Kata Pertama Berakhir Bunyi [ O ]
a. Kata Pertama Berakhir Bunyi [ O ]
Dalam bahasa pedalangan gaya Surakarta, ditemukan tujuh macam bentuk persandian dengan kedudukan kata pertama berakhir bunyi [ O ]. Ketujuh macam bentuk persandian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
commit to user
Tabel 2. Persandian dengan Kedudukan Kata Pertama Berakhir Bunyi [ O ]
No.
Bunyi Akhir
Kata I
Bunyi Awal
Kata II
Bentuk Persandian
Bentuk persandian [ a ] terjadi apabila kata pertama diakhiri dengan bunyi [ O ] dan kata kedua diawali bunyi [ a ]. Berikut data-data yang menunjukkan bentuk
persandian ini. (4) ..., nama Ki Lurah Nala Gareng, Cakrawangsa, Wiryatmejo (pen:
Wiryatmaja), Ranggamijaya, Braja Lintang, Pancalpamor, Kuda- Parewana, ... (I/J/37/1/1) „..., nama Ki Lurah Nala Gareng, Cakrawangsa, Wiryatmaja, Ranggamijaya, Braja Lintang, Pancalpamor, Kuda-Parewana, ... ‟
(5) ..., temahe pra kawula kasangsaya sangsayarda gesangira papariman ngulandara , ... (I/J/38/4/4-5) „..., keadaan para pengikut semakin lama semakin tamak hidupnya, pergi ke mana-mana mengembara, ... ‟
(6) ..., risang Gandawastratmaja, ... (II/S/3/1/2-3) „..., sang Bima, ...‟
commit to user
(7) ..., yitna sang narpatmaja, ... (II/S/5/3/8) „..., berhati-hati sang putra raja, ...‟
(8) Risang Rama bangkit lir sardulantuk bayangan, ...
(V/P/8) „Sang Rama bangkit seperti harimau mendapat mangsa, ...‟
Masing-masing bentukan kata yang mengandung persandian pada kelima data tersebut di atas secara berurutan diturunkan dari: data (4) Wirya [ wIry O ]
„pemberani‟ dan atmaja [ atmOjO ] „putra‟; data (5) sangsaya [ saGsOy O ] „semakin‟ dan arda [ ardO ] „tamak‟; data (6) Gandawastra [ gOndOwastrO ] „Gandawastra‟ dan atmaja [ atmOjO ] „putra‟; data (7) narpa [ narpO ] „raja‟ dan atmaja [ atmOjO ] „putra‟; dan data (8) sardula [ sardulO ] „harimau‟ dan antuk [ antU? ] „mendapat‟.
Kata Wirya [ wIry O ] „pemberani‟ data (4), sangsaya [ saGsOy O ] „semakin‟ data (5), Gandawastra [ gOndOwastrO ]„ G andawastra‟ data (6), narpa [ narpO ] „raja‟
data (7), dan sardula [ sardulO ] „harimau‟ data (8) berkedudukan sebagai kata pertama yang diakhiri dengan bunyi [ O ]. Adapun kata atmaja [ atmOjO ] „putra‟ pada data (4), (6), (7), kemudian arda [ ardO ] „tamak‟ data (5), dan antuk [ antU? ]
„mendapat‟ pada data (8) berkedudukan sebagai kata kedua yang diawali dengan bunyi [a].
Bunyi [ O ] pada akhir kata pertama bertemu dengan bunyi [ a ] pada awal
kata kedua mengalami proses peleburan atau sintesis yang menyebabkan
munculnya satu bunyi vokal, yaitu bunyi [ a ]. Sehingga bentukan kata pada
masing-masing data tersebut di atas menjadi: data (4) Wiryatmaja [ wIry atmOjO ] „Wiryatmaja‟; data (5) sangsayarda [ sangsO y ardO ] „semakin tamak‟; data (6)
commit to user
Gandawastratmaja [ gOndOwastratmOjO ] „Bima‟; data (7) narpatmaja [ narpatmOjO ] „putra raja‟; dan data (8) sardulantuk [ sardulantU? ] „harimau mendapat‟.
