kestabilan dan kesinambungan ketersediaan pangan, yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Keberhasilan pembangunan masing-masing subsistem
tersebut perlu didukung oleh faktor ekonomi, teknologi dan sosial budaya.yang pada akhirnya akan berdampak pada status gizi.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Menurut Alie Sadikin dan Panggih 2008 dan Hasman Hasyim 2007, faktor- faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah :
a. Stok Beras Jumlah beras yang dapat disimpan setiap tahun dapat menjadi salah satu indikator
ketahanan pangan. Semakin banyak beras yang dapat disimpan oleh suatu daerah, maka ketahanan pangan di daerah tersebut semakin baik. Menurut Bulog,
tersedianya kebutuhan beras minimal untuk 3 bulan ke depan disuatu daerah, menjadi indikasi bahwa daerah tersebut dikatakan tahan pangan. Beras yang dapat
disimpan berasal dari surplus produksi dalam negeri maupun impor dari negara lain.
Kondisi stok beras di Sumatera utara pada tahun 2007 – 2011 mengalami
peningkatan setiap tahunnya seiring meningkatnya produktivitas padi. Hal ini merupakan prestasi dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan di Sumatera
Utara. Penigkatan ini berasal dari hasil produksi lokal dan impor dari daerah lain.
b. Luas Areal Panen Padi Pertanian adalah sektor terbesar dalam hampir setiap ekonomi negara
berkembang. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagian besar penduduknya, memberikan lapangan kerja bagi hampir seluruh angkatan kerja yang ada,
menghasilkan bahan mentah, bahan baku atau penolong bagi industri dan menjadi sumber terbesar penerimaan devisa Silitonga, 1996. Luas lahan pertanian akan
mempengaruhi skala usaha, dan pada akhirnya skala usaha ini akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Sering dijumpai makin
luas areal panen yang dipakai untuk pertanian akan semakin tidak efisien lahan
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
tersebut. Sebaliknya luasan areal panen yang sempit, upaya pengusaha terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja yang
tercukupi dan tersedianya modal yang tidak terlalu besar sehingga usaha pertanian yang seperti ini sering lebih efisien. Meskipun demikian luas areal panen yang
terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien Soekartawati, 1993.
Peningkatan luas areal panen padi secara tidak langsung akan meningkatkan produksi padi. Semakin besar luas areal panen padi maka produksi
padi akan semakin besar. Kondisi luas areal panen padi Provinsi Sumatera Utara tahun 2007
– 2011 tidak stabil. Kondisi ini terlihat dari naik turunnya luas panen setiap tahun. Pada tahun 2007 luas areal panen padi Sumatera Utara 750.232 ha.
Tahun 2008 menurun menjadi 748.540 dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 768.407. Pada tahun 2010 dan 2011 mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2009. Kondisi tersebut diakibatkan oleh adanya alih fungsi lahan dan bencana alam. Konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian
semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini mengakibatkan luas areal panen berkurang sehingga produksi berkurang. Rata-
rata pertumbuhan luas areal panen padi di Sumatera Utara sebesar 0,26 per tahun.
c. Produktivitas Lahan Padi Keahlian ataupun wawasan tentang pertanian menjadi faktor yang sangat
mempengaruhi produktifitas suatu lahan. Dapat dikatakan semakin berpendidikan petani-petani di suatu wilayah maka keberhasilan produksi akan semakin
meningkat. Pengetahuan tentang bagaimana pemilihan bibit, pemupukan, irigasi dan perawatan terhadap hama akan meningkatkan produktifitas suatu lahan.
Menigkatnya produktivitas lahan akan meningkatkan produksi panen padi. Produktivitas lahan padi di Sumatera Utara pada tahun 2007
– 2011 mengalami penigkatan setiap tahun. Rata-rata pertumbuhan produktivitas lahan
padi Sumatera Utara sebesar 2,28 per tahun. Hal ini merupakan prestasi dalam upaya penigkatan produksi padi Sumatera Utara.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
d. Jumlah Konsumsi Beras per Kapita Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sedang menerapkan diversifikasi
pangan yang diharapkan dapat mengurangi jumlah konsumsi beras. Ketergantungan yang sangat besar terhadap beras telah menggusur budaya makan
pangan lokal yang beragam dan sudah teruji sejarah dan berlangsung berabad- abad. Saat ini 95 persen perut penduduk indonesia sangat tergantung pada
makanan yang bernama nasi, sumbangan beras terhadap energi dan protein masih sangat tinggi, yaitu lebih dari 55. Ketergantungan tersebut membuat upaya
diversifikasi pangan menjadi mandeg. Sumatera Utara sebagai salah satu daerah yang berperan untuk menjaga
ketahanan pangan beras nasional, saat ini masih mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dari produksi sendiri. Meski demikian, saat ini pemerintah sedang
berusaha untuk mengurangi jumlah konsumsi beras per kapita dengan diversifikasi pangan. Kultur yang melekat pada masyarakat Sumatera Utara,
belum dikatakan makan jika belum makan nasi, menjadi kendala yang sulit dihadapi pemerintah Sumatera Utara dalam menerapkan program diversifikasi
pangan. Jumlah konsumsi beras masyarakat Sumatera Utara adalah 136, 85 kg kap thn.
e. Harga Beras Dalam upaya meningkatkan produktivitas, pemerintah membuat kebijakan
terhadap harga beras yaitu Harga Pembelian Pemerintah HPP. Kebijakan tersebut bertujuan agar petani padi merima harga gabah yang layak, sehingga
mereka menerima insentif untuk meningkatkan produktivitas. Penetapan HPP berdasarkan pertimbangan agar petani dapat menerima marjin keuntungan
minimal 28 dari harga yang diterima. Harga beras di Indonesia sangat mudah berfluktuasi tergantung kondisi
pasar. Saat panen raya tiba, biasanya harga beras anjlok akibat over produksi. Sementara jika terjadi gagal panen, harga beras akan melambung karena
permintaan beras melebihi kemampuan penawarannya. Kondisi harga beras di Sumatera Utara tahun 2007
– 2011 mengalami kenaikan setiap tahunnya.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
f. Curah Hujan Pertanian, terutama pertanian pangan merupakan sektor yang paling rentan
terkena dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan, mengingat petani Indonesia masih sangat mengandalkan pada
pertanian sawah yang berarti sangat memerlukan air yang tidak sedikit. Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan
produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim yang
mengakibatkan pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.
2.4 Regresi Data Panel