SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

Yuszda K. Salimi, Nurhayati Bialangi, RahmaTomayahu

Universitas Negeri Gorontalo

Abstract: Binahong leave is traditional herb to cure wound, hemorrhoids, renal demage, diabetes, and Uric acid/Urate. It was already conducted a research that aimed to identify active compound contained in binahong leaves and analysis of toxicity characteristic through Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method in shrimp larvae of. It was preceded by extracting powder of binahong leaves (A. cordifolia) with methanol solvent. The technique used was maceration. Methanol extract was thickened and fractionated then phytochemical and toxicity test. The result of phytochemical test in binahong leaves showed that positive binahong contained flavonoid compound, steroid, terpenoid and saponin.Infrared analysis showed spectrophotometer OH functional group, C-H aromatic, C=C aromatic and C-OH of suspected flavonoid compounds. The result of toxicity test showed that methanol extract of binahong

leaves was characterized by toxic for LC 50 ≤1000 ppm (447,96 ppm). Meanwhile, extract of n-hexane and ethyl acetate was not characterized by toxic for LC 50 ≥1000 ppm (3728,29 ppm and 12414,15 ppm). The increase of extract concentration was followed by the averaged increase of average mortality of shrimp larvae Artemia Salina Leach.

Keywords: Anredera cordifolia, fitokimia, BSLT, Artemia salina Leach.

1. PENDAHULUAN

pangkal yang berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, dan bisa dimakan (Suseno,

Penggunaan obat tradisional secara

umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan Kandungan tanaman binahong belum obat modern. Hal ini disebabkan karena obat

banyak diketahui. Namun berdasarkan manfaat tradisional memiliki efek samping yang relatif

dan efek farmakologisnya jika dikonsumsi, lebih sedikit dari pada obat modern (Sari,

binahong diduga memiliki kandungan 2006).

antioksidan dan antivirus yang cukup Tanaman yang biasa dimanfaatkan

tinggi.Ekstrak metanol daun binahong dapat sebagai obat di antaranya adalah binahong

menurunkan kadar glukosa darah (Sukandar, ( Anredera cordifolia Ten. Steenis) . Tanaman ini

2011., Makalalag, 2013). Salep ekstrak daun sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat-

efektivitas pada obatan tradisional. Tanaman tersebut sengaja

binahong

memiliki

penyembuhan luka yang terinfeksi bakteri dibudidayakan oleh warga di pekarangan

Staphilococcus aureus (Paju, 2013).Hasil uji rumah mereka agar mudah diambil saat

fitokimia ekstrak daun binahong ditemukan dibutuhkan.Binahong

senyawa polifenol, alkaloid dan flavonoid. menyembuhkan luka. Cara tradisional yg

digunakan

untuk

Pada konsentrasi 25 % dapat menghambat dilakukan adalah mengambil beberapa pucuk

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, daun lalu direbus dan air rebusannya diminum.

pada konsentrasi 50% dapat menghambat Daun binahong memiliki ciri-ciri

pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa seperti: berdaun tunggal, memiliki tangkai yang

(Khunaifi, 2010), juga dapat menghambat pendek (subsessile) , tersusun berseling-seling,

Shigella flexneri daun berwarna hijau, bentuk daun menyerupai

pertumbuhan

bakteri

(Ainurrochmah dkk, 2013). jantung (cordata), panjang daun 5-10 cm

Senyawa bioaktif umumnya hampir sedangkan lebarnya 3-7 cm, helaian daun tipis

selalu toksik pada dosis tinggi. Toksisitas lemas dengan ujung yang meruncing, memiliki

tanaman berkaitan erat dengan senyawa- senyawa metabolit sekunder yang ada di tanaman berkaitan erat dengan senyawa- senyawa metabolit sekunder yang ada di

ekstrak kental metanol.

dipakai untuk mengamati toksisitas senyawa Ekstrak kental metanol disuspensi dan merupakan metode penapisan untuk

dengan metanol:air (1:2) dan dipartisi dengan aktivitas anti kanker senyawa kimia dalam

menggunakan pelarut n-heksan, menghasilkan ekstrak tanaman adalah Brine Shrimp Lethality

fraksi n-heksan. Fraksi n-heksan dievaporasi Test (BSLT), dengan menggunakan cara

diperoleh ekstrak n-heksan. Fraksi air dipartisi Meyer.Metode ini ditujukan terhadap tingkat

dengan etil asetat sehingga diperoleh fraksi air mortalitas larva udang Artemia salina L . yang

dan fraksi etil asetat. Hasil partisi dari fraksi- disebabkan oleh ekstrak uji. Hasil yang

fraksi tersebut dievaporasi pada suhu 30-40 o C

sampai diperoleh ekstrak air dan etilasetat. concentration) ekstrak uji, yaitu jumlah dosis

diperoleh dihitung sebagai nilai LC 50 (letal

Selanjutnya ekstrak yang diperoleh diuji atau konsentrasi ekstrak uji yang dapat

fitokimia.

menyebabkan kematian larva udang sejumlah Ujitoksisitasdilakukanterhadap larva 50% setelah masa inkubasi 24 jam. Senyawa

udang Artemiasalina Leach.Telur

Artemia sebanyak 2 gram dimasukkan dalam dianggapsebagai

dengan LC 50 < 1000 μg/ml dapat

400 ml air laut yang telah diaerasi dandiberi (Lisdawati dkk, 2006).

penerangan dengan cahaya lampu. Telur akan Penelitian ini

menetas dalam waktu 24-48 jam dan disiapkan mengetahui kandungan senyawa aktif dalam

ditujukan

untuk

untuk digunakan sebagai target uji toksisitas. daun binahong dan toksisitas senyawa

Perlakuan uji toksisitas dilakukan metabolit sekunder yang terkandung dalam

sebanyak 2 kali pengulangan pada masing- ekstrak daun binahong dengan menggunakan

masing ekstrak sampel. Larutan stok dibuat metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

dengan konsentrasi 2000 ppm. Darilarutan stok dibuat pengenceran hingga konsentrasi larutan

2. METODE

menjadi 1000, 500, 200, 100, dan 50 ppm. 10

Bahan

ekor larva udang dimasukkan dalam wadah uji Tanaman yang digunakan dalam

yang berisi 5 ml larutan uji.Kontrol dibuat penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman

dengan memasukkan 10 ekor larva udang binahong (Andredera

dalam 5 ml air laut tanpa penambahan diperoleh dari Desa Toima Kecamatan Bunta

cordifolia) yang

ekstrak.Pengamatan dilakukan selama 24 jam Kabupaten Luwuk. Bahan kimia yang

dengan selang waktu 8 jam terhadap jumlah digunakan terdiri dari akuades, metanol, n-

kematian larva udang. Analisis data dilakukan heksan, etil asetat, reagen Hager, reagen

untuk mencari LC 50 dengan analisis probit Dragendrof, reagen Mayer, reagen Wagner,

menggunakan program MC excel, dimana asam asetat glacial, HCl pekat, serbuk Mg,

hubungan nilai logaritma konsentrasi bahan NaOH, H 2 SO 4 pekat, kloroform, dietil eter,

toksik uji dan nilai probit dari persentase kloroform amonikal.

mortalitas hewan uji merupakan fungsi linear y

Alat

= a + bx.

