Taksonomi dan Distribusi Balakka (Phyllanthus emblica L.) di Sumatera Utara Bagian Selatan

(1)

TAKSONOMI DAN DISTRIBUSI BALAKKA

(

Phyllanthus emblic

a L.) DI SUMATERA UTARA

BAGIAN SELATAN

TESIS

Oleh

UMMI KHOIRIYAH

127030005/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

TAKSONOMI DAN DISTRIBUSI BALAKKA

(

Phyllanthus emblic

a L.) DI SUMATERA UTARA

BAGIAN SELATAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Biologi pada Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

UMMI KHOIRIYAH

127030005/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : TAKSONOMI DAN DISTRIBUSI

BALAKKA (Phyllanthus emblica L.) DI

SUMATERA UTARA BAGIAN SELATAN

Nama Mahasiswa : UMMI KHOIRIYAH

Nomor Induk Mahasiswa : 127030005

Program Studi : MAGISTER BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc Dr. Saleha Hannum, M.Si

NIP. 19630123 199003 2 001 NIP. 19710831 200012 2 001

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

TAKSONOMI DAN DISTRIBUSI BALAKKA

(

Phyllanthus emblica

L.) DI SUMATERAUTARA

BAGIAN SELATAN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya dijelaskan

sumbernya dengan benar

Medan, Pebruari 2015

Ummi Khoiriyah NIM. 127030005


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ummi Khoiriyah

NIM : 127030005

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

Taksonomi dan Distribusi Balakka (Phyllanthus emblica L.) di Sumatera Utara Bagian Selatan

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universits Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih data, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Pebruari 2015


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 02 Pebruari 2015

________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc

Anggota : 1. Dr. Saleha Hannum, M.Si

2. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

3. Dr. T. Alief Aththorick, M.Si


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama

Tempat dan Tanggal Lahir

Alamat Rumah

Telepon

e-mail

Instansi Tempat Kerja

Alamat Kantor

Telepon

: Hj. Ummi Khoiriyah Hasibuan, S.Pd

: Tanjung/ Kab. Padanglawas, 25 Pebruari 1978

: Perumahan Graha Deli Permai Blok C9 No. 18 Kec. Namorambe Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

: 082166456482

: [email protected]

: SMP Negeri 1 Medan

: Jl. Bunga Asoka No. 6 Medan Selayang.

: 061- 8217461

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN 145672 Ampolu, Kab. Padanglawas Tamat 1990

MTs : MTs NU Sibuhuan, Kab. Padanglawas Tamat 1993

MA : MAN – 1 Padangsidempuan Tamat 1996


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed beserta seluruh staff pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku dosen Pembimbing I dan Dr. Saleha Hannum, M.Si, selaku Pembimbing II, Ibu Almarhumah Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S sebagai dosen penguji I, dan Bapak Dr. T. Alief Aththorick sebagai dosen penguji II dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya tesis ini.

Kepada Almarhum Ayahanda tercinta H. Panusunan Hasibuan dan Almarhumah Ibunda Hj. Asni Wati Pasaribu yang selalu mendo‘akan keberhasilan penulis dalam segala hal yang tiada taranya, mudah-mudahan Allah SWT memberikan tempat yang sebaik-baiknya berupa jaminan syurga kepada keduanya, Amiin. Suamiku tercinta H. Ahmad Kamil Harahap, S. Ag, M.A terima kasih atas dukungan dan pengorbanannya baik moril dan materil. Anak-anakku tersayang M. Alfin Nasruddin Harahap, Annisa Humairah Harahap dan Putri Qonithah Harahap (Almh) yang selalu sabar dan mendukung penulis. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada teman-teman: Rusdi Machrizal, Ayu dan Sari atas bantuannya di lapangan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2015


(9)

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui taksonomi dan distribusi balakka (Phyllanthus emblica L.) telah dilakukan di Sumatera Utara Bagian Selatan dari Desember 2013 sampai Agustus 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi meliputi parameter morfologi organ vegetatif dan generatif, faktor fisik kimia tanah (unsur N, P dan K), persebaran dan kandungan metabolit sekunder. Hasil penelitian morfologi organ tidak memperlihatkan adanya variasi di semua lokasi, kecuali pada buah. Analisis unsur N, P, dan K tanah memperlihatkan perbedaan pada masing-masing daerah. Kadar nitrogen berkisar 0,03-0,11%, posfor 8,44-10,00 ppm, dan kalium 0,038-0,833 m.e/100g). Analisis ekologi memperlihatkan balakka mendiami beragam habitat pada pertanian lahan kering campuran. Umumnya tumbuh pada ketinggian 48 – 876 dpl, pada curah hujan 2000-2500 mm/tahun, dan tipe tanah humic acrisols. Analisis fitokimia menunjukkan balakka memiliki senyawa alkaloid, fenol (flavonoid, tanin, saponin) dan steroid pada daun, kulit batang dan buah. Kandungan metabolit sekunder yang paling tinggi ditemukan pada ketiga organ balakka adalah tanin dari gugus fenol.


(10)

ABSTRACT

The study to determine the taxonomy and distribution of indian gooseberry (Phyllanthus emblica L.) has been carried out in Southern part of North Sumatera from December 2013 until August 2014. Data was collected through observation covering morphology, chemical and physical factors of soil (N, P, and K elements), the distribution, and the secondary metabolite content. The results of present study indicate that morphological data of vegetative and generative organs are relatively similar in all location, except the fruit. The analysis of soil showed the content of N, P, and K are different for every location. Nitrogen content is 0.03 to 0.11%, Phosphorus 8.44 to10.00 ppm, and Potassium is 0.038 to 0,833 m.e/100g. The results of ecological study indicates that all indian gooseberry occupy various types of habitats in mixture of dryland agricultural. Phyllanthus emblica is found on elevates 48 – 876 m above sea level, annual rainfall 2000-2500 mm/year with humic acrisols soil types. Phytocemichal analysis of this species suggest there are three group of secondary metabolites which are alkaloid, phenols (flavonoids, tannins, saponins) and steroid determined in leaves, bark and fruit. Secondary metabolite content higher are a tannins compound was be found on those plant parts.

Key words: distribution, phytochemicals, indian gooseberry, Phyllanthus emblica,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Taksonomi Balakka 3

2.2. Morfologi Balakka 3

2.3 Distribusi Balakka 4

2.4 Syarat Tumbuh dan Reproduksi 5

2.5 Manfaat Balakka 5

2.6. Fitokimia 7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 9

3.2 Lokasi Sampel 9

3.3 Alat dan Bahan 9

3.4 Pengumpulan Data 10

3.5 Pelaksanaan Penelitian 10

3.6 Analisis Data 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

4.1 Morfologi Balakka 18

4.2 Deskripsi Balakka di Sumatera Utara Bagian Selatan 24

4.3 Ekologi Balakka 24

4.4 Unsur Hara Tanah 30

4.5 Fitokimia Phyllanthus emblica 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 34

5.1 Kesimpulan 34

5.2. Saran 34


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 4.1 4.2

Rata-rata persentase komposisi buah Phyllanthus emblica Kandungan unsur hara makro pada lokasi penelitian Hasil uji fitokimia daun, buah dan kulit batang P. emblica dalam methanol

6 30


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7 4.8 4.9

Perawakan balakka tinggi pohon 2 m (A), tinggi pohon 25 m (B).

Batang balakka berwarna coklat kemerah merahan (A), batang balakka berbongkah-bongkah tipis berwarna coklat keabu-abuan (B), batang balakka berbingkul-bingkul (C), pangkal batang beralur (D). Daun balakka dalam tangkai (A), daun balakka bagian atas dan bagian bawah (B), anak daun balakka(C). Bunga balakka bergerombol di ketiak daun (A), bunga jantan (B), bunga betina (C).

Buah balakka bulat berwarna hijau (A), buah balakka bulat berwarna coklat (B), buah balakka bagian ujung melancip berwarna hijau (C).

Letak biji balakka berbentuk bulat di dalam sekat buah melintang dan membujur (A), letak biji balakka berbentuk bulat dengan ujung melancip di dalam sekat

buah melintang dan membujur (B), lapisan

pembungkus biji balakka (C), biji balakka muda berwarna kuning kecoklatan (D), biji balakka tua berwarna hitam (E).

Peta distribusi balakka berdasarkan curah hujan Peta distribusi balakka berdasarkan tutupan lahan Peta distribusi balakka berdasarkan jenis tanah

18

19

20

21

22

23 26 27 29


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

A B C

Gambar Peta Lokasi penelitian

Lokasi Koleksi dan Titik Koordinat Penelitian Karakter Morfologi Balakka (Phyllanthus emblica) di

Lokasi Penelitian.

L-1 L-2


(15)

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui taksonomi dan distribusi balakka (Phyllanthus emblica L.) telah dilakukan di Sumatera Utara Bagian Selatan dari Desember 2013 sampai Agustus 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi meliputi parameter morfologi organ vegetatif dan generatif, faktor fisik kimia tanah (unsur N, P dan K), persebaran dan kandungan metabolit sekunder. Hasil penelitian morfologi organ tidak memperlihatkan adanya variasi di semua lokasi, kecuali pada buah. Analisis unsur N, P, dan K tanah memperlihatkan perbedaan pada masing-masing daerah. Kadar nitrogen berkisar 0,03-0,11%, posfor 8,44-10,00 ppm, dan kalium 0,038-0,833 m.e/100g). Analisis ekologi memperlihatkan balakka mendiami beragam habitat pada pertanian lahan kering campuran. Umumnya tumbuh pada ketinggian 48 – 876 dpl, pada curah hujan 2000-2500 mm/tahun, dan tipe tanah humic acrisols. Analisis fitokimia menunjukkan balakka memiliki senyawa alkaloid, fenol (flavonoid, tanin, saponin) dan steroid pada daun, kulit batang dan buah. Kandungan metabolit sekunder yang paling tinggi ditemukan pada ketiga organ balakka adalah tanin dari gugus fenol.


