Metode dan Teknik Analisis Data

F. Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan menggunakan metode distribusional (agih) dan padan. Metode distribusional (agih) adalah metode analisis data yang alat penentunya unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung (BUL), yaitu membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:31). Teknik ini digunakan untuk menganalisis bentuk persandian.

commit to user

Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian bahasa (language) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan referensial, yaitu metode dengan alat penentu referen bahasa atau kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa (Sudaryanto, 1993:13). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP dengan daya pilah referensial. Teknik ini digunakan untuk menganalisis fungsi persandian.

Fungsi persandian dalam penelitian ini didasarkan pada tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh penggunanya atau pemakainya. Dalam hal ini mencakup dalang, penyusun naskah, dan para pakar bahasa pedalangan yang sekaligus menjadi informan dalam penelitian ini. Berikut para informan tersebut.

1. Sumanto, S.Kar., M.S. (Dosen Jurusan Pedalangan ISI Surakarta, kreator naskah dan sanggit lakon).

2. Bambang Murtiyoso, S.Kar., M.Hum. (Kritikus seni pedalangan dan pemerhati seni pertunjukan).

3. Bambang Suwarno, S.Kar., M.Hum. (Dosen Jurusan Pedalangan ISI Surakarta, dalang, kreator naskah dan sanggit lakon, dan pendesain wayang).

4. Endang Supadma, S.Pd. (Guru Jurusan Pedalangan SMKN 8 Surakarta). Adapun teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik HBSP, yaitu teknik hubung banding menyamakan hal pokok (Sudaryanto, 1993:27). Teknik ini digunakan untuk menganalisis makna persandian, yaitu dengan cara membandingkan sekaligus menyamakan antara makna menurut kamus dan makna menurut informan.

commit to user

Penerapan dari metode yang telah dipaparkan di atas dalam menganalisis data adalah sebagai berikut.

a. Bentuk Persandian

(2) …, riwusnya mabukuh susilarja nganglungaken jangga nilingaken karna, ngentosi dhawuh pangandikaning nata. (I/J/4/4/8) „…, setelah menunduk hormat memperhatikan, menunggu perintah raja.‟

(3) ..., kir-ukiran rinaja werdi cineplok-ceplok mutyara-di (pen: mutyaradi) pepethingan. (I/J/10/2/4) „..., ukir-ukiran bertatahkan bulatan-bulatan mutiara indah pilihan.‟

Pada data (2), kata susilarja [ susilarjO ] „hormat‟ merupakan gabungan dari kata susila [ susilO ] „sopan‟ dan arja [ arjO ] „yang diluhurkan‟. Bunyi [ O ] pada akhir kata susila [ susilO ] „sopan‟ bertemu dengan bunyi [a] pada awal kata arja [ arjO ] „yang diluhurkan‟. Dari pertemuan dua bunyi vokal tersebut terjadi proses

peleburan atau sintesis yang menyebabkan munculnya satu bunyi vokal, yaitu bunyi [a]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi susilarja [ susilarjO ] „hormat‟.

Pada data (3), kata mutyaradi [ muty OrOdi ] „mutiara indah‟ merupakan gabungan dari kata mutyara [ muty OrO ] „mutiara‟ dan adi [ adi ] „indah‟. Bunyi [ O ] pada akhir kata mutyara [ muty OrO ] „mutiara‟ bertemu dengan bunyi [a] pada awal kata adi [ adi ] „indah‟. Dari pertemuan dua bunyi vokal tersebut terjadi proses peleburan atau sintesis yang menyebabkan munculnya satu bunyi vokal,

yaitu bunyi [ O ]. Sehingga kata yang terbentuk menjadi mutyaradi [ muty OrOdi ] „mutiara indah‟.

commit to user

b. Fungsi Persandian

Menurut Bambang Suwarno (Wawancara, tanggal 23 Februari 2011), proses penggabungan dua kata hingga terjadinya proses peleburan bunyi pada

data (2) susilarja [ susilarjO ] „hormat‟ dan data (3) mutyaradi [ muty OrOdi ] „mutiara indah‟ berfungsi untuk menambah kesan keindahan dalam catur atau bahasa pedalangan. Apabila pada data (2) dan (3) disajikan sesuai dengan kata turunannya tanpa proses penggabungan, seperti susila arja [ susilO arjO ] „hormat‟ dan mutyara adi [ muty OrO adi ] „mutiara indah‟, maka kata-kata tersebut terkesan

biasa dan tidak memancarkan keindahan.

c. Makna Persandian

Berdasarkan makna komponen, makna yang semestinya terbentuk pada data (2) adalah susilarja [ susilarjO ] „sopan kepada yang diluhurkan‟, tetapi berdasar wawancara peneliti dengan Bambang Suwarno (tanggal 23 Februari 2011), beliau menjelaskan bahwa susilarja [ susilarjO ] dalam bahasa pedalangan lebih menunjuk pada satu makna yaitu „hormat‟. Sehingga dapat dikatakan

bahwa persandian yang terjadi menyebabkan makna komponen-komponenya lebur.

Pada data (3), makna yang terbentuk sesuai dengan makna komponennya. Sebagaimana yang terdapat dalam kamus, kata mutyara [ muty OrO ] mempunyai

makna „mutiara‟ dan adi [ adi ] mempunyai makna „indah‟. Sehingga apabila dua kata tersebut digabungkan, maka makna yang terkandung tetap pada makna komponennya yaitu mutyaradi [ muty OrOdi ] berarti „mutiara indah‟.

commit to user