Alat-alat yang

digunakan dalam

penelitian ini adalah timbangan analitik,

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

blender, seperangkat alat gelas, pipet mikro,

Maserasi dan Fraksinasi

pengaduk kaca, aluminium foil, statif, klem, Metode ekstraksi yang digunakan lampu dan aerator.

dalam penelitian ini adalah pemisahan secara maserasi. Sampel daun binahong yang telah

Cara Kerja

dihaluskan, ditimbang sebanyak 250 gr dan Serbuk halus daun binahong sebanyak

dimaserasi dengan metanol 1 x 24 jam. Maserat dievaporasi pada suhu 30-40 250 gram diekstraksi dengan cara maserasi o

C dengan bantuan menggunakan metanol. Maserasi dilakukan

alat pompa vakum. Ekstrak kental metanol selama 3x24 jam, dimana setiap 24 jam ekstrak

yang diperoleh seluruhnya adalah 24,04 gr disaring, dan dimaserasi lagi dengan metanol

dengan persentase rendemen 9,61%. Fraksinasi yang baru. Ekstrak disatukan, sehingga

dengan pelarut n-heksan dan etil asetat diperoleh filtrat metanol. Filtrat metanol

rendemen 9,2% dan dievaporasi pada suhu 30-40 o

menghasilkan

C dengan

31,6%denganberatmasing-masing 0,92 gr dan

3,16 gr. Masing-masing ekstrak kental yang mengandung flavonoid (Rahmawati dkk, diperoleh

2012). Estrak etanol dan n-heksan positif (terlihatpadatabel 1).

mengandung alkaloid (Titis dkk, 2013). Skrining fitokimia terhadap daun

(Murdianto, 2012), ekstrak n-heksan positif binahong telah dilaporkan oleh Astuti (2012),

mengandung senyawa golongan triterpenoid. bahwa pada daun binahong memiliki senyawa

Ekstrak etil asetat daun binahong mengandung fitokimia saponin, terpenoid, steroid, fenol,

senyawa polifenol dan saponin (Sulistyani dkk, flavonoid danalkaloid.Ekstrak etanol positif

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Berbagai EkstrakDaunBinahong

Ekstrak

Hasil Fitokimia

Uji Flavonoid

Mg-HCl

Perubahanwarna (hijaumuda)

H 2 SO 4 Perubahanwarna (hijautua)

NaOH

Perubahanwarna (kuningmuda)

Tidak terbentuk endapan -

Tidak terbentuk endapan - Metanol

Wagner

Hager

Tidak terbentuk endapan -

Saponin

Aquades panas

Terbentuk busa

+ Terpenoid

Steroid

Liebarman Bauchar

Warna hijau

Liebarman Bauchar

Warna merah kecoklatan ++

Flavonoid

Mg-HCl

Perubahanwarna (hijautua)

H 2 SO 4 Perubahanwarna (hijautua)

NaOH

Perubahanwarna (kuning)

Alkaloid

Mayer

Tidak terbentuk endapan -

Tidak terbentuk endapan - n-Heksan

Wagner

Hager

Tidak terbentuk endapan -

Saponin

Aquades panas

Tidak ada busa/buih -

Steroid

Liebarman Bauchar

Warna hijautua ++

Liebarman Bauchar

Terpenoid Tidak terbentuk warna merah -

Perubahanwarna (hijaumuda)

H 2 SO 4 Perubahanwarna (hijautua)

NaOH

Perubahanwarna (kuning)

Tidak terbentuk endapan -

Tidak terbentuk endapan - Etilasetat

Wagner

Hager

Tidak terbentuk endapan -

Saponin

Aquades panas

Terbentuk busa/buih -

Steroid

Liebarman Bauchar

Warna hijautua ++

Liebarman Bauchar

Terpenoid Tidak terbentuk warna merah -

kecoklatan Ket: (+++): IntensitasKuat, (++): Sedang, (+): Lemah, (-): TidakTerdeteks

Bagi manusia, kandungan metabolit

IdentifikasiGugusFungsi

sekunder dari tumbuhan dapat digunakan untuk Gugus fungsi yang terdapat dalam mengobati berbagai penyakit. Beberapa

ekstrak daun binahong diidentifikasi dengan metabolit sekunder lainnya digunakan juga

menggunakan spektrofotometer IR, yang dalam memproduksi sabun, parfum, minyak

herbal, pewarna, permen karet, dan plastik merupakan alat untuk mengukur resapan radiasi alami seperti resin, antosianin, tanin, saponin,

inframerah pada pelbagai panjang gelombang. dan minyak volatil.

Skala pada spektra adalah bilangan gelombang, Aktivitas flavonoid sebagai anti-

yang berkurang dari 4000 cm -1 ke sekitar 670 mikroba yang dapat mempercepat proses

cm -1 atau lebih rendah.

Spektrum inframerah pada gambar 1 kemampuannya untuk menumbuk kompleks

penyembuhan luka

disebabkan

oleh

bahwa senyawa yang denganprotein ekstraseluler dan terlarut, dan

memperlihatkan

terkandung dalam daun binahong menunjukkan dengan dinding sel. Flavonoid yang bersifat

serapan melebar pada daerah bilangan lipofollik mungkin juga akan merusak

gelombang 3339,28 cm -1 yang diduga adalah membran sel mikroba. Rusaknya membran dan

serapan uluran O-H. Serapan pada bilangan dinding sel akan menyebabkan metabolit

gelombang 1025,13 cm -1 menunjukan adanya penting di dalam sel akan keluar, akibatnya

uluran C-OH siklik dengan pita yang kuat dan terjadi kematian sel (Noorhamdani dkk, 2012).

tajam (990-1100 cm -1 ). Pita serapan pada Alkaloid memiliki kemampuan sebagai

daerah bilangan ini dapat memberikan antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah

gambaran bahwa senyawa yang terkandung dengan cara mengganggu komponen penyusun

dalam ekstrak daun binahong merupakan peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan

senyawa siklik yang mengandung gugus –OH. dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

Hal ini diperkuat oleh adanya serapan tajam dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson,

lemah tekukan O-H aromatik pada panjang 1995 dalam Khunaifi, 2010).

gelombang 1141,59 cm -1 . Serapan uluran C-H Terpenoid disebut sebagai terpene,

alifatik yang tajam dan lemah muncul pada adalah kelompok terbesar dari senyawa alami.

daerah bilangan gelombang 2988,95 cm -1 dan Banyak terpen memiliki aktivitas biologis dan

2832.87 cm -1 . Hal ini diperkuat oleh tekuk C-H digunakan untuk pengobatan penyakit manusia.

aromatik pada serapan 626,18 cm -1 . Serapan Terpenoid memiliki aktivitas biologis untuk

tajam dan lemah pada cincin aromatik C=C melawan kanker, malaria, peradangan, dan

muncul pada daerah bilangan gelombang berbagai penyakit menular (virus dan bakteri)

1448,50 cm -1 . Dengandemikian, senyawa yang (Wang dkk, 2005).

terkandung dalam ekstrak metanol daun Saponin memiliki sifat antimikroba,

binahong diduga adalah senyawa aktif baik triterpen maupun steroidal (Naidu, 2000

flavonoid.

dalam Kusuma, 2012). Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lender (Kusuma, 2012).

Gambar 1. Spekrum Inframerah dari Ekstrak Daun Binahong

UjiToksisitas

Toksisitas suatu ekstrak dinilai 0,6744x,y=3,1271+0,5244x, y=3,5528 + berdasarkan tingkat mortalitas larva udang

0,3535x. Tingkat konsentrasi ekstrak yang yang digunakan sebagai bahan uji. Data

dibutuhkan untuk mematikan 50% dari hewan dianalisis untuk memperoleh nilai LC 50. yang diuji (LC 50 ) untuk ekstrak metanol, n- LC 50 (Lethal Concentration 50%) adalah tingkat

heksan dan etil asetat masing-masing adalah konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk

447,96ppm, 3728,29ppm dan 12414,15 ppm. mematikan 50% dari hewan yang diuji.

Suatu zat dikatakan aktif atau toksik jika nilai Sehingga, apabila jumlah mortalitas lebih dari

LC 50 ≤ 1000 ppm. Hal tersebutmenunjukkan

bahwa ekstrak metanol daun binahong bersifat atau 1000 ppm. ketentuan ini menunjukkan

50% dapat dipastikan nilai LC 50 1000 μg/mL

toksik dengan nilai LC 50 ≤ 1000 ppm sedangkan bahwa ekstrak tersebut aktif (Hidayati, 2000).

ekstrak n-heksan dan etil asetat bersifat tidak Hasil uji toksisitas ketiga ekstrak daun

toksik dengan nilai LC 50 1000 ppm. binahong dapat dilihat pada gambar 1, 2 dan 3

Konsentrasi ekstrak memberikan pengaruh di bawah ini.Berdasarkan gambar tersebut

yang berbeda-beda pada kematian larva udang. dapat dilihat bahwahasil analisis regresi linier

Pada umumnya, semakin besar konsentrasi pengaruh log konsentrasi terhadap nilai probit

suatu larutan uji mengakibatkan naiknya angka mortalitas didapatkan persamaan regresi linier

kematian larva (hewanuji). untuk ekstrak metanol (gambar 2), n-heksan (gambar 3) danetil asetat (gambar 4) berturut- turut

adalah:

y=

robit P

Log konsentrasi bahan uji (ppm)