(16)

ABSTRACT

The study to determine the taxonomy and distribution of indian gooseberry (Phyllanthus emblica L.) has been carried out in Southern part of North Sumatera from December 2013 until August 2014. Data was collected through observation covering morphology, chemical and physical factors of soil (N, P, and K elements), the distribution, and the secondary metabolite content. The results of present study indicate that morphological data of vegetative and generative organs are relatively similar in all location, except the fruit. The analysis of soil showed the content of N, P, and K are different for every location. Nitrogen content is 0.03 to 0.11%, Phosphorus 8.44 to10.00 ppm, and Potassium is 0.038 to 0,833 m.e/100g. The results of ecological study indicates that all indian gooseberry occupy various types of habitats in mixture of dryland agricultural. Phyllanthus emblica is found on elevates 48 – 876 m above sea level, annual rainfall 2000-2500 mm/year with humic acrisols soil types. Phytocemichal analysis of this species suggest there are three group of secondary metabolites which are alkaloid, phenols (flavonoids, tannins, saponins) and steroid determined in leaves, bark and fruit. Secondary metabolite content higher are a tannins compound was be found on those plant parts.

Key words: distribution, phytochemicals, indian gooseberry, Phyllanthus emblica,


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Phyllanthus emblica umumnya tumbuh di daerah tropis dan subtropis termasuk China, India, Indonesia dan Semenanjung Malaysia (Summanen, 1999; Liuet al.,

2007). Nama umum Phyllanthus emblica di Indonesia adalah kimalaka (Uji, 2006). Masyarakat Sumatera Utara menyebut tumbuhan ini ―balakka‖, di Ternate dikenal dengan metengo (Sunarti, 2011), Sunda (Malaka) dan di pulau

Jawa dikenal dengan kemloko (Yulistyarini et al., 2000). Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Indian gooseberry (Summanen, 1999 ; Bhandari dan Kamdod, 2013), sedangkan di Malaysia disebut dengan popok melaka (Khan, 2009) dan Thailand dikenal dengan ma-kham-pom (Charoenteeraboon et al., 2010). Negara India menyebut tumbuhan ini dengan berbagai nama misalnya aonla, nelli, amla, amlika, dhotri, emblica dan usuri (Nayaka, 2006).

Di India balakka sering digunakan sebagai obat tradisional (Charoenteeraboon et al., 2010). Buah balakka mengandung sumber vitamin C yang tinggi (Mc lntyre, 2006 ; Qureshi et al., 2009 ; Krisnaveni et al., 2010). Pada setiap 100 gram buah balakka ditemukan kurang lebih 600-1300 mg vitamin C (Yulistyarini et al., 2000).

Potensi balakka di Sumatera Utara belum mendapat perhatian, baik

kandungan, budidaya bahkan keragaman individu belum diketahui

keberadaannya. Sejauh ini tumbuhan ini lebih banyak dikenal hanya sebatas campuran bumbu masakan tradisional khususnya ikan Mas, yang dikenal dengan nama ―holat‖. Sementara di negara India dan China sudah lama dikenal dan telah banyak di budidayakan. Terjadinya degradasi lahan menjadi perkebunan rakyat, seperti tanaman karet dan kelapa sawit serta kurangnya informasi mengenai manfaat tumbuhan ini, dapat menjadi salah satu penghambat untuk membudidayakan balakka di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Apabila


(18)

penebangan terhadap tumbuhan ini dilakukan terus menerus, dikhawatirkan balakka akan mengalami kepunahan di masa yang akan datang. Oleh karena itu balakka perlu diteliti dan dipublikasikan kepada masyarakat sehingga pemanfaatan dan pengelolaannya dimasa mendatang dapat dimaksimalkan.

1.2. Perumusan Masalah

Balakka di Sumatera Utara umumnya dijumpai pada daerah tandus, panas dan gersang, antara lain daerah kabupaten Padanglawas, Padanglawas Utara dan Tapanuli Selatan. Morfologi balakka dipengaruhi oleh tempat hidupnya. Hingga saat ini, tumbuhan ini belum banyak diteliti dan dilaporkan sehingga informasinya sangat sedikit baik dari segi taksonomi, ekologi, kandungan fitokimia serta pemanfaatannya. Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk melaksanakan penelitian mengenai taksonomi dan distribusi balakka di Sumatera Utara bagian Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang ―taksonomi dan distribusi balakka (Phyllanthus emblica) di Sumatera Utara bagian Selatan‖.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian taksonomi dan distribusi balakka (Phyllanthus emblica) di Sumatera Utara bagian Selatan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai morfologi dan persebaran balakka (Phyllanthus emblica) khususnya di Sumatera Utara, memberikan data dasar yang dapat digunakan oleh peneliti, pemerintah dan instansi/lembaga terkait yang ingin meneliti lebih lanjut tentang balakka (Phyllanthus emblica).


(19)

memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah, dan dapat bersifat hipolipidemik, antiinflammasi serta sebagai antioksidan (Kwon, 2007).

Aktifitas Tanin

Senyawa tanin dan flavonoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa tanin atau flavonoid. Fungsi aktivitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965) adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktivitas senyawa flavonoid adalah sebagai antimikroba (Leo etal. 2004).

Aktifitas Saponin

Saponin merupakan senyawa kimia bersifat amfipatik, disusun oleh satu atau lebih gugus glikosida hidrofilik yang dikombinasikan dengan turunan triterpen lipofilik dan menghasilkan buih saat diguncang dalam larutan air. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan seperti Atropa belladonna L. mengandung racun golongan senyawa saponin. Fungsi aktifitas senyawa saponin menurut Hostettman dan Marston (1995) adalah sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, molluscisida dan insektisida.

Aktifitas Steroida

Steroida mempunyai sifat yang sama dengan terpenoida yang larut dalam pelarut non polar. Senyawa steroida lebih non polar dari senyawa terpenoida. Untuk mengekstraksi senyawa steroida boleh digunakan pelarut yang lebih non polar.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2013 sampai Agustus 2014 di enam lokasi, yaitu di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Padanglawas Utara, Padanglawas, Tapanuli Selatan, Kotamadya Padangsidempuan serta Mandailing Natal. Penelitian dilanjutkan di Herbarium Universitas Sumatera Utara (MEDANENSE).

3.2. Lokasi Sampel

Sampel dikoleksi dari populasi keberadaan balakka, tempat dimana balakka banyak tumbuh, yaitu :

1) Kabupaten Labuhanbatu Selatan 2) Kabupaten Mandailing Natal 3) Kabupaten Padanglawas 4) Kabupaten Padanglawas Utara 5) Kota Padangsidempuan, serta 6) Kabupaten Tapanuli Selatan.

Peta lokasi penelitian dan lokasi koleksi dilihat pada Lampiran A dan B. 3.3. Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian untuk pengumpulan data jenis balakka dilapangan antara lain kantong plastik berbagai ukuran, lebel gantung, penggaris, parang, gunting stek, selotif, lakban, kertas koran, kertas data, kertas milli, buku lapangan, alat tulis, alat pengukur lingkungan, alkohol 70%, kain hitam, kertas karkil, jangka sorong, penggaris, spidol permanen, meteran kain dan kamera digital.


(21)

Alat-alat dan bahan yang digunakan untuk mendeteksi kandungan senyawa yang tergolong metabolit sekunder adalah pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Bouchardart, pereaksi Wagner, beaker glass, tabung reaksi, penangas air, metanol, plat kromatografi layer thin (KLT), CeSO4 1 %, H2SO4

10%, FeCl3 1%.

3.4. Pengumpulan Data

Untuk mengetahui data tentang jenis balakka di lokasi penelitian dilakukan dengan 2 cara, yaitu eksplorasi dan koleksi.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

Di Lapangan

Penelitian balakka dilakukan dengan menggunakan metode survei sesuai habitat balakka atau disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Balakka yang ditemukan dikoleksi, spesimen koleksi bisa dalam bentuk koleksi basah maupun koleksi kering. Bagian vegetataif tumbuhan diambil seperti bagian daun, batang/cabang, bunga dan buah atau bagian secara keseluruhan dari tumbuhan untuk keperluan analisis taksonomi.

Spesimen disusun di antara lipatan koran, diikat tali plastik, dimasukkan ke dalam kantung plastik yang berukuran 60 x 40 cm, disiram dengan alkohol 70% sampai basah agar spesimen tidak berjamur, sebelum kantung plastik ditutup rapat, udara yang terdapat di dalamnya dikosongkan terlebih dahulu. Kantung plastik ditutup rapat dengan lakban. Untuk spesimen basah (buah dan bunga) direndam alkohol 70 % dan diberi label dengan menggunakan kertas karkil.

P. emblica yang ditemukan difoto, dicatat semua karakteristik vegetatif dan generatifnya dan dikoleksi. Koleksi spesimen dilakukan dalam bentuk koleksi basah maupun koleksi kering. Sebagai data tambahan, dilakukan pengukuran faktor fisik dan kimia lingkungan yaitu kelembaban udara, suhu udara, suhu


(22)

tanah, pH tanah, intensitas cahaya, ketinggian, serta titik dari setiap jenis P. emblica yang ditemukan.

Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan faktor kimia tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah, tanah diambil sampai kedalaman 20 cm. Adapun faktor kimia tanah yang diamati adalah kandungan hara berupa N (Nitrogen), P (Posfor), K (Kalium). Tekstur tanah yang diamati dihomogenkan, diambil cuplikan tanah sebanyak 1 kilogram untuk dianalisis.

