UU ITE seperti halnya cara pandang pengadilan menyebutkan bahwa informasi dan dokumen elektronik adalah perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan hukum acara, daripada mengakui informasi dan dokumen elektronik sebagai sebuah alat bukti tersendiri, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat 2
UU ITE. Namun, pengakuan yang diberikan oleh UU ITE memiliki arti penting tersendiri terutama bagi Indonesia sebagai Negara yang tidak menganut prinsip
Stare Decisis yaitu prinsip dimana dasar vonis mengikuti vonis yang pernah dilakukan dalam perkara yang sama.
107
Sehingga keputusan pengadilan bukan merupakan sumber hukum yang mengikat bagi hakim lainnya. Dengan adanya
UU ITE, maka sepanjang sesuai dengan UU ITE, tidak dapat lagi dikemukakan keberatan atas penggunaan informasi dan dokumen elektronik maupun tanda
tangan elektronik sebagai alat bukti yang sah.
C. Penggunaan, Pelaksanaan dan Kekuatan Bukti Elektronik dalam
Perkara Perdata
Alat bukti elektronik saat ini bukanlah menjadi masalah lagi dalam konteks pembuktian di Pengadilan, baik secara pidana maupun perdata, sejak
diberlakukannya UU ITE. Hal tersebut juga sekaligus memberi kepastian hukum bagi para pihak untuk melakukan berbagai hal di dunia elektronik, termasuk
transaksi elektronik. Hanya saja aspek kerahasiaan harus terus dilakukan dengan berbagai cara. Terlebih di dunia maya misalnya, dimana kadang tidak dapat
terdeteksi adanya mata-mata melalui spyware terhadap data komputer yang
107 I.P.M. Ranuhandoko B.A., op cit, hlm. 504.
Universitas Sumatera Utara
dimiliki. Dan para hakim juga dituntut untuk dapat mengaplikasikan penggunaan bukti elektronik ini dalam penanganan berbagai perkara.
Materi penting dalam UU ITE adalah pengakuan terhadap perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Perluasan yang dimaksud adalah pengakuan terhadap informasi, dokumen maupun tanda tangan elektronik sebagai alat bukti. Artinya, kini telah bertambah satu lagi
alat bukti yang dapat digunakan di pengadilan. Informasi maupun dokumen elektronik serta tanda tangan elektronik yang merupakan bagian di dalamnya
dapat menjadi alat bukti yang sah sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 5 ayat 1 UU ITE. Adapun kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga
ruang siber cyber space , meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang
siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja karena jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang
lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya juga harus dikualifikasikan sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dengan diberlakukannya
UU ITE, maka secara yuridis terciptalah suatu dasar hukum bagi transaksi- transaksi elektronik dan informasi yang terjadi di wilayah hukum Indonesia.
Setiap kegiatan yang berurusan dengan sistem elektronik harus mendasarkan hubungan tersebut pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam undang-
undang ini. Oleh karena itu UU ITE ini mengatur suatu dimensi baru yang belum
Universitas Sumatera Utara
pernah diatur sebelumnya maka muncullah beberapa istilah maupun karakteristik baru yang bersesuaian dengan kegiatan di dunia siber. Salah satu hal yang baru
adalah adanya bentuk alat bukti elektronik yang sah secara hukum, yaitu informasi dan dokumen elektronik, ataupun hasil cetak dari informasi dan dokumen
elektronik, dan juga tanda tangan elektronik yang merupakan alat yang digunakan untuk menentukan keabsahan dari suatu informasi atau dokumen elektronik. Alat
bukti elektronik ini benar-benar merupakan hal yang baru dalam dunia hukum mengingat belum adanya peraturan perundang-undangan yang menyatakan dan
mengakui alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah. Pengakuan secara yuridis melalui Pasal 5 ayat 1 UU ITE terhadap alat bukti elektronik ini
membawa akibat yuridis diakuinya alat bukti elektronik tersebut sebagai bagian dalam alat bukti yang selama ini berlaku. Pengakuan alat bukti elektronik ini
merupakan suatu langkah maju dalam hukum pembuktian. Apabila terjadi suatu perkara perdata yang mempersengketakan suatu dokumen elektronik dalam
