13
4. Hak Untuk Berpartisipasi Participation Rights
Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak yang terkait dengan itu meliputi 1 hak untuk
berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya, 2 hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk mengekspresikan, 3 hak untuk
berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan 4 hak untuk memperoleh imformasi yang layak dan terlindung dari informasi yang tidak sehat.
Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, penangkapan dan penahanan anak harus sesuai dengan hukum yang ada, yang digunakan hanya
sebagai upaya terakhir. Anak yang dicabut kebebasannya harus memperoleh akses bantuan hukum, dan hak melawan keabsahan pencabutan kebebasan.
2.1.3 Perlindungan Anak
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi
perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial. Hal tersebut adalah sebagai perwujudan adanya keadilan dalam suatu
masyarakat ECPAT International, 2010: 15. Perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan harus
memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu sendiri, sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak menjadi berakibat negatif.
Perlindungan anak harus dilaksanakan secara rasional, bertanggungjawab dan bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien terhadap
perkembangan pribadi anak yang bersangkutan.
14
Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreativitas dan hal-hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan
berperilaku tak terkendali. Sehingga anak menjadi tidak memiliki kemampuan dan kemauan dalam menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-
kewajibannya. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dijelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal
tersebut di dukung dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang mengatur tentang tujuan perlindungan anak, yaitu untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada
anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari
dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara, serta
dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak.
15
Sedangkan yang di maksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain
yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, telah diatur bahwa yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga dan orang tua. Jadi yang mengusahakan perlindungan bagi anak adalah setiap anggota
masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Perlindungan anak menyangkut berbagai aspek
kehidupan agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar sesuai dengan hak asasinya. Dalam masyarakat, ketentuan-ketentuan yang mengatur
mengenai masalah perlindungan anak dituangkan pada suatu bentuk aturan yang disebut dengan Hukum Perlindungan Anak.
Hukum Perlindungan Anak merupakan sebuah aturan yang menjamin mengenai hak-hak dan kewajiban anak yang berupa : hukum adat, hukum perdata,
hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, maupun peraturan lain yang berhubungan dengan permasalahan anak.
Perlindungan khusus terhadap anak yang berada dalam situasi darurat, misalnya anak yang sedang berhadapan dengan hukum serta anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi diatur secara terperinci dalam Bab VIII Bagian Kelima Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 64 ayat
1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menjelaskan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
16
59 adalah meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, yang merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat.
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-Hak Anak, meliputi : a. non diskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak; c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
d. penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Usaha perlindungan terhadap anak telah cukup lama dibicarakan baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Sejak tahun lima puluhan perhatian ke arah
terwujudnya peradilan anak telah timbul dimana-mana. Perhatian mengenai masalah perlindungan anak ini tidak akan pernah berhenti, karena di samping merupakan
masalah universal juga karena dunia ini akan selalu di isi oleh anak-anak. Sepanjang dunia tidak sepi dari anak-anak, selama itu pula masalah anak akan selalu
dibicarakan.
17
Perhatian akan perlunya perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal
Declaration of Human Right tahun 1958. Bertolak dari itu, kemudian pada tanggal 20 November 1958 Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of The Rights of The
Child Deklarasi Hak-hak anak. Sementara itu masalah anak terus dibicarakan dalam kongres-kongres PBB
mengenai The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders. Pada kongres ke I di Jenewa tahun 1955 dibicarakan topic Prevention of Juvenile Delinquency.
Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Tahun 1979
saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, Pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi
pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak.
Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB
tanggal 20 November. Konvenan ini kemudian diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. C. Instrumen Hukum Instrumen hukum yang
mengatur perlindungan hak-hak anak di atur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak Convention on The Rights of The Child tahun 1989 Convention on The
Right of The Child, UNICEF, 1990 , telah di ratifikasi oleh lebih 191 negara. Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi dengan Kepres Nomor 36
tahun 1990. Dengan demikian Konvensi PBB tentang Hak Anak tersebut telah menjadi hukum Indonesia dan mengikat seluruh warga Negara Indonesia. Lahirnya
18
Konvensi Hak Anak Gagasan mengenai hak anak pertama kali muncul pasca berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat
bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak, para aktivis perempuan melakukan protes dengan menggelar pawai.
Dalam pawai tersebut, mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang di
antara aktivis tersebut, Eglantyne Jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak yang pada tahun 1923 di adopsi oleh Save the Children
Fund International Union. Untuk pertama kalinya, pada tahun 1924, Deklarasi Hak Anak di adopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Selanjutnya, deklarasi
ini juga dikenal dengan sebutan Deklarasi Jenewa Konvensi Hak-hak Anak merupakan instrumen hukum yang berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan
ketentuan norma hukum mengenai anak. Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai
hak asasi manusia yang memasukan masing-masing hak-hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya. Secara garis besar Konvensi Hak Anak dapat
dikategorikan sebagai berikut, pertama penegasan hak-hak anak, kedua perlindungan anak oleh negara, ketiga peran serta berbagai pihak pemerintah, masyarakat dan
swasta dalam menjamin penghormatan terhadap hak-hak anak.
2.2 Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Eksploitasi Seksual Komersial Anak ESKA merupakan istilah umum yang mencakup berbagai tingkah laku yang berbahaya dan salah secara seksual. Ruang
lingkup ESKA adalah semua bentuk penyalahgunaan seksual, kekerasan seksual,