2) [ O ]+[ a ]=[ O ]
Bentuk persandian [ O ] terjadi apabila kata pertama diakhiri dengan bunyi [ O ] dan kata kedua diawali bunyi [ a ]. Berikut data-data yang menunjukkan bentuk
persandian tersebut. (9) Puraya-gung (pen: Purayagung) tuhu dahat endah labet saking
kathah eden-eden rerenggan kencana sinasotya, ... (I/J/10/2/1) „Kedaton besar sungguh sangat indah karena banyaknya hiasan- hiasan serba emas permata, ...‟
(10) ..., pepak panjrahing puspita-di (pen: puspitadi) neka warni
mangambar wangi, ... (I/J/14/5/1)
„..., bermacam-macam bunga indah beraneka warna semerbak harum mewangi, ...‟
(11) Pura-gung (pen: Puragung) sinung pandhapi winangun dara-
gepak, ... (I/J/108/2/1)
„Keraton besar mempunyai pendopo dengan halaman yang mengeliling, ...‟
(12) Hanjrahingkang puspitarum, ...
(II/S/3/2/1) „Dimana-mana ada bunga harum, ...‟
(13) ..., tuwin sagung pradipati, ...
(II/S/9/1/3) „..., dan juga semua para raja, ...‟
(14) ..., wara baswararum.
(II/S/17/3/5) „..., cantik berkilau harum.‟
commit to user
Masing-masing bentukan kata yang mengandung persandian pada data (9) sampai (14) tersebut di atas secara berurutan merupakan gabungan dari: data (9) puraya [ purOy O ] „kedaton‟ dan agung [ agUG ] „besar‟; data (10) puspita [ pUspitO ]
„bunga‟ dan adi [ adi ] „indah‟; data (11) pura [ purO ] „keraton‟ dan agung [ agUG ] „besar‟; data (12) puspita [ pUspitO ] „bunga‟ dan arum [ arUm ] „harum‟; data (13) pra [ prO ] „para‟ dan adipati [ adipati ] „raja‟; dan data (14) baswara [ baswOrO ] „berkilau‟ dan arum [ arUm ] „harum‟.
Kata puraya [ purOy O ] „kedaton‟ data (9), puspita [ pUspitO ] „bunga‟ data (10) dan (12), pura [ purO ] „keraton‟ data (11), pra [ prO ] „para‟ data (13), dan baswara [ baswOrO ] „berkilau‟ data (14) berkedudukan sebagai kata pertama yang berakhir bunyi [ O ]. Adapun kata agung [ agUG ] „besar‟ pada data (9) dan (11), adi [ adi ] „indah‟ data (10), arum [ arUm ] „harum‟ pada data (12) dan (14), dan kata adipati [ adipati ] „raja‟ pada data (13) berkedudukan sebagai kata kedua yang
berawal bunyi [a]. Ketika bunyi [ O ] pada akhir kata pertama bergabung dengan bunyi [ a ]
pada awal kata, terjadi proses peleburan atau sintesis yang menghasilkan satu bunyi vokal, yaitu bunyi [ O ]. Sehingga bentukan-bentukan kata pada masing- masing data tersebut di atas menjadi: data (9) purayagung [ purOy OgUG ] „kedaton
besar‟; data (10) puspitadi [ pUspitOdi ] „bunga indah‟; data (11) puragung [ purOgUG ] „keraton besar‟; data (12) puspitarum [ pUspitOrUm ] „bunga harum‟;
commit to user
data (13) pradipati [ prOdipati ] „para raja‟; dan data (14) baswararum [ baswOrOrUm ] „berkilau harum‟.
3) [ O ]+[ e ]=[ E ]
Bentuk persandian [ E ] terjadi apabila kata pertama diakhiri dengan bunyi [ O ] dan kata kedua diawali bunyi [ e ]. Berikut data-data yang menunjukkan bentuk
persandian ini. (15) Busana kadewatan sarwendah datan kuciwa, ...
(I/J/113/6/1) „Busana kebesaran dewa serba indah tidak mengecewakan, ...‟
(16) ..., kadyenggal yun manubruka, ...
(II/S/14/6/3) „..., seperti segera akan menyerang, ...‟
Pada data (15), kata sarwendah [ sarwEndah ] „serba indah‟ merupakan gabungan dari kata sarwa [ sarwO ] „serba‟ sebagai kata pertama dan endah [ endah ] „indah‟ sebagai kata kedua. Bunyi [ O ] pada akhir kata pertama bertemu dengan
bunyi [e] pada awal kata kedua. Dari pertemuan dua bunyi vokal tersebut terjadi proses peleburan atau sintesis yang menyebabkan munculnya satu bunyi vokal
baru, yaitu bunyi [ E ]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi sarwendah [ sarwEndah ] „serba indah‟. Demikian juga dengan bentukan kata kadyenggal [ kady EGgal ] „seperti segera‟ pada data (16). Kata tersebut diturunkan dari kata kadya [ kady O ] „seperti‟ sebagai kata pertama berakhir bunyi [ O ] dan enggal [ eGgal ] „segera‟ sebagai kata
kedua berawal bunyi [e]. Adanya pertemuan dua bunyi vokal tersebut, terjadi
commit to user
proses peleburan yang menghasilkan satu bunyi vokal baru, yaitu bunyi [ E ].