Di Laboratorium Morfologi

Spesimen balakka yang dikoleksi dari lapangan dibuka kembali dan korannya diganti serta disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven pengering dengan temperatur ± 60 oC sampai beratnya konstant. Spesimen dikarakterisasi dan diidentifikasi di Herbarium MEDANENSE (MEDA) Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku-buku acuan antara lain:

- Collection of Illustrated Tropical Plant (Watanabe and Corner, 1969). - Plant Resources of South East Asia 12. (1) (Valkenburg, and

Bunyapraphatsara, 2002 a).

- Plant Resources of South East Asia 12. (2) (Valkenburg, and Bunyapraphatsara, 2002 b).

- Morfologi Tumbuhan (Tjitrosoepomo, G.1985)

Dilakukan pengamatan karakter morfologi balakka meliputi:

a) Daun : susunan daun, bentuk daun, pangkal daun, ujung daun, kisaran panjang daun (cm), kisaran lebar daun (cm).

b) Bunga : tipe perbungaan, letak bunga, panjang bunga jantan (mm), panjang bunga betina (mm), panjang tangkai bunga jantan (mm), jumlah mahkota bunga, jumlah benang sari.

c) Buah : bentuk buah, diameter buah, warna buah muda dan buah tua. d) Biji : bentuk biji, panjang biji, diameter biji, dan warna biji.


(23)

Tanah

Proses analisis dan perhitungan kandungan unsur hara nitrogen (N), posfor (P) dan kalium (K) pada tanah mengacu pada Muklis (2007). Sampel tanah dikeringkan diruang yang berfentilasi dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Pengeringan diruang terbuka dapat dilakukan dengan menempatkan sampel tanah pada wadah yang luas permukaannya, misalnya baki (talam). Wadah dilapisi dengan plastik agar tidak terkontaminasi. Sampel tanah ditabur secara merata agar lebih cepat kering. Temperatur udara tidak lebih dari 35o C. Selanjutnya sampel tanah dianalisis di laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penetapan Nitrogen (N) dengan Metode Kjeldhal

Pengukuran kandungan nitrogen pada tanah ada beberapa tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada tahapan destruksi dimulai dengan menimbang 2 g sampel tanah dan ditempatkan pada tabung digester, ditambahkan 2 g katalis campuran (sebanyak sampel tanah) dan ditambahkan 10 ml H2O,

ditambahkan 10 ml H2SO4 (asam sulfat) dan dibiarkan selama 24 jam. Didestruksi

dengan menggunakan alat digestor (Kjeldhaltherm) pada suhu rendah dan dinaikkan secara bertahap hingga larutan menjadi jernih (temperature < 200o C), setelah larutan jernih suhu dinakkan dan dilanjutkan selama 30 menit, didinginkan dan diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2O.

Pada tahapan destilasi, ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi, ditambahkan 25 ml H3BO3 4% yang ditempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan

ditambahkan 3 tetes indikator campuran, yang ditempatkan sebagai penampung hasil destilasi. Ditambahkan 25 ml NaOH 40 % ke tabung destilasi dan langsung didestilasi. Amoniak hasil destilasi ditampung pada Erlenmeyer yang berisi H3BO3, destilasi dihentikan jika larutan pada Erlenmeyer menjadi berwarna hijau

dan volumenya mencapai ± 75 ml. Pada tahapan titrasi, dipindahkan Erlenmeyer hasil destilasi dan dititrasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari hijau menjadi merah.


(24)

Penetapan P dengan Metode Bray II

Sampel tanah ditimbang 2 g lalu dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 cc, ditambahkan larutan Bray II sebanyak 20 ml dan digoncang dengan shaker selama 30 menit lalu disaring. Diambil filtrate sebanyak 5 ml, ditempatkan pada tabung reaksi, tambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml, dibiarkan selama 5 menit lalu diukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660nm. Pada saat yang bersamaan tambahkan masing-masing 5 ml larutan standar P 0-0,5 – 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi lalu tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B lalu ukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm.

Penetapan Kalium Tukar tanah

Hasil per kolasi (perkolat) dari penetapan kapasitas tukar kation pada erlenmeyer ditampung dan diukur absorban perkolat pada Flamephotometer atau Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Diukur larutan standar K dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40 ppm K pada Flamephotometer atau Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS).

Fitokimia

Aspek fitokimia yang dianalisis adalah kandungan senyawa yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan steroid dianalisis di laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3.6. Analisis Data

Karakterisasi morfologi

Berdasarkan karakter-karakter hasil pengamatan, dilakukan analisis morfologi ciri morfologi (batang, daun, bunga, buah dan biji). Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk deskripsi.


(25)

Tanah

Perhitungan kandungan Nitrogen (N) dengan menggunakan rumus: ml titrasi (contoh – blanko) x NHCl x 14 x 100

N (%) = ————————————————————

berat contoh tanah x 1000

Perhitungan kandungan Posfor (P) 20

P avl (ppm) = P lrt —— x Faktor Pengencer 2

Perhitungan kandungan kalium (K) 20

K tukar = K lrt —— x Faktor Pengencer 390

Distribusi Balakka

Untuk menampilkan data dalam bentuk peta, melalui tahapan-tahapan berikut:

1. Persiapan data ordinat menggunakan Microsoft Excel [ ver. 2007 ].  Dibuka Excel dan dibuat lembar kerja baru.

 Dimasukkan data pada masing-masing kolom.

 Data lintang dan bujur yang tercatat dalam GPS adalah data dalam bentuk derajat, menit dan detik.

 Dilakukan perubahan data tersebut kedalam bentuk decimal dengan cara : (Derajat) + (Menit/60) + (Detik/3600), kemudian data akan berubah kedalam bentuk desimal.

 Untuk dapat dipergunakan dalam perangkat lunak ArcView 3.3 data ordinat harus tersimpan dalam bentuk ―dbf‖. Untuk itu pada Microsoft Excel harus ditambahkan Extension DBFIV.


(26)

 Dilakukan penyimpanan dengan mengklik Save As,lalu dipilih extension dbf, lalu OK. Maka file akan tersimpan dalam bentuk ―dbf‖, dan data siap digunakan pada ArcView 3.3.

2. Membuat peta dengan ArcView 3.3.

 Dibuka ArcView 3.3 kemudian klik OK pada ―open a New Project‖ Open a New View‖ kemudian pilih add theme dan buat ―Layer‖ dengan nama Sumatera. Shp.

 Diinput data ordinat kedalam ArcView dengan cara, minimize view dan dibuka Table lalu pilih Add dan klik OK, pada file ―dbf‖ dengan nama Balakka.

 Lalu diberi tanda centang pada layer Balakka dan layer Sumatera, lalu akan terlihat daerah persebaran Balakka sesuai data yang ada pada GPS.  Dilakukan OverLay pada masing-masing peta dengan titik ordinat.

Overlay Sumatera curah hujan dengan balakka dbf, Sumatera Landcover dengan balakka dbf, dan Sumatera Soil FAO dengan balakka dbf.

 Dilakukan perubahan warna peta mengikuti ketentuan yang berlaku, untuk peta tutupan lahan dan curah hujan, pilih warna sesuai dengan jenis warna yang di keluarkan BAKOSURTANAL, untuk peta jenis tanah pilih warna sesuai dengan FAO-UNESCO Soil Map.

 Dilay Out masing-masing peta, diklik menu View dan pilih sub menu Lay Out. Layout Sumatera curah hujan dengan balakka dbf. Eksport dalam format JPEG. Layout Sumatera Landcover dengan balakka dbf. Eksport dalam format JPEG, dan Lay Out Sumatera Soil FAO dangan balakka dbf. Eksport dalam format JPEG.

Fitokimia

Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Skrining fitokimia alkaloid.


(27)

Selanjutnya direndam dengan metanol CH3OH dan dibiarkan ± 12 jam. Filtrat

akan diujikan sebagai berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan 2 tetes pereaksi Meyer. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih kekuningan.

b. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna merah bata.

c. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna coklat kehitaman.

d. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan 2 tetes pereaksi Wagner. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna cokelat.

2) Skrining fitokimia flavonoid

Sampel diiris halus, dimasukkan kedalam beaker glass dan dimaserasi dengan 20 mL etil asetat. Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas maupun dingin kemudian disaring. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%. Jika mengandung senyawa

flavonoid maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hitam. 3) Skrining fitokimia tanin

Larutan methanol dipekatkan, kemudian larutan pekat dimasukkan dimasukkan dengan etil asetat ke dalam tabung reaksi. Apabila larutan pekat larut dengan etil asetat maka ada tanin.

4) Skrining fitokimia saponin

Sampel diekstraksi dengan alkohol-air diatas penangas air. Ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Kemudian dikocok selama 2-3 menit. Apabila mengandung saponin maka akan timbul busa dibagian atas ekstrak. Busa yang terbentuk didiamkan selama 1 menit.


(28)

5) Skrining fitokimia steroid

Sampel dilarutkan dengan methanol. Sampel ditotolkan ke plat kromatografi layer thin (KLT), lalu dikeringkan kemudian difiksasi (semprot) dengan pereaksi Ce SO4 1 % dalam H2SO4 10%. Lalu dipanaskan diatas hotplate

selama 2 menit. Dilihat perubahan warna. Warna positif adalah jingga, coklat atau merah.


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Morfologi Balakka

Hasil eksplorasi balakka dari 6 lokasi di wilayah Sumatera Utara bagian Selatan diperoleh 111 koleksi balakka (Lampiran C). Analisis morfologi disemua koleksi menunjukkan bahwa semua organ vegetatif tidak memperlihatkan perbedaan, dan variasi hanya ditemukan pada buah.