Gambar 2.Pengaruh Log Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Binahong terhadapProbitMortalitas.

y = 0,5244x + 3,1271

it 3 R² = 0,5831

Log konsentrasi bahan uji (ppm)

Gambar 3.Pengaruh Log Konsentrasi Ekstrak n-Heksan Daun Binahong terhadapProbitMortalitas

y = 0,3535x + 3,5528

Log konsentrasi bahan uji (ppm)

Gambar 4.Pengaruh Log Konsentrasi Ekstrak EtilAsetat Daun Binahong terhadapProbitMortalitas

Sifat toksik dari suatu tanaman dalamnya. Dari hasil uji fitokimia sebelumnya berkaitan dengan kandungan senyawa aktif di

menunjukkan bahwa pada ekstrak daun menunjukkan bahwa pada ekstrak daun

(Padua, 1999 pada kadar tertentu. Cara kerjanya adalah

larvamati

kelaparan

dalamWidianti, 2009). Pada manusia, senyawa dengan bertindak sebagai stomach poisoning

metabolit sekunder yang bersifat toksik pada atau racun perut. Bila senyawa-senyawa ini

kadar tertentu, dapat mengakibatkan gangguan masuk ke dalam tubuh larva, alat

pada sistem metabolisme tubuh, dimana pencernaannya akan terganggu. Senyawaini

senyawa aktif tersebut dapat menjadi inhibitor juga menghambat reseptor perasa pada daerah

pada enzim sehingga mengganggu proses mulut

replikasi DNA

gagalmendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga

4. SIMPULAN DAN SARAN

Shigella

flexneridengan Metode

Simpulan

Sumuran. LenteraBio. 3(2): 233-237. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

Astuti, Sri Murni. 2012. Skrining Fitokimia dan

1. Senyawa aktif yang terkandung dalam Uji Aktifitas Antibiotika Ekstrak Etanol ekstrak

Daun, Batang, Bunga dan Umbi cordifolia Ten Steenis)adalah flavonoid,

Tanaman ( Anredera cordifolia(Ten) steroid, terpenoid dan saponin.

Steenis) . Universitas Malaysia Pahang

2. Hasil analisis spektrofotometer IR

(UMP).

menunjukkan gugus fungsi O-H, C-H aromatik, C=C aromatik, dan C-OH yang

Hidayati,L. Fitroh. Penulusuran Bioaktivitas diduga adalah senyawa flavonoid.

Senyawa Kandungan Tubuh Buah

3. Hasil uji toksisitas berdasarkan metode Ganoderma Lucidum Asal Kaliurang dan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Lembang Berdasarkan Metode Brine menunjukkan

Shrimp Lethality Test (BSLT). Skripsi. binahongbersifat

ekstrak

metanoldaun

Teknologi Pertanian; Institut Pertanian nilaiLC 50 ≤1000 ppm (447,96ppm), ekstrak

n-heksan dan etil asetat daun binahong

Khunaifi, Mufid. 2012. Uji Aktivitas 1000 ppm (3728,29 ppm dan12414,15

bersifat tidak toksik dengan nilai LC 50 ≤

Antibakteri Ekstrak Daun Binahong ppm). Kenaikan konsentrasi ekstrak diikuti

(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dengan kenaikan rata-rata kematian larva

Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus (hewan uji).

dan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi. Malang.

Sains

dan Teknologi;

Saran

Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Dengan adanya hasil penelitian yang

Malik Ibrahim.

menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun binahong bersifat toksik, maka perlu adanya

Kusuma, R.A., Andrawulan, N. 2012. Aktivitas penelitian lanjutan tentang isolasi senyawa aktif

Antioksidan Ekstrak Buah Tokokak dari uji BSLT yang terdeteksi dari uji fitokimia

(Solanum torvum S.) . Skripsi. Bogor: serta uji toksisitas isolat murni pada tikus atau

Departemen Teknologi Hasil Perairan. mencit.

Institut Pertanian Bogor.

Lisdawati, V., S. Wiryowidagdo, Broto, K.

DAFTAR PUSTAKA

2006. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Dari Berbagai Fraksi Ekstrak Daging

Ainurrochma, A., Evie, R., Lisa, L. 2013. Buah dan Kulit Biji Mahkota Dewa. Bul. Efektivitas Ekstrak Daun Binahong

Penel. Kesehatan. 3(34): 111-118. (Anredera

cordifolia )terhadap

Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Makalalag, I. Wirasuasty., Adeanne, W., Weny, W. 2013. Uji Ekstrak Daun Binahong ( Anredera cordifolia Steen.) Terhadap

KadarGula Darah Pada Tikus Putih Sari, Lusia Oktora Ruma Kumala. 2006. Jantan

Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan norvegicus)yang Diinduksi Sukrosa.

Manfaat dan Jurnal Ilmiah Farmasi.1(2): 2302-2493.

Pertimbangan

Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3):01-07. Murdianto, Agus Ria., Enny, F. Dewi, K. Isolasi, Identifikasi Serta Uji Aktivitas

Keamanannya.

Sukandar, E.Y., Atun, Q., Lady, L. 2011. Efek Antibakteri

Ekstrak Metanol Daun Binahong Triterpenoid

Senyawa

Golongan

(Anredera cordifolia (TEN.) STEENIS) Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)

Terhadap Gula Darah Pada Mencit Steen) Terhadap Staphylococcus aureus

Model Diabetes Melitus . Universitas dan

Garut. Jurnal Medika Planta.4(1). Diponegoro. Sulistyani, Nanik., Lilies, K.W. 2012. Uji Noorhamdani, As., R. Setyohadi, Akmal Fawzi

Escherichia

coli. Universitas

Aktifitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Y.U. 2012. Uji Efektifitas ekstrak daun

Daun Binahong (Anredera scandens (L). binahong

Moq.) Terhadap Shigella flexneri Beserta (Ten.)Steenis )

( Anredera

cordifolia

Profil Kromatografi Lapis Tipis .Jurnal terhadap bakteri Klebsiellapneumoniae

sebagai

antimikroba

Ilmiah Kefarmasian. 1(2): 1-16. sesara In Vitro. Pendidikan Dokter FKUB. Titis, Muhammad., Enny, F. Dewi, K. 2013 . Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktifitas Paju, Niswah., Yamlean, V.Y. Paulina.,

Senyawa Alkaloid Daun Binahong Kojong, Novel. 2013. Uji Efektivitas

(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis). Salep Ekstrak Daun Binahong ( Anredera

Universitas Diponegoro. Chem Info. cordifolia (Ten.)Steenis) pada Kelinci

1(1): 196-201.

( Oryctolagus cuniculus ) yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal

Widianti, Andika., Suhardjono. 2009. Uji Ilmiah Farmasi. 1(2): 2302-2493.

Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Cabai Rawit (Capcisum frutescens)

Rahmawati, Lina., Enny, F. Dewi, K. 2012. Terhadap Larva Artemia salina Leach Isolasi, Identifikasi dan Uji Antioksidan

dengan Metode Brine Shrimp Lethality Senyawa Flavonoid Daun Binahong

Semarang. Fakultas (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).

Test (BSLT).

Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Universitas Diponegoro.

MINERALOGI DAN SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH PADA DUA PEDON TANAH SAWAH TlADAH HUJAN DI SIDOMUKTI, GORONTALO

Nurdin

Fakltas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo Email: nurdin@ung.ac.id

Abstract

This study aims to determine the soil mineralogy and soil chemical properties at two rainfed soil pedons in Sidomukti, Gorontalo. This study was conducted at 2 pedon of rainfed paddy soils from Sidomukti Village Mootilango District of Gorontalo Regency. Implementation of the field based on the location of the exa mple profile (pedon). The soil profile is made and sampled in accordance with the principles of soil surveying. Result of this research showed that Pedon PNS1 had easily weathered minerals (albite, sanidin and green hornblende) more than pedon PNS2. While the clay mineral content of pedon PNS1 dominated by smectite and kaolinite. Both pedon generally pH slightly acid to slightly alkaline and negatively charged clean, C-organic content is very low, bases-dd predominantly calcium (Ca -dd) with the sequence: Ca > Mg> K> Na, cation exchange capacity and base saturation dominant high and very high. However, the pedon PNS1 was better than pedon PNS2 of soil fertility.