Sehingga kata yang terbentuk menjadi kadyenggal [ kady EGgal ] „seperti segera‟.
4) [ O ]+[ i ]=[ E ]
Bentuk persandian [ E ] terjadi apabila kata pertama diakhiri dengan bunyi
[ O ] dan kata kedua diawali bunyi [ i ]. Berikut data-data yang menunjukkan bentuk persandian ini.
(17) ..., patinireku wus pareg, ...
(II/S/6/1/7) „..., kematiannya itu sudah dekat, ...‟
(18) ..., yeku caritanira, ...
(II/S/11/4/1) „..., yaitu ceritanya, ...‟
Kata patinireku [ patinirEku ] „kematiannya itu‟ pada data (17) merupakan gabungan dari kata patinira [ patinirO ] „kematiannya‟ yang berkedudukan sebagai kata pertama dan iku [ iku ] „itu‟ berkedudukan sebagai kata kedua. Bunyi [ O ] pada
akhir kata pertama yang bertemu dengan bunyi [i] pada awal kata kedua mengalami proses peleburan atau sintesis yang menghasilkan satu bunyi vokal
baru, yaitu bunyi [ E ]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi patinireku [ patinirEku ] „kematiannya itu‟. Pada data (18), kata yeku [ y Eku ] „yaitu‟ apabila diurai terdiri dari kata ya [ yO ] „ya‟ sebagai kata pertama berakhir bunyi [ O ] dan iku [ iku ] „itu‟ sebagai kata
kedua berawal bunyi [i]. Sebagaimana proses persandian pada data (17), terjadi
commit to user
proses peleburan yang menghasilkan satu bunyi vokal baru, yaitu bunyi vokal [ E ]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi yeku [ y Eku ] „yaitu‟.
5) [ O ]+[ I ]=[ E ]
Bentuk persandian [ E ] terjadi apabila kata pertama diakhiri dengan bunyi [ O ] dan kata kedua diawali bunyi [ I ]. Berikut data-data yang menunjukkan bentuk
persandian ini.
(19) Ingkang anem dhasare padha sulistyeng warni, ... (I/J/8/1/1) „Yang muda memang sama-sama berparas elok, ...‟
(20) ..., tan sanes hamung Sang Prameswari Nata Astino (pen: Astina), ...
(I/J/17/2/3) „..., tidak lain hanya Sang Permaisuri Raja Astina, ...‟
(21) Satriya gagah prakosa birawa tur sentosa, dhasar sembada
prawireng jurit.
(I/J/65/3/5) „Satria gagah perkasa disegani dan juga sentosa, memang pemberani di peperangan .‟
(22) ..., tidhem premanem pranaweng triloka, ...
(I/J/69/1/5-6) „..., suasana hening terang di tiga alam, ...‟
(23) ..., sinambet gatining kang murweng carita.
(I/J/69/4/3-4) „..., beralih yang mulai diceritakan.‟
(24) ... Kang Murbeng Gesang, ...
(I/J/96/1/7) „... Yang Menguasai Hidup, ...‟
(25) ..., semerbak puspiteng udyana, ...
(II/S/3/2/2) „..., semerbak bunga di taman, ...‟
(26) Dewa-dewa sugata marang kang sureng prang, ...
(II/S/6/3/1) „Dewa-dewa menyambut para pemberani di peperangan, ...‟
commit to user
(27) ..., purnameng gegana, ...
(II/S/7/3/3) „..., bulan purnama di langit, ...‟
(28) ..., sanjateng kang dahana gung, ...
(II/S/13/2/2) „..., senjata dengan api yang besar, ...‟
(29) ..., tan ana sawaleng driya, ...
(II/S/17/2/4) „..., tidak tampak adanya pembangkangan, ...‟
(30) …, dhuh yayi Prabu haywa sungkaweng tyas, ...
(II/S/19/3/1-2) „..., aduh adik Prabu jangan bersedih hati, ...‟
(31) ..., Jawateng ngawiyat, ...