Habit

Semua balakka yang dikoleksi dari Sumatera Utara bagian Selatan hidup di daerah teresterial. Habitusnya berupa pohon, dengan tinggi berkisar 2 – 12 meter akan tetapi di Padanglawas dan Tapanuli Selatan ditemukan balakka dengan tinggi hingga 25 meter (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Perawakan balakka tinggi pohon 2 m (A), tinggi pohon 25 m (B).


(30)

Batang

Batang balakka tumbuh tegak (erectus), bulat dan kulit tebal. Tinggi batang bebas cabang berkisar antara 1 – 2 meter dengan diameter berkisar antara 5 – 35 cm akan tetapi di Padanglawas ditemukan balakka mencapai diameter 50 dan 60 cm. Permukaan kulit batang kasar dan berbingkul-bingkul, sebagian kulit batang berbongkah-bongkah, mudah terkelupas dan pangkal batang beralur (Gambar 4.2). Warna kulit bagian luar coklat keabu-abuan dan sebagian diantaranya coklat kemerah-merahan, kulit bagian dalam coklat keunguan.

Gambar 4.2 Batang balakka berwarna coklat kemerah merahan (A), batang balakka berbongkah-bongkah tipis berwarna coklat keabu-abuan (B), batang balakka berbingkul-bingkul (C), pangkal batang beralur (D).

Daun

Daun balakka sebagian besar diantaranya memiliki daun majemuk (folium compositum) dan sebagian daun majemuk menyirip rangkap, bentuk daun memanjang dan susunannya berseling (Gambar 4.3) . Ukuran daun

A B


(31)

5 – 24 cm x 1,5 – 5 cm, panjang tangkai daun 2 – 3 cm. Panjang anak daun 0,8 – 2,5 cm dan lebar 2 – 5 mm. Pangkal anak daun membulat (rotundatus)

dengan ujung runcing (acutus), permukaan daun licin, warna daun muda hijau kekuning-kuningan, daun tua berwarna hijau pada bagian atas, dan hijau keputihan pada bagian bawah.

Gambar 4.3 Daun balakka dalam tangkai (A), daun balakka bagian atas dan bagian bawah (B), anak daun balakka(C).

Ukuran anak daun di kabupaten Padanglawas cenderung lebih lebar dari pada ukuran anak daun di 5 kabupaten lainnya, perbedaan ini kemungkinan disebabkan faktor lingkungan, seperti tanah. Hasil analisis tanah di kabupaten Padanglawas mengandung posfor lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan

A


(32)

posfor di kabupaten lainnya (Tabel 4.1). Perbedaan kandungan posfor ini dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Radjagukguk (1983), bahwa unsur P yang kaya energi berperan dalam perkembangan sel daun, respirasi dan fotosintesis yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Bunga

Bunga balakka termasuk bunga sempurna, yaitu bunga yang padanya terdapat benang sari (alat kelamin jantan) maupun putik (alat kelamin betina). Bunganya majemuk, tumbuh bergerombol diketiak daun dan di ketiak cabang, bunga berukuran kecil, jumlah kelopak 5, panjang 3 mm, berwarna hijau pucat . Jumlah mahkota 6, berbentuk jorong dan memanjang. panjang mahkota 5-6 mm, berwarna kuning kehijauan (Gambar 4.4). Jumlah benang sari 3 dengan ukuran 2 – 3 mm. Jumlah putik 3, tidak bertangkai.

Gambar 4.4 Bunga balakka bergerombol di ketiak daun (A), bunga jantan (B), bunga betina (C).

A

B


(33)

Buah dan Biji

Buah balakka mempunyai diameter 14 – 24 cm, termasuk buah batu (drupa), daging buah tebal dan keras. Bagian kulit dalam (endocarpium) cukup tebal, keras dan berkayu. Permukaan licin mengkilap pada balakka berwarna hijau dan permukaan kasar pada balakka berwarna coklat. Variasi buah terlihat dari bentuk dan warna buah. Di kabupaten Padanglawas diperoleh dua variasi bentuk yaitu bulat memadat dari pangkal sampai ujung buah dan bulat memadat pada bagian pangkal, sedikit meruncing pada bagian ujung buah. Variasi warna yang ditemukan ada dua yaitu hijau dan coklat (Gambar 4.5). Buah muda berwarna hijau dan buah tua kuning kemerah-merahan dan coklat. Jumlah buah pada setiap tangkai bervariasi antara 3 – 10 buah/tangkai.

Gambar 4.5 Buah balakka bulat berwarna hijau (A), buah balakka bulat berwarna coklat (B), buah balakka bagian ujung meruncing berwarna hijau (C).

A

B


(34)

Buah balakka bentuk bulat memadat dari pangkal sampai ujung buah, ditemukan di lima lokasi penelitian yaitu kabupaten Padanglawas, Padanglawas Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan kota Padangsidempuan. Sedangkan buah berbentuk bulat memadat pada bagian pangkal dan sedikit meruncing pada bagian ujung buah, serta balakka berwarna coklat masing-masing ditemukan di desa Sangkilon dan Huta Lombang kabupaten Padanglawas. Hasil ini menunjukkan ada penambahan variasi morfologi buah balakka jika dibandingkan dengan deskripsi yang telah ditemukan oleh penemu sebelumnya. Soetisna dan Hidayat (1977) hanya mendeskripsi buah balakka berbentuk bulat, memadat pada bagian ujung dan pangkalnya.

Pada organ biji tidak ditemukan adanya perbedaan morfologi. Bentuk biji bulat pipih, melancip pada salah satu ujungnya, berdiameter 1,5 – 2 cm, panjang 2 – 2,5 cm, berwarna kuning kecoklatan pada biji muda dan hitam pada biji tua. Biji berkendaga tiga (Gambar 4.6), Setiap biji berkeping dua yang dibungkus oleh suatu lapisan yang keras. Ditemukan 6 garis pada bungkus biji yang mengikuti sekat buah. Pada tiga belahan simetrisnya dekat pada ujung bungkus biji terdapat rambut-rambut kaku panjangnya 3-4 mm.

Gambar 4.6 Letak biji balakka berbentuk bulat di dalam sekat buah melintang dan membujur (A), letak biji balakka berbentuk bulat dengan ujung melancip di dalam sekat buah melintang dan membujur (B), lapisan pembungkus biji balakka (C), biji balakka muda berwarna kuning kecoklatan (D), biji balakkatua berwarna hitam (E).

A C


(35)

4.2. Deskripsi balakkadi Sumatera Utara Bagian Selatan

Pohon teresterial, tinggi 2 – 25 meter. diameter 1,2 - 50 cm. Warna kulit batang bagian luar coklat keabu-abuan sampai coklat kemerah-merahan danbagian dalam coklat keunguan. Daun majemuk, susunan daun menyirip, bentuk memanjang, pangkal anak daun membulat (rotundatus) ujung runcing. Panjang 5 – 24 cm, lebar 1,5 - 5 cm. Panjang tangkai berkisar antara 2 – 3 cm. Anak daun 0,8 – 2,5 cm dan lebar 2 – 5 mm. Daun muda berwarna hijau kekuning-kuningan. Warna permukaan daun bagian atas hijau dan bagian bawah hijau keputihan. Bunga majemuk, tumbuh bergerombol di ketiak daun dan di ketiak cabang, bunga berukuran kecil, jumlah kelopak 5, panjang 3 mm. Jumlah mahkota 6, berbentuk jorong, panjang 5-6 mm. Jumlah benang sari 3 ukuran 2 – 3 mm. Jumlah putik 3, tidak bertangkai, berwarna hijau pucat. Buah drupa diameter 14 - 24 mm, bentuk buah bulat memadat dari pangkal sampai ujung buah terkecuali di kabupaten Padanglawas ditemukan buah bulat, memadat pada bagian pangkal dan sedikit meruncing pada bagian ujung buah.Warna buah muda hijau dan buah tua kuning kemerah-merahan, satu pohon ditemukan berwarna coklat ketika matang. Permukaan buah licin mengkilap terkecuali balakka coklat permukaannya kasar. Jumlah buah pada setiap tangkainya bervariasi antara 3 – 10 buah/tangkai. Biji berbentuk pipih memanjang, salah satu ujungnya melancip dengan panjang 2 – 2,5 mm, diameter 1,5 – 2 mm. Biji muda kuning kecoklatan dan biji tua berwarna hitam. Biji berkendaga tiga, setiap biji berkeping dua dibungkus lapisan keras, pada tiga belahan simetrisnya dekat pada ujung bungkus biji terdapat rambut-rambut kaku panjangnya 3-4 mm, terdapat enam garis segi pada bungkus biji yang mengikuti sekat buah.

4.3. Ekologi Balakka

Balakka tersebar luas di Sumatera Utara bagian Selatan. Umumnya ditemukan pada lingkungan 25 - 37,5 o C, suhu tanah 25,5 – 33o C, kelembaban udara 40 – 80 %, intensitas cahaya matahari 20 – 615 candela, umumnya tumbuh di lahan-lahan kering dan lahan kering campuran seperti di halaman rumah penduduk, tepi jalan raya dan areal perkebunan masyarakat dengan topografi berbukit-bukit. Balakka


(36)

tersebar luas pada daerah curah hujan 1500 – 5000 mm/tahun. Akan tetapi paling banyak terdapat pada curah hujan antara 2000 – 2500 mm/tahun (Gambar 4.7).

Balakka tumbuh pada habitat teresterial dengan ketinggian 48 – 876 meter dpl. Berdasarkan gambar 4.8 persebaran tertinggi terdapat di pertanian lahan kering campuran, jenis habitat ini terdapat di kabupaten Padanglawas dan Padanglawas Utara. Selain itu balakka juga dapat tumbuh pada tanah terbuka, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman industri, pertanian lahan kering, semak belukar dan sawah. Tempat tumbuh balakka ini sama halnya dengan pernyataan Yulistiarini et al., (2000) bahwa balakka tumbuh pada lahan kering.