Keywords: Mineralogy, chemistry, properties, pedon, soil. jumlah sangat sedikit, sehingga cadangan hara

1. PENDAHULUAN

di daerah ini tergolong sedang. Tanah sawah tadah hujan (TSTH) di

Melihat kondisi tersebut, maka daerah ini wilayah Paguyaman dominan sumber airnya

mempunyai faktor pembatas penggunaan berasal dari curah hujan dan hanya sebagian

lahan yang optimal, antara lain ketersediaan kecil wilayah yang dapat diairi melalui

minim sehingga akan teknologi pemompaan. Data Stasiun Iklim

hara

yang

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil pada Sidodadi dan Molombulahe selang tahun

TSTH ini. Padahal, daerah Paguyaman dikenal 2007-2013 menunjukkan bahwa daerah

sebagai kawasan padi sawah dan tanaman Paguyaman menurut Zona Agroklimat

palawija yang dikembangkan sejak program (Oldeman dan Darmiyati 1977) termasuk E4

transmigrasi dijalankan sejak tahun 1965. karena memiliki 6-9 bulan kering (<100 mm)

dan 1 bulan basah (≥200 mm). Rata-rata curah Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mineralogi tanah dan sifat-sifat kimia tanah

hujan bulanan stasiun Sidodadi hanya pada dua pedon tanah sawah tadah hujan di sebanyak 93 mm bulan -1 . Kondisi ini

Sidomukti, Provinsi Gorontalo. menyebabkan terjadinya perbedaan masa

pembasahan dan kering yang cukup jelas,

2. KAJIAN LITERATUR DAN

sehingga akan mempengaruhi

proses

PEGEMBANGAN HIPOTESIS

pelapukan. Salah satu hasil dari proses pelapukan adalah mineral, baik mineral primer

Van Bemmelen (1949) menyatakan bahwa maupun sekunder.

bahan endapan yang terdapat di sekitar Sungai Menurut Bahcri et al. (1993), geologi

Paguyaman merupakan lakustrin dan termasuk daerah Paguyaman dominan berkembang dari

dalam zona Limboto dan zona patahan yang bahan lakustrin yang terdiri dari batu liat

memanjang sampai ke Gorontalo akibat ( claystones ), batu pasir ( sandstones ), dan

kegiatan volkanisme. Djaenuddin et al. (2005) kerikil ( gravel ) pada epoch kuarter pleistosen

melaporkan bahwa daerah Paguyaman diduga

merupakan bekas kaldera sebagai hasil melaporkan bahwa daerah Paguyaman

dan holosen. Sementara Prasetyo (2007)

volkanisme, yang tidak mempunyai outlet ke mengandung mineral kuarsa dan dalam jumlah

laut. Patahan ini menyebabkan terbentuknya yang lebih sedikit masih dijumpai mineral

celah/retakan yang memungkinkan air danau ortoklas, sanidin dan andesin. Mineral epidot,

mengalir keluar dan mengering yang akhirnya amfibol, augit dan hiperstin dijumpai dalam

membentuk dataran luas. Peta Geologi Lembar Tilamuta, Sulawesi Skala 1 : 250.000 (Bachri membentuk dataran luas. Peta Geologi Lembar Tilamuta, Sulawesi Skala 1 : 250.000 (Bachri

(1978) menjelaskan bahwa pengolahan tanah endapan danau atau lakustrin (Qpl) yang

menyebabkan perubahan sifat fisik tanah, terdiri dari batu liat ( claystones ), batu pasir

yaitu hancurnya agregat tanah, pori-pori kasar ( sandstones ), dan kerikil ( gravel ) pada zaman

berkurang dan halus meningkat dan tanah kuarter pleistosen dan holosen.

mengalami pelumpuran yang menyebabkan Djaenuddin et al. (2005) melaporkan

partikel-partikel halus bergerak ke bawah bahwa bahan induk tanah di daerah

bersama air perkolasi membentuk lapisan Paguyaman diantaranya adalah endapan

tapak bajak di bawah lapisan olah, sehingga danau, berususunan liat berwarna kelabu

bobot isi pada lapisan tersebut menjadi padat, yang sebagian tertutup aluvium. Hal

meningkat.

inilah yang menyebabkan banyak lahan Penyebab perubahan yang bersifat setempat digunakan untuk sawah.

permanen, yaitu (a) perataan dan penterasan Tanah sawah merupakan tanah yang

dalam pembuatan sawah yang dipengaruhi digunakan atau potensial digunakan untuk

oleh kemiringan tanah asal, (b) perubahan sifat pertumbuhan padi akuatik (Kyuma 2004).

fisik tanah tertentu karena tindakan budidaya Menurut Sanchez (1993), tanah sawah tadah

padi, dan (c) perubahan sifat kimia dan hujan (TSTH) serupa dengan tanah sawah

mineralogi tanah yang merupakan bagian dari irigasi hanya berbeda pada tidak adanya

proses pembentukan tanah, seperti eluviasi dan pengaturan air. Pengolahan tanah dalam

iluviasi Fe dan Mn, proses ferolisis, keadaan

pembentukan oksida besi, Mn dan lainnya penggenangan yang sengaja dilakukan

(Moormann dan Breemen 1978). tersebut menyebabkan terjadinya perubahan

Tanah sawah yang berkembang di daerah sifat morfologi, fisik, kimia dan biologi tanah

aluvial umumnya sudah mempunyai warna (Rayes 2000). Koenigs (1950) menyatakan

glei dan karatan, karena tanah ini terbentuk bahwa morfologi profil tanah sawah bersifat

pada kondisi muka air tanah yang dangkal tipikal pada tanah kering yang disawahkan di

(Prasetyo 2008). Djaenuddin et al. (2005) sekitar Bogor, yaitu adanya lapisan olah,

melaporkan bahwa pada profil tanah di daerah lapisan tapak bajak, lapisan besi (Fe), lapisan

Paguyaman ditemukan karatan besi dan mangan (Mn), serta lapisan tanah asal yang

mangan, konkresi dan nodul dalam jumlah tidak dipengaruhi penyawahan.

cukup sampai banyak pada kedalaman 0-110 Menurut Gong (1986), pembentukan tanah

cm. Kondisi ini juga dialami oleh TSTH, sawah meliputi: (1) eluviasi, dan (2) pengaruh

kecuali pengolahan tanah dan pelumpuran penanaman dan pemupukan. Eluviasi

dalam kondisi tergenang yang tidak seintensif dipercepat karena terjadi perkolasi air irigasi.

tanah sawah pada umumnya (irigasi). Analisis Sementara, kondisi reduksi memungkinkan

mineral fraksi pasir dilakukan untuk terjadinya pencucian beberapa unsur yang

mengetahui komposisi dan cadangan mineral tidak dapat tercuci pada kondisi lahan kering.

yang ada dan menduga jenis bahan induk tanah Sedangkan Moormann dan Van Breemen

(Prasetyo 1990; Hardjowigeno 1993; Rachim (1978) menyatakan bahwa perubahan sifat

2007). Dengan demikian, maka mineralogi dan yang terjadi pada tanah sawah dapat dibedakan

sifat-sifat kimia TSTH memiliki sifat yang atas perubahan yang bersifat sementara dan

tipikal, sehingga menarik untuk dilakukan permanen. Perubahan yang bersifat sementara

penelitian lebih lanjut.

pada tanah yang disawahkan berkaitan dengan pengolahan tanah dalam keadaan tergenang

3. METODE PENELITIAN

(pelumpuran) dan perubahan sifat kimia yang Penelitian ini dilaksanakan pada 2 pedon berhubungan dengan proses reduksi-oksidasi.

tanah sawah tadah hujan di Desa Sidomukti Perubahan tersebut akan menyebabkan

Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo. perubahan sifat morfologi tanah.

