KOMPLEKS SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL JAWA TENGAH DI SURAKARTA
KOMPLEKS SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL JAWA TENGAH DI SURAKARTA TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
MUHAMMAD SYARIF H.
I 0207065
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user ii
Disusun Oleh :
MUHAMMAD SYARIF H.
I 0207065
Menyetujui, Surakarta, Januari 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Titis S. Pitana, S.T., M. Trop. Arch. Sri Yuliani, S.T., M. App, Sc.
NIP. 19680609 199402 1 001 NIP. 19710706 199512 2 001
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS
Dr. Ir. Mohammad Muqoffa, M.T. NIP. 19620610 199103 1 001
Ketua Prodi Arsitektur Fakultas Teknik UNS
Kahar Sunoko, S.T., M.T. NIP. 19690320 199503 1 002
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik
Kusno Adi Sambowo, S.T, M.Sc, Ph.D. NIP. 19691026 199503 1 002
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user iii
Puji syukur penulis pajatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Konsep Tugas Akhir berjudul “ Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta“ sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Konsep Tugas Akhir ini tidak lepas dari pihak-pihak yang telah memberi bantuan baik bantuan moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Mohammad Muqoffa, M.T. selaku Ketua Jurusan Arsitektur
2. Kahar Sunoko, S.T., M.T. selaku Ketua Prodi Arsitektur
3. Yosafat Winarto, S.T., M.T. selaku Kordinator Tugas Akhir
4. Ir. Y. Aries Susilo selaku Pembimbing Akademik
5. Dr. Titis Srimuda Pitana, S.T., M.Trop.Arch. selaku Dosen Pembimbing I
6. Sri Yuliani, S.T, M.App.Sc. selaku Dosen Pembimbing II Penulis menyadari bahwa Konsep Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga Konsep Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pribadi dan para pembaca.
Surakarta, 9 Januari 2012
Penulis
commit to user iv
Allah SWT
Puji syukur penulis pajatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Konsep Tugas Akhir
Keluarga Tercinta
Terima kasih atas semua dukungan baik moral maupun material.
Dr. Ir. Mohammad Muqoffa, M.T. (Ketua Jurusan Arsitektur) Kahar Sunoko, S.T., M.T. (Ketua Prodi Arsitektur) Yosafat Winarto, S.T., M.T. (Kordinator Tugas Akhir) Ir. Y. Aries Susilo (Pembimbing Akademik)
Terima kasih atas ijin yang anda berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
Konsep Tugas Akhir.
Dr. Titis Srimuda Pitana, S.T., M.Trop.Arch. (Dosen Pembimbing I) Sri Yuliani, S.T, M.App.Sc. (Dosen Pembimbing II)
Terima kasih atas bimbingan anda selama hampir satu tahun. Berkat bimbingan dan arahan anda, penulis dapat menyelesaikan Konsep Tugas Akhir.
Teman-Teman Studio 124
Terima kasih telah menemani penulis selama menyelesaikan desain Tugas Akhir.
commit to user v
Terima kasih atas bantuan Maket Tugas Akhir.
Fatkhurahman, Irfan, Fungki, dan Sukamto
Terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama masuk Studio Tugas Akhir.
commit to user
vi
Halaman Judul i Lembar Pengesahan
ii Kata Pengantar
iii Ucapan Terima Kasih
iv Daftar Isi
vi Daftar Gambar
xii Daftar Tabel
xvi Daftar Diagram
xix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Judul dan Pemahaman Judul
1.2. Latar Belakang
1.3. Permasalahan dan Persoalan
4.6.1. Permasalahan
4.6.2. Persoalan
1.4. Tujuan dan Sasaran
1.4.1. Tujuan
1.4.2. Sasaran
1.5. Metode Perencanaan dan Perancangan
1.5.1. Penelusuran Masalah
1.5.2. Pengumpulan Data
commit to user
vii
1.5.4. Transformasi dan Rancang Bangun Arsitektur
11
1.6. Sistematika Penulisan
12
BAB 2 TINJAUAN KOMPLEKS SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL JAWA TENGAH DI SURAKARTA
2.1. Tinjauan Kompleks Seni
13
2.2. Tinjauan Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
14
2.2.1. Jenis dan Pelaku Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
14
2.2.2. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
23
2.2.3. Ruang Pentas Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
24
2.3. Tinjauan Kehidupan Seniman Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
27
2.4. Tinjauan Suasana Kampung Sebagai Cerminan Kehidupan Seniman Yang Bebas
28
2.5. Tinjauan Arsitektur Jawa
29
2.5.1. Arsitektur Jawa Sebagai Wujud Kearifan Lokal Manusia Jawa
32
2.5.2. Arsitektur Jawa Dalam Tampilan Fisik
32
2.5.3. Arsitektur Jawa Secara Konseptual
34
2.5.4. Aspek Konseptual Arsitektur Jawa Sebagai Pijakan
Dalam Perolehan Bentuk Fisik
42
2.6. Tinjauan Kota Surakarta
43
2.6.1. Tinjauan Administratif Kota Surakarta
43
commit to user
viii
2.6.3. Tinjauan Pariwisata Budaya Kota Surakarta
46
2.6.4. Tinjauan Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah di Surakarta
49
2.6.5. Fasilitas Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah di Surakarta
60
BAB 3 KOMPLEKS SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL JAWA TENGAH DI SURAKARTA YANG DIRENCANAKAN
3.1. Deskripsi Singkat
62
3.2. Visi, Misi, Peran, Fungsi, Manfaat, dan Sasaran Pelayanan
3.2.6. Sasaran Pelayanan
65
3.3. Eksistensi Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
Yang Direncanakan di Tengah Kondisi Budaya Surakarta
65
3.4. Kegiatan dan Pelaku Kegiatan Yang Direncanakan
67
3.5. Ruang Kegiatan Yang Direncanakan
70
3.6. Lokasi Yang Direncanakan
73
3.7. Suasana Kampung Yang Direncanakan
74
3.8. Arsitektur Jawa Yang Direncanakan
