Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan batam periode 2001-2005

(1)

PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE

DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM

PERIODE 2001-2005

OLEH: TIKA WULANDARI

H14103106

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

RINGKASAN

TIKA WULANDARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005 (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).

Sektor transportasi merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu sub sektornya adalah sektor transportasi udara yaitu industri penerbangan domestik. Adanya UU No. 5 Tahun 1999 dan deregulasi penerbangan telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini. Kebijakan-kebijakan ini membuat maskapai penerbangan bersaing dalam merebut pangsa pasar melalui strategi tarif. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Jumlah maskapai penerbangan yang meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan harga tarif pun bervariasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam periode 2001-2005. Selain itu juga akan dilihat bagaimana perkembangan industri penerbangan di Indonesia.

Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam digunakan Model Paul Bauer dengan teknik estimasi model menggunakan data panel (pooled data). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 hingga 2005.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute tujuan Batam adalah jumlah maskapai penerbangan, jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, dan karakteristik bandara kota asal sebagai bandara penghubung atau tidak. Jumlah maskapai penerbangan yang semakin banyak akan menyebabkan rute tersebut menjadi kompetitif dan tarif pun menjadi rendah. Semakin banyak jumlah penumpang, semakin tinggi permintaan terhadap tiket pesawat dan tarif pun naik. Adanya variabel yang tidak sesuai dengan hipotesis untuk jarak tempuh per rute dan PDRB per Kapita kota asal mengindikasikan bahwa tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan juga mempertimbangkan keputusan yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan lain dan moda transportasi lain. Bertambahnya jumlah penduduk kota asal akan meningkatkan permintaan terhadap jasa penerbangan maka akan menyebabkan kenaikan tarif. Jumlah transit yang bertambah akan menyebabkan tingginya permintaan akan jasa penerbangan sehingga maskapai


(3)

mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah maskapai, rute penerbangan, armada pesawat udara, dan jumlah penumpang.


(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2007

Tika Wulandari H14103106


(5)

Oleh

TIKA WULANDARI H14103106

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(6)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : TIKA WULANDARI Nomor Registrasi Pokok : H14103106

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec. NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M. S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:


(7)

judul: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005. Industri penerbangan merupakan topik yang sangat menarik karena memiliki peranan yang sangat potensial dalam sektor transportasi di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Otorita Batam. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ir. Idqan Fahmi, M.Ec., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jaenal Effendi, M.A., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari peserta pada Seminar Hasil penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada mereka. Penulis juga berterimakasih kepada temen-temen di Pondok Diastin yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk tidak mudah menyerah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh anak Riau di Bogor atas kekeluargaan yang telah terjalin selama ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.


(8)

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Indra Hardi dan Ibu Narti serta saudara-saudara penulis. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 25 Juli 2007

Tika Wulandari H14103106


(9)

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pekanbaru pada tahun 1997, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 13 Pekanbaru pada tahun 2000 dan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 2003. Tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Semasa kuliah penulis pernah menjadi Guru Tambahan dalam Program BEM KM IPB sebagai salah satu bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selain itu juga pernah menjadi panitia Gebyar Nusantara 2005 dan 2006 dalam memperingati Dies Natalis IPB perwakilan dari Organisasi Mahasiswa Daerah.


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penhargaan dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan arahan dan semangat yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.

2. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang skripsi, sumbangan pemikiran dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis.

3. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji wakil komdi pada sidang skripsi.

4. Papa dan Mama untuk doa, nasehat, bimbingan, semangat, dorongan dan bantuan serta kasih sayang yang selalu diberikan tanpa terputus dan tak ternilai.

5. Keluarga tercinta: Bang Anto dan Kak Lia, Bang Joni dan Kak Tati, Hendri, Putri dan semuanya untuk doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis. Keponakanku tersayang Lala, Faathir dan Tasya yang selalu membuat penulis tersenyum.

6. My Love...someone who cares a lot to me and always make me be special.

7. Diastin Family buat semua kebaikan dan kebersamaan selama ini.

8. Seluruh anak Riau di Bogor untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah terjalin.

9. Teman-teman IE 40 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, buat semangat dan perjuangan bersama yang kita lakukan untuk menjadi sarjana ekonomi tentunya.


(11)

PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE

DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM

PERIODE 2001-2005

OLEH: TIKA WULANDARI

H14103106

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

RINGKASAN

TIKA WULANDARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005 (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).

Sektor transportasi merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu sub sektornya adalah sektor transportasi udara yaitu industri penerbangan domestik. Adanya UU No. 5 Tahun 1999 dan deregulasi penerbangan telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini. Kebijakan-kebijakan ini membuat maskapai penerbangan bersaing dalam merebut pangsa pasar melalui strategi tarif. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Jumlah maskapai penerbangan yang meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan harga tarif pun bervariasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam periode 2001-2005. Selain itu juga akan dilihat bagaimana perkembangan industri penerbangan di Indonesia.

Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam digunakan Model Paul Bauer dengan teknik estimasi model menggunakan data panel (pooled data). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 hingga 2005.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute tujuan Batam adalah jumlah maskapai penerbangan, jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, dan karakteristik bandara kota asal sebagai bandara penghubung atau tidak. Jumlah maskapai penerbangan yang semakin banyak akan menyebabkan rute tersebut menjadi kompetitif dan tarif pun menjadi rendah. Semakin banyak jumlah penumpang, semakin tinggi permintaan terhadap tiket pesawat dan tarif pun naik. Adanya variabel yang tidak sesuai dengan hipotesis untuk jarak tempuh per rute dan PDRB per Kapita kota asal mengindikasikan bahwa tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan juga mempertimbangkan keputusan yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan lain dan moda transportasi lain. Bertambahnya jumlah penduduk kota asal akan meningkatkan permintaan terhadap jasa penerbangan maka akan menyebabkan kenaikan tarif. Jumlah transit yang bertambah akan menyebabkan tingginya permintaan akan jasa penerbangan sehingga maskapai


(13)

mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah maskapai, rute penerbangan, armada pesawat udara, dan jumlah penumpang.


(14)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2007

Tika Wulandari H14103106


(15)

Oleh

TIKA WULANDARI H14103106

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(16)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : TIKA WULANDARI Nomor Registrasi Pokok : H14103106

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec. NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M. S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:


(17)

judul: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005. Industri penerbangan merupakan topik yang sangat menarik karena memiliki peranan yang sangat potensial dalam sektor transportasi di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Otorita Batam. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ir. Idqan Fahmi, M.Ec., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jaenal Effendi, M.A., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari peserta pada Seminar Hasil penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada mereka. Penulis juga berterimakasih kepada temen-temen di Pondok Diastin yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk tidak mudah menyerah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh anak Riau di Bogor atas kekeluargaan yang telah terjalin selama ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.


(18)

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Indra Hardi dan Ibu Narti serta saudara-saudara penulis. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 25 Juli 2007

Tika Wulandari H14103106


(19)

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pekanbaru pada tahun 1997, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 13 Pekanbaru pada tahun 2000 dan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 2003. Tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Semasa kuliah penulis pernah menjadi Guru Tambahan dalam Program BEM KM IPB sebagai salah satu bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selain itu juga pernah menjadi panitia Gebyar Nusantara 2005 dan 2006 dalam memperingati Dies Natalis IPB perwakilan dari Organisasi Mahasiswa Daerah.


(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penhargaan dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan arahan dan semangat yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.

2. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang skripsi, sumbangan pemikiran dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis.

3. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji wakil komdi pada sidang skripsi.

4. Papa dan Mama untuk doa, nasehat, bimbingan, semangat, dorongan dan bantuan serta kasih sayang yang selalu diberikan tanpa terputus dan tak ternilai.

5. Keluarga tercinta: Bang Anto dan Kak Lia, Bang Joni dan Kak Tati, Hendri, Putri dan semuanya untuk doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis. Keponakanku tersayang Lala, Faathir dan Tasya yang selalu membuat penulis tersenyum.