Penelitian dimulai dari bulan April sampai Rayes

perubahan yang bersifat permanen terlihat dari Alat yang digunakan terdiri dari: pisau sifat morfologi profil tanah yang seringkali

tanah, buku munsell soil colour chart , blangko menjadi sangat berbeda dengan profil tanah

pengamatan profil tanah, meteran, ring asalnya. Sementara Moormann dan Van pengamatan profil tanah, meteran, ring asalnya. Sementara Moormann dan Van

PNS2

Pelaksanaan lapang didasarkan pada lokasi

Klasifikasi Tanah

contoh profil (pedon). Profil tanah dibuat dan Taksonomi (USDA) : Endoaquept Vertik diambil contohnya sesuai dengan prinsip-

: Gleisol Vertik prinsip survei tanah (NSSC-NCRS USDA

PPT

: Endapan Danau 2002 dalam Abdullah 2006). Deskripsi dan

Bahan Induk

Posisi Fisiografik : Punggung Lereng, Depresi klasifikasi tanah di daerah penelitian disajikan

Elevasi

: 59 m dpl

pada Tabel 1 dan 2. C ontoh tanah dianalisis

Drainase

: Buruk

dengan sifat-sifat tanah dan metodenya yang

: Padi ( Oryza sativa L.) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1. Deskripsi dan klasifikasi tanah pedon

0-10

Apg1

Coklat kekelabuan (10YR

PNS1 5/2); lempung; struktur masif;

lekat, plastis; perakaran halus,

Klasifikasi Tanah

banyak; berangsur rata.

Taksonomi (USDA) : Ustik Endoaquert

10-31

Apg2

Coklat kekelabuan (10YR

PPT 5/2); lempung; struktur : Eutrik Grumusol

gumpal bersudut, sedang,

Bahan Induk : Endapan Danau

lemah; lekat, plastis;

Posisi Fisiografik : Kaki Lereng, Depresi perakaran halus, banyak; jelas

rata.

Elevasi : 58 m dpl

31-64

Bwg1

Kelabu terang kecoklatan

Drainase : Buruk

(10YR 6/2); lempung berliat;

Vegetasi struktur gumpal bersudut, : Padi ( Oryza sativa L.)

sedang, lemah; sangat lekat, Kedalaman

(cm) Horison

Uraian

plastis; perakaran halus, sedang; baur nyata.

0-12 Apg1

Kelabu (10YR 5/1);

64-84/103

Bwg2

Kelabu terang kecoklatan

lempung berliat; struktur

(10YR 6/2); liat; struktur

masif; sangat lekat,

gumpal bersudut, sedang,

plastis; perakaran halus,

lemah; sangat lekat, plastis;

karatan coklat (10YR 5/3), 12-31

banyak; jelas rata

Apg2

Kelabu (10YR 5/1);

sedikit, halus, baur, bintik,

lempung berliat; struktur

tajam; jelas berombak.

gumpal bersudut, halus,

84/103-150

Bwg3

Kelabu gelap (10YR 4/1);

lemah; sangat lekat,

liat; struktur gumpal bersudut,

plastis; karatan coklat

sedang, sedang; sangat lekat,

(10YR 5/3), biasa, halus,

plastis; karatan coklat (10YR

jelas, bintik, tajam;

5/3), sedikit, halus, baur,

perakaran halus, banyak;

bintik, tajam; baur rata.

Kelabu gelap (10YR 4/1); 31-53

berangsur rata

Kelabu (10YR 5/1); liat;

liat; struktur sedang, sedang,

struktur gumpal bersudut

gumpal bersudut, sangat

sedang, lemah; sangat

lekat, sangat plastis, ada

lekat, plastis; perakaran

bidang kilir, baur rata.

Kelabu gelap (10YR 4/1), 53-71/92

halus, sedikit; baur rata

Kelabu (10YR 6/1); liat;

liat, struktur gumpal bersudut,

struktur gumpal bersudut,

sedang, sedang; sangat lekat,

kasar, lemah; sangat

sangat plastis; ada bidang

lekat, plastis; jelas

kilir; baur rata.

berombak.

71/92-119 Bwssg

Kelabu gelap (10YR 4/1); liat; struktur gumpal

Tabel 3. Parameter dan Metode Analisis

bersudut, sedang, sedang;

No

Sifat Tanah

Metode Analisis

sangat lekat, plastis; ada

A Sifat Mineralogi

bidang kilir; karatan

1 Mineral Liat

X-Ray Difaktrometer

coklat (10YR 5/3), biasa,

2 Mineral Fraksi

Mikroskop

halus, jelas, tabung, jelas;

Pasir

baur rata.

B Sifat Kimia

119-150 BCg1

Kelabu gelap (10YR 4/1);

1 pH H 2 O dan KCl

pH meter

liat; struktur gumpal

2 C-Organik

Walkley dan Black

bersudut, kasar, kuat;

3 KTK

NH 4 oAc 1 N pH 7, Titrasi

sangat lekat, plastis;

4 Kation-Kation

Ekstraksi NH 4 oAc 1 N pH 7,

karatan coklat (10YR

Basa: Ca 2+ ,

untuk Ca 2+ , Mg 2+ menggunakan

5/3), biasa, halus, jelas,

Mg 2+ ,K + , Na +

AAS. Sedangkan K + dan Na

Flamefotometer 150-200

tabung, jelas; jelas rata.

BCg2

Kelabu gelap (10YR 4/1);

5 N total

Kjeldahl, Titrasi

liat; sangat lekat, sangat

6 P 2 O 5 tersedia

Bray 1, Spektrofotometer

gembur; baur rata.

7 Kejenuhan Basa

Perhitungan

Analisis mineral fraksi pasir menggunakan PNS2>PNS1. Hal ini sejalan dengan metode line counting dengan mikroskop

pernyataan Rayes (2000) bahwa penyawahan polarisasi. Sementara untuk analisis mineral

cenderung memacu proses pelapukan karena

pengaruh air dan suasana reduksi oksidasi Penilaian sifat kimia tanah mengacu pada

liat menggunakan X-Ray Difractometer .

secara bergantian.

kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983) Opak sebagai mineral paling resisten ditemukan pada semua pedon dengan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

persentasi <10% saja. Menurut Rachim

Mineralogi Tanah

(1994), opak merupakan mineral tidak tembus Hasil analisis mineral fraksi pasir pada

cahaya, sehingga di mikroskop berwarna pedon PNS1 dan PNS2 tertera pada Tabel 4.

hitam, biasanya magnetit atau dapat juga Khusus untuk mineral yang jumlah

konkresi besi. Keberadaan opak ini persentasenya sedikit (sp) tidak dicantumkan

menentukan jenis bahan induk. Magnetit karena sifatnya kualitatif.

merupakan mineral pengiring ketika magma membeku yang umum terdapat pada batuan

Tabel 4. Persentase Mineral Fraksi Pasir

MSL/ MML

Juml H K ma

PNS2 Bwg2

Op=opak, Qz=kuarsa, Lm=limonit, ∑=jumlah, Ab=albit,

Ol=oligoklas, An=andesine,

La=labradorit, Or=ortoklas,

basaltik dan resisten seperti halnya konkresi

Sn=sanidin, Ao=anortoklas, Hh=hornblende hijau, Ep=epidot, En=enstatit, MSL=mineral sukar lapuk, MHL=mineral hasil

besi. Jika tanah melapuk semakin tinggi, maka

lapukan.

jumlah magnetit semakin meningkat pula. Namun, bila jumlahnya cukup rendah dalam

Pada semua pedon TSTH umumnya telah banyak kehilangan MML yang ditunjukkan

bahan

maka peningkatannya dibandingkan dengan mineral lain menjadi

induk,

oleh persentasenya di bawah 60%. Mineral tidak jelas (Hurlbut dan Klein 1977). fraksi pasir pada pedon PNS1 relatif telah

mengalami pelapukan

lebih

intensif

Peningkatan persentase kuarsa dan mineral resisten lainnya merupakan hasil dari

dibandingkan pedon PNS2 karena dominasi pelapukan mineral feromagnesium dan MML MSL (kuarsa).

pada umumnya.

Tingkat pelapukan dapat juga dilihat dari Data mineral fraksi pasir ini memberikan nisbah

MSL/MML

(Birkeland

petunjuk bahwa kuarsa dan mineral resisten Hardjowogeno 1993), dimana rasio jumlah lainnya sumbernya in situ yang ditunjukkan MML dengan MSL menurun dengan oleh peningkatan persentase kuarsa dan meningkatnya pelapukan. Pada tanah yang mineral resisten lainnya diikuti oleh rendahnya mengalami penyawahan intensif cenderung magnetit (opak). Hal ini sejalan dengan lebih tinggi pelapukannya.