75
commit to user
ix
BAB 4 PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KOMPLEKS SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL JAWA TENGAH DI SURAKARTA
4.1. Analisa Kegiatan dan Pelaku Kegiatan
77
4.1.1. Analisa Kegiatan
77
4.1.2. Analisa Pelaku Kegiatan
79
4.2. Analisa Ruang
81
4.2.1. Analisa Kebutuhan Ruang
81
4.2.2. Analisa Besaran Ruang
90
4.2.3. Analisa Hubungan Ruang 103
4.2.4. Analisa Bentuk, Ekspresi, dan Tata Ruang 108
4.3. Analisa Tapak/Site 112
4.3.1. Analisa Pemilihan Lokasi Tapak/Site 112
4.3.2. Analisa Penentuan Tapak/Site 118
4.3.3. Analisa Pencapaian Tapak/Site 125
4.3.4. Analisa Kebisingan (Noise) 128
4.3.5. Analisa Pandangan (View) di Dalam Tapak/Site 131
4.3.6. Analisa Zoning 133
4.3.7. Analisa Sirkulasi di Dalam Tapak/Site 135
4.4. Analisa Massa Bangunan 137
4.4.1. Analisa Bentuk, Arah, Ekspresi, dan Tata Massa Bangunan
137
4.5. Analisa Sistem Struktur dan Kontruksi 144
commit to user
4.6.1. Analisa Sistem Pencahayaan dan Penghawaan 148
4.6.2. Analisa Sistem Air 154
4.6.3. Analisa Sistem Penanganan Sampah 156
4.6.4. Analisa Sistem Elektrikal 157
4.6.5. Analisa Sistem Penanggulangan Kebakaran 158
4.6.6. Analisa Sistem Penangkal Petir 160
BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KOMPLEKS SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL JAWA TENGAH DI SURAKARTA
5.1. Konsep Kegiatan dan Pelaku Kegiatan 161
5.2. Konsep Ruang 164
5.2.1. Kebutuhan dan Besaran Ruang 164
5.2.2. Konsep Hubungan Ruang 172
5.2.3. Konsep Bentuk, Ekspresi, dan Tata Ruang 177
5.3. Konsep Tapak/Site 179
5.3.1. Lokasi Tapak/Site Terpilih 179
5.3.2. Site Terpilih 180
5.3.3. Pencapaian Tapak/Site 183
5.3.4. Respon Terhadap Kebisingan (Noise) dan Angin 184
5.3.5. Pandangan (View) di Dalam Site 185
5.3.6. Zoning 186
5.3.7. Sirkulasi di Dalam Tapak/Site 187
commit to user xi
5.4.1. Bentuk, Arah, Ekspresi, dan Tata Massa Bangunan
188
5.5. Konsep Sistem Struktur dan Kontruksi 193
5.6. Konsep Utilitas 194
5.6.1. Sistem Pencahayaan dan Penghawaan 194
5.6.2. Sistem Air 195
5.6.3. Sistem Penanganan Sampah 197
5.6.4. Sistem Elektrikal 197
5.6.5. Sistem Penanggulangan Kebakaran 198
5.6.6. Sistem Penangkal Petir 198
Daftar Pustaka 199 Lampiran
Lampiran 1
A. Tranformasi Desain Lampiran 1
B. Gambar Kerja Lampiran 18
C. Eksterior dan Interior Lampiran 33
commit to user xii
Gambar 2.1. Pementasan Wayang Kulit di Pendhopo Rumah
26 Gambar 2.2. Pementasan Tari Tradisional di Ruang Terbuka
(Halaman Rumah dan Pasar)
28 Gambar 2.3. Kondisi Rumah-Rumah Seniman Yang Sederhana
dan Menyatu Dengan Alam
28 Gambar 2.4. Suasana Kampung Sumber, Banjarsari, Surakarta
Dengan Pepohonan Pisang, Melinjo, dan Mangga
29 Gambar 2.5. Denah Rumah Tinggal Jawa
39 Gambar 2.6. Posisi Pagelaran Wayang Pada Bangunan Jawa
40 Gambar 2.7. Peta Kota Surakarta
44 Gambar 2.8. Peta Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)
45 Gambar 2.9. Peta Pariwisata Kota Surakarta
46 Gambar 4.1. Bentuk Ruang Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
109 Gambar 4.2. Ekspresi Ruang Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
110
commit to user
xiii
Jawa Tengah
112 Gambar 4.4. Daerah Sumber
114 Gambar 4.5. Daerah Mojosongo
115 Gambar 4.6. Daerah Ngarsopuro
116 Gambar 4.7. Alternatif Lokasi Site Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
117 Gambar 4.8. Lokasi Tapak/Site Terpilih (Daerah Sumber)
118 Gambar 4.9. Alternatif Site 1
120 Gambar 4.10. Alternatif Site 2
121 Gambar 4.11. Kondisi Eksisting Site 1 Dan Site 2
Berupa Persawahan
121 Gambar 4.12. Jalan Kahuripan Utara Terhubung Langsung
Dengan Jalan Kahuripan Barat
122 Gambar 4.13. Kondisi Perkampungan di Sebelah Timur Site
122 Gambar 4.14. Kondisi Lingkungan Site Yang Tenang
122 Gambar 4.15. Saluran Iringasi di Dalam Site
123 Gambar 4.16. Potensi Kedua Alternatif Site
123 Gambar 4.17. Site Terpilih
125 Gambar 4.18. Potensi Pencapaian Site
127 Gambar 4.19. Pencapaian Site
128 Gambar 4.20. Potensi Noise di Sekitar Site
130 Gambar 4.21. Respon Terhadap Noise di Dalam Site
131 Gambar 4.22. View Bangunan di Dalam Site
133
commit to user
xiv
Gambar 4.24. Sirkulasi di Dalam Site 137 Gambar 4.25. Bentuk Massa Bangunan Kompleks Seni
Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
140 Gambar 4.26. Ekspresi Massa Bangunan Kompleks Seni
Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
141 Gambar 4.27. Tata Massa Bangunan Kompleks Seni
Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
143 Gambar 4.28. Orientasi Bangunan Kompleks Seni
Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
144 Gambar 4.29. Pondasi Menerus
145 Gambar 4.30. Pondasi Setempat
146 Gambar 4.31. Pondasi Gabungan
146 Gambar 4.32. Pondasi Plat
146 Gambar 5.1. Bentuk Ruang Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
177 Gambar 5.2. Ekspresi Ruang Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
178 Gambar 5.3. Tata Ruang Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional
Jawa Tengah
179 Gambar 5.4. Daerah Sumber
180 Gambar 5.5. Tapak/Site Terpilih
181 Gambar 5.6. Kondisi Eksisting Site 1 (kiri) dan Site 2 (kanan)
Berupa Persawahan
181
commit to user xv
Dengan Jalan Kahuripan Barat
182 Gambar 5.8. Kondisi Perkampungan di Sebelah Timur Site
182 Gambar 5.9. Kondisi Lingkungan Site Yang Tenang
183 Gambar 5.10. Saluran Iringasi di Dalam Site
