Kebijakan Sistem Pemidanaan

b) Menurut Transparency International

“corruption involves behavior on the part of official in the public sector wether politicians or civil servant in which the improperly and unlawfully enrich themselves, or those close to them by the misuse of the public power entrusted them”

Korupsi mencakup perilaku dari pejabat-pejabat di sektor publik, apakah politikus, pegawai negeri, di mana mereka secara tidak benar dan secara melanggar hukum memperkaya diri sendiri atau pihak lain yang dekat dengan

27 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Hasta, Bandung) 28 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1976) 27 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Hasta, Bandung) 28 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1976)

c) Menurut United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 2006

1) Penyuapan, janji, tawaran, atau pemberian kepada pejabat publik/swasta/internasional, permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik/swasta/internasional, secara langsung atau tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar pejabat itu bertindak atau berhenti bertindak dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk memperoleh keuntungan dari tindakan tersebut;

2) Penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat publik/swasta/internasional;

3) Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah. Seiring dengan perkembangan situasi maupun keadaan yang ada, pengertian korupsi dapat dilihat dari beberapa sisi yakni : 3) Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah. Seiring dengan perkembangan situasi maupun keadaan yang ada, pengertian korupsi dapat dilihat dari beberapa sisi yakni :

b. Rumusan yang menekankan titik berat jabatan pemerintahan

1. L. Bayley

Perkataan ‘korupsi’ dikaitkan dengan perbuatan penyuapan yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.

2. M. Mc Mullan

Seorang pejabat pemerintahan dikatakan “korup” apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan dalam tugas jabatannya padahal ia selama menjalankan Seorang pejabat pemerintahan dikatakan “korup” apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan dalam tugas jabatannya padahal ia selama menjalankan

umum. 29

3. J.S Nye

Korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peran instansi pemerintah, karena kepentingan pribadi (keluarga, golongan, kawan, teman), demi mengejar status dan gengsi, atau melanggar peraturan dengan jalan melakukan atau mencari pengaruh bagi kepentingan pribadi. Hal ini mencakup

seperti penyuapan (memberi hadiah dengan maksud hal-hal menyelewengkan seseorang dalam kedudukan pada jawatan dinasnya); nepotisme (kedudukan sanak

tindakan,

sendiri didahulukan, khususnya dalam pemberian jabatan atau memberikan perlindungan dengan alasan

saudaranya

29 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi UU No. 20 Tahun 2001 , (Bandung : Mandar Maju, 2009), hal. 8 29 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi UU No. 20 Tahun 2001 , (Bandung : Mandar Maju, 2009), hal. 8

negara untuk kepentingan/keperluan pribadi). 30

c. Rumusan korupsi dengan titik berat pada kepentingan umum

Carl J. Friesrich, mengatakan bahwa pola korupsi dapat dikatakan ada apabila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang, membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar- benar membahayakan kepentingan umum.

d. Rumusan korupsi dari sisi pandang politik

Mubyarto mengutip pendapat, Theodore M.

Smith dalam tulisannya “ Corruption Tradition and

30 Ibid., hal.9

Change ” Indonesia (Cornell University No. 11 April 1971) mengatakan sebagai berikut :

“Secara keseluruhan korupsi di Indonesia muncul lebih sering sebagai masalah politik daripada masalah ekonomi. Ia menyentuh

keabsahan (legitimasi) pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan pegawai pada umumnya. Korupsi mengurangi dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat propinsi dan kabupaten”.

Rumusan-rumusan pengertian korupsi pada dasarnya dapat memberi warna pada korupsi dalam hukum positif. Oleh sebab itu, maka rumusan pengertian korupsi tidak ada yang sama pada setiap negara, tergantung pada tekanan atau titik beratnya yang diambil oleh pembentuk undang-undang.

Dari rumusan pengertian korupsi seperti tersebut di atas korupsi menyangkut segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan, penyelewengan kekuasaan karena pemberian, faktor ekonomi dan Dari rumusan pengertian korupsi seperti tersebut di atas korupsi menyangkut segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan, penyelewengan kekuasaan karena pemberian, faktor ekonomi dan

e. Rumusan korupsi dari sisi pandang sosiologi Pengkajian makna korupsi secara sosiologis, jika memperhatikan uraian Syed Hussein Alatas, dalam bukunya “The Sosiology of Corruption” yang antara lain menyebutkan bahwa “terjadi korupsi adalah apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi”. Kadang-kadang juga berupa perbuatan menawarkan pemberian uang hadiah lain yang dapat menggoda pejabat. Termasuk dalam pengertian ini juga pemerasan yakni permintaan pemberian atau hadiah seperti itu dalam

pelaksanaan tugas-tugas politik. 31 Sudarto menjelaskan unsur-unsur tindak

pidana korupsi yaitu :

a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu badan.

31 Ibid , hal. 10

“Perbuatan

memperkaya” artinya berbuat apa saja, misalnya mengambil, memindahbukukan, menandatangani kontrak dan sebagainya, sehingga si pembuat bertambah kaya.

b. Perbuatan itu bersifat melawan hukum “Melawan hukum” di sini diartikan secara formil dan materil. Unsur ini perlu dibuktikan karena tercantum secara tegas dalam rumusan delik.

c. Perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan/atau perekonomian negara, atau perbuatan itu diketahui atau patut disangka oleh si pembuat bahwa merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. 32

Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 31 Tahun1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan “setiap orang yang secara melawan

32 Evi Hartanti,Op.Cit., hal. 18 32 Evi Hartanti,Op.Cit., hal. 18

a. Melawan hukum

b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan

c. Yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 2 disebutkan “dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 2 disebutkan “dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana

Dalam Pasal 3 disebutkan “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”. Berdasarkan rumusan pasal ini dapat dirumuskan unsur-unsur tindak pidana korupsi adalah :

a. Tujuannya menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

b. Menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; b. Menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;

2. Jenis Sanksi Pidana berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jenis penjatuhan sanksi pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah :

A. Pidana Pokok

1. Pidana mati

Dapat dipidana mati kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang dilakukan dalam keadaan tertentu. Adapun yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana Dapat dipidana mati kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang dilakukan dalam keadaan tertentu. Adapun yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana

2. Pidana penjara Pidana penjara adalah bentuk pidana berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara disebut pidana hilang kemerdekaan, bukan saja karena ia tidak dapat bebas bepergian tetapi para narapidana kehilangan hak- hak tertentu seperti hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, hak memangku jabatan publik, hak untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan, hak untuk mendapat izin tertentu.

Lamanya masa pidana penjara ditentukan bervariasi berdasarkan rumusan delik yang dilanggar, dan pidana penjara yang dimaksud menggunakan minimum khusus yang disebutkan dalam pasal-pasal yang ada dalam undang-undang tindak pidana korupsi.

3. Pidana denda Pidana denda adalah bentuk pidana berupa pembayaran sejumlah uang tertentu. Besarnya denda yang harus dibayarkan bervariasi berdasarkan delik- delik yang ada.

B. Pidana tambahan Pidana tambahan terdiri atas : 33

1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atas barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang- barang tersebut.

2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu tahun).

33 Ibid.,hlm. 14

4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.