(1994) bahwa Pada pedon PNS1, nisbah MSL/MML lebih

pernyataan

Rachim

rendah (3,05) dibanding pedon PNS2 sebesar meningkatnya mineral resisten diikuti oleh jumlah magnetit yang rendah hingga sangat

7,89 karena penyawahannya lebih intensif. rendah. Jika tidak demikian, maka mineral Rendahnya, MML pada pedon PNS2 diduga

karena mineral tersebut telah mengalami resisten yang tinggi berasal dari tempat lain. pengangkutan karena erosi dan diendapkan di

daerah yang lebih rendah. Tingkat pelapukan tanah berdasarkan nisbah MSL/MML disajikan dalam bentuk deret sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Analisis Mineral Fraksi Liat penting antara lain mempunyai muatan negatif pada Contoh Tanah Terpilih

( negative charge ) menyebabkan mineral ini

Jenis Mineral PNS1 Bwg2

Pedon/Horison

Puncak Difraksi XRD (Å)

Jumlah/Keterangan

Kuarsa BCg2

Kuarsa PNS2 Bwg2

Kuarsa BCssg2

Menurut Bachri et al. (1993) bahwa sangat reaktif dalam lingkungan dan wilayah penelitian terdiri dari formasi endapan

mempunyai KTK yang tinggi. danau (Qpl) yang diantaranya terdiri atas batu

Mineral lain yang ditemukan di semua liat ( clay stone ) dan batu pasir ( sand stone ).

pedon adalah kaolinit, illit, feldspar dan kuarsa Bahan endapan berasal dari hinterland ,

(Tan 1998) dalam jumlah yang jauh lebih dimana sungai mengalir. Dengan demikian,

sedikit. Hal ini sejalan dengan pernyataan maka jenis mineral bahan endapan tergantung

Prasetyo (2008), bahwa smektit dijumpai bahan yang dierosikan. Hal ini menyebabkan

bersama mineral illit dan kaolinit. mineral resisten akan lebih menonjol. Bahan

Pada pedon TSTH jumlah kaolinit yang yang diendapkan di danau atau laut akan

ditemukan adalah banyak. Keberadaan kaolinit memadat dan mengeras menjadi batu. Di

ini diduga merupakan hasil pelapukan smektit samping itu, liat dapat terbentuk secara in situ ,

di daerah hulu yang berpH masam dan tergantung kondisi lingkungannya. Suharta

terendapkan di daerah aluvial. Hal ini dan Prasetyo (2008) melaporkan bahwa

disebabkan karena pH tanah di hampir semua kandungan kuarsa pada tanah berbahan induk

pedon pewakil adalah agak masam sampai batu pasir (lebih tinggi (>80%) dibandingkan

agak alkali yang tidak memungkinkan dengan tanah berbahan induk batu liat. Batu

terjadinya pelapukan smektit. Menurut Wilson liat tidak berkembang atau berasal dari silika

dan Cradwick (1972), mineral smektit menjadi abu vulkanik tipikal (Bohor dan Meier 1990).

tidak stabil pada kondisi pH masam sampai Hasil analisis mineral liat menunjukkan

sangat masam dan akan melapuk membentuk bahwa kedua pedon yang diteliti didominasi

kaolinit atau pedogenic chlorite (Borchardt oleh mineral smektit (Tan 1998) yang

merupakan mineral liat tipe 2 : 1 dengan Mineral illit ditemukan dalam jumlah jumlah sedang, banyak sampai dominan,

sangat sedikit sampai sedikit di semua pedon. sehingga tergolong kelas mineralogi smektitik

Keberadaan illit bersama smektit merupakan (Tabel 5). Menurut Prasetyo (2007), mineral

bagian dari transformasi illit-smektit. Menurut smektit dapat mempengaruhi sifat fisik dan

kondisi yang kimia tanah. Sifat fisik yang penting antara

Borchardt

memungkinkan transformasi illit-smektit lain kemampuannya mengembang ( swelling )

adalah suhu dan tekanan rendah, konsentrasi bila basah ataupun mengkerut ( shringking )

Al dan K harus rendah, konsentrasi Si(OH) 4 bila kering. Sedangkan sifat kimia yang

harus tinggi dan pH >6,5. Hal ini ditunjang harus tinggi dan pH >6,5. Hal ini ditunjang

Gambar 1. Difraktogram Pedon PNS1 terpilih (Fraksi < 2 µ)

Gambar 2. Difraktogram Pedon PNS2 terpilih (Fraksi < 2 µ)

Sifat-Sifat Kimia Tanah

Reaksi tanah yang diteliti umumnya agak masam sampai agak alkali, atau mulai pH >5,38 - <7,91 (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa daerah penelitian merupakan depresi, sebagaimana ditunjukkan oleh formasi geologi. Dalam hal ini, daerah penelitian merupakan tempat akumulasi basa-basa yang dibawa air pencucian dari bagian hinterland dan akumulasi basa lebih tampak pada tanah yang berdrainase lebih buruk.

Tampaknya, kedua pedon memiliki nilai pH dengan pola tidak beraturan (Tabel 6). Namun, pedon PNS2 lebih tidak beraturan dibanding pedon PNS1. Hal ini menunjukkan pencucian cukup intensif jika terjadi hujan karena drainase yang relatif buruk. Walaupun demikian, nilai pH masih tergolong agak masam sampai agak alkali sebagaimana daerah ini juga merupakan endapan lakustrin. Nilai pH pada horison bagian atas umumnya lebih rendah dari horison bagian bawah sebagai akibat dari pencucian ke bawah solum dan serapan hara oleh tanaman. Menurut Dent (1978), nilai pH tanah yang cocok untuk tanah sawah adalah 4-7, tetapi nilai pH yang paling baik adalah sekitar 5-6.

Selisih nilai pH KCl dan pH H 2 O (∆pH) semua pedon yang diteliti mempunyai pH negatif. Hal ini berarti bahwa semua pedon yang diteliti bermuatan bersih negatif (Uehara dan Gilman 1981). Lebih lanjut Suharta (2007) melaporkan bahwa nilai pH KCl yang lebih

rendah dari pH H 2 O menunjukkan tanah-tanah ini didominasi oleh mineral liat bermuatan negatif. Jika dihubungkan dengan jenis mineral liat, maka fenomena tersebut bersesuaian. Hasil analisis mineral liat (Tabel 5), menunjukkan mineral yang dominan adalah smektit yang merupakan tipe liat 2 : 1.

Pada pH > 6, terjadi muatan tergantung pH ( pH depending charge ) yang menghasilkan muatan negatif. Peningkatan muatan ini disebabkan oleh kenaikan pH karena ionisasi gugus OH - . Sedangkan pada pH < 6, muatannya permanen ( permanently charge ) karena terjadi subtitusi isomorfik.

Tingginya pH tanah ini juga menyebabkan muatan bersih negatif terhadap kaolinit dan illit. Hal ini disebabkan kaolinit muatannya sangat tergantung pH tanah. Semakin tinggi pH, maka muatannya semakin tinggi. Menurut Dixon (1989), kaolinit mempunyai muatan bersih negatif walaupun sangat rendah. Nilai

Penjenuhan Mg 2+

Penjenuhan Mg 2+ + Glycerol

Penjenuhan K +

Penjenuhan K + + Pemanasan 550 o C

PNS 1-4

PNS 1-7

Penjenuhan Mg 2+

Penjenuhan Mg 2+ + Glycerol

Penjenuhan K +

Penjenuhan K + + Pemanasan 550 o C

Penjenuhan Mg 2+

Penjenuhan Mg 2+ + Glycerol

Penjenuhan K +

Penjenuhan K + + Pemanasan 550 o C

PNS 2-4

PNS 2-7

Penjenuhan Mg 2+ + Glycerol

Penjenuhan K + Penjenuhan K + + Pemanasan

550 o C

Penjenuhan Mg 2+

7,

pH tanah yang netral sampai agak alkali horison B yang terus menurun sesuai merupakan petunjuk bahwa tanah ini belum

kedalaman, sebagaimana pola yang dilaporkan mengalami pelapukan lanjut. Hal ini

Prasetyo (2007). Hal ini merupakan pola disebabkan karena kurangnya pencucian,

umum tanah yang telah berkembang. Adanya sehingga basa masih tinggi dan kompleks

bahan organik yang sedikit naik turun pada jerapan didominasi oleh gugus OH - .