183 Gambar 5.11. Pencapaian Site
184 Gambar 5.12. Respon Kebisingan dan Angin Pada Site
185 Gambar 5.13. View Bangunan di Dalam Site
186 Gambar 5.14. Zoning Site
187 Gambar 5.15. Sirkulasi di Dalam Site
188 Gambar 5.16. Bentuk Massa Bangunan Kompleks Seni
Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
190 Gambar 5.17. Ekspresi Massa Bangunan Kompleks Seni
Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
191 Gambar 5.18. Tata Massa Bangunan Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
192 Gambar 5.19. Orientasi Bangunan Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
193 Gambar 5.20. Pondasi Menerus
193 Gambar 5.21. Pondasi Setempat
193
commit to user
xvi
Tabel 2.1. Tipe Arsitektur Jawa
33 Tabel 2.2. Tabel Fungsi Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)
45 Tabel 2.3. Kunjungan Wisatawan (Mancanegara dan Domestik) ke Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Surakarta
48 Tabel 2.4. Kunjungan Wisatawan (Mancanegara dan Domestik) ke
Obyek Wisata di Kota Surakarta
48 Tabel 4.1. Kebutuhan Ruang Panggung Terbuka
82 Tabel 4.2. Kebutuhan Ruang Griya Ageng Tari
83 Tabel 4.3. Kebutuhan Ruang Griya Ageng Musik Tradisional
84 Tabel 4.4. Kebutuhan Ruang Griya Ageng Teater Boneka
85 Tabel 4.5. Kebutuhan Ruang Griya Ageng Teater Orang
85 Tabel 4.6. Kebutuhan Ruang Griya Alit Tari
86 Tabel 4.7. Kebutuhan Ruang Griya Alit Musik Tradisional
87 Tabel 4.8. Kebutuhan Ruang Griya Alit Teater Boneka
87 Tabel 4.9. Kebutuhan Ruang Griya Alit Teater Orang
87 Tabel 4.10. Kebutuhan Ruang Mushola
88 Tabel 4.11. Kebutuhan Ruang Lapangan
88 Tabel 4.12. Kebutuhan Ruang Gazebo
89 Tabel 4.13. Kebutuhan Ruang Angkringan
89 Tabel 4.14. Kebutuhan Ruang Griya Pengelola
89 Tabel 4.15. Besaran Ruang Panggung Terbuka
90
commit to user
xvii
Tabel 4.17. Besaran Ruang Griya Ageng Musik Tradisional
94 Tabel 4.18. Besaran Ruang Griya Ageng Teater Boneka
95 Tabel 4.19. Besaran Ruang Griya Ageng Teater Orang
96 Tabel 4.20. Besaran Ruang Griya Alit Tari
97 Tabel 4.21. Besaran Ruang Griya Alit Musik Tradisional
97 Tabel 4.22. Besaran Ruang Griya Alit Teater Boneka
98 Tabel 4.23. Besaran Ruang Griya Alit Teater Orang
98 Tabel 4.24. Besaran Ruang Mushola
99 Tabel 4.25. Besaran Ruang Lapangan
99 Tabel 4.26. Besaran Ruang Gazebo
99 Tabel 4.27. Besaran Ruang Angkringan
99 Tabel 4.28. Besaran Ruang Griya Pengelola
100 Tabel4.29. Luas Total Ruang Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
100 Tabel 4.30. Kode Pola Hubungan Antar Ruang
106 Tabel 4.31. Penilaian Alternatif Site Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah
117 Tabel 4.32. Hubungan Zona Ruang Dengan Pencapaian,
Kebisingan (Noise), Angin, dan Pandangan (View)
134 Tabel 5.1. Kebutuhan dan Besaran Ruang Panggung Terbuka
164 Tabel 5.2. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Ageng Tari
165 Tabel 5.3. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Ageng Musik Tradisional
166
commit to user xviii
Teater Boneka
167 Tabel 5.5. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Ageng Tari
168 Tabel 5.6. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Alit Tari
169 Tabel 5.7. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Alit
Musik Tradisional
169 Tabel 5.8. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Alit
Teater Boneka
169 Tabel 5.9. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Alit
Teater Orang
170 Tabel 5.10. Kebutuhan dan Besaran Ruang Mushola
170 Tabel 5.11. Kebutuhan dan Besaran Ruang Lapangan
171 Tabel 5.12. Kebutuhan dan Besaran Ruang Gazebo
171 Tabel 5.13. Kebutuhan dan Besaran Ruang Angkringan
171 Tabel 5.14. Kebutuhan dan Besaran Ruang Griya Pengelola
171 Tabel 5.15. Kode Pola Hubungan Antar Ruang
175
commit to user
xix
Diagram 2.1. Kunjungan Wisatawan (Mancanegara dan Domestik)
ke Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Surakarta
48 Diagram 4.1. Hubungan Antara Kelompok Ruang Publik
Dengan Kelompok Ruang Semi Publik
103 Diagram 4.2. Hubungan Antara Kelompok Ruang Publik
Dengan Kelompok Ruang Privat
104 Diagram 4.3. Hubungan Antara Kelompok Ruang Publik
Dengan Kelompok Ruang Servis
104 Diagram 4.4. Hubungan Antara Kelompok Ruang Publik
Dengan Kelompok Ruang Pengelola
104 Diagram 4.5. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Semi Publik Dengan Kelompok Ruang Privat
104 Diagram 4.6. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Semi Publik Dengan Kelompok Ruang Servis
104 Diagram 4.7. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Semi Publik Dengan Kelompok Ruang Pengelola
105 Diagram 4.8. Hubungan Antara Kelompok Ruang Privat
Dengan Kelompok Ruang Servis
105 Diagram 4.9. Hubungan Antara Kelompok Ruang Privat
Dengan Kelompok Ruang Pengelola
105
commit to user
xx
Dengan Kelompok Ruang Pengelola
105 Diagram 4.11. Hubungan Antara Kelompok Ruang Seni
Dengan Kelompok Ruang Berhuni
105 Diagram 4.12 Hubungan Antara Kelompok Ruang Seni
Dengan Kelompok Ruang Servis
106 Diagram 4.13. Hubungan Antara Kelompok Ruang Berhuni
Dengan Kelompok Ruang Servis
106 Diagram 4.14. Hubungan Antara Kelompok Ruang
di Dalam Griya Alit
107 Diagram 4.15. Sistem Air Bersih dan Air Kotor Bangunan Kompleks
Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
155 Diagram 4.16. Sistem Penanganan Sampah Bangunan Kompleks
Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
