Tinjauan Yuridis Pemberian Remisi kepada Pelaku Tindak Pidana (Narapidana)
A.1. Tinjauan Yuridis Pemberian Remisi kepada Pelaku Tindak Pidana (Narapidana)
Salah satu bentuk pidana yang lazim dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana adalah pidana penjara. Pidana penjara dalam masyarakat dikenal sebagai reaksi masyarakat terhadap adanya tindak pidana yang dilakukan oleh seorang pelanggar hukum, pidana penjara disebut juga sebagai “pidana hilang kemerdekaan” di mana seorang dibuat tak berdaya
dan diasingkan secara sosial dari lingkungannya. 36 Sistem pemenjaraan yang menekankan pada unsur balas dendam
dan penjeraan secara berangsur – angsur mulai ditinggalkan sebab dipandang tidak sesuai dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial agar narapidana menyadari kesalahannya dan tidak lagi berkehendak melakukan tindak pidana serta menjadi warga masyarakat yang
bertanggung jawab bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungan 37 .
36 Sudaryono dan Natangsa Surbakti, Buku Pengangan Kuliah Hukum Pidana, Surakarta. Fakultas Hukum Muhammadiyah Surakarta, 2005, hlm. 5 37 Penjelasan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan
Dalam rangka mencapai tujuan pembinaan narapidana, sistem pemasyarakatan ini member pedoman yang disebut “sepuluh prinsip
pemasyarakatan”, yaitu 38 : - Orang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya kekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. - Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara. - Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa, melainkan dengan bimbingan. - Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. - Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. - Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara. - Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila - Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. - Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. - Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
38 Nyoman Serikat Putra Jaya, Remisi Dan Pembebasan Bersyarat Dalam Perspektif Tujuan Pemidanaan dan Kebijakan Hukum Pidana, Makalah pada Seminar Hukum yang diselenggarakan
Universitas Diponegoro di Semarang, November 2011, hlm. 9
Gagasan pemasyarakatan dicetuskan pertama kali oleh Dr. Sahardjo,S.H. pada tanggal 5 Juli 1963 dalam pidato penganugrahan gelar Doktor Honoris Causa di bidang ilmu hukum oleh Universitas Indonesia. Pidato tersebut berisi penjabaran tujuan pidana disamping menimbulkan rasa derita pada narapidana agar bertobat, tetapi juga untuk mendidik supaya narapidana dapat menjadi anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Jadi tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan atau lazim
disebut dengan treatment philosophy atau behandelings filosofie 39. Atas dasar gagasan Sahardjo ini, remisi hadir sebagai suatu cerminan dari
Sistem Pelaksanaan Pidana di Indonesia yang menganut Sistem Pemasyarakatan.
Remisi sejatinya hadir sebagai motivasi sekaligus hadiah (reward) agar narapidana termasuk narapidana tindak pidana korupsi (koruptor) berupaya untuk berbuat baik dalam arti menyesali perbuatannya. Upaya pembinaan yang dimaksud adalah konsep dari sistem peradilan pidana yang dianut di negara Indonesia. Sistem peradilan pidana di Indonesia mengandung konsep pemidanaan dan pembinaan. Konsep pemidanaan dilaksanakan mulai dari tahapan proses penyidikan sampai putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sedangkan
39 RB. Sularto, Beberapa Aspek Kemahiran Non Litigasi Bidang Hukum Pidana, Semarang. Fakultas HukumUniversitas Diponegoro , hlm. 6 39 RB. Sularto, Beberapa Aspek Kemahiran Non Litigasi Bidang Hukum Pidana, Semarang. Fakultas HukumUniversitas Diponegoro , hlm. 6
Pemberian remisi selain untuk memberi motivasi kepada para narapidana agar selalu berkelakuan baik, ada beberapa tujuan yang hendak
dicapai, antara lain 40 : Pertama; secara psikologis pemberian potongan hukuman ini,
banyak pengaruhnya dalam menekan tingkat frustasi. Dapat dikatakan pemberian remisi ini sebagai salah satu “katup pengaman” untuk menurunkan tingkat tekanan psikologis masa, sehingga hal ini diharapkan dapat mereduksi atau meminimalisasi ganguan keamanan
dalam Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan berupa pelarian, perkelahian dan kerusuhan lainnya.
dan
ketertiban
Kedua; dengan dua kali pemberian remisi yang diberikan dalam waktu berbeda setiap tahunnya, (remisi umum dan remisi khusus) dapat dijadikan sebagai alat untuk mengingatkan narapidana agar selalu berkelakuan baik. Sebab jika tidak maka kesempatan mendapatkan potongan hukuman akan hilang (penilaian kelakuan
40 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung : Refika Aditama, 2006), hlm. 131.
baik selama satu tahun). Dalam hal ini pengkondisian perilaku positif dilakukan secara berkesinambungan.
Ketiga; dengan diberikannya remisi kepada residivis dan kemungkinan kepada terpidana hukuman mati dan narapidana hukuman seumur hidup, banyak memberikan sumbangan kepada penciptaan kondisi aman di Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan.