beberapa pedon, nampaknya merupakan sisa turunan bahan induk yang dideposisikan oleh Tabel 6. Sifat-Sifat Kimia Tanah air. Secara umum, tanah-tanah yang

ah Kej. so ri

pH Tanah

Basa-Basa dapat Ditukar (dd)

ik a-

Kemas.-dd

as dd T K n Basa Kej. K

n la a -

H K T a (KB) H o

-------- me 100 g -1 -------- -------%--------- PNS1

--------------- me 100 g -1 -------------

0,04 29,95 69,50 0,00 Apg2

Apg1 0-12 6,13

Apg1 0-10 6,35

Menurut Tisdale dan Nelson (1975); mengandung liat 2 : 1 dominan mengandung Soepardi (1983) dan Tan (1998) bahwa bahan

C-organik yang rendah pula. Hal ini juga organik adalah salah satu sumber kemasaman

merupakan ciri tanah tersebut (Dudal dan dalam tanah. Senyawa tersebut dapat

1957; Soepraptohardjo mempengaruhi pH melalui pembentukan asam

Soepraptohardjo

1961). Kandungan C-organik yang relatif organik, atau gugus fungsional yang seperti

tinggi di permukaan mencirikan aktivitas karboksil dan fenol. Rachim (1994)

bahan yang lebih intensif dibanding bagian menyatakan bahwa pengaruh bahan organik

bawah.

akan cukup jelas di permukaan tanah karena Pola Sebaran C-organik dan jumlah basa- pada bagian ini bahan organik terakumulasi.

dd ternyata berbeda dengan pola sebaran pH Sementara, basa pada kompleks jerapan liat

tanah pada semua pedon yang diteliti dengan akan mempengaruhi ion H + dalam larutan

pola kecenderungan saling berlawanan arah. tanah, sehingga konsentrasi antara keduanya

Pada pedon PNS1 dan PNS2, horison akan mempunyai hubungan terbalik. Semakin

permukaannya memperlihatkan pola terbalik tinggi jumlah basa-dd, maka semakin rendah

antara pH tanah dan bahan organik, dimana pH H-dd. Lebih lanjut dikatakannya bahwa basa-

rendah sementara bahan organik tinggi, tetapi basa dipermukaan mengalami perubahan

berpola sama dengan jumlah basa-dd. karena tiga hal, yaitu pencucian alamiah,

Basa-dd pada semua pedon yang diteliti diserap tanaman dan manipulasi manusia. Dua

dominan adalah kalsium (Ca-dd) sebanyak hal pertama menyebabkan berkurangnya basa-

10,33-36,47 me 100 g -1 dan tergolong tinggi basa di lapisan atas dan meningkat ke bagian

sampai sangat tinggi menurut Staf Peneliti bawah solum dan hal yang terakhir dapat

Pusat Penelitian Tanah (1983). Berdasarkan meningkatkan basa-basa di lapisan olah.

jumlahnya, maka basa-dd dapat disajikan Karbon organik (C-Organik) merupakan

sesuai deret: Ca>Mg>K>Na. Tingginya basa- indikator penentu banyak sedikitnya bahan

dd dapat disebabkan oleh tingkat pencucian organik di dalam tanah. Tabel 6 menunjukkan

basa-basa yang rendah mengingat tekstur bahwa kedua pedon mempunyai kandungan C-

tanah dominan halus sampai sangat halus, organik sangat rendah (<1,0%). Pola sebaran

bahan induk yang kaya sumber hara. Tabel 4 C-organik pada umumnya cenderung tinggi di

menunjukkan bahwa fraksi pasir di semua permukaan, dan menurun secara drastis pada

pedon memiliki hornblende (hijau dan coklat), pedon memiliki hornblende (hijau dan coklat),

pH tanah, sebagaimana terjadi pada pedon dalam tanah di antaranya hiperstin (19-25%

PNS1. Smektit adalah mineral liat 2:1 yang CaO), dan sumber Mg adalah hornblende (2-

mempunyai nilai KTK tinggi. Borchard (1989) 25% MgO). Selain itu, dijumpainya mineral

menyatakan bahwa nilai KTK mineral smektit labradorit yang termasuk kelompok plagioklas

berkisar antara 47-162 me 100 g -1 . Namun, hal juga merupakan sumber Ca dalam tanah.

tersebut umumnya hanya terjadi pada lapisan Selain itu, hasil analisis mineral liat (Tabel 6)

permukaan. Sedangkan dari horison B ke menunjukkan bahwa semua pedon pewakil

horison di bawahnya, nilai KTK tanah mempunyai mineral feldspar yang mungkin

meningkat sampai mencapai nilai sangat terdiri dari Ca-felspar, Mg-felspar dan K-

tinggi. Jika pelapukan smektit terjadi dengan felspar sebagai sumber basa-basa di atas,

kondisi pH rendah, maka KTK akan menurun walaupun dalam jumlah sedikit. banyaknya Ca

dan terbentuk kaolinit yang mempunyai KTK di dalam tanah karena sumber Ca juga banyak.

sangat rendah. Menurut Lim et al. (1980), nilai Bandingan relatif Ca/Mg menunjukkan

KTK kaolinit murni antara 0-1 me 100 g -1 . bahwa kedua pedon berkisar antara 2,1:1-

Sedangkan KTK kaolinit dari tanah berkisar 4,1:1. Setyorini et al. (2004) melaporkan

antara 1.2-12.5 me 100 g -1 (Briendly et al. bahwa untuk pertumbuhan padi yang optimal,

1986); (Prasetyo dan Gilkes 1997). bandingan Ca/Mg adalah 3:1-4:1, sementara

Nilai KTK tanah berpengaruh pada potensi pada masa bunting sampai pembungaan adalah

kejenuhan basa (KB). Kedua pedon yang 1:1 hingga 1,5:1. Dengan demikian, maka

diteliti menunjukkan dominasi KB yang sangat pedon PNS1 lebih ideal untuk tanaman padi

tinggi. Kondisi ini terjadi karena jumlah basa- sawah.

dd lebih besar dari KTK tanah untuk nilai KB Natrium (Na) sebagai salah satu basa-dd

tinggi sampai sangat tinggi, sementara jika yang dijumpai mempunyai jumlah yang tinggi

jumlah basa lebih kecil dari KTK tanah, maka sampai sangat tinggi pada kedua pedon

KB cenderung lebih rendah, walaupun masih berdasarkan kriteria Staf Peneliti Pusat

tergolong sedang.

Penelitian Tanah (1983). Kandungan Na pada Nilai KB terendah terdapat pada pedon semua pedon diduga merupakan hasil

PNS2 yang hanya sebesar 36.20% saja. akumulasi ketika bahan induk masih sebagai

Kemungkinan lain adalah pengekstrak yang endapan lakustrin. Selain itu, plagioklas

digunakan, yakni amonium asetat (NH 4 OAc) feldspar berupa oligoklas juga mengandung

pada pH 7 mampu melarutkan basa-basa, Na. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hurlbut

sehingga jumlah basa semakin banyak. dan Klein (1977) yang menyatakan bahwa

Padahal kemungkinan kondisi aktual jumlah kandungan Na pada oligoklas sebagai fecies

basa tidak demikian adanya. Jika dilihat dari plagioklas feldspar lebih banyak dibanding Ca.

nilai KTK, jumlah basa dan KB, tanah-tanah Sebaran jumlah basa-dd pada pedon PN1 dan

yang diteliti menunjukkan tingkat kesuburan PNS2 menunjukkan pola yang bersinergi.

yang cukup baik dan mencirikan tanah yang Namun, jumlah basa-dd paling banyak

masih muda. Hal ini sesuai dengan umur bahan terdapat pada pedon PNS1.

induk Holosen dan merupakan bahan endapan Kapasistas tukar kation (KTK) untuk kedua

lakustrin.

pedon tergolong sedang sampai sangat tinggi, tetapi lebih didominasi KTK yang tinggi dan