bentuk kontrak elektronik, maka dokumen tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi para pihak untuk menyelesaikan perkara atau hakim yang nantinya memutus
perkara. Melihat hal ini, maka timbul suatu pertanyaan, termasuk dalam kelompok alat bukti manakah alat bukti elektronik dalam hukum acara perdata? Pemahaman
kedudukan alat bukti elektronik ini sangat penting mengingat dalam memeriksa perkara perdata, hakim memberikan putusannya dengan mempertimbangkan alat
bukti yang sah dan diakui dalam hukum perdata. Menjawab pertanyaan ini, berdasarkan pada penjelasan sebelumnya mengenai kedudukan dan kekuatan
hukum informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik sebagai alat bukti telah
Universitas Sumatera Utara
diuraikan bahwa bukti elektronik dalam suatu perkara perdata diakui dan diterima sebagai alat bukti tulisan di persidangan. Oleh karena itu, hakim dalam memeriksa
suatu perkara perdata yang menggunakan bukti elektronik haruslah memperhatikan dan menerapkan nilai-nilai alat bukti tulisan, baik itu berupa
tulisan bukan akta maupun akta, terhadap alat bukti elektronik. Tidak sembarang informasi atau dokumen elektronik dapat dijadikan alat
bukti yang sah. Menurut UU ITE, suatu informasi atau dokumen elektronik dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem elektronik
yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE, yaitu sistem elektronik yang andal dan aman, serta memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut :
1. dapat menampilkan kembali informasi atau dokumen elektronik secara
utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan,
2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut,
3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan
dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut,
4. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,
kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk. Dan seperti telah disinggung dalam bab pendahuluan bahwa ada beberapa jenis
dokumen yang tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah apabila dibuat
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk informasi ataupun dokumen elektronik. Dokumen-dokumen tersebut adalah surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis dan surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Transaksi elektronik adalah segala data, catatan, informasi ataupun dokumen elektronik yang berkenaan dengan dua orang atau lebih yang memiliki
implikasi hukum. Kegiatan tersebut akan membutuhan kerahasiaan dan pembuktian dari pihak-pihak yang terkait dalam melakukan transaksi tersebut.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode elektronik yang dikenal dengan tanda tangan elektronik, tanda tangan yang dimaksud merupakan teknik
penandatanganan secara elektronik yang tidak dapat ditiru. Kebutuhan-kebutuhan formal dari suatu transaksi legal, termasuk
kebutuhan akan tanda tangan , berbeda-beda dalam setiap sistem hukum legal. Meskipun hal-hal mendasar mengenai suatu transaksi tidak berubah, hukum hanya
memulai untuk mengadaptasi terhadap perkembangan teknologi. Hal ini dapat dilihat dengan diterimanya tanda tangan elektronik sebagai alat bukti terhadap
keabsahan suatu dokumen seperti halnya tanda tangan biasa. Umumnya, sebuah tanda tangan elektronik disertakan pada dokumennya dan juga disimpan dengan
dokumen tersebut. Tanda tangan elektronik dapat juga dikirim maupun disimpan sebagai dokumen terpisah, sepanjang masih dapat diasosiasikan dengan
dokumennya. Namun karena tanda tangan elektronik bersifat unik pada dokumennya, maka pemisahan tanda tangan elektronik dengan dokumennya tidak
perlu dilakukan. Proses pembentukan dan verifikasi tanda tangan elektronik
Universitas Sumatera Utara
memenuhi unsur-unsur penting yang diharapkan dalam suatu tujuan legal yaitu:
108
1. Otentifikasi penanda tangan : jika pasangan kunci publik dan kunci privat
berasosiasi dengan pemilik sah yang telah didefinisikan, maka tanda tangan elektronik akan dapat menghubungkanmengasosiasikan dokumen
dengan penanda tangan. Tanda tangan elektronik tidak dapat dipalsukan, kecuali penanda tangan kehilangan kontrol dari kunci privat miliknya.
