Bustan as-Salatin i Dhikr al-Awwalin wa’l-Akhirin, merupakan Bustan al-Salatin Taman Para Sultan, judul lengkapnya Bustan

18 Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4

1644: Kitab karangan al-Raniri, Sirat al-Mustaqiem disempurnakan

1648: Akhbar al-Akhirah i Ahwalin Yawm al-Qiyamah, sebuah karya

ekstologi dalam bahasa Arab ditulis di Gujarat 1651-1682: Masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa 1653: Kitab al-Raniri: Tybian i ma`rifah al-adyan, ditulis 1658 M: Nuruddin al-Raniri wafat. Nuruddin al-Raniri wafat dengan meninggalkan warisan kitab yang luar biasa banyaknya, lebih dari 40 kitab mengenai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan sastra. Asal-usul beliau adalah bangsa Arab keturunan Quraisy yang hijrah ke India. Ia dating pertama kali ke Aceh pada tahun 1637, setahun setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda. Didukung oleh kecerdasan, keberanian dan penguasaannya atas berbagai ilmu agama Islam akhirnya Syekh Nuruddin ar Raniri menduduki posisi yang tinggi dalam kerajaan dengan dukungan sultan Aceh.

1693: Suuri, seorang musisi Islam legendaris wafat

1701: Sultan Banjar pernah mengutus pangeran Singa Marta untuk

membeli kuda Bima. Selain membeli kuda, ternyata sang pangeran juga menikah dengan seorang putri Bima yang terkenal sebagai ahli seni. Mereka kembali ke Banjar dengan membawa sejumlah kesenian tradisi asal Bima termasuk mengkreasi tari baru yang dikenal sebagai tari Jambangan Kaca dan Pagar Mayang. Pada masa pemerintahan Pangeran Hidayat 1845-1859, yang juga dikenal sebagai seniman, kesenian di Banjar berkembang sangat pesat. 1729 M: Yasadipura I nama sebenarnya ialah Bagus Banjar, lahir di Pengging. Ketika Bagus Banjar berusia delapan tahun, ayahnya Raden Tumenggung Padmanegara mengirimnya ke Kedu untuk belajar di Pesantren Kiyai Anggamaya. Di sini ia mempelajari dasar-dasar฀ agama฀ Islam฀ seperti฀ iqih,฀ tasawuf,฀ syariah,฀ serta฀ bahasa dan kesusastraan Arab.

1773: Raja Ahmad lahir

1788: Lagu podho nonton diciptakan pada masa bupati Banyuwangi

ke-2, Tumenggung Mas Wiraguna II Mas Thalib untuk melukiskan peristiwa penangkapan massal gerilyawan di desa Gendoh, Singojuruh Oetomo, 1987:115. 19 Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4

1788: Abdussamad al-Palimbani menyelesaikan penulisan Hidayat al-

Salikin i Suluk Maslak alMuttaqin yang ditulis dalam bahasa Melayu di Mekkah, karya ini merupakan adaptasi dari karya al- Ghazali, Bidayat al-Hidayah. 1799-1822: Masa kekuasaan Sultan Dayyan Asraruddin, penguasa Buton ke- 27

1801: Gevrekzade wafat

1802, 15 Maret: Raden Ngabehi Ranggawarsita lahir di Yasadipuran,

Surakarta. Ia adalah seorang penyair besar sekaligus mistikus Muslim terkemuka. Dalam sejarah sastra Jawa klasik dia diberi kedudukan sebagai pujangga penutup. Sebutan ini diberikan oleh karena dengan kemunculan karya-karyanya sejarah sastra Jawa klasik dipandang berakhir dan sastra Jawa baru yang lebih profan bermula. Nama sebenarnya ialah Raden Bagus Burhan. 1805-1831 M: Yang Dipertuan Muda kesultanan Riau Lingga memerintah. 1808: Raja Ali Haji Putra Raja Ahmad lahir di Pulau Penyengat. Sejak masa bocah, Raja Ali Haji kerap mengikuti perjalanan ayahnya ke berbagai daerah. Baik untuk berdagang dan tugas yang lain. Salah satu perjalananya yang penting ialah ketika dibawa oleh ayahnya ke Batavia, memnemui Gubernur Jendral Baron van der Capellen.

1823: Raja Ahmad memimpin misi dagang dan penelitian ke Batavia

serta bertemu Gubernur Jendral Hindia Belanda. Minatnya pada sejarah dituangkan dalam karyanya Syair Perang Johor. Di dalam karyanya itu dia menguraikan perang yang terjadi antara Johor dan Aceh Darussalam pada abad ke-17 M.

1824: Traktat London 1824

1825-1830: Perang Diponegoro meletus. Ketika itu tahta kerajaan berada di tangan Sri Pakubuwana VI 1825-1830 M. Raja yang penuh semangat anti-kolonial ini tiba-tiba meninggalkan istana dengan dalih menjalankan tapa brata, suatu kebiasaan yang telah dia lakukan semenjak muda. Padahal apa yang dia lakukan ialah bertemu Pangeran Diponegoro. Setelah Belanda mengetahuinya dia ditangkap dan diasingkan ke Ambon.

1827: Raja Ali Haji mengikuti ayahnya menunaikan ibadah haji ke

Mekkah. Karena pengalamannya itu Raja Ali Haji tumbuh menjadi anak muda yang berwawasan luas. Dalam usia masih muda dia pun dikenal seorang ulama dan cendekiawan.