157 Diagram 5.1. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Publik Dengan Kelompok Ruang Semi Publik
172 Diagram 5.2. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Publik Dengan Kelompok Ruang Privat
173 Diagram 5.3. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Publik Dengan Kelompok Ruang Servis
173 Diagram 5.4. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Publik Dengan Kelompok Ruang Pengelola
173 Diagram 5.5. Hubungan Antara Kelompok Ruang
Semi Publik Dengan Kelompok Ruang Privat
173
commit to user xxi
Semi Publik Dengan Kelompok Ruang Servis
173 Diagram 5.7. Analisa Hubungan Antara Kelompok Ruang
Semi Publik Dengan Kelompok Ruang Pengelola
174 Diagram 5.8. Hubungan Antara Kelompok Ruang Privat
Dengan Kelompok Ruang Servis
174 Diagram 5.9. Hubungan Antara Kelompok Ruang Privat
Dengan Kelompok Ruang Pengelola
174 Diagram 5.10. Hubungan Antara Kelompok Ruang Servis
Dengan Kelompok Ruang Pengelola
174 Diagram 5.11. Hubungan Antara Kelompok Ruang Seni
Dengan Kelompok Ruang Berhuni
174 Diagram 5.12. Hubungan Antara Kelompok Ruang Seni
Dengan Kelompok Ruang Servis
175 Diagram 5.13. Hubungan Antara Kelompok Ruang Berhuni
Dengan Kelompok Ruang Servis
175 Diagram 5.14. Hubungan Antara Kelompok Ruang
di Dalam Griya Alit
176 Diagram 5.15. Sistem Air Bersih dan Air Kotor Kompleks
Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
196 Diagram 5.16. Sistem Penanganan Sampah Kompleks
Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
197
commit to user
PENDAHULUAN
1.1. Judul dan Pemahaman Judul
Judul dalam Tugas Akhir ini adalah Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta. Pemahaman tentang judul tersebut dapat diperoleh dari penelusuran berikut.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kompleks sebagai suatu kesatuan, kelompok, daerah, atau lingkungan yang merujuk pada sekelompok bangunan, seperti kompleks industri yang dipahami sebagai kelompok atau daerah kegiatan industri. Pemahaman yang sama diperoleh dari www.wikipedia.org (25 Agustus 2011) yang mendefinisikan kompleks sebagai suatu kesatuan dari sejumlah bagian yang saling berhubungan dan dapat merujuk pada gabungan beberapa bangunan dalam suatu wilayah.
Seni pertunjukan adalah segala ungkapan seni yang substansi dasarnya pergelaran langsung di hadapan penonton (Sedyawati, 2009:1). Sementara itu, Dwi (2008:187) mengungkapkan bahwa seni tradisional adalah seni yang telah baku oleh aturan-aturan tertentu. Aturan baku tersebut diwariskan secara turun menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dengan demikian, seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah yakni segala ungkapan seni yang diwariskan secara turun menurun dalam kehidupan masyarakat Jawa Tengah dan dapat
commit to user
aturan baku yang telah disepakati. Dari uraian diatas didapat pemahaman singkat mengenai judul “Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta”, yakni sekelompok bangunan sebagai wadah kegiatan seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah yang menempati wilayah tertentu di Surakarta.
1.2. Latar Belakang
Seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah merupakan salah satu aset negara yang dapat memperkaya khasanah budaya Indonesia. Keberadaannya memberi warna tersendiri sehingga dapat menambah nilai seni dan budaya Jawa Tengah. Selain itu, seni pertunjukan Jawa Tengah mampu memberi identitas/ciri khas tersendiri terhadap Jawa Tengah. Pesan-pesan moral yang terkandung di dalam setiap pergelaran seni pertunjukan tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbudi luhur.
Saat ini minat masyarakat terhadap seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah mulai menurun. Hal itu ditandai dengan gulung tikarnya beberapa seni pertunjukan seperti ketoprak, wayang wong, dan drama tradisional yang ditunjukkan dengan bubarnya beberapa kelompok seni yang pernah jaya dimasa lalu, seperti: kelompok Dagelan Mataram, Sri Mulat, dan lain-lain (Susatyo, 2008: 4). Selain itu, keberadaan seni pertunjukan ini mulai tergeser oleh kebudayaan Barat yang lebih canggih dan modern, seperti musik rock, disco, dan lainya. Hal ini terlihat dari perilaku masyarakat Jawa Tengah terutama generasi pemuda yang dinilai sudah tidak mendukung keberadaan
commit to user
Tasikmalaya tanggal 17 Oktober 2010 bahwa generasi muda saat ini cenderung menyukai kebudayaan luar daripada kebudayaan daerah. Alasannya adalah arus budaya luar begitu gencar masuk ke negara Indonesia melalui media massa. Sementara itu, filterisasi kebudayaan nyaris tidak ada. Keadaan ini diperparah dengan lemahnya bimbingan dari kalangan orang tua untuk mengenalkan keanekaragaman seni budaya daerah kepada generasi muda. Padahal, dengan mengetahui dan memahami kesenian tradisional generasi muda mendapatkan kesempatan untuk melakukan studi banding dengan kebudayaan tradisional di negara-negara lain. Generasi muda akan lebih mengetahui bahwa seni budaya Indonesia lebih unggul daripada seni budaya asing. Keprihatinan terhadap rendahnya daya dukung pemuda terhadap seni tradisional juga diungkapkan dalam Harian Pelita tanggal 5 Mei 2011 yang menyatakan bahwa sekarang ini generasi muda sangat jauh dari seni tradisional. Mereka lebih suka dengan kesenian modern termasuk kesenian yang datangnya dari dunia Barat.