2. Otentikasi dokumen : tanda tangan elektronik juga mengidentikkan
dokumen yang ditandatangani dengan tingkat kepastian dan ketepatan yang jauh lebih tinggi daripada tanda tangan di atas kertas.
3. Penegasan : membuat tanda tangan elektronik memerlukan penggunaan
kunci privat dari penanda tangan. Tindakan ini dapat menegaskan bahwa penanda tangan setuju dan bertanggung jawab terhadap isi dokumen.
4. Efisiensi : Proses pembentukan dan verifikasi tanda tangan elektronik
menyediakan tingkat kepastian yang tinggi bahwa tanda tangan yang ada merupakan tanda tangan yang asli dari pemilik kunci privat. Dengan tanda
tangan elektronik, tidak perlu ada verifikasi dengan membandingkan antara tanda tangan yang terdapat di dokumen dengan contoh tanda tangan
aslinya seperti yang biasanya dilakukan dalam pengecekan tanda tangan secara manual.
Tanda tangan elektronik merupakan teknik yang sangat tepat digunakan untuk menjamin keaslian suatu dokumen elektronik serta menghindari adanya
penyangkalan bahwa seseorang telah menandatangani suatu dokumen. Teknik ini
108 Ronald Makaleo Tandiabang, Tomy Handaka Patria, Anang Barnea, op cit, 8 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
jauh lebih canggih dan lebih efisien daripada tanda tangan yang dilakukan secara manual. Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa tanda tangan elektronik harus
diterima keabsahannya sebagai tanda tangan sebagaimana halnya tanda tangan biasa dengan alasan sebagai berikut :
109
1. tanda tangan elektronik merupakan tanda-tanda yang dapat dibubuhkan
oleh seseorang atau beberapa orang yang diberikan kuasa oleh orang lain yang berkehendak untuk diikat secara hukum,
2. tanda tangan elektronik dapat dibuat atau dibubuhkan dengan
menggunakan peralatan mekanik seperti halnya tanda tangan biasa, 3.
sebuah tanda tangan elektronik sangat mungkin bersifat lebih aman atau lebih tidak aman sebagaimana kemungkinan tersebut terjadi pada tanda
tangan biasa, 4.
pada saat membubuhkan tanda tangan elektronik, niat si penanda tangan yang menjadi keharusan juga dapat dipenuhi sebagaimana pada tanda
tangan biasa, 5.
sebagaimana tanda tangan biasa, tanda tangan elektronik dapat diletakkan di bagian mana saja dari suatu dokumen dan tidak harus berada di bagian
bawah dokumen, kecuali hal tersebut disyaratkan oleh mekanisme legalisasi.
Orang yang menggunakan tanda tangan elektronik atau terlibat di dalamnya mempunyai kewajiban untuk mengamankan tanda tangan agar tanda
tangan tersebut tidak dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak berhak. Adapun
109 Marianne Magda Ketaren, Keabsahan Tanda Tangan Secara Elektronik dalam Proses Pendirian PT Berdasarkan UU. No. 40 Tahun 2007, Tesis, 2008, hlm. 99.
Universitas Sumatera Utara
pengamanan tanda tangan elektronik tersebut diantaranya meliputi syarat sebagai berikut :
110
1. sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak,
2. penanda tangan harus waspada terhadap penggunaan yang tidak sah dari
data pembuatan tanda tangan oleh orang lain, 3.
penanda tangan harus menggunakan cara atau intruksi yang dianjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik. Penanda tangan harus
memberitahukan kepada orang yang mempercayai tanda tangan tersebut atau kepada pihak pendukung layanan tanda tangan elektronik apabila ia
percaya bahwa : a
data pembuatan tanda tangan telah dibobol, atau b
tanda tangan dapat menimbulkan resiko, sehingga ada kemungkinan bobolnya data pembuatan tanda tangan.
4. jika sertifikat digunakan sebagai pendukung tanda tangan elektronik, maka semua informasi yang disediakan haruslah benar dan utuh.