6. My Love...someone who cares a lot to me and always make me be special.

7. Diastin Family buat semua kebaikan dan kebersamaan selama ini.

8. Seluruh anak Riau di Bogor untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah terjalin.

9. Teman-teman IE 40 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, buat semangat dan perjuangan bersama yang kita lakukan untuk menjadi sarjana ekonomi tentunya.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... ...i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Konsep Ekonomi Industri ... 10

2.1.1. Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar ... 10

2.1.2. Pasar Oligopoli... 16

2.2. Teori Persaingan... 17

2.3. Contestable Market... 19

2.4. Kebijakan Persaingan... 20

2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu ... 21

2.6. Kerangka Pemikiran... 22

2.7. Hipotesis... 23

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.2. Model Penelitian Umum ... 27

3.3. Metode Analisis Data... 34

3.3.1. Model Data Panel... 35

3.3.2. Uji Kesesuaian Model... 38

3.4 Evaluasi Model ... 41


(22)

ii

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA... 45 4.1. Sejarah Penerbangan Nasional ... 45 4.2. Kebijakan Angkutan Udara Komersil... 48 4.3. Perkembangan Deregulasi Angkutan Udara di Indonesia ... 53 4.4. Perkembangan Tarif Penumpang Angkutan Udara di Indonesia... 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59 5.1. Perkembangan Industri Penerbangan Indonesia ... 59 5.1.1. Perkembangan Perusahaan Niaga Berjadwal Dalam Negeri .... 59 5.1.2. Perkembangan Rute Penerbangan... 59 5.1.3. Perkembangan Armada Pesawat Udara ... 60 5.1.4. Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Nasional ... 61 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tarif ... 63 5.2.1. Hasil Estimasi Model ... 63 5.2.2. Interpretasi Model ... 67 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78 6.1. Kesimpulan ... 78 6.2. Saran... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN... 82


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi ... 42 2. Daftar Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal

Posisi Desember 2003 ... 46 3. Pengaturan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal ... ....56 4. Perbedaan Tarif Dasar Km No. 61 Tahun 1996 dan

KM No. 9 Tahun 2002 ... 58 5. Perkembangan Armada Udara Angkutan Udara Berjadwal

Tahun 1997-2005 ... ....61 6. Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Domestik Berjadwal... ....62 7. Hasil Estimasi dengan Model Pooled... ....64 8. Hasil Estimasi dengan Model Fixed... ....65 9. Perbandingan Penelitian Bauer dengan Penelitian Wulandari... ....71


(24)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Negeri ... 3 2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar... 11 3. Kerangka Pemikiran Konseptual ... ....23


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data Total ... 83 2. Hasil Estimasi Model Bauer... 85 3. Hasil Estimasi dengan Model Pooled... 86 4. Hasil Estimasi dengan Model Pooled (White Heteroskedasticity) ... 87 5. Hasil Estimasi dengan Model Fixed... 88


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada tanggal 5 Maret 1999 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang no.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun tujuan UU tersebut, seperti dinyatakan dalam pasal 3 adalah:

a. mempertahankan kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai sarana untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat.

b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil.

c. Mencegah praktek monopolistik dan atau praktek bisnis yang tidak sehat. d. Mendorong keefektifan dan efisiensi kegiatan bisnis.

Bab IV UU ini mengharuskan dibentuknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas pelaksanaan UU. Hal ini diefektifkan dengan Keppres yang dikeluarkan pada 7 Juni 2000. Lembaga KPPU bertugas menyusun peraturan pelaksana, memeriksa dan menyelidiki serta mengadili pihak-pihak yang melanggar UU No.5 tahun 1999 tersebut, serta memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha di Indonesia.

Salah satu sektor yang berubah akibat adanya UU No.5/1999 adalah sektor transportasi. Sektor transportasi merupakan sektor yang menunjang sektor lainnya, disamping itu sering disebut sebagai urat nadi perekonomian dalam memacu pembangunan kewilayahan dimana transportasi melakukan aktivitasnya.


(27)

Hal ini dapat dikuatkan dengan adanya asumsi yang menyatakan bahwa gejala dari suatu negara yang maju minimal harus memiliki tiga kriteria pokok yang ada pada negara tersebut, yaitu: memiliki sumber daya alam yang potensial, memiliki sumber daya manusia yang baik dan transportasi yang lancar dan berkembang.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga peranan transportasi yang dalam hal ini salah satunya sektor transportasi udara dianggap potensial dan strategis. Industri ini berperan dalam lalu lintas dan angkutan orang atau barang dan jasa baik domestik maupun internasional. Sektor transportasi udara memiliki keunggulan tersendiri dibanding transportasi darat dan laut yaitu dalam segi kecepatan perjalanan serta dapat menjangkau tempat terpencil yang sulit dihubungi menggunakan moda lain.

Deregulasi Penerbangan melalui Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 tentang angkutan udara dan Surat Keputusan Menteri No.11 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara yang tahun 2005 diganti dengan Keputusan Menteri No. 81 tahun 2005 telah merubah secara signifikan kebijakan nasional tentang industri angkutan udara. Deregulasi tersebut telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini, ditambah dengan adanya SK Menhub No. KM 8/2002 dan No. KM 9/2002 Tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara. Adapun kedua surat keputusan tersebut mendasarkan pada koridor batas atas dan bawah yang harus dipatuhi semua operator penerbangan dalam penentuan tarif. Kebijakan inilah yang mengakibatkan pesatnya pertumbuhan angkutan udara dan pada akhirnya langsung menciptakan "perang terbuka" dalam menetapkan tarif angkutan udara


(28)

3

serendah mungkin. Kondisi ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap struktur pasar yang ada.

Dari data yang ada pada Direktorat Jenderal Penerbangan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia, tercatat bahwa pada tahun 1999 jumlah perusahaan penerbangan niaga tidak berjadwal mencapai 55 buah perusahaan. Namun demikian untuk kategori perusahaan penerbangan niaga berjadwal dari tahun 1996 terus mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2004, sehingga jumlahnya mencapai 27 perusahaan. Pada tahun 1998 jumlah perusahaan penerbangan niaga berjadwal sempat mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 6 perusahaan menjadi 5 perusahaan dan penurunan juga terjadi tahun 2005 menjadi 18 perusahaan. Namun tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 19 perusahaan, seperti yang terlihat pada Gambar 1.

41 6 43 6 49 5 55 7 49 10 35 14 36 16 37 24 37 27 36 18 35 19 0 10 20 30 40 50 60 Jumlah Maskapai

1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Niaga Tidak Berjadwal Niaga Berjadwal

Gambar 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Negeri

Sumber: http://www.dephub.go.id/DJU/angud/AIRLINE.htm.

Semakin banyaknya maskapai penerbangan menyebabkan persaingan yang meningkat. Persaingan tersebut membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia memakai low fare (tarif tiket murah) sebagai strategi untuk meraih penumpang.


(29)

Strategi perang tarif masih berlangsung sampai saat ini. Berbagai jenis promosi harga dan macam-macam jenis tarif diperkenalkan kepada masyarakat, namun tarif masing-masing perusahaan tidak dapat dipastikan. Tarif angkutan udara cenderung tidak menentu, namun secara umum semakin bervariasi dan memungkinkan memperoleh harga murah.

Semakin banyaknya perusahaan penerbangan yang beroperasi, maka akan memacu dan memotivasi perusahaan ke arah persaingan yang lebih sehat. Misi perusahaan akan lebih fokus ke arah “customer oriented”.

Persaingan yang terjadi secara terus menerus akan mengendalikan usaha perusahaan dan memaksa harga turun mendekati biayanya. Bertambahnya jumlah maskapai penerbangan tersebut telah membuat harga menjadi terjangkau bagi masyarakat. Sejalan dengan teori Ekonomi Industri yang mendukung persaingan, menurut Adam Smith “absennya persaingan yang ketat akan meningkatkan harga dan ketidakefisienan perusahaan”. Seperti yang diketahui bahwa sebelum adanya deregulasi, industri penerbangan jauh dari persaingan yang ketat.

1.2Perumusan Masalah

Setelah abad ke-XX Piero Sraffa yang merupakan tokoh Neo Klasik generasi kedua mengamati banyaknya perusahaan-perusahaan besar. Setiap perusahaan pun mengetahui bahwa kalau seandainya mereka mengubah keputusan output atau penawaran, harga-harga dapat berubah. Hal ini diungkapkan dalam artikelnya:”The Laws of Return Under Competitive Conditions” tahun 1926.


(30)

5

Kaum Neo Klasik berasumsi bahwa Persaingan ditentukan oleh struktur pasar. Pada pasar Monopoli, kompetisi berguna yaitu melalui kemampuan produsen dalam mempengaruhi harga sangat besar sehingga produsen (perusahaan) bertindak sebagai penentu harga (price maker) yang tidak hanya disebabkan oleh fungsi produksi tetapi juga mark up. Sebaliknya pada pasar Persaingan Sempurna, produsen sebagai price taker karena mempengaruhi harga sangat kecil.

Pada teori Neo Klasik bahwa Persaingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan produsen dalam penentuan harga, oleh struktur pasar dan jumlah pemain dalam industri. Jadi perlu adanya peran pemerintah yaitu kebijakan untuk mencegah monopoli dan mengubahnya menjadi Pasar Persaingan Sempurna.

