7 penyakit neurologi seperti peningkatan tekanan intrakranial dan
pengaruh obat-obatan.
12,18
Hipertensi sekunder digolongkan menjadi empat kategori yaitu
17
:
Hipertensi kardiovaskular, berkaitan dengan peningkatan kronik resistensi perifer total akibat aterosklerosis
Hipertensi renal, berkaitan dengan oklusi parsial arteri renalis
atau penyakit pada jaringan ginjal
Hipertensi endokrin, berkaitan dengan gangguan endokrin yaitu pheokromositoma dan sindrom Conn
Hipertensi neurologik, berkaitan dengan lesi di saraf
2.1.4. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih berdasarkan The Sevent Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treantment of High Blood Pressure JNC 7 tanpa mengkelompokan seseorang hipertensi dengan ada atau tidaknya faktor risiko atau
kerusakan organ yaitu
3,18
:
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan The Sevent Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treantment of
High Blood Pressure
3
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik mmHg Tekanan Darah Diastolik
mmHg Normal
120 and 80
Prehipertensi 120-139
or 80-89 Hipertensi tingkat 1
140-159 or 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥160
or ≥100
Prehipertensi bukan termasuk kategori penyakit melainkan sebagai identifikasi seseorang berisiko tinggi menjadi hipertensi tetapi tidak termasuk
8 dalam indikasi terapi obat sehingga harus dilatih untuk merubah gaya hidup dan
mengurangi faktor risiko hipertensi.
19
2.1.5. Patogenesis Hipertensi
Tekanan darah merupakan hasil dari cardiac output dan resistensi perifer total. Cardiac output merupakan hasil dari volume sekuncup stoke volume dan
denyut jantung. Stroke volume ditentukan oleh tiga hal yaitu kontraktilitas jantung, preload dan afterload. Oleh karena itu, setidaknya empat sistem secara
langsung bertanggung jawab untuk regulasi tekanan darah yaitu :
20
Jantung, yang berperan dalam tekanan melalui pompa Tonus pembuluh darah, yang sebagian besar menentukan resistensi
sistemik Ginjal,yang mengatur volume intravaskular
Hormon, yang memodulasi fungsi dari tiga sistem lainnya
Sistem renin-angiotensin-aldosteron merupakan salah satu sistem hormonal yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Renin disekresi dari aparatus
juxtaglomerular dari ginjal saat terjadi penurunan perfusi di glomerulus, penurunan asupan garam, atau rangsangan dari sistem saraf simpatik. Renin
mengubah substrat renin angiotensinogen menjadi angiotensin I, kemudian angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh bantuan ACE Angiotensin
Converting Enzyme. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang mengarah ke peningkatan tekanan darah. Angiotensin II juga merangsang
pelepasan aldosteron dari dengan zona glomerulosa dari kelenjar adrenal sehingga menyebabkan retensi cairan dan natrium sehingga dapat meningkatkan tekanan
darah.
15
Sistem saraf otonom terdapat dua sistem neurohormonal yang mempengaruhi tekanan darah yaitu sistem saraf simpatik dan katekolamin plasma.
Oleh karena itu, sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam menjaga normalnya tekanan darah, baik secara fisiologis karena perubahan postur, serta
fisik dan emosional. Stimulasi sistem saraf simpatis dapat menyebabkan
9 penyempitan arteriol dan dilatasi arteriol. Setelah stres dan latihan fisik, juga
dapat memediasi perubahan jangka pendek dalam tekanan darah. Masih sedikit menunjukkan bahwa katekolamin adrenalin dan noradrenalin memiliki peran
penting dalam hipertensi.
15
Hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan salah satu dari kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, atau TRP.
19
Tetapi, sistem kardiovaskular memiliki umpan balik yang cepat terhadap perubahan pada tekanan arteri yaitu
baroreseptor yang memediasi reseptor pada dinding arkus aorta dan sinus carotis. Jika tekanan arteri meningkat maka baroreseptor akan terangsang sehingga
meningkatkan transmisi impuls ke sistem saraf pusat misalnya di medulla. Sinyal umpan balik negatif kemudian dikirim kembali ke sirkulasi melalui saraf
otonom yang menyebabkan tekanan darah kembali ke batas normal. Efek utama mekanisme baroreseptor adalah memodulasi setiap saat perubahan dari tekanan
darah sistemik. Namun refleks baroreseptor tidak terlibat pada regulasi tekanan darah jangka panjang dan tidak dapat mencegah perkembangan hipertensi
kronik.
15
Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang
kronis seringkali disertai hipertiroidisme. Akan tetapi peningkatan denyut jantung biasanya dikompensasi dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga
tidak mengakibatkan hipertensi.
19
Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika volume plasma meningkat dalam waktu lama, karena peningkatan volume plasma
direfleksikan dengan peningkatan volume diastolik akhir sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat. Peningkatan volume diastolik akhir
dihubungkan dengan peningkatan preload jantung. Peningkatan preload biasanya berhubungan dengan peningkatan hasil pengukuran tekanan darah sistolik.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang
berlebihan. Selain peningkatan asupan diet garam,peningkatan abnormal kadar