Tanda tangan elektronik secara tidak langsung mempunyai fungsi yang sama dengan tanda tangan biasa, maka hakim dapat menggunakan tanda tangan
elektronik sebagai alat bukti dalam memutus suatu perkara perdata dengan bantuan seorang ahli dalam bidang teknologi, karena suatu tanda tangan
elektronik dapat memberikan jaminan yang lebih terhadap keamanan suatu dokumen atau data elektronik, dibandingkan dengan tanda tangan biasa,
dikarenakan penerima dapat memeriksa kembali apakah pesan yang datang dari
110 Ahmad M. Ramli,dkk, op cit, hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
pengirim adalah benar-benar berasal dari pengirim. Untuk pengakuan bukti elektronik di Indonesia bukanlah sesuatu hal yang
baru. Meskipun masih sedikit kasus yang menggunakan bukti elektronik dalam bentuk informasi, dokumen maupun tanda tangan elektronik sebagai alat bukti di
pengadilan, hal tersebut dikarenakan rentannya kemauan hakim untuk mempelajari hal-hal baru. Khususnya, berkaitan dengan pemanfaatan teknologi
informasi. Secara teknis, bila terdapat satu standar keamanan untuk memberikan jaminan keotentikan suatu informasi maupun dokumen elektronik, selayaknya
transaksi yang dilakukan oleh para pihak haruslah dinyatakan valid dan memiliki nilai pembuktian di pengadilan. Hal ini sangat penting, karena menyangkut
persoalan siapa yang mengirimkan informasi atau dokumen elektronik tersebut. Dengan mengetahui siapa yang mengirimkan informasi ataupun dokumen
tersebut, tergugat dapat menjadikan bukti tersebut sebagai dasar untuk melakukan gugatan. Selain itu, untuk lebih memudahkan perlu diperhatikan juga keberadaan
tanda tangan elektronik dalam dokumen elektronik tersebut, tanpa adanya tanda tangan elektronik mungkin agak sulit untuk mendapatkan kepastian siapa
sebenarnya pengirim dokumen elektronik maupun informasi elektronik yang menjadi pokok sengketa. Dalam memutus suatu perkara, tentu saja hakim harus
beradasarkan pada ketentuan hukum acara yang mengatur masalah pembuktian. Demikian juga dalam perkara-perkara perdata yang menggunakan alat bukti
elektronik dalam bentuk informasi, dokumen maupun tanda tangan elektronik, hakim juga harus memperhatikan hukum pembuktian dimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa bukti elektronik ini merupakan perluasan dari alat bukti yang
Universitas Sumatera Utara
telah ada diatur dalam hukum acara di Indonesia, dan dalam penerapannya alat bukti elektronik berupa informasi, dokumen serta tanda tangan elektronik
termasuk dalam alat bukti tulisan. Dalam penyelesaian sengketa elektronik secara litigasi, maka tetap harus
diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai ketentuan hukum acara perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum harus
dibuktikan melalui proses pemeriksaan di lembaga peradilan mulai dari Pengadilan Negeri sampai Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung dengan
syarat adanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti inkracht van gewijsde . Gugatan yang diajukan juga harus didasari
ketentuan hukum perdata yaitu Pasal 1365 KUHPerdata. Selanjutnya, pada proses pembuktian harus dapat dibuktikan unsur-unsur yang menunjukkan adanya
perbuatan melawan hukum melalui alat-alat bukti yang diakui dalam Pasal 284 RBg164 HIR, baik bukti tertulis, yang dalam suatu sengketa elektronik dapat
terdiri dari informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik maupun hasil cetak dari informasi ataupun dokumen yang berhubungan dengan transaksi elektronik
tersebut, saksi-saksi termasuk saksi ahli seperti ahli dalam bidang teknologi informasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 181 RBg154 HIR, persangkaan,
pengakuan dan sumpah, seperti pada perkara-perkara perdata pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam hukum acara perdata bukti elektronik termasuk dalam kategori alat