Contestable Market merupakan alternatif dari Neo Klasik. Contestable Market merupakan sebuah pasar dimana perusahaan mudah masuk dan keluar dari sebuah pasar costly. Dalam teori Contestable Market dinyatakan bahwa sebuah pasar monopoli dapat diubah menjadi pasar persaingan dengan syarat bahwa sunk cost dalam industri tersebut dapat diabaikan.

Untuk deregulasi penerbangan, adanya entry akan menimbulkan persaingan. Apabila kemudian sebuah perusahaan penerbangan harus meninggalkan persaingan dalam rute tertentu maka tidak terdapat sunk cost karena perusahaan tersebut hanya memindahkan rute dan bukan membangun lapangan udara baru. Jadi, bila pasar yang akan dideregulasi adalah sebuah pasar monopoli yang membutuhkan investasi infrastruktur yang besar, maka pemerintah harus


(31)

menanggung infrastrukturnya, sehingga perusahaan swasta yang kemudian masuk tidak menanggung biaya sunk cost (Sjahrir, 1995).

Perubahan struktur pasar jasa ini menjadi oligopolistik terjadi sejak adanya deregulasi, dimana entry by new firm menjadi mudah karena:

a. Investasi oleh maskapai baru murah karena menggunakan pesawat yang tidak dibeli tetapi disewa. Sejak terjadinya Serangan 11 September menyebabkan harga sewa pesawat menjadi sangat murah.

b. Regulasi pemerintah tidak memberi perlakuan khusus pada pemain lama.

c. Pemerintah sebagai penyedia infrastruktur bandara seperti landasan pacu, terminal penumpang, hanggar pesawat dan lain-lain.

d. Respon positif dari pasar yang bisa menawarkan harga murah.

Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Banyaknya perusahaan penerbangan nasional baru beroperasi, maka salah satu strategi yang diterapkan untuk menarik banyak penumpang atau pengguna jasa adalah dengan cara perang tarif.

Perang tarif antar perusahaan penerbangan telah terjadi setelah adanya deregulasi penerbangan, sehingga berdampak yang sangat signifikan terhadap kelangsungan bisnis penerbangan. Tetapi sebenarnya yang menjadi permasalahan bagi pengguna jasa atau penumpang adalah sejauhmana perusahaan penerbangan dapat memberikan pelayanan yang baik atau tidak berkurang serta dapat


(32)

7

memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa. Kondisi rendahnya tarif akan memberikan keuntungan bagi pengguna jasa, karena harga tiket pesawat udara sama bahkan ada yang lebih murah dibandingkan moda transportasi lainnya, sehingga penumpang yang sudah terbiasa bepergian dengan menggunakan moda transportasi lainnya sekarang dapat merasakan bepergian dengan menggunakan transportasi udara .

Tarif merupakan sumber keuntungan bagi perusahaan penerbangan. Berbagai macam strategi tarif diperkenalkan kepada penumpang. Semakin rendah tarif yang ditetapkan maka semakin banyak penumpang yang memilih menggunakan maskapai penerbangan tersebut sehingga pada akhirnya perusahaan memperoleh keuntungan. Penumpang akan beralih kepada maskapai yang menerapkan tarif murah tersebut tarif. Tetapi yang perlu diingat, tarif merupakan sarana pengendali keseimbangan yang adil antara kepentingan perusahaan penerbangan disatu pihak dan kepentingan pengguna jasa angkutan udara dipihak lain.

Adapun permasalahan-permasalahan yang akan diteliti:

1) Bagaimana perkembangan Industri penerbangan di Indonesia? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tarif untuk rute


(33)

1.3Tujuan Penelitian

Perumusan masalah diatas menunjukkan tujuan yang telah penulis laksanakan. Secara ringkas, dapat penulis tegaskan bahwa penelitian yang penulis lakukan bertujuan sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui perkembangan industri penerbangan di Indonesia. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik

dengan tujuan Batam periode 2001-2005.

1.4Manfaat Penelitian

Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif (airfares) pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domesik dengan kota tujuan Batam diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang telah diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah dan pihak yang terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam Industri Penerbangan.

2) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan penerbangan dalam penentuan harga.

3) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang lain sebagai bahan pelengkap yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini.


(34)

9

4) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan mahasiswa Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai jumlah maskapai penerbangan terhadap penentuan harga.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

1) Penelitian ini di fokuskan pada rute dari kota asal dengan tujuan akhir Batam.

2) Penelitian ini hanya mencakup penerbangan domestik untuk kelas ekonomi.

3) Rute dengan tujuan Batam merupakan rute yang padat penumpang. 4) Bandara Hangnadim merupakan salah satu bandara Internasional.

5) Ketersediaan data dari Angkasa Pura II sebagai pengelola bandara-bandara untuk kawasan Indonesia bagian Barat.

6) Jangka waktu penelitian dari tahun 2001 hingga 2005 karena melihat kondisi industri penerbangan Indonesia setelah adanya UU No.5 Tahun 1999.


(35)

Menurut Sheperd (1979) ekonomi industri adalah cabang dari ilmu makroekonomi yang menganalisis perusahaan, pasar dan industri. Menurut Koch (1980) ekonomi industri adalah suatu studi teoritis dan empiris tentang kajian struktur pasar dan perilaku penjual maupun pembeli yang mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan ekonomi. Sedangkan menurut Jaya (2001) ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar.

2.1.1 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar

Struktur-Perilaku-Kinerja atau biasa disebut Structure,Conduct and Performance (SCP) merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi dipasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan (Martin,1973 dalam Alistair, 2004).

Paradigma SCP yang dimulai dari ukuran-ukuran yang akan mempengaruhi struktur pasarnya, kemudian struktur tersebut akan mempengaruhi


(36)

11

perilaku dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja pasar tersebut melalui konsumen yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar

Sumber: Jaya (1994).

a. Struktur Pasar

Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun eksternal dan juga mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar dalam perekonomian. Pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang saling bertransaksi, mempertukarkan barang yang dapat

UKURAN-UKURAN

Kondisi Permintaan Kondisi Penawaran Elastisitas permintaan Skala ekonomi Elastisitas silang dari permintaan Ekonomi vertikal

STRUKTUR Ukuran distribusi perusahaan

Pangsa pasar Kosentrasi Rintangan masuk Elemen-elemen lain

PERILAKU Kerjasama dengan pesaing Strategi melawan pesaing Advertensi

KINERJA

Harga biaya dan pola keuntungan Keseimbangan teknologi Keseimbangan dalam pendistribusian X-efisiensi


(37)

disubtitusikan. Melalui struktur pasar inilah, struktur pasar dapat dinilai dan dikaji lebih dalam.

Struktur pasar yang biasa dikenal secara umum dalam ekonomi adalah monopoli dan persaingan sempurna. Ada juga yang menggolongkan struktur pasar menjadi enam kategori, yaitu: monopoli, perusahaan dominan, oligopoli ketat, oligopoli longgar, monopolistik dan persaingan sempurna (Sheperd,1979). Dalam kajian teori yang dilakukan akan lebih dititik beratkan pada struktur pasar monopoli, oligopoli dan persaingan.

Definisi klasik dari struktur pasar Monopoli adalah satu-satunya produsen atau penjual produk atau jasa dalam suatu pasar. Akan tetapi berdasarkan perkembangannya, pengertian monopoli tidak hanya terbatas pada satu-satunya produsen atau penjual, monopoli dapat diartikan sebagai kesatuan tindakan dan keputusan yang diambil, sehingga terjadi pengaturan baik dalam perilaku maupun kinerja (Hasibuan, 1994).

Oligopoli merupakan kondisi dimana gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar antara 40 persen-60 persen. Mereka juga memiliki permintaan yang inelastis dan bekerja sama dalam penentuan harga.

Persaingan merupakan tempat terdapatnya banyak penjual dan pembeli, tidak memiliki kekuasaan menentukan harga karena pangsa pasar yang tidak berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan informasi yang sangat terbuka, para pesaing potensial dapat mudah memasuki pasar. Para produsen mendapat keuntungan normal dan efisiensinya tinggi.


(38)

13

1) Pangsa Pasar

Menurut Sheperd (1979), pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar.

Menurut literatur Neo-Klasik landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktek bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dan penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya.

2) Kosentrasi

Pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan ”oligopolis” dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kosentrasi sering digunakan sebagai ukuran tingkat persaingan. Kosentrasi juga sering dipakai sebagai alat analisis struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang beroperasi di dalamnya dan secara tidak langsung menjadi indikator perilaku anti persaingan atau kolusi (Satriawan dan Wigati, 2002 dalam Citra, 2006).