5. KESIMPULAN

sangat tinggi (Tabel 6). Beberapa faktor yang Pedon PNS1 mengadung mineral mudah mempengaruhi KTK di antaranya adalah

lapuk (albit, sanidin dan hornblende hijau) bahan organik dan jenis mineral liat (Prasetyo

lebih banyak dibandingkan pedon PNS2. et al. 2007). Semua pedon mempunyai kadar

Sementara kandungan mineral liat pedon C-organik yang rendah, sehingga yang paling

PNS1 didominasi oleh mineral smektit dan berpengaruh terhadap KTK adalah jenis

kaolinit.

mineral, terutama smektit (Tabel 5). Kedua pedon umumnya ber-pH agak masam sampai agak alkali dan bermuatan

Penurunan nilai KTK tanah pada horison bersih negatif, kandungan C-organik sangat permukaan umumnya berhubungan dengan

rendah, basa-dd didominasi kalsium (Ca-dd) derajat pelapukan antara lapisan atas dan

dengan deret: Ca > Mg > K > Na, kapasistas dengan deret: Ca > Mg > K > Na, kapasistas

dan Lingkungan 7:27-35. tingkat kesuburan tanah lebih baik dibanding

Ghildyal BP. 1978. Effect of compaction and pedon PNS2. puddling on soil physical properties and rice growth. Di dalam: Soils and rice. Los Banos

Laguna Phillipines: IRRI. hlm 317-336. Abdullah TS. 2006. Buku lapang untuk pendekripsian dan pengambilan contoh tanah

6. REFERENSI

Gong Z. 1986. Origin, evolution and berdasarkan Taksonomi Tanah USDA. Bogor:

classification of paddy soils in china. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Advanced in Soil Science 5:179-200.

Lahan Institut Pertanian Bogor. Hurlbut CSJr, C Klein. 1977. Manual of mineralogy (after JD Dana). 19 Birkeland PW. 1974. Pedology, weathering th Edition. New

and geomorphological research. New York: York: John Wiley and Sons. Oxford University Press.

Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi tanah dan Briendly GW, CC Kao, JL Harison, M

pedogenesis. Edisi ke-1 Cetakan ke-1. Jakarta: Lipsicas, R Raythatha. 1986. Relation between

Akademika Pressindo.

structural disorder and other characteristics of Koenigs FFFR. 1950. A ‘sawah’ profile near kaolinite and dickites. Clays and Clay Mineral

Bogor (Java). Bogor: Contri of General 34:239-249.

Agriculture Research Station. Borchardt GA. 1989. Montmorillonite and

Kanno I. 1978. Genesis of rice soils with other smectite minerals. Di dalam: JB Dixon

special reference to profil development. Di and SB Weed ( Eds ); Minerals in soil

dalam : Soils and rice. Los Banos Laguna environtments. Soil Sci Soc Am. Madison,

Philippines: IRRI. hlm 237-254. Wisconsin.

Kyuma K. 2004. Paddy soil science. Kyoto Bohor BF, AL Meier. 1990. Rare earth

Jepang dan Victoria Australia: Kyoto element abudance of tonsteins and cretaceous-

University Press dan Trans Pacific Press. tertiary claystones by introduction couple plasma mass spectrometry. Denver USA.

Lim CH, ML Jackson, RD Koons, PA Helmke. Lunar and Planetary Institute NASA LPSC

1980. Kaolins: sources of differences in cation-exchange capacities and cesium

XXI: 109-110 retention. Clays Clay Mineralogy 28:223-229.

Bahcri S, Sukido, Ratman N. 1993. Peta geologi lembar tilamuta, Sulawesi Skala 1 :

Mohr EGJ, FA Van Baren, J Van Schuylenborgh. 1972. Tropical soil. Third

250.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Edition. Hague Paris-Jakarta. Dudal R, M Soepraptohardjo. 1957. Soil

Moormann FR, Breemen NV. 1978. Rice: soil, classification in Indonesia. Bogor: Cont. Gen

water, land. Los Banos Laguna Philippines: Agr. Res. Sta. No. 148.

IRRI.

Dent FJ. 1978. Land suitability classification. Oldeman LR, Darmiyati, S. 1977. An agroclimatic map of sulawesi scale 1 :

Di dalam: IRRI; soil and paddy. Los Banos, Philippines. 273-294. Bulletin 2.500.000. No ke-60. Bogor: Contri

Centre Research Institute of Agriculture. Dixon JB. 1989. Kaolin and serpentine group

PPT. 1983. Terms of reference survei minerals. Di dalam: JB Dixon and SB Weed

( Eds ); Minerals in soil environtments. Soil Sci kapabilitas tanah no 22/1983. Bogor: Proyek Soc Am.

Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi Madison, Wisconsin, 467-525. (P3MT) Badan Penelitian dan Pengembangan

Djaenuddin D, Hendrisman M. 2005. Evaluasi Pertanian Departemen Pertanian RI. lahan secara kuantitatif: studi kasus pada

Prasetyo BH, RJ Gilkes. 1997. Properties of tanaman jagung, kacang tanah dan kacang

hijau di daerah Paguyaman Kabupaten kaolinite from oxisols and alfisols in west java. Agrivita

20 (4): 220-227.

Prasetyo BH. 2007. Perbedaan sifat-sifat tanah Sanchez PA. 1993. Sifat dan pengelolaan vertisol dari berbagai bahan induk. Jurnal

tanah tropika. Bandung: ITB. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9:20-31.

Setyorini D, LR Widowati, S Rochayati. 2004. Prasetyo BH, H Suganda, A Kasno. 2007.

Teknologi pengelolaan hara tanah sawah Pengaruh bahan volkan pada sifat tanah sawah.

intensifikasi. Di dalam: Agus F, A Adimiharja, Jurnal Tanah dan Iklim 25 9:45-57.

S Harjowigeno, AM Fagi, W Hartatik ( Eds ); Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya.

Prasetyo BH, D Setyorini. 2008. Karakteristik Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah tanah sawah dari endapan aluvial dan

dan Agroklimat, 137-168.

pengelolaannya. Jurnal Sumberdaya Lahan

2:1-14. Suharta N. 2007. Sifat dan karakteristik tanah dari batuan sedimen masam di Provinsi

Ruhe RV. 1956. Geomorphic surface and the Kalimantan Barat. Jurnal Tanah dan Iklim nature of soil. Soil Sci Journal

82:441-445.

25:11-26.

Rachim DA. 1994. Karakterisasi tanah berliat Suharta N, BH Prasetyo. 2008. Susunan aktivitas rendah dan pengaruh besi oksida mineral dan sifat fisiko-kimia tanah terhadap beberapa sifat tanah [disertasi]. bervegetasi hutan dari batuan sedimen masam Bogor:

Program Pascasarjana Institut di Provinsi Riau. Jurnal Tanah dan Iklim 28:1- Pertanian Bogor.

Rachim DA. 2007. Dasar-dasar genesis tanah. Tisdale SL, WL Nelson. 1975. Soil fertility Bogor: Departemen Ilmu Tanah dan and fertilizers. Fourth Edition. New York: Sumberdaya Lahan Fakultas pertanian Institut MacMillan Publ. Co, Inc. Pertanian Bogor.

Tan KH. 1998. Principles of soil chemistry. Rayes ML. 2000. Karakteristik, genesis dan Third Edition, Revised and Expanded. Basel klasifikasi tanah sawah berasal dari bahan Swiztzerland: Marcel Dekker AG, Inc. volkan merapi [disertasi]. Bogor: Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Uehara G, G Gilman. 1981. The mineralogy, chemistry, and physics of tropical soils with

Soepraptohardjo M. 1961. Tanah merah di variable charge clays. Colorado USA: Indonesia.

Westriew Press Inc Boulder. Penyuluhan Pertanian 161:1-22.

Van Bemmelen RW. 1949. The geology of Soepardi G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Bogor: Indonesia; general geology of indonesia and Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut adjacent archipelagoes. Vol ke-1A. Hague: Pertanian Bogor. Goverment Printing Office.

Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah. 1983. Wilson MJ, PW Cradwick. 1972. Occurance Term of referrence klasifikasi kesesuaian and interstratified kaolinite-montmorillonite in lahan. Proyek Penelitian Pertanian Menunjang some scottish soils. Clay Mineralogy

9: 435- Transmigrasi (P3MT) Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian

Departemen

Pertanian RI. Bogor: PPT.