Di balik menurunnya minat masyarakat terhadap seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah masih ada masyarakat Jawa Tengah yang mencoba mempertahankannya dengan membentuk grup-grup kesenian antara lain grup kesenian tari, wayang kulit, wayang wong, kethoprak, karawitan, dan lain- lain. Grup-grup kesenian tersebut ada yang tumbuh melalui lembaga pelatihan dan ada pula yang tumbuh di lingkungan masyarakat sebagi salah satu bagian dari kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Keberadaan seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah masih sangat dibutuhkan bagi
commit to user
menganggap tradisi sebagai bagian dari kehidupan mereka. Pagelaran wayang kulit, wayang wong , dan kethoprak dalam acara ruwatan serta pentas Tari Gambyong dalam upacara pernikahan Jawa merupakan wujud dari pentingnya seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah bagi masyarakat Jawa.
Keberadaan grup-grup kesenian kurang lengkap tanpa fasilitas yang mewadahi kegiatan mereka. Oleh karena itu, Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah perlu dibangun sebagai wadah kegiatan seni para seniman. Kegiatan seni bukanlah kegiatan singkat karena untuk mementaskan suatu cerita perlu berkali-kali latihan. Selama proses latihan dan pentas tersebut seniman memerlukan hunian untuk tinggal. Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah direncanakan sebagai wadah kegiatan seni dan kegiatan berhuni seniman selama mereka mengadakan latihan dan pentas.
Keberhasilan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah dalam menjalankan fungsinya tentu sangat dipengaruhi oleh lokasi bangunan tersebut. Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menjadi tujuan wisata seni dan budaya. Koentjaraningrat (1995:329) menyebut kota ini sebagai pusat kebudayaan Jawa. Hal ini disebabkan karena Surakarta memiliki banyak peninggalan seni dan budaya, antara lain Keraton Kasunanan, Puro Mangkunegaran, bangunan kolonial Belanda, Museum Radya Pustaka, tari-tarian tradisional, dan masih banyak yang lainnya. Keberagaman peninggalan seni dan budaya tersebut mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Hal ini terlihat dengan banyaknya wisatawan
commit to user
ke Surakarta untuk mengenal, mempelajari, dan berapresiasi terhadap seni dan budaya setempat. Data dari Dinas Pariwisata Seni dan Kebudayaan Surakarta tahun 2003-2010 menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan ke kota Surakarta semakin meningkat setiap tahunnya. Pembangunan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah di Surakarta merupakan salah satu upaya menjaga kearifan lokal Surakarta yang sarat akan budaya.
Saat ini Surakarta telah memiliki beberapa wadah kegiatan seni, yakni Taman Budaya Surakarta, Gedung Wayang Wong Sriwedari, dan Gedung Kethoprak Balekambang yang lebih berfungsi sebagai tempat latihan dan pentas. Fasilitas tersebut dinilai kurang konteks dengan seni pertunjukan tradisional yang lebih cocok dipentaskan di ruang-ruang sederhana. Selain itu, Taman Budaya Surakarta tersebut kurang mendukung bagi kehidupan berhuni seniman yang bebas dan bersahabat dengan alam. Wisma seni Taman Budaya Surakarta lebih difungsikan sebagai tempat tinggal sementara bagi seniman yang sedang mengadakan latihan dan pentas. Desain wisma seni dinilai kurang menjiwai karakter para seniman. Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah hadir sebagai fasilitas seni bernuansa kampung, yakni nuansa kesederhanaan, bebas, akrab, dan menyatu dengan alam. Kesederhanaan yang dimaksud adalah kesederhanaan dalam pentas dimana seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah ditampilkan secara non formal dalam ruang-ruang sederhana sebagaimana mengulang kebiasaan pentas seni pertunjukan tersebut. Hunian-hunian seniman didesain sebagai respon dari karakter seniman yang bersahabat dengan lingkungan alam.
commit to user
masyarakat Jawa Tengah dan sering dipentaskan di dalam maupun diluar bangunan Jawa, seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa dahulu kesenian wayang, wayang wong, dan kethoprak sering dipentaskan di dalam salah satu bagian rumah tinggal Jawa seperti pendhopo dan pringgitan (Soetarno, 2005 dan Padmodarmaya, 1988:35). Dengan demikian, alangkah baiknya jika bangunan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah dirancang dengan konsep arsitektur Jawa agar lebih kontekstual dengan kegiatan yang diwadahi di dalamnya.
Sebagai Kota Budaya, Surakarta hendaknya mampu mempertahankan hasil karya budaya yang tumbuh dan diwariskan oleh masyarakat Jawa. Arsitektur Jawa merupakan salah satu hasil karya budaya yang dimiliki Surakarta. Hal ini dapat dilihat pada bangunan-bangunan bersejarah di Surakarta yang hingga kini masih terpelihara dengan baik seperti Keraton Kasunanan, Puro Mangkunegaran, dan Museum Radya Pustaka yang masih bercirikan arsitektur Jawa. Tampilan arsitektur Jawa juga menjadi ciri khas perkampungan di Surakarta karena sebagian besar kampung di Surakarta memiliki tampilan fisik arsitektur Jawa, seperti Kampung Baluwarti, Kampung Kauman, Kampung Laweyan, dan lain-lain. Oleh karena itu, konsep arsitektur Jawa pada Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah yang direncanakan sangat diperlukan sebagai salah satu usaha untuk menjaga citra dan identitas Surakarta sebagai Kota Budaya.
commit to user
1.3.1. Permasalahan
Bagaimana konsep perencanaan dan perancangan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah di Kota Surakarta sebagai wadah kegiatan seni dan kegiatan berhuni para seniman dalam suasana ruang yang bebas, alami, dan sederhana seperti suasana di suatu kampung berarsitektur Jawa.
1.3.2. Persoalan
Berdasarkan permasalahan yang ada muncul beberapa persoalan sebagai berikut.
1) Jenis kegiatan seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah apa yang diwadahi dan bagaimana wujud wadah kegiatan tersebut agar tujuan pelestarian seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah dapat tercapai.
2) Bagaimana program ruang yang mampu menampung kegiatan seni
dan kegiatan berhuni para seniman.
3) Bagaimana lokasi yang berpotensi dan mendukung keberadaan serta operasional Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah yang akan didirikan.
4) Bagaimana bentuk dan tata massa bangunan yang mencerminkan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah sebagai wadah kegiatan seni dan kegiatan berhuni dengan suasana ruang bebas, alami, dan sederhana seperti suasana di suatu kampung berarsitektur Jawa.
commit to user
Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah agar dapat berdiri kokoh dalam menahan beban yang mengenainya sehingga terjamin kenyamanan dan keselamatan penggunanya.