3) Hambatan untuk masuk (barrier to entry)

Menurut Asian Development Bank (2001) barrier to entry dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam definisi lain, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry.


(39)

Hambatan masuk seringkali diperlukan sebagai subjek perusahaan monopoli dan oligopoli untuk mengambil strategi dalam menghadapi pendatang baru. Hal ini akan dapat meningkatkan kekuatan pasar perusahaan besar dan menjadi ukuran yang dipakai dalam mengetahui hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk ke pasar.

b. Perilaku Pasar

Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh para pelaku pasar dan juga pesaingnya terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari struktur pasar yang dihadapinya.

Salah satu contoh nyata perilaku yang terjadi di perekonomian Indonesia adalah oligopoli. Pada kondisi pasar oligopoli, perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga. Pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti halnya perusahaan monopoli yang akan menaikkan harga untuk memperoleh keuntungan lebih dan menggunakan diskriminasi harga. Sedangkan pada pasar oligopoli, tindakan yang mereka lakukan terkait oleh strategi dimana pilihan tindakannya seringkali tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pesaing terdekat (Jaya, 2001).


(40)

15

c. Kinerja Pasar

Hasibuan (1994) mengemukakan bahwa kinerja pasar atau industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok, yaitu: efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam industri.

1) Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu baik secara kuantitas (fisik) maupun nilai ekonomis serta tidak ada sumberdaya yang terbuang. Efisiensi terdiri dari efisiensi internal (efisiensi-X) dan efisiensi alokasi.

Tingkat efisiensi internal menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan alokasi sumberdaya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai output.

2) Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi dicapai apabila perusahaan terus menerus melakukan inovasi dalam penguasaan teknologi, melalui alih teknologi dari negara lain ataupun didapat dari riset dan pengembangan perusahaan. Melalui penemuan dan pembaruan teknologi, orang dapat membuat suatu karya baru serta meningkatkan produktivitas produksi barang yang telah ada. Jika hal ini bekerja dengan baik,


(41)

produksi-produksi baru ditawarkan, biaya-biaya menurun dan harga-harga akan memperbesar keuntungan konsumen.

3) Keseimbangan dalam Industri

Keseimbangan dalam Industri akan tercapai apabila perusahaan mendistribusikan produk ke pasar sesuai dengan keinginan dan pengharapan yang nyata. Ini sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam pengalokasian.

2.1.2 Pasar Oligopoli

Hasibuan (1994) konsep dasar oligopoli adalah interdependensi (saling ketergantungan) antar pesaing yang satu dengan yang lainnya. Secara teori, oligopoli berarti beberapa perusahaan, dua atau lebih. Perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai pangsa pasar yang relatif besar dibandingkan dengan perusahaan pada pasar persaingan sempurna. Oligopoli dibedakan menjadi oligopoli ketat dan oligopoli longgar.

Burgess (1989) dalam Ismalianti kecenderungan utama pada pasar oligopoli adalah adanya persamaan harga dan ciri-ciri produk yang sama pada semua perusahaan. Persamaan harga dalam oligopoli ketat hanyalah satu sisi dari kecenderungan yang mendasar. Pengendalian harga secara langsung (karena besarnya kekuatan pasar) hanya akan terjadi pada pasar monopoli. Pada pasar oligopoli, perusahaan mengawasi pesaingnya. Harga yang ditetapkan oleh perusahaan harus berada jauh diatas biaya yang dikeluarkan untuk dapat memperoleh keuntungan. Karena terdapat saling ketergantungan diantara


(42)

17

perusahaan dalam membuat keputusan, maka ada tiga kemungkinan bagi perusahaan untuk menetapkan harganya:

1. Perusahaan-perusahaan yang ada di pasar membuat perjanjian dengan pesaingnya dalam menentukan tingkat harga jual produk yang disepakati bersama dan disetujui semua pihak. Hal tersebut menciptakan lingkungn persaingan yang aman, akan tetapi bagi konsumen itu beresiko tinggi, karena akan menciptakan tingkat harga yang tinggi, bahkan mungkin sangat tinggi.

2. Masing-masing perusahaan menetapkan harga jual pada tingkat yang serendah mungkin agar dapat mengahancurkan pesaingnya. Tindakan tersebut biasa disebut sebagai ”perang harga”. Untuk dapat tetap bertahan di dalam pasar, masing-masing perusahaan harus dapat berproduksi dengan biaya yang serendah dan seefisien mungkin.

3. Apabila terdapat derajat diferensiasi, perusahaan harus memperlambat laju pemunculan produk baru untuk menekan resiko.

2.2 Teori Persaingan

Siswanto (2002) menjelaskan bahwa persaingan atau competition dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai ”... a struggle or contest between two or more persons for the same objects”. Dengan memperhatikan terminologi persaingan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:


(43)

a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. b. Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.

Meskipun demikian Anderson (1958) berpendapat bahwa persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama diantara sekian banyak persaingan antarmanusia, kelompok masyarakat atau bahkan bangsa.Adapun salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi adalah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar.

Dari sudut pandang ekonomi, persaingan membawa implikasi positif. Pertama, persaingan merupakan sarana untuk melindungi para pelaku ekonomi terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Kedua, persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumberdaya ekonomi sesuai keinginan konsumen. Ketiga, persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumberdaya ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien. Keempat, persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi.

Meskipun secara umum dapat dikatakan aspek positifnya lebih terlihat, kondisi persaingan juga mempunyai aspek negatif. Pertama, sistem persaingan memerlukan biaya dan kesulitan-kesulitan tertentu yang tidak didapati dalam sistem monopoli. Kedua, persaingan bisa mencegah koordinasi yang diperlukan


(44)

19

dalam industri tertentu. Ketiga, persaingan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur bisa bertentangan dengan kepentingan publik.

2.3 Contestable Market

Sjahrir (1995) menjelaskan bahwa contestable market adalah kondisi pasar persaingan yang terjadi karena dimungkinkannya entry ke dalam pasar monopoli. Akibatnya cost akan didorong turun kebawah. Idealnya kemudian harga yang terbentuk akan sama dengan Long Run Marginal Cost (LRCM). Tetapi tidak semua CM mampu membentuk harga pada saat P=LRMC, karena syarat terbentuknya CM adalah tidak adanya sunk cost. Dengan kata lain bahwa sebuah pasar dapat dideregulasi bila ia tidak mengandung sunk cost. Yang dimaksud dengan sunk cost disini adalah biaya yang dianggap terbuang bila perusahaan berada dalam industri tersebut keluar dari pasar.

Kondisi yang dibutuhkan untuk membuat pasar menjadi Perfectly Contestable antara lain:

1. Semua produsen, baik yang aktual maupun potensial mendapat akses yang sama pada teknologi yang digunakannya dalam berproduksi. 2. Teknologi mungkin terkarakter oleh skala ekonomi, meskipun terdapat

fixed cost namun fixed cost tersebut bukanlah bagian dari sunk cost. 3. Tidak ada entry lag sehingga pemain baru (entrant) bisa masuk dan

langsung dapat berproduksi pada tingkat skala produksi apa pun. 4. Respon yang dimiliki oleh perusahaan yang telah ada (incumbent)


(45)

Entrant dapat masuk, membentuk harga yang rendah dari incumbent serta keluar dari industri tanpa resiko mengalami kerugian sebelum incumbent dapat memberikan respon atau tindakan untuk merubah harga. Oleh karena itu perfectly contestable adalah sebuah pasar yang dapat diakses oleh pendatang potensial (entrant) tanpa hambatan masuk (barriers to entry), yang dapat melayani permintaan pasar dengan menggunakan teknik produksi yang sama sebagaimana yang digunakan oleh perusahaan yang telah ada (incumbent). Karena kondisi entry dan exit secara absolute bebas tanpa biaya, dengan adanya informasi yang sempurna, entrant tidak akan mengalami kerugian dalam teknik produksi karena dapat mengacu pada perusahaan yang telah ada dan entrant dapat mengevaluasi keputusannya untuk masuk ke industri dengan tepat dan benar ketika keputusan yang sama diambil oleh perusahaan incumbent (Titie, 2005).

2.4 Kebijakan Persaingan

Kebijakan persaingan terdiri dari Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha, Deregulasi dan Liberalisasi ekonomi. UU Antimonopoli mengatur masalah perilaku perusahaan agar tidak menyalahgunakan market power-nya, sedangkan deregulasi dan liberalisasi menciptakan agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan intervensi pemerintah yang minimal. Tujuan Kebijakan Persaingan (competition policy) adalah untuk meminimalisasikan inefisiensi perekonomian yang diakibatkan oleh perilaku pelaku usaha yang bersifat antipersaingan.