(II/S/20/4/4) „..., dewa di langit, ...‟
(32) ..., sukeng tyas Sri Kresna, ...
(II/S/21/1/6) „..., senang hati Sri Kresna, ...‟
(33) ... yaksa gung aluhur gagah prakosa jayeng jurit pilih tandhing
wudhu mungsuh. (III/J/18)
„... raksasa besar gagah perkasa menang di peperangan memilih bertanding tak terkalahkan musuh. ‟
(34) Ayo dak pondhong, dak ajak mukti wibawa aneng Praja
Manimantaka, ... (III/G/42) „Mari aku bawa pindah, aku ajak hidup bahagia di Manimantaka ha
ha ha, ... ‟
(35) ..., katingal ngaglah hambegagah kaya-kaya tansah tangguh
prayitneng kewuh saguh mbrastha mungsuh. (IV/J/1) „..., terlihat jelas berdiri dengan kaki terbuka seolah-olah selalu awas dan siap membunuh musuh. ‟
(36) Dina iki pun kakang kinen prapteng Pajagalan, ... (IV/G/6) „Hari ini kakak disuruh datang di tempat penyembelihan hewan, ...‟
commit to user
Masing-masing bentukan kata yang mengandung persandian pada data (19) sampai (36) tersebut di atas secara berurutan diturunkan dari: data (19)
sulistya [ sulIsty O ] „elok‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (20) prama [ prOmO ] „tertinggi‟ dan iswari [ Iswari ] „ratu‟; data (21) prawira [ prawirO ] „pemberani‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (22) pranawa [ pranOwO ] „terang‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (23) murwa [ mUrwO ] „mulai‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (24) murba [ mUrbO ] „menguasai‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (25) puspita [ pUspitO ] „bunga‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (26) sura [ surO ] „pemberani‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (27) purnama [ pUrnOmO ] „bulan purnama‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (28) sanjata [ sanjOtO ] „senjata‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (29) sawala [ sawOlO ] „bangkang‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (30) sungkawa [ suGkOwO ] „sedih‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (31) jawata [ jawOtO ] „dewa‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (32) suka [ sukO ] „senang‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (33) jaya [ jOy O ] „menang‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (34) ana [ OnO ] „ada‟ dan ing [ IG ] „di‟; data (35) prayitna [ pray ItnO ] „awas‟ dan ing [ IG ] „di‟; dan data (36) prapta [ praptO ] „datang‟ dan ing [ IG ] „di‟. Kata sulistya [ sulIsty O ] „elok‟ data (19), prama [ prOmO ] „tertinggi‟ data (20), prawira [ prawirO ] „pemberani‟ data (21), pranawa [ pranOwO ] „terang‟ data (22), murwa [ mUrwO ] „mulai‟ data (23), murba [ mUrbO ] „menguasai‟ data (24), puspita [ pUspitO ] „bunga‟ data (25), sura [ surO ] „pemberani‟ data (26), purnama [ pUrnOmO ] „bulan purnama‟ data (27), sanjata [ sanjOtO ] „senjata‟ data (28), sawala [ sawOlO ] „bangkang‟ data (29), sungkawa [ suGkOwO ] „sedih‟ data (30), jawata [ jawOtO ] „dewa‟ data (31), suka [ sukO ] „senang‟ data (32), jaya [ jOy O ]
commit to user
„menang‟ data (33), ana [ OnO ] „ada‟ data (34), prayitna [ pray ItnO ] „awas‟ data (35), dan prapta [ praptO ] „datang‟ data (36) berkedudukan sebagai kata pertama
yang diakhiri dengan bunyi [ O ]. Adapun kata atau preposisi ing [ IG ] „di‟ pada data
(19), (21) sampai (36) dan kata iswari [ Iswari ] „ratu‟ pada data (20) berkedudukan sebagai kata kedua yang diawali dengan bunyi [ I ].
