Pengertian Peran Peran BMT masjid al-azhar cabang Kunciran ciledug dalam mengembangkan produktivitas usaha kecil menengah

13 Dari penjelasan tersebut di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan- keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.

B. Baitul Maal Wattanwil BMT 1. Pengertian Baitul Maal Wattamwil

Istilah” Baitul Maal Wattamwil” BMT berasal dari penggabungan 3 unsur kata, yaitu “Bait” rumah, “Maal” harta, dan “tamwil” harta. Ditinjau dari sudut gaya bahasa, istilah “bait” tergolong kategori makna konotatif, dan konotatif dari penggunaan istilah “bait” adalah lembaga keuangan semacam perbankan. Sementara istilah “Maal” dan ‘Tamwil”sama-sama bermakna harta. Perbedaan keduanya terletak pada sumber dan penggunaan harta yang diperoleh. Jika harta diperoleh dari pengumpulan dana zakat, infak, shadaqah, wakaf, hibah, dan hadiah, maka dikategorikan sebagai baitul mal. Oleh karenanya penggunaan harta wajib bersifat nirlaba. Sebaliknya, jika pengumpulan data diperoleh melalui simpanan masyarakat, atau usaha-usaha lain yang bersifat bisnis, maka dikategorikan sebagai baitul tamwil. Oleh karenanya penggunaan harta pun bersifat untuk pembiyaan yang memungkinkan mendatangkan keuntungan. Dengan demikian baitul maal wattanwil kiranya dapat dimaknai sebagai lembaga keungan semacam bank yang bergerak pada sektor nirlaba selaligus sektor bisnis, dan dalam menjalankan segala sesuatunya berlandaskan pada syariah. 14 Untuk memmperkuat pandangan penlis yentang hakekat BMT, dibawah ini penuli kutipkan pandangan-pandangan beberapa pakar. Menurut Abu A’la al Maududi bahwa baitul maal adalah lembaga keuangan yang dibangun atas landasan syari’ah, oleh sebab itu pengelolaannya harus dengan aturan syari’ah. ٥ Adapun yang dimaksud dengan baitul maal dalam istilah fiqh islam adalah suatu badan atau lembaga yang bertugas mengurusi kekayaankeuangan negara terutama berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain. ٦ Definisi yang lain menjelaskan bahwa baitul maal ialah merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba sosial. ٧ Sementara itu Irfan M. Ra’ana, mendefinisikan BMT sebagai pusat pembendaharaan umat, dimana umat yang pendapatannya dikumpulkan dari berbagai sumber seperti : zakat, jizyah, kharaj, beacukai dan yang lainnya, di dalam pembendaharaan umat yang kemudia digunakan untuk pembiayaan bagi yang membutuhkan. ٨ Ada juga yang memaknai Baitul Maal wat Tamwil sebagai lembaga ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu melayani nasabah usaha kecil-bawah berdasarkan sistem bagi hasil dan jual beli dengan 5 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , Jakarta, Iktiar Baru Van Hove, 1991, cet. Kelima, hal. 186 6 Ibid,. 187 7 Hertanto Widodo, et, al, Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung, Mizan, 1999, hal. 81 8 Irfan M. Ra’ana, Sistem Ekonomi Pemerintah Umar Ibn Khatab, Jakarata, Pustaka Pirdaus, 1992, cet, kedua, hal. 148 15 memanfaatkan jaminan dalam lingkungannya sendir. Allah telah menjadikan manusia saling membutuhkan satu sama lain, agar manusia saling tolong menolong, tukar menukar keperluan untuk dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya, baik dalam jual beli, sewa menyewa, bercocok tanam, maupun cara lain yang diridhoi oleh Allah SWT. Untuk menjaga keteraturan muamalat yang dilakukan oleh hambanya, Allah memberikan peraturan dalam bermuamalat. Hukum Islam yang mengatur manusia dengan manusia lain, benda dan alam semesta disebut hokum muamalah. Dalam bidang muamalah hukum asal semua perbuatan adalah kebolehan jaiz= halal, kecuali hal-hal yang jelas dilarang yaitu maysir, gharar, dan riba. 9 Salah satu asas bermuamalah ialah tolong menolong, berdasarkan perintah Allah SWT dalam Firman-Nya pada QS. Al Maidah ayat 2                                             9 Juzmaliani, dkk. Bisnis Berbasis Syariah. Bumi Aksara, Jakarta: 2008, hal 184.