(37)

(38)

Gambar 4.8 Peta distribusi balakka berdasarkan tutupan lahan.


(39)

Balakka juga ditemukan pada pH tanah 6.5 – 7 yang tumbuh pada berbagai jenis tanah yang berbeda, yaitu pada jenis tanah Humic acrisols, Orthic acrisols, dan Plinthic acrisols (Gambar 4.9). Dari Gambar dapat dilihat bahwa balakka mendominasi pada daerah dengan jenis tanah Humic acrisols. Jenis tanah ini terdapat pada daerah Padanglawas Utara, Padanglawas, Tapanuli Selatan, dan Padangsidempuan.

FAO (2014), menjelaskan bahwa tanah Acrisols (Podsolik) adalah tanah sangat tercuci berwarna abu-abu muda sampai kekuningan pada horizon permukaan sedang lapisan bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan kejenuhan basa yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat masam (pH 4,2 – 4,8). Pada horizon bawah permukaan terjadi akumulasi liat dengan struktur tanah gumpal dengan permeabilitas rendah. Tanah mempunyai bahan induk batu endapan bersilika, napal, batu pasir dan batu liat. Tanah ini dijumpai pada ketinggian antara 50 sampai 350 m dengan curah hujan 2500 – 3500 mm/tahun.


(40)

(41)

4.4. Unsur Hara Tanah

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan dari kandungan ketiga unsur dari masing-masing daerah penelitian (Tabel 4.1). Nilai N tertinggi didapat pada daerah Mandailing Natal dengan nilai 0,13 %, dan yang terendah didapat pada daerah Labuhanbatu Selatan dan Padangsidempuan dengan nilai 0,03%. Kandungan posfor (P) yang didapat juga ada sedikit perbedaan disetiap daerah penelitian dimana nilai P tertinggi didapat pada daerah Padanglawas dengan nilai 10,00 ppm, dan terendah pada daerah Padanglawas Utara, Tapanuli Selatan, Labuhanbatu Selatan dan Padangsidempuan dengan nilai 8,44 ppm. Selanjutnya, kadar kalium (K) tertinggi diperoleh pada daerah Padanglawas dan terendah pada daerah Padangsidempuan dengan nilai masing-masing 0,833 dan 0,038 (m.e/100g).

Tabel 4.1. Kandungan unsur hara makro pada lokasi penelitian

No Asal Daerah Parameter

N (%) P (ppm) K (m.e/100g)

1. Padanglawas 0,11 10,00 0,833

2. Padanglawas Utara 0,04 8,44 0,670

3. Tapanuli Selatan 0,07 8,44 0,602

4. Mandailing Natal 0,13 8,67 0,456

5. Labuhanbatu Selatan 0,03 8,44 0,397

6. Padangsidempuan 0,03 8,44 0,038

Sumber: Hasil analisis kimia tanah di laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hasil analisis menunjukkan kandungan unsur hara makro nitrogen (N) daerah Padanglawas dan Mandailing Natal tergolong rendah sedangkan daerah

Padanglawas Utara, Tapanuli Selatan, Labuhanbatu Selatan dan

Padangsidempuan tergolong sangat rendah. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan Badan Penelitian Tanah BALITBANG Pertanian Bogor (2005) bahwa nilai N dalam kondisi rendah apabila memiliki kandungan 0,10-0,20 % dan sangat rendah apabila N < 0,10 %.

Unsur K yang diukur menunjukkan angka yang rendah, yaitu berada pada kisaran 0,038 – 0,833 m.e/100g. Kandungan K ini tergolong sangat rendah sesuai dengan kriteria faktor kimia tanah yang dikeluarkan Badan Penelitian Tanah BALITBANG Pertanian Bogor (2005) bahwa nilai N dalam kondisi sangat rendah


(42)

apabila berada pada kisaran < 0,10 m.e/100g, dan sangat tinggi apabila memiliki kandungan > 1,0.

Posfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang tersedia didalam tanah, tetapi tidak semua unsur P yang tersedia dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan. Nilai P yang tersedia diperoleh dari hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan pada masing-masing lokasi penelitian. Kandungan P tersedia 8,44 – 10,00 ppm. Kadar posfor tertinggi didapat pada daerah Padanglawas dengan nilai 10,00 ppm. Tingginya kadar posfor pada kawasan ini diduga mempengaruhi proses perkembangan sel daun. Hal yang sama disampaikan oleh Radjagukguk, (1983), bahwa unsur P yang kaya energi berperan dalam perkembangan sel daun dan respirasi serta fotosintesis dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Rosmarkam & Yuwono (2002) mengemukakan juga dimana P dibutuhkan untuk pembentukan primodia bunga dan organ tanaman untuk reproduksi, mempercepat masaknya buah dan biji tanaman.

4.5. Fitokimia Phyllanthus emblica

Hasil uji fitokimia dari daun, kulit batang, dan buah diketahui tiga golongan metabolit sekunder yang sama-sama dimiliki oleh ketiga organ balakka yaitu alkaloid, phenol (flavonoid, saponin, dan tanin) dan steroid (Tabel 4.2).

Tanin mempunyai kandungan yang paling tinggi pada 3 organ balakka. Kandungan tanin yang tinggi pada buah menyebabkan adanya rasa sepat pada buah balakka. Goldstein dan Swain (1965) menyatakan tannin merupakan senyawa yang sering dijumpai pada tumbuhan berkayu, dan dapat menyebabkan rasa sepat. Tingginya kandungan tanin memungkinkan tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai tumbuhan obat. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Singh et al., (2011), batang dan daun balakka mengandung tanin bermanfaat untuk obat diare, buahnya juga dapat digunakan untuk obet diare dan dysentri (Parrotta, 2001).

Kandungan metabolit sekunder paling tinggi kedua adalah flavonoid, seperti buah balakka dari Padangsidempuan dan kabupaten Padanglawas. Fungsi aktivitas senyawa flavonoid berfungsi sebagai anti mikroba (Leo etal., 2004).


(43)

Tabel 4.2. Hasil uji fitokimia daun, buah dan kulit batang P. emblica dalam methanol.

Daun Lokasi sampel Phenolik

Alkaloid Flavonoid Tanin Saponin Steroid

1. Padanglawas ++ ++ +++ +++ ++

2. Padanglawas Utara +++ +++ +++++ ++++ ++

3. Tapanuli Selatan +++ +++ ++++ - +++

4. Mandailing Natal +++ ++++ +++ +++ ++

5. Labuhanbatu Selatan +++ ++ ++++ - ++

6. Padangsidempuan ++ +++ +++ +++ +++

Kulit batang

1. Padanglawas + + +++ ++ +++

2. Padanglawas Utara - ++ +++ - +++

3. Tapanuli Selatan + ++ +++ - +++

4. Mandailing Natal + + ++++ ++++ ++ 5. Labuhanbatu Selatan ++ ++ ++++ ++++ ++

6. Padangsidempuan +++ +++++ ++++ ++ -

Buah

1. Padanglawas + ++++ ++++ + -

2. Padanglawas Utara +++ ++ ++++ +++ +++

3. Tapanuli Selatan + +++ ++++ ++ +++

4. Mandailing Natal + +++ ++++ ++ - 5. Padangsidempuan +++ +++++ ++++ ++ - Keterangan: ( - ) = tidak ada (+) = sangat rendah (++) = rendah (+++) =

sedang (++++) = tinggi. (+++++) = sangat tinggi.

Harborne (1987) menjelaskan alkaloid kebanyakan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Sebagian besar alkaloid berupa zat padat, tidak berwarna dan memiliki fungsi farmakologis. Sejalan dengan itu Salomon (1980) dan Casey (2006) mengemukakan pungsi alkaloid dalam bidang kesehatan dipakai sebagai anti tumor, anti piretik (penurun demam), anti nyeri (analgesik), memacu system syaraf, menaikkan dan menurunkan tekanan darah.

Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan (Sirait, 2013). Sejalan dengan itu Goldstein dan Swain (1965) menjelaskan juga bahwa fungsi aktivitas senyawa tanin adalah sebagai penghambat enzim hama.


(44)

Terjadinya variasi perolehan kadar phenolik dari ekstrak balakka diduga disebabkan perbedaan kondisi pertumbuhan, perbedaan musim, genetik dan faktor agronomi (Hilton & palmer, 1973). Menurut Zheng & Wang (2001), variasi kandungan phenolik besar terjadi karena variasi umur dan kematangan, kondisi pertumbuhan seperti temperatur dan curah hujan. Selanjutnya Putra, (2009) mengatakan salah satu faktor terjadinya perbedaan kadar kandungan kimia disebabkan kesuburan tanah tempat tumbuh.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perbedaan variasi morfologi balakka pada semua lokasi penelitian hanya ditemukan pada buah, yaitu balakka yang terdapat di kabupaten Padanglawas. 2. Balakka umumnya terdistribusi di daerah pertanian lahan kering campuran

dengan curah hujan 2000 – 2500 mm/ tahun, pada tanah humic acrisols.

3. Daun, kulit batang dan buah balakka mengandung senyawa alkaloid, fenol (flavonoid, tanin, saponin) dan steroid. Kandungan metabolit sekunder yang paling tinggi pada ketiga organ balakka adalah tanin dari gugus fenol.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian penelitian lebih lanjut untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang balakka, khususnya metabolit primernya.

2. Diharapkan kepada masyarakat Sumatera Utara bagian Selatan agar melestarikan tumbuhan balakka dengan memanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T. etal, 2014. Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam Hayati.Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan

Bhandari, P.R. and Kamdod, M.A. 2013. Emblica officinalis (Amla) : Areview of potential therapeutic application . International Journal of Green Farmacy. Vol. 6: 257-269.

