Upaya Peningkatan Fungsi Sosial Orang Dengan Kecacatan ODK Melalui Program Rehabilitasi Sosial

yang dilakukan telah menunjukkan adanya kemajuan yang dapat dicapai, sehingga mereka benar-benar dapat melaksanakan keberfungsian sosial secara wajar dalam arti yang sesungguhnya. Profil PSBD Bahagia Sumatera Utara, 2012: 15.

2.2 Upaya Peningkatan Fungsi Sosial Orang Dengan Kecacatan ODK Melalui Program Rehabilitasi Sosial

2.2.1 Fungsi Sosial Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fungsi sosial adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat.Fungsi sosial mengacu pada cara yang dilakukan individu individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhannya. Konsep ini pada intinya menunjuk pada kapabilitas capabilities individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Baker, Dubois dan Miley 1992 menyatakan bahwa fungsi sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa manusia adalah subyek dari segenap proses dan aktifitas kehidupannya. Bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan. Bahwa manusia memiliki dan atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumberyang ada di sekitar dirinya http:www.policy.husuhartomodul_amakindo_24.htm yang diunduh pada hari rabu, tanggal 10 Oktober 2012, pukul 18.40 WIB. Fungsi sosial merupakan ekspresi interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya. Fungsi sosial merupakan hasil atau produk dari aktivitas orang dalam berelasi dengan sekelilingnya. Jadi Fungsi sosial berkaitan dengan hasil interaksi orang dengan lingkungan sosial De Gusman, 1982. Dijelaskan oleh Zastrow 1982 bahwa manusia senantiasa hidup dalam Universitas Sumatera Utara berbagai sistem, seperti sistem keluarga, pelayanan sosial, politik, pekerjaan, keagamaan, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Interaksi orang dengan sistem-sistem tersebut mempengaruhi tingkat fungsi sosial mereka. Dalam hal ini interaksi yang kondusif akan menyebabkan orang mampu memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas, dan mencapai tujuan hidup. Namun sebaliknya, jika interaksinya kurang baik akan menyebabkan orang tersebut mengalami masalah. Sedangkan Siporin 1975 menyatakan bahwa fungsi sosial merupakan suatu cara yang menggambarkan perilaku orang. Cara atau perilaku tersebut dilakukan oleh individu, keluarga, organisasi maupun masyarakat http:www.bambang- rustanto.blogspot.com201108keberfungsian-sosial-perempuan.html yang diunduh pada hari rabu, tanggal 10 Oktober, pukul 18.55 WIB. 2.2.2Orang Dengan Kecacatan ODK Orang dengan kecacatan atau disebut juga penyandang cacat difabel adalah seseorang yang mempunyai kelainan fisik danatau mental, yang mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Dalam Panti, 2010: 5.Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, menjelaskan bahwa Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik danatau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : 1. Penyandang cacat fisik 2. Penyandang cacat mental 3. Penyandang cacat fisik dan mental Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan orang dengan kecacatan tubuh, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan Universitas Sumatera Utara fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh tunadaksacacat tubuh adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna. Faktor- faktor penghambat perkembangan ODK tubuh seperti: 1. ODK tubuh kurang optimal dalam mengaktualisasikan diri. 2. Masyarakat pada tahap empati masih sangat rendah cenderung belas kasihan. 3. Lingkungan kurang mendukung; masih meragukan kemampuannya; dan perhatian dari pemerintah daerah kurang. 4. ODK tubuh yang stagnan yaitu kondisi yang tidak menunjukan peningkatan di bidang relasi sosial, bidang usaha, dan kemandirian. 5. Kondisi ekonomi keluarga dan pendidikan rendah menjadi salah satu sebab ODK tubuh pasrah dengan ketidakberdayaan. 6. Tidak adanya motivasi dan dukungan dari keluarga. 