahan maupun lembaga
2
Syamsuddin Haris OP.cit Hal. 7-10
Universitas Sumatera Utara
legislatif. Ketiga, pemilu sebagai mekanisme bagi pergantian atau sirkulasi elit penguasa. Keterkaitan pemilu dengan sirkulasi elit didasarkan pada asumsi bahwa
elit berasal dari dan berfungsi mewakili masyarakat luas. Secara teoritis, hubungan pemilu dengan sirkulasi elit dapat dijelaskan
dengan melihat proses mobilitas kaum elit atau non elit yang menggunakan jalur institusi politik, pemerintahan, dan lembaga masyarakat seperti DPR, DPRD,
partai politik, dan organisasi kemasyarakatan ormas untuk menjadi anggota elit tingkat nasional, yakni sebagai anggota kabinet dan jabatan yang setara. Dalam
kaitan itu, pemilu merupakan sarana dan jalur langsung untuk mencapai posisi elit penguasa. Dengan begitu maka melalui pemilu diharapkan bisa berlangsung
pergantian atau sirkulasi elit penguasa secara kompetitif dan demokrasi. Keempat, sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat. Pemilihan umum merupakan salah
satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka, dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Dalam konteks Indonesia, fungsi pemilu sebagai sarana pencerdasan politik bagi rakyat ini
menjadi penting lagi jika dihubungkan dengan cita-cita republik kita mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam kaitan ini maka struktur, proses, maupun
fungsi pemilu diharapkan bisa mencerdaskan dan mencerahkan wawasan masyarakat, sehingga secara berangsur kehidupan politik pun dapat dipulihkan
kearah yang lebih demokratis. Dalam pelaksanaan pemilu di kecamatan paranginan mayoritas yang
menyalurkanmenyuarakan suaranya dan yang datang ke TPS adalah masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang pekerjaanya di luar bertani Pegawai Negeri, Guru dan pensiunan PNS dan keluarga dekat PNS tersebut, tetapi masyarakat petani mereka lebih memilih pergi
melaksanakan kegiatan yang lain ketimbang datang ke TPS untuk ikut memilih, dan ada pula masyarakat yang datang ke wilayah pemilihan tetapi tidak mau ikut
memilih alasan dari masyarakat ini tidak jelas kenapa tidak mau ikut memilih, dan masyarakat lainya yang tidak datang sama sekali ke TPS tanggapan mereka
bahwa pemerintah itu tidak independen kepada rakyatnya dan tidak bersikap adil kepada masyarakat yang tinggal di pedesaan, mereka berpendapat bahwa sikap
pemerintah Indonesia itu yang sering diperhatikanya adalah lembaga-lembaga tertentu saja.
Salah satu yang membinggungkan masyarakat Kecamatan Paranginan bahwa pemilu pada tahun 2009 ini sangat rumit dan susah, karena sistemnya
adalah sistem mencontreng, padahal pemilu-pemilu yang lewat cara memilihnya adalah sisitem mencoblos, dalam hal ini masyarakat Kecamatan Paranginan
kebanyakan kebingungan dan tidak tahu apa yang akan dipilih ketika sudah sampai pada tempat memilih atau kertas suara sudah ada ditangan si pemilih,
menurut wawancara sipeneliti terhadap bapak Marolop Sianturi
3
selaku ketua pelaksanaan pemilihan Kecamatan Paranginan sebelum pelaksanaan pemilihan
umum bapak ini beserta stafnya telah melaksanakan sosialisasi dan menerangkan bagai mana cara mencontreng pilihanya, tetapi masyarakat kurang tangkap dalam
hal itu dan akibat dari situ pas pelaksanaan pemilihan itu sudah berlangsung dan
3
Panitia Pemilihan Umum Kecamatan Paranginan
Universitas Sumatera Utara
sampai pada penghitungan suara kertas suara banyak yang tidak tercontreng, banyak yang salah dalam pencontrengan.
Demokrasi mempunyai pengertian yang jauh lebih mendasar daripada serangkaian pemilu. Ia adalah bangunan peradaban yang memuat nilai-nilai dasar
manusia yang dijadikan fondasi bagi kehidupan bersama. Nilai-nilai tersebut adalah hak-hak dasar manusia yang meliputi antara lain kesetaraan, penghargaan
terhadap perbedaan, serta perlindungan minoritas oleh mayoritas. Oleh sebab itu, membangun demokrasi bukan hanya menyelenggarakan prosedur pemilihan.