Casey, F.A. 2006. Organic Chemistry. 6h. Ed. Newyork

Charoenteeraboon, J., Ngamkitidechakul, C., Soonthornchareonnon, N ., Jaijoy, K., Sireeratawong, S. 2010. Antioxidant Activies of The Standardized Water Extract from Fruit of Phyllanthus emblica Linn. Songklanakarin Journal of Science and Technology. Vol. 32(6): 599-604.

Dymock, W., warden, C. J. H.,Hooper. D. 1972. Pharmacographia indica. Hamrad National Foundation for the Institute of Health and Tibbi (Medical) Research, Karachi. p 545.

El-mekkkawy, S., Meselhym. R., Kusumoto, I.T., Kadota, S., Hattori, M. Namba T. 1995. Inhibitory effects of Egyptian folk medicines on Human immunodeficience Virus (HIV) reverse Transcriptase. Chem. Pharm. Bull. 43 : 641-648

Goldstein, J.L. dan T. Swain .1965. The Inhibition of Enzymes by Tannins. Phytochemistry. Volume 4, pp. 185-192.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan kedua. Penerbit ITB Bandung.

Heyne , K. 1950. De Nuttige Planten van Indonesia. I.W. van Hoeve`s Gravenhage, Bandung. p 1450.

Hilton, P.J. and Palmer J.R. 1973. Relationship between the flavanol Composition of Fresh Tea Shoots and the a flavin Content of Manufactured Tea. Journal of the Science of Food and Agriculture 24, p813-818.

Hostettmann, K. dan A. Marston. 1995. Saponins. Cambridge University Press. London

Khan, K.H., 2009. Roles of Emblica officinalis in Medicine- A Review. Botany Research International 2(4): 218-228.


(47)

Khanna, P. & Basal, R. 1975. Phyllantidine & Phyllanthine from Emblica officinalis Gaertn Leaves, Fruit & Invitro Tissue Cultures. Indian Journal. Exp. Biol. 13 ; 82-83.

Krishnaveni M and Mirunalini S. 2010. Therapeutic Potential of Phyllanthus emblica (amla): the Ayurvedic Wonder. Journal Basic Clin Physiol Pharmacol. Vol.21 (1): 93-105.

Kwon. S. H., 2007. Anti- obesity and Hypolipidemik effects of Black soybean Anthocyanins. Journal of medicinal Food ; 10 93):552-6

Leo, M.D. et al. 2004. Phenolic Compounds from Baseonema acuminatum Leaves :Isolation and Antimicrobial Activity. New York

Liu, X., Zhao, M., Wang J., Yang, B., Jiang, Y. 2007. Antioxidant activity of Methanolic Extract of Emblica Fruit (Phyllanthus emblica L.) from Six Regions China. Journal of Food Composition and Analysis. Vol. 21: 219-228.

Madhuri S., Gopind. P., Karuna S.V. 2011. Antioxidant, Immunomodulatory and Anticancer Activities of Emblica officinalis: an Overview. International Research Journal of Pharmacy. Vol.2(8): 38-42.

McIntyre, A. 2006. Amalaki: The Amazine Indian Gooseberry Emblica Officinalis/ Phylanthus emblica. International journal of Clinical Aromatherapy.

Mitrawati., Amedia, I., Andriani, R., Andriani, T., Nurhidayati, N. 2012. Euphorbiaceae. Fakultas Sains dan Matematika. Universitas Diponegoro.

Nadheesha, M.K.F., Bamunuarachchi, A., Edirisinghe, E.M.R.K.B.M, Weerasinghe, W.M.S.K. 2007. Studies on Antioxidant of Indian Gooseberry Fruit. Journal of Science, Vol 3: 83-92.

Nadkarni, K.M and Nadkarni, A.K. 1999. Indian Materia Medica – With Ayurvedic, Unani-Tibbi, Siddha, Allopathic, Homeopatthic, Naturopathic And Home Remedies. Popular Prakashan Private Ltd. Bombay. India

Nakatani, M. et al. 2002. Three New Modified Limonoids from Khaya senegalensis, Journal of Natural products. Pp 1219-1221.

Nayaka D,G. 2006. Propagation Studies in Aonla (Phyllanthus emblica L. Thesis. Department of Horticulture College of Agriculture. University of Agricultural Sciences. Dharwad.


(48)

Parrotta AJ. 2001. Healing Plants of Peninsular India. CABI Publishing. New York. P. 308.

Patel, S.S. and Goyal, R.K. 2012. Emblica Officinalis Geart.: A Comprehensive Review on Phytochemietry, Pharmacology and Etnomedicinal Uses. Research Journal of Medicinal Plant. Vol. 6(1): 6-16.

Perianayangan Hb, Narayan S., Sekar G., Pandurangan A., Raja S., Raja G. K., Rajesh. R., Vijayarakumar P. Vijaykumar G.2005. Evaluation of Antidiarrheae potential of Emblica officinalis. Pharmaceutical Biology. 43 (4); 373-377

Purwanto, A.W. 2006. Euphorbia Tampil Prima dan Semarak Berbunga. Kanisius. Yogyakarta.

Putra R. Y., 2009. Sauropus androgymus. Laporan Praktikum Kimia. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi. Padang

Qureshi,S.A., Asad W.,Sultana, V. 2009. The Effect of Phyllanthus emblica Linn on Type- II Diabetes, Triglycerides and Liver- Specific Enzyme. Pakistan Journal of Nutrition. Vol. 8(2): 125-128.

Raghu H.S. and Ravindra P. 2010. Antimicrobial Activity and Phytochemical Study of Phyllanthus emblica Linn. International Journal of pharmaceutical Studies and Research. Vol. I: 30-33.

Radjagukguk, B., 1983. Masalah Pengapuran Tanah Mineral Masam di Indonesia. Seminar Alternatif-alternatif Pelaksanaan Program Pengapuran Tanah Mineral Masam di Indonesia, Yogyakarta. P: 25-34.

Ram,S. and Rao, T.R. 1976. Naturally Occuring Cytokimins in Amla (Emblica officinalis) Fruit. New Phytol. 76: 441 – 448

Rosmarkam, A., dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius Yogyakarta

Saeed, S. And Tariq, P. 2007. Antibacterial activies of Emblica officinalis and Coriandrum Sativum Against Gram Negative Urinary Pathogens. J, Pharm Sci. Vol. 20 (1): 32-35

Salomon, T. E. W., 1980. Organic Chemistry 2 h. Ed. Newyork

Santha‘s , L.K.D.P.R. G. S. C., 2011. Phytochemical Screening and Antibacterial Activity of Phyllanthus emblica (L.). Science Research Reporter 1(3): 138 -142.


(49)

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta

Singh, E., Sharma, S., Pareek, A., Dwivedi, J. and Yadav, S., 2011. Phytochemistry, Traditional uses and cancer Chemopreventive Activity of Amla (Phyllanthus emblica): The Sustainer. Journal of Applied Pharmaceutical. Vol.02 (01): 176-183.

Soetisna, U. dan Hidayat, E., 1977. Kimalaka (Phyllanthus emblica) yang Jarang Dikenal. Buletin Kebun Raya. Vol. 3. No. 3.

Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk, Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Bogor

Summanen, J.O. 1999. A Chemical and Ethnopharmalogical study on Phyllanthus emblica ( Euphorbiaceae). Dissertation. Faculty of the University of Helsinki Department of Pharmacy Division of Pharmacognosy. Helsinki

Sunarti,S. 2011. Keanekaragaman Tumbuhan Berkhasiat Obat di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara.Puslit Biologi LIPI. Bogor.

Thakur, R.S., Puri H. S., Husain, Akhtar. 1989. Major Medicinal Plants of India. Central Institut of Medicinal and Aromatic Plants, Lucknow, India.

Tjitrosoepomo, G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Uji,T. 2006. Review: Keanekaragaman Jenis Buah-Buahan Asli Indonesia dan Potensinya. Puslit Biologi LIPI. Jurnal .Vol: 8 (2): 157-167.

Valkenburg,V. J.L.C.H.V. and Bunyapradhatsara, N., 2002a. Plant Resources of South East Asia 12 (1). Medicinal and Poisonous Plants 2. Prosea Fondation. Bogor

____________. 2002b. Plant Resources of South East Asia 12 (2). Medicinal and Poisonous Plants 2. Prosea Fondation. Bogor

Verpoorte, R. and A.W. Alfermann. 2000. Metabolic Enginering of Plant Secondary Metabolism. Springer: 1-3 pp

Watanabe and Corner. 1969. Collection of Illustrated Tropical Plant. Japan: Kyoto.pp.58-79


(50)

Wulandari, T., Sari, L.J., Mutiara, Azizah, N., Dwi, R. 2011. Analisis Fitokimia pada Suku Leguminoceae dan Euphorbiaceae yang Berpotensi sebagai Tumbuhan Obat di Taman Nasional Bali Barat, FMIPA. Universitas Negeri Jakarta.

Yulistyarini, T., Ariyanti, E.E., Yulia, N.D. 2000. Jenis-Jenis Tanaman Buah yang Bermanfaat untuk Usaha Konservasi Lahan Kering. Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional.Kebun Raya Purwodadi-LIPI. Purwodadi. Pasuruan. Jawa Timur

Zhang, Y.J., Tanaka, T., Iwarnoto, Y., Yang, C.R., Kouno,I. 2000. Novel Norsesquiterpenoids from the Roots Of Phyllanthus emblica, Journal of Natural Product. 63 (11), 1507-1510.

Zheng, W. and Wang, S.Y. 2001. Effect of Planth Growth Temperature on Antioxidant Capacity in Strawberry. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49. p 4977-4982.