6) Bagaimana utilitas bangunan yang mendukung fungsi Kompleks
Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah.
1.4. Tujuan dan Sasaran
1.4.1. Tujuan
Terwujudnya konsep perencanaan dan perancangan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah di Kota Surakarta sebagai wadah kegiatan seni dan kegiatan berhuni para seniman dalam suasana ruang yang bebas, alami, dan sederhana seperti suasana di suatu kampung berarsitektur Jawa.
1.4.2. Sasaran
Sasaran dalam penyusunan konsep perencanaan dan perancangan fisik Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta yakni sebagai berikut.
1) Konsep kegiatan dan pelaku kegiatan
2) Konsep kebutuhan, besaran, dan hubungan ruang
3) Konsep lokasi dan site
4) Konsep bentuk dan tata massa bangunan berarsitektur Jawa
5) Konsep sistem struktur dan kontruksi bangunan
6) Konsep sistem utilitas bangunan
commit to user
Metode perencanaan dan perancangan dilakukan dengan memaparkan, mengidentifikasi, dan mendeskripsikan tentang Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta dengan pendekatan arsitektur Jawa melalui beberapa prosedur, yaitu penelusuran masalah, pengumpulan data, pendekatan konsep perencanaan dan perancangan, transformasi dan rancang bangun.
1.5.1. Penelusuran Masalah
Masalah yang timbul berangkat dari adanya isu-isu yang sedang berkembang tentang kelestarian seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah. Kemudian isu-isu tersebut ditelusuri tentang kebenarannya dengan mencari data-data yang relevan dan dapat dipercaya melalui buku, media cetak, dan media elektronik.
1.5.2. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penyusunan konsep ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut.
1) Studi Literatur
Studi literatur dipergunakan untuk mendapatkan data-data sekunder, meliputi tinjauan kompleks seni, tinjauan seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah sebagai obyek pelestarian, tinjauan kehidupan seniman, tinjauan suasana kampung, tinjauan arsitektur Jawa, dan tinjauan Kota Surakarta sebagai lokasi berdirinya Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah yang diperoleh dari buku, jurnal, disertasi, majalah, dan lain-lain, website, dan pihak-pihak terkait.
commit to user
Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait, yakni seniman seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah, wisatawan di Surakarta, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surakarta untuk memperoleh informasi tentang kondisi seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah saat ini dan tingkat kunjungan wisatawan di Surakarta.
1.5.3. Pendekatan Konsep Perencanaan dan Perancangan
Pendekatan perumusan konsep perencanaan dan perancangan melalui metoda induktif, yaitu pendekatan berdasarkan data empiric dan metoda deduktif, yaitu pendekatan berdasarkan teoritik yang membantu mengarahkan pembahasan sesuai dengan perencanaan yang diinginkan. Cara yang digunakan yakni sebagai berikut.
1) Analisa
Merupakan metode penguraian dan pengkajian data-data dan informasi yang akan digunakan sebagai data relevan bagi perencanaan dan perancangan. Metode yang digunakan adalah metode analisa deskriptif yaitu metode penguraian data dan informasi yang disertai gambar sebagai media berdasar pada teori normatif yang ada. Pada tahapan analisa ini dilakukan pengolahan data-data yang telah terkumpul dan dikelompokan berdasarkan program fungsional, performasi, dan arsitektural sebagai berikut.
a) Program fungsional untuk mengidentifikasi penggunaan bangunan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah meliputi kebutuhan dan aktivitas pengguna bangunan.
commit to user
kriteria pemilihan site, program ruang, dan persyaratan lain yang berhubungan dengan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah.
c) Program arsitektural merupakan tahap penggabungan dari hasil analisa fungsional dan performasi yang dilakukan dengan menganalisa masalah pengolahan site, ruang, massa, tampilan, struktur, kontruksi, dan utilitas bangunan dengan memperhatikan dan menyesuaiakan dengan kebutuhan dan aktivitas pengguna serta persyaratan-persyaratan lain yang berhubungan dengan perencanaan dan perancangan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah.
2) Sintesa
Hasil analisa tersebut kemudian diolah dan disimpulkan untuk mendapatkan pendekatan konsep perencanaan dan perancangan yang sesuai sehingga siap ditransformasikan ke dalam bentuk ungkapan fisik yang dikehendaki.
1.5.4. Transformasi dan Rancang Bangun Arsitektur
Berdasarkan deskripsi pendekatan konsep perencanaan dan perancangan kemudian dilakukan transformasi untuk memperjelas apa yang dideskripsikan menjadi wujud gambaran yang berisi ide-ide rancangan Kompleks yang dihendaki (konsep diagramatik dan skematik).
commit to user
produk desain berupa gambar-gambar dua dimensi dan tiga dimensi serta dilengkapi dengan maket sebagai pelengkap informasi desain.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan konsep perencanaan dan perancangan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta sebagai berikut.
1) Tahap pertama menguraikan tentang judul, pemahaman judul, latar belakang, permasalahan, persoalan, tujuan, sasaran, metode perencanaan dan perancangan, serta sistematika penulisan.
2) Tahap kedua menyajikan data-data terkait yang diperoleh melalui studi literatur yang nantinya akan menjadi bahan untuk membuat analisa guna memecahkan permasalahan Kota Surakarta sebagai lokasi Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah yang direncanakan.
3) Tahap ketiga memberi gambaran mengenai Kompleks Seni Pertunjukan
Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta yang direncanakan.
4) Tahap keempat menyajikan analisa-analisa dan alternatif penyelesaian permasalahan perencanaan dan perancangan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta.