Bunyi [ O ] pada akhir kata pertama bertemu dengan bunyi [ I ] pada awal
kata kedua mengalami proses peleburan atau sintesis, dari proses tersebut
menghasilkan satu bunyi vokal baru, yaitu bunyi [ E ]. Sehingga bentukan-
bentukan kata pada masing-masing data tersebut di atas menjadi: data (19) Sulistyeng [ sulIsty EG ] „elok‟; data (20) prameswari [ prOmEswari ] „permaisuri‟;
data (21) prawireng [ prawirEG ] „pemberani di‟; data (22) pranaweng [ pranawEG ] „terang di‟; data (23) murweng [ mUrwEG ] „mulai di‟; data (24) murbeng [ mUrbEG ] „menguasai‟; data (25) puspiteng [ pUspitEG ] „bunga di‟; data (26) sureng [ surEG ] „pemberani di‟; data (27) purnameng [ pUrnamEG ] „bulan purnama di‟; data (28) sanjateng [ sanjatEG ] „senjata‟; data (29) sawaleng [ sawalEG ] „pembangkangan‟; data (30) sungkaweng [ suGkawEG ] „bersedih‟; data (31) jawateng [ jawatEG ] „dewa di‟; data (32) sukeng [ sukEG ] „senang‟; data (33) jayeng [ jay EG ] „menang di‟; data (34) aneng [ anEG ] „di‟; data (35) prayitneng [ pray ItnEG ] „awas‟; dan data (36) prapteng [ praptEG ] „datang di‟.
commit to user
6) [ O ]+[ I ]=[ e ]
Bentuk persandian [ e ] terjadi apabila kata pertama diakhiri dengan bunyi [ O ] dan kata kedua diawali bunyi [ I ]. Berikut data-data yang menunjukkan bentuk
persandian ini. (37) Ganeping paningal sangsaya kapranan lamun kapanduk hadeging
Wukir Mahendro (pen: Mahendra) hing keblat kidul, ... (I/J/98/1/7) „Pandangannya semakin senang kalau melihat berdirinya gunung Mahendra di lereng selatan, ...‟
(38) ..., labet sang yaksendra kasinungan Aji Gineng Mangraskerti.
(III/J/18) „..., oleh karena sang raja raksasa mempunyai kelebihan Aji Gineng Mangraskerti. ‟
(39) Niwatakawaca: Narendra Manimantaka, Prabu Niwatakawaca.
Ciptaning, sumingkira, dak jaluk Supraba! (III/G/40) „Niwatakawaca: Raja Manimantaka, Prabu Niwatakawaca, Ciptaning, menyingkirlah, Dewi Supraba aku minta! ‟
(40) Tan kantun atmajendra Raden Harya Seta, ...
(IV/J/1-2) „Tidak ketinggalan putra raja Raden Harya Seta, ...‟
(41) Kangka: Kawula nuwun inggih, mundhi dhawuh Padukendra.
(IV/G/5) „Kangka: Saya tuanku, siap menerima perintah Paduka Raja.‟
Bentukan kata yang mengandung persandian pada data (37) sampai (41) secara berurutan merupakan gabungan dari kata: data (37) Maha [ mOhO ] „Maha‟
dan indra [ IndrO ] „raja‟; data (38) yaksa [ y aksO ] „raksasa‟ dan indra [ IndrO ] „raja‟; data (39) nara [ nOrO ] „orang laki-laki‟ dan indra [ IndrO ] „raja‟; data (40) atmaja [ atmOjO ] „putra‟ dan indra [ IndrO ] „raja‟; dan data (41) paduka [ padukO ] „paduka‟ dan indra [ IndrO ] „raja‟.
commit to user
Kata Maha [ mOhO ] „Maha‟ pada data (37), yaksa [ y aksO ] „raksasa‟ data (38), nara [ nOrO ] „orang laki-laki‟ data (39), atmaja [ atmOjO ] „putra‟ data (40), dan paduka [ padukO ] „paduka‟ data (41) berkedudukan sebagai kata pertama yang diakhiri dengan bunyi [ O ]. Adapun kata indra [ IndrO ] „raja‟ pada data (37) sampai
(41) berkedudukan sebagai kata kedua yang diawali dengan bunyi [ I ]. Terjadi proses peleburan atau sintesis ketika bunyi [ O ] pada akhir kata pertama bertemu dengan bunyi [ I ] pada awal kata kedua, dari proses peleburan tersebut menyebabkan munculnya satu bunyi vokal baru, yaitu bunyi [ e ]. Maka
bentukan kata pada masing-masing data tersebut di atas menjadi: data (37) Mahendra [ mahendrO ] „gunung Mahendra‟; data (38) yaksendra [ y aksendrO ] „raja
raksasa‟; data (39) narendra [ narendrO ] „raja‟; data (40) atmajendra [ atmOjendrO ] „putra raja‟, dan data (41) padukendra [ padukendrO ] „paduka raja‟.