(51)

LAMPIRAN A


(52)

LAMPIRAN B

Lokasi Koleksi dan Titik Koordinat Penelitian

NO Kabupaten/Kota Desa/Kel No. Titik Koordinat

Koleksi Utara Timur

1. Labuhanbatu Selatan Sabungan UK01 01o 45‘ 0,47‖ 100o 00‘ 0,31‖ 2. Mandailing Natal Bukit malintang UK06 00o 58‘ 4,34‖ 099o 31‘ 1,88‖ Bukit malintang UK07 00o 55‘ 4,24‖ 099o 31‘ 1,00‖

3. Padanglawas Tanjung UK09 01o 02‘ 4,22‖ 099o 51‘ 6,82‖

Tanjung UK10 01o 03‘ 5,22‖ 099o 52‘ 8,63‖ Tanjung UK11 01o 03‘ 5,75‖ 099o 53‘ 9,92‖ Pasir julu UK12 01o 03‘ 3,41‖ 099o 51‘ 1,53‖ Pasir julu UK13 01o 03‘ 4,66‖ 099o 50‘ 8,63‖ Pasir julu UK14 01o 03‘ 4,63‖ 099o 50‘ 8,54‖ Bunut UK15 01o 03‘ 4,69‖ 099o 50‘ 8,72‖ Bunut UK16 01o 03‘ 6,10‖ 099o 49‘ 4,44‖ Bunut UK17 01o 03‘ 6,28‖ 099o 47‘ 8,11‖ Buluhsonik UK18 01o 02‘ 7,25‖ 099o 44‘ 6,36‖ Sibuhuan UK19 01o 02‘ 7,27‖ 099o 44‘ 6,41‖ Sibuhuan UK20 01o 02‘ 7,29‖ 099o 44‘ 6,23‖ Sibuhuan UK21 01o 02‘ 7,21‖ 099o 44‘ 6,24‖ Sangkilon UK22 01o 07‘ 2,56‖ 099o 45‘ 4,56‖ Sangkilon UK23 01o 07‘ 1,30‖ 099o 45‘ 5,59‖ Sangkilon UK24 01o 07‘ 1,28‖ 099o 45‘ 5,68‖ Sangkilon UK25 01o 03‘ 5,22‖ 099o 52‘ 8,63‖ Sangkilon UK26 01o 03‘ 3,54‖ 099o 52‘ 6,94‖ Sangkilon UK27 01o 06‘ 9,51‖ 099o 46‘ 0,52‖ Sangkilon UK28 01o 06‘ 9,52‖ 099o 46‘ 0,75‖ Sangkilon UK29 01o 06‘ 9,18‖ 099o 46‘ 1,00‖ Sangkilon UK30 01o 06‘ 7,99‖ 099o 45‘ 8,84‖ Sangkilon UK31 01o 06‘ 7,69‖ 099o 45‘ 8,99‖


(53)

Lanjutan……….

NO Kabupaten/Kota Desa/Kel No. Titik Koordinat

Koleksi Utara Timur

Sangkilon UK32 01o 06‘ 8,25‖ 099o 45‘ 8,29‖ Sangkilon UK33 01o 06‘ 8,13‖ 099o 45‘ 8,50‖ Huta lombang UK34 01o 08‘ 1,04‖ 099o 45‘ 7,21‖ Huta lombang UK35 01o 08‘ 1,11‖ 099o 45‘ 7,31‖ Huta lombang UK36 01o 08‘ 0,96‖ 099o 45‘ 7,42‖ Hadungdung UK37 01o 15‘ 1,34‖ 099o 44‘ 9,42‖ Hadungdung UK38 01o 15‘ 2,60‖ 099o 45‘ 0,35‖ Paran julu UK39 01o 16‘ 3,40‖ 099o 44‘ 5,58‖ Paran julu UK40 01o 16‘ 3,33‖ 099o 44‘ 5,63‖ Paran julu UK41 01o 16‘ 3,19‖ 099o 44‘ 5,65‖ Paran julu UK42 01o 15‘ 5,75‖ 099o 45‘ 1,57‖ Paran julu UK43 01o 15‘ 5,74‖ 099o 45‘ 1,59‖ Paran julu UK44 01o 15‘ 5,81‖ 099o 45‘ 1,10‖ Paran julu UK45 01o 15‘ 5,75‖ 099o 45‘ 0,51‖ Paran julu UK46 01o 15‘ 5,54‖ 099o 44‘ 9,90‖ Siraisan UK64 01o 06‘ 1,75‖ 099o 36‘ 7,65‖ Huta baru UK65 01o 08‘ 6,22‖ 099o 35‘ 1,76‖ Binabo julu UK88 01o 05‘ 0,33‖ 099o 42‘ 6,44‖ Binabo julu UK89 01o 05‘ 0,57‖ 099o 42‘ 8,27‖ Binabo julu UK90 01o 05‘ 0,67‖ 099o 42‘ 8,30‖ Binabo julu UK91 01o 05‘ 0,64‖ 099o 42‘ 8,17‖ Binabo julu UK92 01o 04‘ 9,90‖ 099o 42‘ 9,11‖ Binabo julu UK93 01o 04‘ 9,73‖ 099o 42‘ 9,32‖ Binabo julu UK94 01o 04‘ 9,64‖ 099o 42‘ 0,22‖ 4. Padanglawas Utara Halongonan UK02 01o35‘ 5,44‖ 099o 50‘ 6,70‖


(54)

Lanjutan…………..

NO Kabupaten/Kota Desa/Kel No. Titik Koordinat

Koleksi Utara Timur

Aek suhat UK47 01o27‘ 2,16‖ 099o34‘ 4,64‖

Aek suhat UK48 01º 27‘ 2,26‖ 099o34‘ 4,50‖

Aek suhat UK49 01º 27‘ 2,39‖ 099o34‘4,75‖

Aek suhat UK50 01º 27‘ 2,40‖ 099o34‘ 4,82‖

Aek suhat UK51 01º 24‘ 2,81‖ 099o30‘ 8,21‖

Aek suhat UK52 01º 24‘ 6,12‖ 099o29‘ 6,26‖

Aek suhat UK53 01º 24‘ 8,77‖ 099o29‘ 1,12‖

Aek suhat UK54 01º 25‘ 0,44‖ 099o28‘ 9,21‖

Aek suhat UK55 01º 25‘ 0,10‖ 099o28‘ 7,37‖

Aek suhat UK56 01º 25‘ 0,64‖ 099o28‘ 5,64‖

Aek suhat UK57 01º 28‘ 3,08‖ 099o19‘ 4,47‖

Aek suhat UK95 01º 28‘ 7,22‖ 099o20‘ 2,61‖

Aek suhat UK96 01º 28‘ 8,53‖ 099o20‘ 4,32‖

Aek suhat UK97 01º 29‘ 0,48‖ 099o20‘ 4,45‖

Aek suhat UK98 01º 29‘ 5,69‖ 099o20‘ 4,09‖

Aek godang UK58 01º 23‘0,73‖ 099o25‘ 9,91‖

Aek godang UK59 01º 23‘ 0,66‖ 099o25‘ 9,84‖

Aek godang UK60 01º 23‘ 0,58‖ 099o25‘ 9,77‖

Aek godang UK61 01º 23‘ 1,11‖ 099o26‘ 0,10‖

Aek godang UK62 01º 23‘ 0,89‖ 099o26 0,18‖

Aek godang UK63 01º 23‘ 0,89‖ 099o25‘ 9,76‖

Sababalik UK66 01º 15‘ 9,54‖ 099o28‘ 2,33‖

Sababalik UK67 01º 16‘ 0,37‖ 099o28‘ 2,18‖

Sababalik UK68 01º 16‘ 2,10‖ 099o28‘ 3,80‖

Sababalik UK69 01º 16‘ 4,38‖ 099o28‘ 3,85‖

Sababalik UK70 01º 15‘ 9,78‖ 099o28‘ 2,28‖


(55)

Lanjutan………

NO Kabupaten/Kota Desa/Kel No. Titik Koordinat

Koleksi Utara Timur

Sababalik UK72 01º 16‘ 9,72‖ 099o27‘ 9,55‖

Parausorat UK73 01º 18‘ 0,06‖ 099o27‘ 2,52‖

Parausorat UK74 01º 18‘ 3,43‖ 099o27‘ 2,52‖

Parausorat UK75 01º 18‘ 8,86‖ 099o26‘ 9,08‖

Parausorat UK76 01º 20‘ 4,40‖ 099o 27‘5,50‖

Parausorat UK77 01º 20‘ 7,80‖ 099o27‘0,97‖

Janji manahan UK78 01º 21‘ 1,75‖ 099o26‘ 6,52‖

Janji manahan UK79 01º 21‘ 7,03‖ 099o26‘4,89‖

Janji manahan UK80 01º 21‘ 8,13‖ 099o26‘ 4,47‖

Janji manahan UK81 01º 22‘ 6,19‖ 099o26‘ 1,79‖

Janji manahan UK82 01º 22‘ 8,94‖ 099o25‘ 9,97‖

Janji manahan UK83 01º 23‘0,96‖ 099o25‘ 8,68‖

Janji manahan UK84 01º 23‘ 3,22‖ 099o25‘ 7,39‖

Janji manahan UK85 01º 23‘ 6,71‖ 099o25‘6,37‖

Janji manahan UK86 01º 24‘ 1,00‖ 099o25‘2,87‖

Janji manahan UK87 01º 24‘ 0,34‖ 099o25‘ 2,87‖

5. Padangsidempuan

Padang matinggi UK04 01º 21‘ 9,40‖ 099o16‘ 0,38‖

Tano bato UK05 01º 24‘ 2,37‖ 099o15‘ 8,19‖

Tano bato UK109 01º 24‘ 6,84‖ 099o15‘ 7,79‖

Tano bato UK110 01º 24‘ 3,77‖ 099o15‘ 8,39‖

Sitamiang UK111 01º 26‘ 7,7‖ 099o15‘ 7,79‖

6. Tapanuli Selatan

Janji nauli UK08 01º 33‘ 6,52‖ 099o18‘1,27‖

Panompuan jae UK99 01º 29‘ 5,69‖ 099o20‘4,09‖

Panompuan jae UK100 01º 30‘ 0,54‖ 099o19‘ 9,22‖

Palsabolas UK101 01º 26‘ 0,38‖ 099o22‘ 9,03‖

Palsabolas UK102 01º 26‘ 8,36‖ 099o21‘ 7,20‖


(56)