(46)

21

2.5 Penelitian-penelitian Terdahulu

Morrison dan Winston (1990), Borenstein (1989) dan Bauer (1989) menganalisa mengenai jumlah maskapai penerbangan dan kaitannya dengan penentuan harga. Boreinstein (1989) memasukkan unsur load factor dari rute-rute penerbangan di AS yang dibagi dalam klasifikasi bandara Hub dan non Hub. Ia mendapatkan bahwa faktor penentu bukanlah jumlah maskapai penerbangan melainkan market share dari maskapai penerbangan dalam rute tertentu.

Morrison dan Winston (1990) menggunakan jarak sebagai variabel lain dalam merumuskan fungsi harga tiket (airfares) tetapi ia mengklasifikasikan number of firm menjadi 3 kategori yaitu jumlah pemain pada bandara dengan sistem slot, jumlah penerbangan dengan bandara non slot dan jumlah penerbangan pada bandara kota tujuan.

Bauer (1989) menganalisa tentang ada tidaknya pengaruh dari jumlah pemain atau firm terhadap penentuan harga dan faktor apakah yang merupakan penentu dari harga tiket (airfares) ke kota tujuan tertentu (dalam penelitian tersebut cleaveland). Ia menggunakan kerangka dari Contestable Market Theory dan implikasinya dimana jumlah pemain tidak mempengaruhi secara signifikan proses penentuan harga. Dalam penelitiannya Bauer tidak membedakan antara Low Cost Airlines atau penerbangan berbiaya rendah dari industri penerbangan keseluruhan. Hasil dari penelitian Bauer adalah jumlah maskapai penerbangan (firm) tidak mempengaruhi penentuan harga sehingga pasar tujuan Cleveland merupakan pasar yang perfectly contestable. Hal ini berarti Contestable Market terjadi pada industri penerbangan domestik di AS dengan tujuan Cleveland .


(47)

2.6 Kerangka Pemikiran

Angkutan udara adalah suatu industri global, dengan kegiatan operasi mencakup antar negara dan antar benua. Dahulunya sistem ekonomi angkutan udara adalah sistem ekonomi tertutup. Perusahaan yang berperan sangat dominan pada saat itu adalah Garuda dan Merpati, kedua-duanya adalah BUMN.

Namun, dengan adanya Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan deregulasi di bidang penerbangan menyebabkan perkembangan perubahan pengaturan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal menuju sistem ekonomi pasar.

Deregulasi penerbangan memberikan kemudahan bagi pemain atau perusahan baru untuk masuk dalam industri penerbangan. Hal tersebut berdampak pada pesatnya pertumbuhan perusahaan penerbangan di Indonesia. Akibatnya timbul persaingan antar perusahaan penerbangan yang memperebutkan pasar yang ada. Persaingan antar perusahaan penerbangan biasanya terjadi pada rute-rute padat penumpang dalam penelitian ini adalah rute tujuan akhir Batam. Persaingan tersebut membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia menetapkan strategi tarif untuk meraih penumpang.

Untuk melihat faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tarif dengan rute domestik tujuan Batam maka digunakan Model Paul Bauer yang sebelumnya melakukan penelitian untuk rute tujuan Cleveland, Amerika Serikat. Untuk kasus di Indonesia akan dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap Model Paul Bauer tersebut. Selain itu juga dilihat perkembangan industri penerbangan Indonesia.


(48)

23

Pada akhirnya akan dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tarif untuk tujuan Batam.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual

2.7 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, untuk faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia

Industri Penerbangan

UU No. 5 ahun 1999 Deregulasi Penerbangan

Persaingan Antar Maskapai Penerbangan

Model Paul Bauer

Faktor yang Diduga Mempengaruhi Tarif :

1. Jumlah perusahaan penerbangan 2. Jumlah penumpang per rute 3. Jumlah Penduduk kota asal 4. PDRB per Kapita kota asal 5. Jarak tempuh per rute 6. Jumlah Transit 7. Karakteristik Bandara

Faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk tujuan Batam Analisis perkembangan

Industri Penerbangan Indonesia


(49)

untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam pada periode 2001-2005. Penulis mengajukan suatu hipotesis yaitu :

1. Jumlah maskapai penerbangan berpengaruh negatif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak jumlah maskapai maka semakin kompetitif rute tersebut sehingga maskapai penerbangan akan bersaing dalam memperebutkan penumpang dengan menetapkan harga yang rendah.

2. Jumlah penumpang berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Berdasarkan teori permintaan, kenaikan jumlah penumpang akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk jasa penerbangan ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak yang menggunakan jasa penerbangan.

3. Jumlah penduduk kabupaten atau kota asal berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Pertumbuhan jumlah penduduk belum menciptakan permintaan baru. Penduduk yang bertambah ini harus mempunyai daya beli sebelum permintaan berubah. Tambahan orang berusia kerja, tentunya akan menciptakan pendapatan baru. Jika ini terjadi, permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru akan meningkat. Jadi, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak permintaan akan jasa penerbangan.

4. Pendapatan domestik regional bruto per kapita kabupaten atau kota asal berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik


(50)

25

dengan kota tujuan Batam. Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditi-komoditi itu tetap sama. Dengan melihat keseluruhan rumah tangga, kita memperkirakan bahwa harga berapa pun yang kita ambil, jumlah komoditi akan lebih banyak daripada yang diminta sebelumnya pada tingkat harga yang sama. Jadi semakin besar pendapatan domestik regional bruto per kapita maka semakin besar permintaan akan jasa penerbangan.

5. Jarak tempuh per rute berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin jauh jarak tempuh suatu rute maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh perusahaan maskapai.

6. Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop) sebagai karakteristik penerbangan untuk rute tersebut berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak orang yang transit di Batam maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan.

7. Karakteristik Bandar udara kota asal sebagai bandara penghubung ke wilayah Timur dan ke wilayah Barat Indonesia berpengaruh negatif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Bertambahnya bandara kota asal sebagai bandara penghubung maka pada bandara tersebut banyak maskapai penerbangan yang transit untuk menuju kota lain, hal ini berarti akan semakin banyak maskapai penerbangan yang


(51)

melayani rute tersebut. Semakin banyak jumlah maskapai ini akan menyebabkan harga tiket menjadi murah.


(52)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam memerlukan data sekunder untuk menjadi informasi dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian tersebut. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah tersedia pada instansi-instansi yang terkait, seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, P.T Angkasa Pura II dan INACA (International Air Carrier Assotiation). Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Mengenai jangka waktu data yang digunakan dari tahun 2001 hingga 2005 dan diolah dengan menggunakan software E-Views 4.1.

3.2. Model Penelitian Umum

Fungsi persamaan yang akan digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan tujuan Batam periode 2001-2005 merupakan model Paul Bauer (1989) yang menggunakan model ini juga untuk mengestimasi faktor determinan dari harga pada penerbangan rute dengan tujuan Cleveland. Hipotesis pada model


(53)

ini mengikuti paradigma Contestable Market, dimana number of firms bukan merupakan determinan airfares.

Paul Bauer menyebutkan bahwa penetuan harga (airfares) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah maskapai penerbangan (carriers) dalam rute tersebut, jarak tempuh rute, volume lalu lintas udara (air traffic) yang diwakili oleh volume penumpang, karakteristik bandara di USA berupa non atau restricted slot airport, dimana mereka membedakan bandara komersial untuk penerbangan berjadwal dan non komersial untuk private purposes tanpa penerbangan berjadwal dan hubs atau non-hubs airport, dimana bandara kota asal merupakan bandara penghubung (intercity connecting chain) ke berbagai kota dalam wilayah tertentu, karakteristik dari penerbangan tersebut yaitu number of stops (jumlah transit dalam rute tersebut), meal (apakah disediakan makanan dalam rute tersebut), maskapai penerbangan tertentu yang menawarkan rute tersebut dengan karakteristik yang unik (dalam model Bauer diambil Eastern Airlines yang memfokuskan diri pada penerbangan lokal dari negara bagian yang sama dengan Cleveland dan Continental Airlines yang memfokuskan diri pada penerbangan nasional), serta karakteristik kota asal, misalnya pendapatan perkapita, populasi dan apakah kota asal merupakan kota bisnis atau kota pariwisata.

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Bauer adalah untuk mengetahui determinan dari harga atau airfares dengan tujuan Cleveland untuk first class, economy dan discount pada tujuan-tujuan tertentu.