Mengganggap demokrasi hanya sebagai prosedur adalah pendapat yang menyesatkan. Bangsa yang telah puas berdemokrasi dengan sekadar menjalankan
prosedur formal akan terjebak kepada ingar-bingar kehidupan politik yang anarkis dan tidak akan menghasilkan apa pun kecuali rakyat tidak akan percaya kepada
demokrasi.
Hal yang sama tersesatnya adalah mengganggap demokrasi sekadar medan pertarungan perebutan kepentingan. Ungkapan, apalagi perilaku yang mereduksi
makna demokrasi semacam itu, lambat atau cepat akan membunuh demokrasi itu sendiri. Sebagai sebuah bangunan peradaban politik dalam tatanan, demokrasi
tidak sekadar pertarungan kepentingan kekuasaan, tetapi bagaimana kekuasaan dapat menghasilkan kebijakan yang menyejahterakan warganya. Refleksi tersebut
sangat perlu dilakukan agar dalam menapak masa depan transformasi politik berjalan berdasarkan paradigma serta landasan pemikiran yang jelas dan benar.
Oleh sebab itu, 2008, tahun kesepuluh berlangsungnya proses demokrasi, harus
Universitas Sumatera Utara
dapat dijadikan tonggak penyempurnaan kehidupan politik di masa depan. Momentum tersebut harus diambil dengan memanfaatkan penyempurnaan paket
Undang-Undang UU Politik. Beberapa gagasan yang berkembang dalam masyarakat tentang penyempuranaan RUU tersebut menyentuh hal-hal yang
cukup mendasar.
4
Pemilu presiden tahun 2009 calon yang akan dipilih adalah 3 pasangan calon yakni dari partai Demokrat, Golkar dan P-DIP tetapi pada pemilihan tahun
2009 ini yang unggul adalah partai Demokrat yaitu pasangan SBY dan Boediono, sama dengan halya di Kecamatan Paranginan yang unggulsuara yang paling
banyak adalah untuk pasangan SBY dan Boediono dan masyarakat Kecamatan Paranginan yang banyak memilih adalah masyarakat yang memiliki pendidikan
yang lumayan tinggi yakni para Guru, Pegawai Negeri dan masyarakat diluar pegawai dan masyarakat bertani tidak ikut memilih akibat dari sinilah tingkat
golput golongan putih di Kecamatan Paranginan itu tinggi, pada hal berdasarkan jumlah penduduk masyarakat Kecamatan Paranginan menurut pendataan bagian
kemasyarakatan kecamatan bahwa jumlah penduduknya kebanyakan masyarakat petani orang-orang inilah yang tidak datang ke TPS walaupun sudah terdaftar
pada Daftar Pemilih Tetap.
Akibat dari permasalahan yang sudah terjadi di kecamatan Paranginan kurangnya partisipasi masyarakat dalam politik pemilihan penulis tertarik dan
terdorong untuk mengangkat judul :
4
. Elvan dany sutrisno, Detik Pemilihan Umum. Dikutip dari internet,httpShodid.com200907
Universitas Sumatera Utara
NON VOTING BEHAVIOUR DALAM PEMILU PRESIDEN 2009 SUATU STUDI PERILAKU TAK MEMILIH DI KECAMATAN
PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan masyarakat kecamatan paranginan tidak melakukan hak suaranya pada saat pemilihan presiden peneliti berniat
mengangkat judul ini karna pada saat pemilihan anggota legislatif masyarakat Kecamatan Paranginan yang sudah terdaftar sebagai pemilih tetap mayoritas
datang ke TPS dan menyuarakan suaranya, menentukan siapa pilihanya. Hampir 80 masyarakat Kecamatan Paranginan ikut dalam pemilihan anggota legislatif,
tetapi pada pemilihan presiden masyarakat Kecamatan Paranginan yang datang ke TPS hanya sekitar 50, untuk itulah penulis berniat untuk mengangkat judul ini
faktor apakah yang mengakibatkan masyarakat itu tidak memilih.