7. Sifat-sifat dari penyandang cacat itu sendiri, antara lain: a Menyendiri b Kurang percaya diri dan kurang motivasi hidup c Rendah diri dan ada perasaan tidak aman d Emosional dan labil e Cepat menyerah, apatis f Mudah tersinggung dan kekanak-kanakan Universitas Sumatera Utara g Kecendrungan hidup senasibmengelompok, agresif, dan dorongan biologis yang cenderung menguat Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2010: 398. 2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kecacatan Tubuh Tuna Daksa Menurut Herman Sukarman, dalam Sudjadi dan Wardoyo, 2005: 72-74 ODK tubuh atau tuna daksa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Penyakit Misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab dengan kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan, misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi. 2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan Apabila bekerja di suatu pabrik atau perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan mesin-mesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal pekerja mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat seperti anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi. 3. Peperangan Ini juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan keuntungan bagi semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami pengorbanan yang besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak. Pengorbanan itu meliputi, harta benda, nyawa dan ada pula pejuang yang masih hidup namun mengalami kecacatan akibat dari peperangan, banyak para pejuang bahkan rakyat kecil pun yang mengalami kecacatan. Cacat karena Universitas Sumatera Utara perang ini seperti kaki dan lengannya dipotong amputasi, lumpuh, dan ketidakberfungsian sebagian tubuh. 4. Cacat sejak lahir Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi modern atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang sedikit banyak akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkahlaku pergaulan masyarakat kita. Akses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern tersebut secara tidak langsung dapat menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya mengkonsumsi obat-obatan yang mengakibatkan anak keturunannya lahir cacat. Cacat sejak lahir dapat dibedakan menjadi dua : a. Cacat bawaan lahir, artinya begitu lahir cacat anggota badannya tidak lengkap b. Anak lahir dalam keadaan normalsempurna tetapi pertumbuhannya mengalami kelainan cacat. Selain itu terdapat juga penggolongan ODK berdasarkan tujuan untuk pemberian pertolongan rehabilitasi, terutama dalam penempatan tenaga ODK tubuh dalam menunjang kehidupannya: 1. ODK tubuh yang hanya memerlukan pertolongan dalam penempatan kerja pada pekerjaan yang sesuai 2. ODK tubuh yang karena kecacatannya memerlukan latihan kerja vocational training untuk ditempatkan dijabatan yang bisa dilakukan 3. ODK tubuh yang setelah diberikan pertolongan rehabilitasi dan latihan-latihan dapat dipekerjakan dengan perlindungan Sudjadi dan Wardoyo, 2005 : 72-74. 2.2.4. Hak dan Kewajiban Orang Dengan Kecacatan ODK Universitas Sumatera Utara Setiap ODK tubuh mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, menyebutkan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh: 1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya 3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya 4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya 5. Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial 6. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosial, terutama bagi ODK tubuh anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. 2.2.5. Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan ODK Merujuk pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal 1, rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Sebagai refrensi pembanding, Dr. Henry Kesser, mengemukakan pendapatnya bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu upaya pemulihan bagi para penyandang cacat, sehingga dapat menggunakan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki secara optimal, yang meliputi kemampuan-kemampuan fisik, mental, sosial maupun ekonominya. Sedangkan Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro, berpendapat bahwa rehabilitasi sosial adalah serangkaian upaya yang Universitas Sumatera Utara terkoordinir, yang terdiri dari upaya medis, sosial, edukasional dan vokasional, untuk melatih atau melatih kembali seseorang yang mengalami handicapped, agar dapat mencapai kemampuan fungsionalnya pada taraf setinggi mungkin Panduan Umum Pelaksanaan Bimbingan Sosial Penyandang Cacat Dalam Panti, 2007: 9. Bentuk-bentuk rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan ODK : 1. Rehabilitasi Medis Adalah bagian dari proses rehabilitasi dengan upaya operasi dan atau pembuatan alat prothese orthose, semaksimal mungkin untuk mengembangkan fungsi anggota badangerak ODK tubuh sehingga mobilitasnya tidak mengalami hambatan. Pelaksanaan rehabilitasi medis ini dimaksudkan agar para ODK tubuh dapat melaksanakan fungsi organ tubuhnya dalam rangka melaksanakan kegiatan dengan selayaknya sesuai kecacatan yang disandang. Di dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang rehabilitasi medik, dikatakan bahwa rehabilitasi medis dilakukan dengan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medis yang berupa pelayanan dokter, psikologi, fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, pemberian alat bantu atau alat pengganti, sosial medik, dan pelayanan medik lainnya. Rehabilitasi medik merupakan suatu proses total dan kelanjutan dari semua usaha yang bertujuan untuk: 1 Mencegah kehilangan fungsi selama sakit, yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. 2 Memberikan bantuan jika diperlukan kepada pasien-pasien convalescent sudah sembuh tetapi belum kuat kembali untuk mendapatkan kembali fungsi yang penuh untuk secepat mungkin kembali ke kehidupan mereka secara normal. Universitas Sumatera Utara 3 Memberikan bantuan kepada mereka yang terpaksa menjadi cacat permanen untuk mendapatkan kembali semaksimal mungkin fungsi fisik maupun mentalnya untuk mengatasi atau mengurangi cacatnya dan memungkinkan untuk hidup dan bekerja, dengan pertolongan-pertolongan sosial dan latihan yang diperlukan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa rehabilitasi medis berfungsi untuk: a Mencegah timbulnya cacat permanen b Berusaha untuk mengembalikan fungsi bagian tubuh yang mengalami kecacatan c Memberikan alat pertolongan dan latihan-latihan kepada ODK tubuh sehingga mereka dapat mengatasi cacatnya dan memulai kembali kehidupan dan pekerjaannya. 2. Rehabilitasi Sosial Psikologis Bagian dari proses rehabilitasi yang berusaha semaksimal mungkin mengembalikan kondisi mental psikologis dan sosial ODK tubuh sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya di dalam tatanan kehidupan dalam bermasyarakat. Dampak kecacatan pada aspek sosial psikologis, umumnya disebabkan oleh reaksi lingkungan sosial yang kurang kondusif bagi kehidupan ODK tubuh. Misalnya penyandang cacat disingkirkan dari pergaulan sosial, tidak dibiasakan terlibat dalam aktivitas sosial, dianggap selalu tidak mampu berbuat apa-apa, dan sebagainya. Kegiatan rehabilitasi sosial psikologis yang dilaksanakan diantaranya adalah Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara: a Bimbingan mental keagamaan. Bimbingan mental keagamaan, terutama melalui program bina rasa ketuhanan dan budi pekerti. Membina rasa ketuhanan hakekatnya diawali dari masalah kualitas keimanan seseorang, dan kualitas keimanan seseorang dapat dilihat dari perilaku setiap hari. Cara Universitas Sumatera Utara membina rasa ketuhanan pada penyandang cacat antara lain dimulai dari menanamkan nilai dan norma iman, karena keimanan mengandung nilai dan norma ketuhanan. b Membina kemampuan daya fantasi dan kreasi. Bahwa setiap orang baik normal maupun cacat memiliki daya fantasi dan kreasi. Hanya saja kualitas dan derajat fantasi dan kreasinya yang berbeda satu dengan yang lain. Pada umumnya penyandang cacat memiliki daya fantasi dan kreasi yang tinggi. Oleh karena itu kita tinggal membina dan mengarahkannya melalui kegiatan seperti lomba musik, kesenian tradisional, tari-tarian tradisional, kegiatan olahraga. c Menghapus rasa rendah diri dan memupuk harga diri. Salah satu dampak sekunder dari kecacatan seseorang adalah adanya perasaan rendah diri. Ini akibat dari reaksi lingkungan sosial yang tidak positif. Untuk itu mereka perlu dibantu untuk menghapus rasa rendah diri tersebut dan menggantinya dengan menanamkan rasa harga diri yang tinggi. Beberapa cara untuk menghapus rasa rendah diri dan memupuk harga diri adalah: 1 Memberikan pujian dan penghargaan atas kemauan mereka untuk merubah hidupnya. 