Keempat; pemberian remisi adalah salah satu hak narapidana yang dijamin oleh Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, sepanjang ia berkelakuan baik tanpa membedakan penggolongan jenis narapidana. Oleh sebab itu pelayanan pemberian remisi adalah cerminan dari perlindungan terhadap hak asasi manusia
Pemberian remisi ini selain secara psikologis mengupayakan agar seseorang selalu terkondisikan dalam suasana yang mendorong timbulnya perilaku positif, juga untuk mengusahakan agar seseorang tidak terkena proses sosialisasi budaya penjara, antara lain dengan cara memberikan potongan hukumannya. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Dr.Sahardjo,S.H. yang menyatakan bahwa negara tidak berhak membuat orang lebih buruk daripada sebelum ia masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan.
Sebagai warga negara seorang narapidana sejatinya memiliki hak yang tidak boleh diabaikan. Salah satu hak narapidana ialah mendapatkan Sebagai warga negara seorang narapidana sejatinya memiliki hak yang tidak boleh diabaikan. Salah satu hak narapidana ialah mendapatkan
Sejak tanggal 30 Desember 1995, Indonesia telah memiliki Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menggantikan Gestichtenreglement (Stb. 1917-708, 10 Desember 1917). Dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 14 mengatur mengenai hak – hak narapidana.
Pasal 14
1. Narapidana berhak : (a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; (b) Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; (c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; (d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; (e) Menyampaikan keluhan; (f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; (g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
(h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang – orang tertentu lainnya; (i) Mendapatkan pengurangan pidana (remisi); (j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; (k) Mendapatkan pembebasan bersyarat; (l) Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan (m) Mendapatkan hak – hak lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
2. Ketentuan mengenai syarat – syarat dan tata cara pelaksanaan hak – hak narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf (i) Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan, disebutkan bahwa hak narapidana adalah mendapatkan pengurangan pidana (remisi). Berdasarkan peraturan pelaksanaan dari undang – undang tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 pada Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat- syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut Dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf (i) Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan, disebutkan bahwa hak narapidana adalah mendapatkan pengurangan pidana (remisi). Berdasarkan peraturan pelaksanaan dari undang – undang tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 pada Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat- syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut
Dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi, dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dijelaskan mengenai jenis – jenis remisi.
Pasal 2
(a) Remisi Umum, yang diberikan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus; dan (b) Remisi Khusus, yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan.
Pasal 3
(a) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat ditambah dengan remisi tambahan apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana: (a) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat ditambah dengan remisi tambahan apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana:
b. melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan
c. melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
(b) Ketentuan lebih lanjut mengenai berbuat jasa dan melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau bagi kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang- undangan.
Remisi tambahan bagi narapidana yang menjadi donor anggota tubuh dan donor darah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana yang Menjadi Donor Organ Tubuh dan Donor Darah, Pasal 2 ; “Bahwa setiap narapidana yang menjalani pidana sementara waktu baik pidana penjara, pidana kurungan maupun pidana pengganti denda dapat diusulkan untuk mendapatkan tambahan remisi apabila menjadi donor organ tubuh dan/ atau darah”. Sebagai catatan berdasarkan ketentuan Pasal 12 Huruf (d) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi, untuk pidana kurungan Remisi tambahan bagi narapidana yang menjadi donor anggota tubuh dan donor darah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana yang Menjadi Donor Organ Tubuh dan Donor Darah, Pasal 2 ; “Bahwa setiap narapidana yang menjalani pidana sementara waktu baik pidana penjara, pidana kurungan maupun pidana pengganti denda dapat diusulkan untuk mendapatkan tambahan remisi apabila menjadi donor organ tubuh dan/ atau darah”. Sebagai catatan berdasarkan ketentuan Pasal 12 Huruf (d) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi, untuk pidana kurungan
Darah). 41 Remisi sebagaimana dimaksud di atas tidak diberikan kepada
narapidana dan anak pidana yang 42 :
a. Dipidana kurang dari enam bulan;
b. Dikenakan hukuman disiplin dan didaftar pada buku pelanggaran tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dalam kurun waktu yang diperhitungkan pada pemberian remisi;
c. Sedang menjalani cuti menjelang bebas;
d. Dijatuhi pidana kurungan sebagai pidana pengganti denda.
41 Ibid.,hlm.139 42 Ibid.,hlm.139
Selain pemberian ketiga jenis remisi di atas masih dikenal juga remisi lainnya yakni remisi dasawarsa. Remisi ini diberikan bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
setiap sepuluh tahun sekali 43 . Pemberian remisi kepada narapidana harus dilakukan
berdasarkan syarat – syarat limitatif sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 sebagaimana diperbarui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan pada Pasal 34.
Pasal 34
(1) Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi. (2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berkelakuan baik; dan
b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan. (3) Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan
43 Ibid.,hlm.140 43 Ibid.,hlm.140
a. berkelakuan baik; dan
b. telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana. (4) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS.