bukti tulisan. Hal ini dikarenakan pada hakikatnya informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik merupakan tulisan yang dituangkan dalam
sebuah surat elektronik, dimana tujuan dari pembuatan tulisan tersebut adalah untuk mewujudkan suatu kejadian yang telah terjadi dan
menyatakan perbuatan hukum yang harus dilakukan oleh seseorang. Alat bukti elektronik baru dapat dinyatakan sah apabila menggunakan sistem
elektronik sesuai dengan yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008. Suatu bukti elektronik dapat memiliki kekuatan hukum apabila informasinya
dapat dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dan dapat ditampilkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
2. Dalam penggunaan alat bukti elektronik pada praktek persidangan terdapat
anggapan yang berbeda. Ada yang mengganggap dengan diberlakukannya UU ITE maka alat bukti elektronik tersebut merupakan alat bukti yang
berdiri sendiri. Namun, ada juga anggapan yang menyatakan bahwa alat bukti elektronik merupakan perluasan dari alat bukti yang telah diakui
sebelumnya dalam hukum acara. UU ITE sendiri menyebutkan bahwa 150
Universitas Sumatera Utara
informasi dan dokumen elektronik adalah perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara, daripada mengakui informasi dan
dokumen elektronik sebagai sebuah alat bukti tersendiri, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat 2 UU ITE. Namun, pengakuan yang
diberikan oleh UU ITE memiliki arti penting tersendiri. Dengan adanya UU ITE, maka sepanjang sesuai dengan UU ITE, tidak dapat lagi
dikemukakan keberatan atas penggunaan informasi dan dokumen elektronik maupun tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang sah,
terlepas dari adanya perbedaan pandangan mengenai penggunaan alat bukti elektronik tersebut.
3. Dengan disahkannya UU ITE , alat bukti elektronik telah diakui dan
diterima sebagai alat bukti yang sah. Alat bukti elektronik ini dipandang sebagai perluasan dari alat bukti yang telah ada dalam hukum acara di
Indonesia. Dimana alat bukti elektronik yang berupa informasi, dokumen maupun tanda tangan elektronik dalam pelaksanaannya pada hukum acara
perdata termasuk dalam kelompok alat bukti tulisan. Oleh karena itu, hakim dalam memeriksa suatu perkara perdata yang menggunakan bukti
elektronik haruslah memperhatikan dan menerapkan nilai-nilai alat bukti tulisan, baik itu berupa tulisan bukan akta maupun akta, terhadap alat bukti
elektronik.
Universitas Sumatera Utara
B. SARAN
1. Di Indonesia belum ada diatur secara jelas mengenai sistem kesepakatan
yang harus digunakan para pihak dalam transaksi elektronik. Oleh karena itu, untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna transaksi
elektronik terutama dalam bentuk e-commerce, pemerintah hendaknya lebih berusaha lagi membentuk peraturan-peraturan yang memberikan
kepastian atau jaminan hukum terhadap konsumen sehubungan dengan transaksi-transaksi elektronik ini.
2. Pemerintah juga hendaknya segera membentuk PP mengenai pelaksanaan
informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik sebagai alat bukti di pengadilan untuk semakin menjamin kepastian hukum dan perlindungan
hukum bagi pihak-pihak yang hendak mengajukan sengketa dengan menggunakan alat bukti elektronik.
3. Para penegak hukum baik polisi, jaksa, hakim dan pengacara sebaiknya
selalu memperbaharui pengetahuannya terutama tentang hukum yang berbasiskan elektronik karena kondisi hukum di Indonesia yang semakin
berkembang, sehingga nantinya para penegak hukum lebih dapat beradaptasi dengan perkembangan tersebut.
4. Pemerintah juga diharapkan untuk dapat melakukan sosialisasi yang lebih
intensif mengenai telah diterimanya bukti elektronik dalam hukum acara di Indonesia, baik itu yang dilakukan terhadap aparat hukum maupun
masyarakat luas agar penegakan hukum dapat tercapai.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA
A. Pengertian Pembuktian