2 Menanamkan gagasan-gagasan baru 3 Memberikan motivasi dan semangat untuk menjalani hidup layaknya orang normal. 4 Memberikan ketelatenan dan contoh orang-orang yang memiliki kondisi yang sama dengannya tetapi sukes dalam kehidupannya. d Membina perasaan dan sikap sosial. Dampak dari kehidupan bersama akan memunculkan perasaan sosial bagi setiap anggota masyarakat dan perasaan sosial akan mempengaruhi sikap sosial seseorang. Adanya sikap Universitas Sumatera Utara sosial yang apatis dan antipati juga tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian seseorang. Kepada ODK tubuh perlu dibina perasaan sosial dan sikap sosial yang positif. Adapun yang dicapai atau indikator dari kegiatan rehabilitasi sosial psikologis ini adalah: 1 kemampuan bergaul 2 kemampuan bekerjasama dengan orang lain 3 dimilikinya peran sosial yang sesuai dan jelas 4 kemampuan untuk beradaptasi http:www.rc – solo.depsos.go.idberita-163-upaya- pemberdayaan-odkt-melalui-kegiatan-rehabilitasi-di-bbrsbd – prof – drsoeharso- surakarta.html yang diakses pada tanggal 25 Mei 2012 pukul 20.42 WIB 3. Rehabilitasi Vokasional Bagian dari proses rehabilitasi yang berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan agar ODK tubuh dapat menjadi manusia yang produktif, dapat menolong dirinya sendiri dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Kegiatan bimbingan ketrampilan yang diberikan ini mempunyai tujuan agar penyandang ODK tubuh memiliki ketrampilan praktis yang bisa digunakan untuk bekerja, baik untuk bekerja secara pribadi maupun untuk bekerja di perusahaan-perusahaan agar kebutuhan hidupnya bisa tercukupi. Secara umum kita mengenal tiga tahap rehabilitasi vokasional yaitu tahap dasar, tahap terampil dan tahap mahir. Tahap dasar dimana para penyandang ODK tubuh dalam mengikuti pendidikan dan latihan yang diikutinya diarahkan kepada kemampuan penguasaan dasar dalam melakukan pekerjaan. Tahap terampil, dalam tahap ini proses pendidikan dan latihan lebih diarahkan kepada pengusaan untuk memperdalam kemampuannya dalam melakukan Universitas Sumatera Utara pekerjaan. Kemudian pada tahap mahir para penyandang ODK tubuh telah dilatih secara khusus untuk mendapatkan pendidikan dan latihan di bidang tertentu secara intensif. Sebenarnya untuk menilai apakah bimbingan ketrampilan yang diberikan oleh lembaga rehabilitasi itu masuk pada tahap yang mana, lebih tergantung kepada kemampuan penyandang ODK tubuh. Jadi untuk menuju kepada tingkat mahir ada beberapa syarat yang harus dipenuhi: 1 Kemampuan penyandang ODK tubuh 2 Sarana dan prasarana termasuk meningkatkan kualitas instruktur 3 Anggaran yang disediakan. 4. Rehabilitasi Pendidikan Bagian dari proses rehabilitasi yang berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan penambahan pengetahuan umum melalui sekolah formal atau paket wajib belajar. Tujuan rehabilitasi pendidikan ini adalah untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik danatau mental danatau kelainan perilaku agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Kegiatan yang dilaksanakan berupa refreshing, upgrading, pengetahuan umum. Berdasarkan uraian di atas, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan penanganan Orang Dengan Kecacatan tubuh tersebut. Karena Sumatera Utara sendiri memiliki Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara yang menangani ODK tubuh tersebut. Saya ingin melihat upaya yang dilakukan oleh panti sosial bersangkutan dalam menangani para penyandang ODK tubuh untuk meningkatkan fungsi sosialnya. Universitas Sumatera Utara

2.3. Peranan Pekerja Sosial Dalam Penanganan Orang Dengan Kecacatan ODK