Paul Bauer menggunakan data yang berasal dari The Official Airline Guide (April 1987) sebagai sumber data untuk harga atau fare dan data mengenai


(54)

29

karakteristik penerbangan seperti CARRIERS, STOP, SLOT, MEAL, EA, dan CO. Dalam penelitiannya, Bauer hanya menggunakan data penerbangan langsung ke Cleveland dan membedakan menjadi tiga jenis berdasarkan kelas-kelasnya yaitu first class, economy class dan discount fares. Sedangkan data mengenai jumlah penumpang serta jarak diperoleh dari Departemen Transportasi Amerika Serikat, mulai periode 1979 sampai dengan 1989, mencakup semua rute umum domestik dengan tujuan Cleveland. Penelitian tersebut menggunakan 140 observasi dalam bentuk data panel dan diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Fungsi persamaannya adalah sebagai berikut:

F = α0 + ß1 CARRIERS + ß2 CARRIERS² + ß3 PASS + ß4 MILES + ß5 MILES² + ß6 POP + ß7 INC + ß8 CORP + ß9 SLOT + ß10 STOP + ß11 MEAL + ß12 HUB + ß13 EA + ß14 CO + εt

Keterangan:

CARRIERS = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) yang

mempunyai rute domestik dari kota asal ke kota tujuan Cleveland.

CARRIERS2 = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) dikuadratkan untuk melihat perubahan marginal yang menurun atau negatif dari setiap pertambahan jumlah maskapai penerbangan (carriers) dalam rute domestik tersebut. PASS = Volume penumpang dari seluruh maskapai penerbangan

(airlines) yang memiliki rute domestik dengan tujuan Cleveland.


(55)

MILES = Faktor jarak tempuh dari bandara kota asal ke kota tujuan Cleveland.

MILES2 = Faktor jarak tempuh dikuadratkan untuk melihat

perubahan marginal menurun atau negatif dari pertambahan setiap unit jarak tempuh terhadap harga. POP = Jumlah penduduk atau populasi dari kota asal sebagai

karakteristik kota asal.

INC = Pendapatan perkapita dari kota asal sebagai salah satu karakteristik kota asal.

CORP = Proxy bisnis dan perdagangan kota asal sebagai salah satu karakteristik dari kota asal.

SLOT = merupakan sebuah variabel dummy untuk karakteristik bandara kota asal, memiliki nilai 1 bila bandara kota asal memiliki peraturan yang mengklasifikasikan bandara sebagai bandara komersial yang memiliki penerbangan berjadwal dan bandara yang lebih banyak digunakan untuk private purposes dan penerbangan tidak berjadwal dan 0 bila bukan.

STOP = Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop) sebagai karakteristik penerbangan untuk rute tersebut.

MEAL = merupakan sebuah variabel dummy dimana bernilai 1 bila penerbangan tersebut menyediakan makanan (meal) dalam perjalanan dan 0 bila tidak menyediakannya.


(56)

31

HUB = hub airport adalah pengklasifikasian bandara sebagai bandara penghubung (intercity connecting chain) ke berbagai kota dalam wilayah tertentu.

Pengklasifikasian ini dilakukan oleh pemerintah dalam membangun sistem perhubungan khususnya sistem transportasi udara.

EA = merupakan sebuah variabel dummy, bernilai 1 bila

penerbangan rute tersebut dilayani oleh Eastern Airlines, 0 bila tidak. Variabel ini digunakan untuk mengakomodir karakteristik maskapai penerbangan (airlines) berupa penerbangan lokal yang melayani wilayah tertentu.

EA merupakan sebuah maskapai penerbangan lokal yang hanya melayani negara bagian tertentu.

CO = merupakan sebuah variabel dummy, bernilai 1 bila

penerbangan rute tersebut dilayani oleh Continental Airlines, 0 bila tidak. Variabel ini digunakan untuk mengakomodir karakteristik maskapai penerbangan (airlines) berupa penerbangan nasional.

CA merupakan sebuah maskapai nasional.

t

ε = Error term.

Pada model Paul Bauer ini dilakukan beberapa penyesuaian terhadap pasar penerbangan di Indonesia yaitu:

a. Menghilangkan variabel CARRIERS2 dan MILES2 karena diduga kedua variabel ini menyebabkan adanya masalah multikoliniaritas antar variabel


(57)

dan pada model Paul Bauer ini untuk tujuan Batam juga menyebabkan banyak variabel yang tidak signifikan, seperti terlihat pada lampiran 2. b. Menghilangkan variabel data PROXY kota bisnis dan perdagangan karena

adanya keterbatasan penulis dalam mengklasifikasikan kota asal sebagai PROXY kota bisnis dan perdagangan tersebut.

c. Menghilangkan variabel karakteristik bandara berupa SLOT karena kondisi bandara di Indonesia tidak memiliki regulasi slot dan semua penerbangan komersial di Indonesia merupakan penerbangan berjadwal. d. Menghilangkan variabel MEAL karena adanya perbedaan kebijakan pada

setiap maskapai penerbangan sehingga menimbulkan hambatan bagi penulis dalam memperoleh data secara kuantitatif. Ada beberapa maskapai penerbangan untuk kelas ekonomi di Indonesia tidak menyediakan pelayanan makanan ketika menggunakan maskapai penerbangan tersebut tetapi masih ada juga beberapa maskapai untuk kelas ekonomi ini yang menyediakan pelayanan makanan. Perbedaan kebijakan inilah yang menyebabkan kesulitan dalam memperoleh data kuantitatifnya. Penulis juga mencoba menjadikannya variabel dummy, dimana jika maskapai penerbangan tersebut menyediakan makanan bernilai 1 dan bernilai 0 untuk yang tidak menyediakan makanan. Hal ini juga mengalami kesulitan dengan perbedaan kebijakan yang diterapkan oleh tiap maskapai penerbangan karena adanya hambatan dalam mengklasifikasikan penyediaan makanan yang diberikan. Ada maskapai penerbangan yang


(58)

33

meyediakan makanan berat, tetapi ada juga yang hanya menyediakan makanan ringan bahkan hanya menyediakan minuman mineral.

e. Menghilangkan variabel EA dan CO karena dalam rute domestik di Indonesia, seluruh maskapai penerbangan yang melayani rute-rute tersebut merupakan maskapai penerbangan nasional.

f. Mengkhususkan diri pada pasar domestik dan kelas ekonomi.

Dari penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan terhadap model Paul Bauer tersebut maka penulis membuat kombinasi model yaitu persamaan regresi menggunakan kombinasi variabel dummy untuk jumlah pemberhentian atau transit (inflight stops) yaitu stop dan variabel karakteristik bandara berupa bandara penghubung yaitu HUB.

F = α0 + ß1 CARRIERS + ß2 PASS + ß3 MILES + ß4 POP + ß5 INC + ß6 STOP + ß7 HUB + t

Keterangan:

CARRIERS = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) yang mempunyai rute domestik dari kota asal ke kota tujuan Batam.

PASS = Volume penumpang dari seluruh maskapai

penerbangan (airlines) yang memiliki rute domestik dengan tujuan Batam.

MILES = Faktor jarak tempuh dari bandara kota asal ke kota tujuan Batam.


(59)

sebagai karakteristik kota asal.

INC = Pendapatan Domestik Regional Bruto perkapita dari kota asal sebagai salah satu karakteristik kota asal.

STOP = Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop) sebagai karakteristik penerbangan untuk rute tersebut.

HUB = Variabel dummy untuk karakteristik Bandar udara kota asal sebagai bandara penghubung ke wilayah Timur dan ke wilayah Barat Indonesia.

Yang diklasifikasikan sebagai Hub airport di Indonesia adalah Soekarno-Hatta untuk wilayah Barat Indonesia dan Surabaya untuk wilayah Timur Indonesia. Variabel Hub ini akan bernilai 1 bila karakteristik bandara kota asal merupakan sebuah Hub airport dan 0 bila bukan.

t

ε = Error term.

3.3 Metode Analisis Data

Data yang telah didapat dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif untuk menggambarkan perkembangan industri penerbangan di Indonesia. Sedangkan data kuantitatif untuk melihat variabel-variabel yang saling berhubungan. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik estimasi model menggunakan data panel (pooled data).


(60)

35

3.3.1 Model Data Panel

Data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal merupakan kombinasi antara data time-series dan cross-section. Metode data panel merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time-series maupun data cross-section. Banyak keuntungan yang diperoleh dengan data panel, yang diantaranya seperi yang dikemukakan (Gujarati, 2003):

1. mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. banyak memperoleh informasi yang lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom dan lebih efisien.

3. lebih banyak untuk studi dynamics of adjustment.

4. mampu lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengatur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau time series murni.