5) Tahap kelima menyajikan hasil-hasil analisa yang dirumuskan dalam konsep perencanaan dan perancangan Kompleks Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah Di Surakarta.
commit to user
TINJAUAN
KOMPLEKS SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL JAWA TENGAH
DI SURAKARTA
2.1. Tinjauan Kompleks Seni
Sebagaimana telah disebutkan di Bab I bahwa kompleks dapat dipahami sebagai sekelompok bangunan yang saling berhubungan dalam suatu wilayah. Dengan demikian, kompleks seni dapat dipahami sebagai sekelompok bangunan yang saling berhubungan dalam menjalankan fungsi yang sama, yakni mewadahi kegiatan seni. Salah satu fasilitas yang dapat disebut sebagai Kompleks seni adalah Taman Budaya Surakarta (TBS) yang terdiri dari sekelompok bangunan, yakni pendhopo, gedung teater arena, wisma seni, dan bangunan lainnya. Bangunan-bangunan tersebut memiliki fungsi yang sama, yakni mewadahi kegiatan seni. Pendhopo dan gedung teater arena merupakan fasilitas utama, wisma seni sebagai fasilitas penunjang, kantor pengelolaan sebagai fasilitas pengelolaan, dan kantin sebagai fasilitas servis. Dengan fasilitas yang beraneka ragam seperti yang dimiliki oleh TBS tersebut dapat diketahui bahwa kompleks seni mewadahi berbagai jenis kegiatan dengan kegiatan seni sebagai salah satu kegiatan yang dominan dan utama. Kompleks seni dalam proyek ini mewadahi kegiatan seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah meliputi kegiatan latihan, pentas hingga kegiatan berhuni para seniman.
commit to user
Seni pertunjukan adalah segala ungkapan seni yang substansi dasarnya pergelaran langsung di hadapan penonton (Sedyawati, 2009:1). Sementara itu, Dwi (2008:187) mengungkapkan bahwa seni tradisional adalah seni yang telah baku oleh aturan-aturan tertentu. Aturan baku tersebut diwariskan secara turun menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dengan demikian, seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah yaitu segala ungkapan seni yang diwariskan secara turun menurun dalam kehidupan masyarakat Jawa Tengah dan dapat dipergelarkan langsung kepada penonton dengan berpedoman pada aturan- aturan baku yang telah disepakati.
2.2.1. Jenis dan Pelaku Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Tengah
Dalam buku “Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukan Indonesia” yang ditulis oleh Sedyawati (2009:28-29) disebutkan tentang pembagian seni musik tradisional berdasarkan pelaku, penikmat, dan lingkup penyajiannya. Dari pembagian tersebut dapat disimpulkan bahwa seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah dapat dibagi menjadi seni pertunjukan rakyat dan seni pertunjukan klasik atau seni pertunjukan budaya tinggi (high culture). Seni pertunjukan rakyat yaitu seni pertunjukan tradisional yang banyak hidup di lingkungan masyarakat pedesaan (rural) dan memiliki hubungan erat dengan masyarakat petani atau nelayan sedangkan seni pertunjukan klasik atau seni pertunjukan budaya tinggi (high culture) yaitu seni pertunjukan tradisional yang digunakan, didukung, disajikan, dan hidup di
commit to user
pemerintahan. Seni pertunjukan klasik biasa disajikan dalam upacara/peringatan siklus hidup manusia, upacara atau hajatan keluarga, kemasyarakatan, keagamaan, kenegaraan, dan sebagainya. Di beberapa lokasi tertentu seni pertunjukan rakyat dan klasik sering memiliki repertoriar yang sama. Salah satu contohnya adalah Ketawang Puspawarna ciptaan Mangkunegaran. Selain disajikan sebagai gendhing setiap Adipati Mangkunegaran tampil di publik dalam acara resmi, Puspawarna juga disajikan dalam bentuk gendhing tayub yang populer sampai di wilayah Banyumas.
Jakob Sumarjo (1992:18-19) mengemukaan ciri-ciri seni pertunjukan tradisional Jawa Tengah yakni nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan, mengandung unsur lawakan, menggunakan tetabuhan atau musik tradisional, penonton mengikuti pertunjukan secara santai dan akrab, menggunakan bahasa daerah, tempat pertunjukan terbuka dalam bentuk arena, penyajian dilakukan dengan dialog, tarian, dan nyanyian
Sedyawati (2009:1) membagi seni pertunjukan menjadi tiga bentuk, yaitu seni musik (vokal, instrumental, gabungan), seni tari (representasional dan non-representasional), dan seni teater (dengan orang atau boneka/wayang sebagai dramatis personae). Berikut adalah uraian dari ketiga bentuk seni tersebut.
commit to user
Salah satu contoh seni musik tradisional Jawa adalah seni karawitan . Berdasarkan sumber dari www.wikipedia.org yang diakses pada tanggal 10 Oktober 2010 pukul 20.30 WIB disebutkan bahwa seni karawitan merupakan seni menabuh gamelan. Sementara itu, gamelan didefinisikan sebagai ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon , gambang, gendang, dan gong. Seperangkat gamelan dapat terdiri dari beberapa alat musik dengan berbagai ukuran yang jumlahnya bisa mencapai 75 buah. Di dalam seni karawitan terdapat penabuh gamelan (pengrawit), penyanyi wanita solo (pesindhen), dan penyanyi lelaki membawa suara unisono (gerong).
b) Seni Tari
Tari dapat diartikan sebagai ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang indah. Pola dan struktur alur gerak ritmis tersebut harus berirama dan diselaraskan dengan bunyi musik atau gamelan (Soedarsono dan Soeryodiningrat dalam Setiawati, 2008:19). Seni tari tradisional Jawa Tengah dapat dibagi lagi menjadi dua, yakni sebagai berikut.
1) Seni tari klasik (Wartono, 1989), contohnya: - Tari Bedhaya, yaitu tari yang dimainkan oleh sembilan penari putri untuk menjamu tamu raja dan menghormati Nyi Roro Kidul. Tari Bedhaya Ketawang jarang disajikan di luar Kraton karena tari tersebut sangat sakral. Beberapa jenis tari Bedhaya yang belum mengalami perubahan antara lain: Bedhaya Ketawang, Bedhaya Pangkur,
commit to user
Bedhaya Endhol-endhol, Bedhaya Gandrungmanis , Bedhaya Kabor, Bedhaya Tejanata .
- Tari Srimpi, yaitu tari yang dimainkan oleh empat penari putri. Masing-masing penari mendapat sebutan sebagai air, api, angin, dan bumi/tanah sebagai lambang terjadinya manusia dan lambang empat penjuru mata angin.
- Tari Bondan, yaitu tari yang tidak memiliki ketentuan jumlah penari.