7) [ O ]+[ u ]=[ o ]
Bentuk persandian [ o ] terjadi apabila kata pertama diakhiri dengan bunyi [ O ] dan kata kedua diawali bunyi [ u ]. Berikut data-data yang menunjukkan bentuk
persandian ini.
(42) ... satriya wirotama, nenggih Raden Rama Wijaya, ... (V/P/11)
„... satria perwira utama, yaitu Raden Rama Wijaya, ...‟
(43) ..., keni ing Sarotama, ...
(II/S/20/1/1) „..., terkena oleh panah Sarotama, ...‟
commit to user
Pada data (42), kata wirotama [ wirotOmO ] „perwira utama‟ merupakan gabungan dari kata wira [ wirO ] „perwira‟ dan utama [ utOmO ] „utama‟. Kata wira [ wirO ] „perwira‟ berkedudukan sebagai kata pertama yang diakhiri dengan bunyi [ O ] dan kata utama [ utOmO ] „utama‟ berkedudukan sebagai kata kedua yang diawali bunyi [ u ]. Dari pertemuan dua bunyi vokal tersebut, terjadi proses
peleburan atau sintesis yang menyebabkan munculnya satu bunyi vokal baru, yaitu bunyi [ o ]. Sehingga bentukan kata tersebut di atas menjadi wirotama
[ wirotOmO ] „perwira utama‟. Proses yang terjadi di atas juga terjadi pada bentukan kata sarotama [ sarotOmO ] „panah Sarotama‟ pada data (43). Kata tersebut diturunkan dari kata
sara [ sOrO ] „panah‟ sebagai kata pertama berakhir bunyi [ O ] dan utama [ utOmO ] „utama‟ sebagai kata kedua berawal bunyi [u]. Adanya pertemuan dua bunyi vokal tersebut, terjadi proses peleburan yang menyebabkan munculnya satu bunyi vokal baru, yaitu bunyi [ o ]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi sarotama [ sarotOmO ] „panah Sarotama‟.
b. Kata Pertama Berakhir Bunyi [ i ]
Dalam bahasa pedalangan gaya Surakarta hanya ditemukan satu macam bentuk persandian dengan kedudukan kata pertama berakhir bunyi [ i ]. Bentuk tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
commit to user
Tabel 3. Persandian dengan Kedudukan Kata Pertama Berakhir Bunyi [ i ]
No.
Bunyi Akhir
Kata I
Bunyi Awal
Kata II
Bentuk Persandian
1. [ i ]
[ ya ]
Berikut data-data yang menunjukkan bentuk persandian tersebut di atas. (44) Bimanyuputra ya Sang Utaryatmojo (pen: Utaryatmaja), ...
(I/J/3/1/4) „Bimanyuputra juga Sang Utaryatmaja, ...‟
(45) ..., Senayoga, Arimbyatmojo (pen: Arimbyatmaja), Gurundoyo,
inggih Raden Purbaya. (I/J/106/1/3) „..., Senayoga, Arimbyatmaja, Gurundoyo, juga Raden Purbaya.‟
Kata Utaryatmaja [ utary atmOjO ] „Utaryatmaja‟ pada data (44) merupakan gabungan dari kata Utari [ utari ] „Utari‟ yang berkedudukan sebagai kata pertama berakhir bunyi [ i ] dan atmaja [ atmOjO ] „putra‟ berkedudukan sebagai kata kedua berawal bunyi [a]. Bunyi [ i ] pada akhir kata pertama yang bertemu dengan bunyi
[a] pada awal kata kedua mengalami proses peleburan yang menghasilkan bunyi [ ya ]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi Utaryatmaja [ utary atmOjO ] „Utaryatmaja‟.
Kata Arimbyatmaja [ arimby atmOjO ] „Arimbyatmaja‟ apabila diurai terdiri dari kata Arimbi [ arimbi ] „Arimbi‟ sebagai kata pertama berakhir bunyi [ i ] dan atmaja [ atmOjO ] „putra‟ sebagai kata kedua berawal bunyi [a]. Sebagaimana
proses persandian pada data (44), terjadi proses peleburan yang menghasilkan
commit to user
bunyi [ ya ]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi Arimbyatmaja [ arimby atmOjO ] „Arimbyatmaja‟.
c. Kata Pertama Berakhir Bunyi [ u ]
Dalam bahasa pedalangan gaya Surakarta, ada dua macam bentuk persandian dengan kedudukan kata pertama berakhir bunyi [ u ]. Kedua macam bentuk persandian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.