5. dapat menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data panel, yaitu pooled Ordinary Least Square (OLS), fixed effect dan random effect. Dari ketiga metode tersebut akan dipilih model yang terbaik menggunakan uji-F, uji LM dan uji Hausman.

a) Metode Pooled OLS

Metode Pooled OLS merupakan suatu metode pengkombinasian sederhana antara data time-series dan data cross-section dan selanjutnya dilakukan estimasi


(61)

model yang mendasar menggunakan kuadrat terkecil sederhana (OLS). Metode Pooled OLS dapat dispesifikasikan kedalam model berikut:

Ŷit = α + βX it

Dimana i menunjukkan urutan individu yang diobservasi pada data cross-section, sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series. Namun, pada metode ini asumsi yang digunakan menjadi terbatas karena model tersebut mengasumsikan bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap individu yang diobservasi. Hal ini menyebabkan variabel-variabel yang diabaikan akan membawa perubahan pada intersep time-series dan cross-section.

b) Metode Fixed Effect

Masalah yang timbul pada penggunaan metode pooled OLS yaitu adanya asumsi bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama pada setiap individu yang diobservasi. Untuk memperhitungkan individualitas dari setiap unit cross-section daripada dilakukan dengan cara menjadikan intersep berbeda pada tiap unit individu. Pada metode fixed effect ditambahkan variabel dummy untuk mengubah intersep, tetapi koefisien-koefisien lainnya tetap sama untuk setiap individu yang diobservasi. Metode ini dapat dispesifikasikan kedalam model berikut:

Ŷit = α + βi X it + γ2 W3t + ... + γN WNT + 2 Zi2 + 3 Zi3 + ... + T Zit + it Dimana Wit = 1 untuk individu ke-i, i = 2,....,N

0 untuk lainnya

Zit = 1 untuk individu ke-t, t = 2,....,T 0 untuk lainnya


(62)

37

Variabel dummy (N-1) + (T-1) ditambahkan kedalam model dan penambahan tersebut menghasilkan kolinearitas yang sempurna diantara variabel-variabel penjelas. Koefisien dari variabel-variabel dummy akan mengukur perubahan intersep cross-section dan time-series.

Terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan penggunaan metode fixed effect. Yang pertama yaitu bahwa pengguanaan variabel dummy yang tidak dapat mengidentifikasikan secara langsung penyebab perubahan garis regresi pada periode dan individu. Yang kedua yaitu teknik variabel dummy akan mengurangi jumlah derajat bebas (Pyndick, 1998).

c) Metode Random Effect

Penggunaan variabel dummy pada metode fixed effect masih menghasilkan kekurangan pada informasi mengenai model. Oleh karena itu, kekurangan informasi tersebut dapat digambarkan melalui komponen galat (disturbance atau error term).

Pada metode random effect dimasukkan komponen galat (error term) ke dalam model untuk menjelaskan variabel prediktor (explanatory variable) yang tidak masuk kedalam model, komponen non linearitas hubungan variabel bebas dan variabel tidak bebas, kesalahan ukur saat observasi dilakukan serta kejadian yang sifatnya acak.

Metode random effect dapat dispesifikasikan kedalam model berikut: Ŷit = α + βX it + it

it = ui + vt + w it


(63)

vt ~ N ( 0,συ2) = komponen galat time-series

wt ~ N ( 0,σw2) = komponen galat time-series dan cross-section

i menunjukkan urutan individu yang diobservasi pada data cross-section, sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series. Formulasi dari metode random effect diperoleh dari model fixed effect dengan mengasumsikan bahwa efek rata-rata dari variabel-variabel time-series dan cross-section yang acak termasuk dalam intersep dan deviasi acak rata-rata tersebut sama dengan komponen galat, ui dan vt. Pada metode random effect diasumsikan bahwa komponen galat individual tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak ada autokorelasi antara setiap unit cross-section dan time-series (Pyndick, 1998).

3.3.2 Uji Kesesuaian Model

Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada teknik estimasi model dengan data panel digunakan uji-F, uji LM dan uji Hausman. Uji-F digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari metode pooled OLS dengan model yang diperoleh dari metode fixed effect. Selanjutnya dilakukan uji Hausman terhadap model terbaik yang diperoleh dari hasil Fixed effect dengan model yang diperoleh dari metode random effect. Dan uji LM Test untuk menguji metode random effect dengan pooled least square.

a) Uji-F (Chow Test)

Untuk menentukan model yang lebih baik antara model yang dihasilkan dari metode pooled OLS dengan model yang dihasilkan dari metode fixed effect


(64)

39

dapat digunakan uji-F. Pengujian ini meliputi perbandingan jumlah kuadrat galat (error sum of square) dari metode pooled OLS dan fixed effect. Karena ada lebih banyak pembatasan parameter pada metode pooled OLS dibandingkan pada metode fixed effect, diharapkan jumlah kuadrat galat dari metode pooled OLS lebih tinggi. Apabila peningkatan jumlah kuadrat galat tidak signifikan ketika ditambahkan pembatasan parameter maka dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan dari metode pooled OLS layak dan dapat digunakan. Namun, apabila jumlah kuadrat galat banyak berubah dengan adanya penambahan pembatasan parameter maka dapat dipilih dari metode fixed effect. Uji-F dapat dirumuskan sebagai berikut: CHOW = ) ( ) 1 ( ) ( K N NT URSS N URSS RRSS − − − − Dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode Pooled Least Square/ Common Intercept).

URSS = Unrectricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect).

N = Jumlah data cross section. T = Jumlah data time series. K = Jumlah variabel penjelas.


(65)

Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0123 =...=αi

H1= terdapat satu atau lebih intersep yang berbeda pada setiap unit cross section statistik F yang mengikuti sebaran F dengan N+T-2 dan NT-N-T derajat bebas.

b) Uji Hausman

Spesifikasi uji galat Hausman dapat digunakan unuk menguji adanya beberapa kejadian pada waktu yang bersamaan (simultaneity). Adanya beberapa kejadian dalam waktu yang bersamaan (simultaneity) menyebabkan metode OLS tidak dapat digunakan . Dengan demikian, pada teknik estimasi menggunakan data panel, uji Hausman digunakan untuk membandingkan metode fixed effect dengan metode random effect. H0 pada uji Hausman yaitu asumsi bahwa estimasi dengan metode fixed effect dan random effect tidak berbeda. Statistik uji yang dikembangkan Hausman memiliki sebaran X2 secara asimtot dengan derajat bebas sebesar K (Hsiao, 1986). Apabila H ditolak maka dapat disimpulkan bahwa metode fixed effect lebih sesuai daripada metode random effect.

c) Uji LM (The Breusch – Pagan LM Test)

Digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih metode random effect versus pooled least square.

H0 : PLS

H1 : Random Effect, maka dasar penolakan terhadap H0 dengan menggunkana statistik LM yang mengikuti distribusi dari Chi Square.


(66)

41

3.4 Evaluasi Model

Sebagai upaya untuk menghasilkan model yang efisien, fleksibel dan konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran atau gangguan asumsi model, yaitu gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar individu (cross sectional disturbance) dan gangguan akibat keduanya. Pengestimasian terhadap model tersebut hasilnya diharapkan memperoleh konstanta intersep yang berbeda-beda untuk masing-masing bandara di masing-masing tahun.

a. Multikolinearitas

Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien paramater dari t statistik diduga tidak signifikan sementara hasil dari F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section weight, sehingga baik t statistik maupun F hitung menjadi signifikan.

b. Autokorelasi

Autkorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial dalah dengan meliht nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 1.


(67)

Tabel 1

Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4-dl < DW < 4 Tolak H0, Korelasi serial negatif 4-du < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW 4-du Terima H0, tidak ada korelasi serial du < DW < 2 Terima H0, tidak ada korelasi serial dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < dl Tolak H0, korelasi positif

Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Treatment untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR(1) atau AR(2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan.

c. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ2 (konstan), semua sesatan yang mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 2003).


(68)

43

Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, digunakan uji White Heteroskedasticity yang diperoleh dalam program E-Views. Dengan uji White, dibandingkan Obs* R-Squared dengan X (Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada X (Chi-Squared) tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Data panel dalam E-Views 4.1 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Residual pada Weighted Statistic dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistic < Sum Square Resid Unweighted Statistic, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk men –treatment pelanggaran tersebut, bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.

3.5 Batasan Operasional Variabel

1. Fare adalah harga yang harus dibayar oleh penumpang pada harga keseimbangan per rute. Harga yang dimaksud adalah harga rata-rata dari harga penjualan seluruh maskapai penerbangan per rute dalam satu tahun. Satuan nilai fare adalah ribuan rupiah. Fare berasal dari harga penjualan resmi tiap maskapai penerbangan yang diperoleh dari INACA.