Dalam upaya mewujudkan terlaksananya pemilihan presiden secara langsung pemerintah membentuk undang-undang dalam pemilihan presiden, uu
pemilu itu selalu berpedoman kepada UUD 1945 yang berlaku sejak 17 Agustus 1950 dan memuat 146 pasal. Adapun undang-undang dalam pelaksanaan
pemilihan umum adalah sebagai berikut ini, undang-undang ini dilakukan supaya pelaksanaan pemilihan umum itu tidak semena-mena dilaksanakan melainkan
untuk di taati dan untuk dipahami, undang-undang pemilu itu adalah: Undang- undang pemilu No. 27 Tahun 1948. undang-undang ini belum mengatur ketentuan
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan pemilu secara lengkap, tetapi baru mengatur ketentuan susunan DPR.
5
Dalam upaya mewujudkan terlaksananya pemilihan presiden secara langsung pemerintah membentuk undang-undang dalam pemilihan presiden, uu
pemilu itu selalu berpedoman kepada UUD 1945 yang berlaku sejak 17 Agustus 1950 dan memuat 146 pasal. Adapun undang-undang dalam pelaksanaan
pemilihan umum adalah sebagai berikut ini, undang-undang ini dilakukan supaya pelaksanaan pemilihan umum itu tidak semena-mena dilaksanakan melainkan
untuk di taati dan untuk dipahami, undang-undang pemilu itu adalah: Undang- undang pemilu No. 27 Tahun 1948. undang-undang ini belum mengatur ketentuan
pelaksanaan pemilu secara lengkap, tetapi baru mengatur ketentuan susunan DPR.
Setelah memakan waktu yang cukup lama, akhirnya Rancangan Undang- Undang RUU Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pilpres disahkan
menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta kemarin . UU PIlpres yang baru ini akan digunakan sebagai landasan untuk pelaksanaan Pilpres
tahun 2009 mendatang. Mengenai syarat dukungan terhadap Capres dan Cawapres yang selama ini menjadi perdebatan menemui titik temu dan dapat disepakati.
Sembilan fraksi yang ada di DPR FPG, FPDIP, FPPP, FKB, FPD, FPDS, FPKS, FBPD dan FPBR menyetujui syarat dukungan terhadap Capres dan Cawapres
ditentukan sebesar 20 perolehan kursi di DRR atau 25 perolehan suara sah Pemilu nasional. Namun dalam UU Pilpres yang baru ini tidak diatur mengenai
5
. M. Shodiq Mustika, Undang- undang Pemilu 2009, di kutip dari internet, httpwww.google.com
Universitas Sumatera Utara
rangkap jabatan Capres dan Cawapres terpilih dengan pimpinan Parpol. Melihat aturan dalam UU Pilpres yang baru ini, maka dalam Pilpres tahun 2009
mendatang, hanya akan diikuti maksimal empat pasangan Capres dan Cawapres
Dengan UU Pilpres yang baru ini semoga bisa menjadikan pelaksanaan Pilpres tahun 2009 berlangsung lebih demokratis dan mampu menciptakan sitem
pemerintahan yang kuat di negeri ini. Dan semoga UU Pilpres ini pun masih bisa dapat dijadikan sebagai landasan pada pelaksanaan Pilpres 5 tahun berikutnya
yakni pada tahun 2014, tanpa adanya perubahan. Dan akan menunjukkan bahwa sejatinya UU Pilpres yang baru ini bukan sekedar untuk kepentingan saat ini saja,
namun untuk seterusnya dan bukan untuk kepentingan segelintir golongan tertentu saja, namun untuk kepentingan bangsa dan negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, menimbang :
1. Bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat dalam pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2.
Bahwa sesuai dengan tuntutan dan perkembangan dinamika masyarakat sebagaimana diungkapkan dalam Perubahan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-undang. Bahwa pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
Tabel 1 Tingkat Partisipasi Pemilih
No. Pemilu Partisipasi
Pemilih
1. 1955
91, 45 2.
1971 94, 02
3. 1977
90, 93 4.
1982 91, 20
5. 1987
91, 20 6.
1992 73, 16
7. 1997
97, 51 8.
1999 93, 30
9. 2004
84, 10 10.
2009 60, 30
sumber
:
http shodid.com200907hasil-quick-count Elvan dany sutrisno, detik pemilu
2. Perumusan Masalah