2) Seni tari rakyat (Wartono, 1989 dan Muryantoro, 2007:234), contohnya: - Tari di dalam teater wayang wong. - Tari Srandul, dimainkan oleh lima penari. - Langendriyan, dimainkan oleh dua penari atau lebih. - Langen Wanara, yaitu tari yang meniru gerak kera (gerak wanara)
dan dapat dimainkan secara tunggal atau massal. - Wireng, yaitu tari yangmengisahkan tentang perang dua kesatria. - Tari Tayub, yaitu tari yang sangat terkenal di Pati, Blora, Jepara,
Grobogan, Sragen dan Tuban sebagai sarana ritual yang ditarikan saat mulai panen. Tari ini dimainkan oleh para wanita cantik (tledhek) dan diiringi oleh para penjoget pria.
- Tari Dolalak dari Purworejo, yaitu tari yang dimainkan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis dan diiringi dengan kentrung, rebana, kendang, kencer, dan lain-lain.
commit to user
rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua orang gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Tari ini biasa dimainkan di tempat-tempat yang berpasir seperti di tepi pantai.
- Kuda Kepang, Barongan, dan Wayang Krucil dari Blora. - Kuntulan dan Sintren dari Pekalongan. Kuntulan merupakan kesenian
bela diri yang dilukiskan dalam bentuk tarian dengan iringan bunyi- bunyian seperti bedug, terbang, dan lain-lain. Sintren merupakan seni tari yang dimainkan oleh seorang penari (gadis) dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sebelum tarian dimulai tangan penari diikat kemudian penari dimasukkan ke dalam tempat tertutup bersama peralatan bersolek. Selang beberapa lama penari selesai berdandan dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama setelah panen.
- Obeg dan Begalan dari Cilacap. Obeg merupakan seni tari yang dimainkan oleh beberapa orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang) dan diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang (dukun) yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar. Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat.
- Kuda Lumping (Jaran Kepang) dari Temanggung, yaitu tari yang sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara.
commit to user
laki-laki untuk memerankan tokoh dalam cerita Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya. Seni tari ini diiringi dengan alat musik angklung.
- Jatilan dari Magelang, yaitu tari yang dimainkan oleh delapan orang pemain. Tari ini dipimpin oleh seorang pawang dan diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong, dan lain-lain.
- Jlantur dari Boyolali, yaitu tari yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya Turki dan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang. Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang.
- Ketek Ogleng dari Wonogiri, yaitu tari yang mengisahkan percintaan
antara Endang Roro Tompe dengan ketek ogleng.
c) Seni Teater
Santoso (2008:1) dalam bukunya “Seni Teater Jilid 1 Untuk Sekolah Menengah Kejuruan ” menjelaskan tentang definisi dan fungsi seni teater. Di dalam buku tersebut disebutkan bahwa teater berasal dari kata Yunani, yaitu “theatron” yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam pengertian yang lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater dapat berfungsi sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah seperti anak- anak bermain sebagai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual
commit to user
memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Harymawan dalam Santoso (2008:1) membatasi seni teater dari sudut pandang sebagai berikut.
“Tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seni teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton. Beberapa contoh seni teater tradisional di Jawa Tengah, yakni sebagai berikut.
1) Wayang kulit
Wayang kulit merupakan seni pertunjukan tradisional Jawa yang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana (Susatyo, 2008:13). Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang sebagai narrator dan diiringi dengan musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga . Dalang memainkan wayang kulit pada sebuah layar yang terbuat dari kain putih (kelir). Di atas dalang dipasang lampu listrik atau lampu minyak (blencong) sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir (www.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 Oktober 2010 pukul 20.30 WIB).
Di dalam buku yang berjudul “Pertunjukan Wayang Purwa dan Makna Simbolisme” yang ditulis oleh Soetarno (2005) disebutkan pelaku-pelaku dalam pertunjukan wayang kulit antara lain: Dalang,
commit to user
pesindhen/waranggana , yakni penyanyi orkes (gamelan) yang mengiringi pertunjukan wayang kulit; pengrawit/pradangga/niyaga, yakni pemain gamelan; dan penggerong, yakni vokalis pria berupa koor yang mengiringi gendhing.
2) Wayang wong (wayang orang)
Wayang wong merupakan pertunjukan wayang yang dimainkan oleh manusia yang berperan sebagai tokoh dalam cerita Mahabharata dan Ramayana. Para pemain memakai pakaian sama seperti hiasan- hiasan yang dipakai pada wayang kulit agar muka mereka menyerupai wayang kulit kalau dilihat dari samping (www.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 Oktober 2010 pukul 20.30 WIB).
3) Kethoprak
Kethoprak merupakan pertunjukan wayang yang dimainkan oleh manusia yang berperan sebagai tokoh dalam cerita legenda atau sejarah Jawa. Tema cerita dalam kethoprak tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita) Ramayana dan Mahabharata (www.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 Oktober 2010 pukul 20.30 WIB).
R.M.A. Harymawan (1993:231) mengemukakan tentang ciri-ciri kethoprak sebagai berikut. Kethoprak menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar dalam dialog. Ceritanya tidak terikat pada salah satu pakem tetapi ada tiga kategori pembagian jenis, yaitu cerita- cerita tradisional seperti Timun Mas, Ande-ande Lumut, Buto Ijo, dan
commit to user
Jawa. Seluruh cerita kethoprak dibagi-bagi dalam babak besar dan kecil dengan perkembangan yang sangat urut dan tidak mengenal flash back seperti dalam film. Dalam cerita kethoprak selalu ada peranan dagelan yang mengikuti tokoh-tokoh protagonis maupun antagonis.
Handung Kus Sudyarsana (1989:15) menuliskan periodisasi kethoprak sebagai berikut. Tahun 1887- 1925 merupakan periodisasi kethoprak lesung yakni kethoprak yang menggunakan iringan tetabuhan lesung . Untuk mementaskan ketoprak lesung dibutuhkan pendukung sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana. Vokal untuk mengiringi musik dilakukan bersama-sama baik oleh pemusik maupun pemain.
Tahun 1925-1927 merupakan periodisasi kehoprak peralihan yakni kethoprak yang menggunakan iringan tetabuhan campuran (lesung, rebana, dan alat musik Barat). Tahun 1927 sampai sekarang merupakan periodisasi kethoprak gamelan yakni kethoprak yang menggunakan iringan tetabuhan gamelan. Untuk mementaskan kethoprak gamelan diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34 orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang.
Salah satu perbedaan ketoprak lesung dengan ketoprak gamelan adalah adanya unsur tari. Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain pemain ketoprak lesung melakukan tarian yang bersifat improvisasi.
commit to user