2. Passenger merupakan jumlah total penumpang yang diangkut dari kota asal menuju kota tujuan tertentu setiap bulan oleh seluruh maskapai penerbangan. Jumlah penumpang terdata dalam unit orang dan diperoleh dari Angkasa Pura II sebagai pengelola bandara untuk Kawasan Indonesia Barat.


(1)

83 Lampiran 1. DATA TOTAL

FARES_1 CARRIERS_1 PASS_1 MILES_1 POP_1 INC_1 STOP_1 HUB_1

2001 520000 7 155965 854.51 8396500 28323213.64 16922 1

2002 433000 8 230946 854.51 8382000 29710115.28 33001 1

2003 417036 8 333614 854.51 8640000 30322082.60 28937 1

2004 395000 9 471457 854.51 8750000 31648557.42 37315 1

2005 360000 12 547303 854.51 8700000 33739004.79 39275 1 FARES_2 CARRIERS_2 PASS_2 MILES_2 POP_2 INC_2 STOP_2 HUB_2

2001 689000 1 12494 663.51 11722397 6348055.80 16922 0

2002 650000 1 15982 663.51 11942000 6500298.14 33001 0

2003 575000 4 20943 663.51 11923000 6912636.88 28937 0

2004 559000 2 85758 663.51 12123000 7113343.54 37315 0

2005 486000 3 71341 663.51 12453000 7257639.61 39275 0

FARES_3 CARRIERS_3 PASS_3 MILES_3 POP_3 INC_3 STOP_3 HUB_3

2001 525000 1 10973 474.11 4243510 5683414.35 16922 0

2002 470000 1 13527 474.11 4298000 5876781.66 33001 0

2003 438000 2 17958 474.11 4476000 5929062.44 28937 0

2004 399000 2 30424 474.11 4535000 6180142.83 37315 0

2005 378000 1 34265 474.11 4402000 6733780.64 39275 0

FARES_4 CARRIERS_4 PASS_4 MILES_4 POP_4 INC_4 STOP_4 HUB_4

2001 469000 2 49636 306.24 3841070 18069392.21 16922 0

2002 430000 3 59407 306.24 4125295 17249481.27 33001 0


(2)

84

2005 310000 5 112941 306.24 4614532 16989203.32 39275 0

FARES_5 CARRIERS_5 PASS_5 MILES_5 POP_5 INC_5 STOP_5 HUB_5

2001 179000 1 789 51.12 516087 15221022.58 16922 0

2002 155000 1 882 51.12 531754 13491952.38 33001 0

2003 99000 1 274 51.12 581787 12349165.24 28937 0

2004 0 0 0 51.12 596997 12302693.83 37315 0

2005 0 0 0 51.12 615434 12385051.62 39275 0

FARES_6 CARRIERS_6 PASS_6 MILES_6 POP_6 INC_6 STOP_6 HUB_6

2001 575000 2 18567 452.15 6932637 6068973.32 16922 0

2002 520000 2 24606 452.15 7226000 6043909.63 33001 0

2003 489000 2 19555 452.15 6522000 6991368.3 28937 0

2004 435000 2 32549 452.15 6628000 7196151.79 37315 0

2005 388000 2 33877 452.15 6756000 7407230.75 39275 0

FARES_7 CARRIERS_7 PASS_7 MILES_7 POP_7 INC_7 STOP_7 HUB_7

2001 669000 1 12694 605.47 3788862 4861446.67 16922 0

2002 628000 1 12446 605.47 4198000 4614895.9 33001 0

2003 545000 2 20315 605.47 3969000 5081418.83 28937 0

2004 469000 2 24688 605.47 4033000 5224170.5 37315 0


(3)

85

Lampiran 2. Hasil Estimasi Model Bauer Dependent Variable: FARES?

Method: Pooled Least Square Date: 05/24/07 Time: 11:19 Sample: 2001 2005

Included observations: 5

Number of cross-sections used: 7 Total panel (balanced) observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 194034.7 166407.5 1.166022 0.2546

CARRIERS? -30073.30 30984.76 -0.970583 0.3411 CARRIERS2? 1394.975 2851.655 0.489181 0.6290 PASS? -0.003493 0.536333 -0.006512 0.9949 MILES? 1522.990 430.4027 3.538523 0.0016 MILES2? -1.199863 0.520680 -2.304414 0.0298 POP? 0.015845 0.008342 1.899362 0.0691 INC? 0.006876 0.008739 0.786738 0.4388 STOP? -8.483084 2.276332 -3.726647 0.0010 HUB? -124132.4 231867.2 -0.535360 0.5971 R-squared 0.819583 Mean dependent var 411515.3 Adjusted R-squared 0.754633 S.D. dependent var 181172.9 S.E. of regression 89743.18 Sum squared resid 2.01E+11 F-statistic 12.61865 Durbin-Watson stat 1.652031 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Lampiran 3. Hasil Estimasi dengan Model Pooled Dependent Variable: FARES?

Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 06/21/07 Time: 16:50

Sample: 2001 2005 Included observations: 5

Number of cross-sections used: 7 Total panel (balanced) observations: 35 One-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -199207.1 72104.70 -2.762747 0.0102

CARRIERS? -61406.90 8676.358 -7.077497 0.0000 PASS? 3689.974 1083.343 3.406099 0.0021 MILES? -0.763776 0.184778 -4.133470 0.0003 POP? 1957.256 259.4783 7.543044 0.0000 INC? -1.681566 0.242156 -6.944140 0.0000 STOP? 0.021997 0.005646 3.895933 0.0006 HUB? 0.016280 0.002087 7.799191 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.992084 Mean dependent var 1110084. Adjusted R-squared 0.990031 S.D. dependent var 1052588. S.E. of regression 105093.5 Sum squared resid 2.98E+11 F-statistic 483.3859 Durbin-Watson stat 1.297716 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.714320 Mean dependent var 411515.3 Adjusted R-squared 0.640255 S.D. dependent var 181172.9 S.E. of regression 108665.3 Sum squared resid 3.19E+11 Durbin-Watson stat 0.994797


(5)

87

Lampiran 4. Hasil Estimasi dengan Model Pooled (White Heteroskedasticity) Dependent Variable: FARES?

Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 06/21/07 Time: 16:53

Sample: 2001 2005 Included observations: 5

Number of cross-sections used: 7 Total panel (balanced) observations: 35 One-step weighting matrix

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -199207.1 68332.64 -2.915255 0.0071

CARRIERS? -61406.90 2507.243 -24.49180 0.0000 PASS? 3689.974 328.6298 11.22836 0.0000 MILES? -0.763776 0.075995 -10.05029 0.0000 POP? 1957.256 236.2443 8.284883 0.0000 INC? -1.681566 0.212173 -7.925454 0.0000 STOP? 0.021997 0.004696 4.683863 0.0001 HUB? 0.016280 0.001516 10.73879 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.992084 Mean dependent var 1110084. Adjusted R-squared 0.990031 S.D. dependent var 1052588. S.E. of regression 105093.5 Sum squared resid 2.98E+11 F-statistic 483.3859 Durbin-Watson stat 1.297716 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.714320 Mean dependent var 411515.3 Adjusted R-squared 0.640255 S.D. dependent var 181172.9 S.E. of regression 108665.3 Sum squared resid 3.19E+11 Durbin-Watson stat 0.994797


(6)

Lampiran 5. Hasil Estimasi dengan Model Fixed Dependent Variable: FARES?

Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 06/21/07 Time: 16:52

Sample: 2001 2005 Included observations: 5

Number of cross-sections used: 7 Total panel (balanced) observations: 35 One-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. CARRIERS? -30132.22 10387.50 -2.900816 0.0085

PASS? 2025.252 1071.478 1.890148 0.0726 MILES? 0.015347 0.220292 0.069664 0.9451 POP? -966.6445 9.05E+17 -1.07E-15 1.0000 INC? -0.379103 5.59E+14 -6.78E-16 1.0000 STOP? -0.188515 0.038218 -4.932617 0.0001 HUB? -0.024710 0.012289 -2.010649 0.0574 Fixed Effects

_BANDARA1—C 4000877. _BANDARA2—C 3890190. _BANDARA3—C 2000910. _BANDARA4—C 2025703. _BANDARA5—C 585947.7 _BANDARA6—C 2498645. _BANDARA7—C 2128178.

Weighted Statistics

R-squared 0.995780 Mean dependent var 1265155. Adjusted R-squared 0.993167 S.D. dependent var 1209451. S.E. of regression 99972.12 Sum squared resid 2.10E+11 F-statistic 381.1693 Durbin-Watson stat 1.460345 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.757202 Mean dependent var 411515.3 Adjusted R-squared 0.606898 S.D. dependent var 181172.9 S.E. of regression 113591.4 Sum squared resid 2.71E+11 Durbin-Watson stat 0.921453