Remisi kepada narapidana memiliki perbedaan jangka waktu tergantung pada jenis remisi yang diberikan. Besarnya remisi yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan (narapidana dan anak
didik) adalah sebagai berikut: 44
a. Remisi Umum (17 Agustus);
1. Tahun pertama apabila telah menjalani enam bulan sampai dengan dua belas bulan : besarnya remisi satu bulan
2. Tahun pertama apabila telah menjalani lebih dari dua belas bulan maka besarnya remisi dua bulan
3. Tahun kedua, besarnya remisi tiga bulan
4. Tahun ketiga, besarnya remisi empat bulan
5. Tahun keempat, besarnya remisi lima bulan
6. Tahun kelima, besarnya remisi lima bulan
7. Tahun keenam, besarnya remisi enam bulan
8. Tahun ketujuh dan seterusnya, besarnya remisi enam bulan
44 Ibid.,hlm. 15 44 Ibid.,hlm. 15
1. Tahun pertama apabila telah menjalani pidana enam bulan sampai dua belas bulan, diberikan remisi lima belas hari
2. Tahun pertama apabila telah menjalani pidana dua belas bulan atau lebih, diberikan remisi satu bulan
3. Tahun kedua dan ketiga, diberikan masing – masing satu bulan
4. Tahun keempat dan kelima, diberikan masing – masing satu bulan lima belas hari
5. Tahun keenam dan seterusnya, diberikan remisi dua bulan
c. Remisi Tambahan;
1. Berbuat jasa pada negara, yaitu;
a. membela negara secara moral, material dan fisik dari serangan
musuh
b. membela negara secara moral, material dan fisik terhadap pemberontakan yang berupaya memecah belah atau memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia.
Besarnya remisi setengah dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.
2. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan, yaitu;
a. Menemukan inovasi yang berguna untuk pembangunan bangsa
dan Negara Republik Indonesia
b. Turut serta mengamankan lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan apabila terjadi keributan atau huru hara
c. Turut serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan bencana alam di lingkungan lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan atau wilayah sekitarnya, c. Turut serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan bencana alam di lingkungan lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan atau wilayah sekitarnya,
bagi orang lain. Besarnya remisi yang diberikan adalah setengah dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.
3. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan.
a. Pemuka kerja
b. Melakukan pendidikan dan pengajaran kepada sesama narapidanan dan anak didik. Besarnya remisi yang diberikan sepertiga dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum positif yang mengatur tentang pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana telah mencerminkan diakui dan diterapkannya konsep pemasyarakatan dalam kerangka besar pemidanaan dan pembinaan narapidana. Remisi yang ada tidak serta-merta diberikan kepada narapidana. Ada tahapan atau proses serta syarat dari setiap jenis remisi yang harus dipenuhi untuk mendapatkannya. Keadaan demikian menunjukkan bahwa keberadaan remisi itu adalah sebagai bentuk apresiasi atau “reward” atas perbuatan atau perilaku baik dari narapidana. Dengan demikian remisi hadir sebagai bentuk rangsangan agar narapidana senantiasa terus berusaha untuk berkelakuan baik dalam arti ada Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum positif yang mengatur tentang pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana telah mencerminkan diakui dan diterapkannya konsep pemasyarakatan dalam kerangka besar pemidanaan dan pembinaan narapidana. Remisi yang ada tidak serta-merta diberikan kepada narapidana. Ada tahapan atau proses serta syarat dari setiap jenis remisi yang harus dipenuhi untuk mendapatkannya. Keadaan demikian menunjukkan bahwa keberadaan remisi itu adalah sebagai bentuk apresiasi atau “reward” atas perbuatan atau perilaku baik dari narapidana. Dengan demikian remisi hadir sebagai bentuk rangsangan agar narapidana senantiasa terus berusaha untuk berkelakuan baik dalam arti ada
Pemberian remisi yang tidak dilakukan dengan serta-merta kepada narapidana dimaksudkan untuk dapat dilakukannya evaluasi atas perbuatan narapidana tersebut.Tentu saja tidaklah tepat pemberian remisi tetap diberikan kepada narapidana dalam mana perbuatannya selama atau dalam waktu tertentu dinilai cacat atau buruk. Hal ini dilakukan agar filosofi pemberian remisi kepada narapidana tidak bergeser menjadi sekadar ketentuan prosedural hukum positif semata yang tentunya dengan tidak mengurangi arti dari hak narapidana tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa remisi merupakan salah satu hak dari narapidana, maka pelaksanaannya pun dilaksanakan secara aktif oleh pejabat terkait di lembaga pemasyarakatan. Tentu saja ada jenjang birokrasi yang harus dilalui dalam hal persetujuan pelaksanaan pemberian remisi kepada narapidana. Prosedur pengajuan remisi diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara melalui Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam hal remisi tambahan, penilaian terhadap narapidana dimulai dari level penilai di tingkat lembaga pemasyarakat sampai level Menteri Hukum dan HAM sebagai pejabat yang berwenang mensahkan Dalam hal remisi tambahan, penilaian terhadap narapidana dimulai dari level penilai di tingkat lembaga pemasyarakat sampai level Menteri Hukum dan HAM sebagai pejabat yang berwenang mensahkan