Lanjutan…………

NO Kabupaten/Kota Desa/Kel No. Titik Koordinat

Koleksi Utara Timur

Palsabolas UK104 01º 27‘0,51‖ 099o21‘4,63‖

Palsabolas UK105 01º 24‘ 2,37‖ 099o15‘ 8,19‖

Palsabolas UK106 01º 24‘3,87‖ 099o15‘ 8,34‖

Situmba UK107 01º 32‘6,19‖ 099o18‘ 0,49‖


(57)

Karakter Morfologi Balakka (Phyllanthus emblica) di Lokasi Penelitian

A. Kabupaten Padanglawas

NO Ciri morfologi 1 2 3 4 5 6

1. Tinggi total (m) 8 6 6 9 2,5 7

2. Batang

Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang Jumlah cabang

Bulat, tegak 1,2 28

Coklat keabu abuan Tidak beralur Berbongkah-bongkah tipis 4 Bulat, tegak 0,3 25 Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan

berbingkul-bingkul 3 Bulat, tegak 0,3 5 Coklat keabu-abuan Tidak beralur Kasar dan berbingkul-bingkul 5 Bulat, tegak 0,4 5 Coklat keabu-abuan Beralur

Kasar dan

berbingkul-bingkul 5 Bulat, tegak 0,4 5 Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul 3 Bulat, tegak 0,3 7 Coklat keabu-abuan Tidak beralur Berbongkah-bongkah tipis 2

3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk, berseling 18 – 22

3 – 3,4 8 – 20 2-3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk, berseling 8,5 – 11

2 – 2,2 9 – 12 3-4

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk, berseling 9 – 17

2,3 – 2,7 8 – 20 2-3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk, berseling 12 – 19

3,5 – 4 10 – 20 3-5

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk, berseling 13 – 21

2,2 – 3 10 – 14 3-4

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk, berseling 14,4 – 23

2,5 – 3,3 10 – 14 3-4

4. Bunga Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

5. Buah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

6. Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon


(58)

NO Ciri morfologi 7 8 9 10 11 12

1. Tinggi total (m) 8 17 6 2,5 4 2

2. Batang

Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang Jumlah cabang

Bulat, tegak 2,5 6

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan

berbingkul-bingkul

5

Bulat, tegak 2

45

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan

berbingkul-bingkul 6

Bulat, tegak 2

30

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

5

Bulat, tegak 0,2 10

Coklat keabu-abuan Beralur Berbongkah-bongkah tipis 3 Bulat, tegak 0,3 5

Coklat keabu-abuan Beralur Berbongkah-bongkah tipis 3 Bulat, tegak 0,5 10

Coklat keabu-abuan Tidak beralur Berbongkah-bongkah tipis

3

3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk dan berseling 18,5-3,1 3,2 – 4,,24 18 – 25 3-4 Hijau Hijau keputihan Memanjang Majemuk rangkap dan berseling 10-23 2,1 – 2,5 10 – 11 3-4

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 13 – 25

2,1 – 2,79 8 – 20 2-3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk rangkap dan berseling

9 – 16 2,8 – 3,2 8 – 14 2,5-3 Hijau Hijau keputihan Memanjang Majemuk dan berseling 7 – 12,1 2 – 3 12 – 17 3-4 Hijau Hijau keputihan Memanjang Majemuk dan berseling 11,5 – 21 3,1 – 3,6 10 – 19 3-4

4. Bunga Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

5. Buah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

6. Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon


(59)

1. Tinggi Total (m) 2 25 11 12 11 12

2. Batang

Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang Jumlah cabang

Bulat, tegak 1

12

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul 3 Bulat, tegak 0,5 45

Coklat keabu-abuan Tidak beralur Berbongkah-bongkah tipis 3 Bulat, tegak 1-5 45

Coklat keabu-abuan Beralur Berbongkah-bongkah tipis 6 Bulat, tegak 0,3 30

Coklat kemerah merahan Beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

5

Bulat, tegak 1,5 45

Coklat keabu-abuan Beralur Berbongkah-bongkah tipis 6 Bulat, tegak 0,3 30

Coklat keabu-abuan Beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

5

3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 12-16

2,1 – 3,3 21-23 3-4 Hijau Hijau keputihan Memanjang Majemuk dan berseling 7-15 2,2 – 3 9– 13 3-4

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 7,5 – 10

1,9 – 2,5 12 – 18 3-4

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 10 – 17

2,5 – 3,2 12 – 15 3- 4

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 7 – 10

2 – 2,5 12 – 18 3-4

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 10 – 17

2,5 – 3,2 12 – 15 3- 4

4. Bunga

Warna bunga Jumlah kelopak bunga Jumlah mahkota (helai) Jumlah benang sari Jumlah putik

Tidak ada Tidak ada Ada

Kuning kehijauan 5 6 3 3 Ada Kuning kehijauan 5 6 3 3 Ada Kuning kehijauan 5 6 3 3 Ada Kuning kehijauan 5 6 3 3

5. Buah

Diameter buah (cm) Warna biji

Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada

16-19

Kuning kecoklatan

Tidak ada Tidak ada

6. Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon


(1)

Lanjutan……….

NO

Ciri morfologi

44

45

1. Tinggi Total (m) 2,5 6

2. Batang Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang Jumlah cabang

Bulat, tegak 0,35 3,5

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul 4

Bulat, tegak 1,5 4

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul 4

3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk rangkap dan berseling 6 - 7

1,8 – 2 15 - 16 2 – 3,5

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 11 - 18

1,9 – 2,3 13 – 14 2 - 4

4. Bunga Tidak ada Tidak ada

5. Buah

Diameter buah Warna biji

Tidak ada Ada

22-24

Kuning kecoklatan

6. Habitus Pohon Pohon


(2)

C.

Kabupaten Tapanuli Selatan

NO

Ciri morfologi

1

2

3

4

5

6

1.

Tinggi total (m)

9

2,5

5

25

10

7

2.

Batang Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang

Pangkal batang Tekstur kulit batang

Jumlah cabang

Bulat, tegak 1,3 12

Coklat keabu-abuan

Tidak beralur Kasar dan berbingkul-bingkul 8

Bulat, tegak 0,5 4

Coklat keabu-abuan

Tidak beralur Berbongkah-bongkah tipis 3 Bulat, tegak 0,3 3,5

Coklat keabu-abuan

Tidak beralur Kasar dan berbingkul-bingkul 3

Bulat, tegak 0,25 50

Coklat keabu-abuan

Tidak beralur Kasar dan berbingkul-bingkul 3

Bulat, tegak 0,5 10

Coklat keabu-abuan

Beralur Berbongkah-bongkah tipis 5 Bulat, tegak 2 5

Coklat keabu-abuan Beralur Berbongkah-bongkah tipis 2

3 Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun

Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang Majemuk dan berseling

18 - 31 2 – 3 10 - 18 2 – 3

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling

12,3 - 19 2 – 3,2 21 – 23 2 - 3

Hijau Hijau keputihan Memanjang Majemuk dan berseling

12 – 17,5 2,7– 3,1 15– 16 3 - 4

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling

11 – 13 3– 3,5 12 – 18 2 - 3

Hijau Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling

12 – 19 0,3 – 3,5 10 – 20 2 – 3

Hijau Hijau keputihan Memanjang Majemuk dan berseling 9 – 21 2 – 3 16 – 17 2 – 4

4

Bunga Warna bunga Jumlah kelopak bunga Jumlah mahkota (helai) Jumlah benang sari Jumlah putik Ada Kuning kehijauan 5 6 3 3

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

5

Buah

Diameter buah (cm)

Ada 19 - 21

Tidak ada Tidak ada Ada

18 - 20

Ada 22 - 24


(3)

Lanjutan……….

No Ciri morfologi 7 8 9 10 11

1. Tinggi Total (m) 10 8 5 10 5

2. Batang Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang

Jumlah cabang

Bulat, tegak 2

4

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

3

Bulat, tegak 2

5

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

4

Bulat, tegak 2

2,5

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

5

Bulat, tegak 2

9,4

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

7

Bulat, tegak 2

8

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

5

3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 18 - 31

1,8 – 3 12 - 16 2 – 3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 7 - 16

2,2 – 2,3 12– 13 2-3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 9 – 22

3 – 3,3 15 – 16 3 – 3,5

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 9 – 17

2,3 – 2,7 8 – 20 2 - 3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 13 – 25

2,5 – 3 12 – 14 2,5 – 3

4. Bunga Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

5. Buah

Diameter buah (cm) Warna biji

Tidak ada Ada 18 – 20

Kuning kecoklatan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

6. Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon


(4)

D.

Mandailing Natal

NO Ciri morfologi

1

2

1. Tinggi Total (m) 9 7

2. Batang Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang Jumlah cabang

Bulat, tegak 2

10

Coklat keabu-abuan Beralur

Berbongkah-bongkah tipis 7

Bulat, tegak 2

32

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul 4

3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 11 - 23

2,3 – 2,7 9 - 17 2 – 3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 10 - 21

2,3 – 2,7 7 – 20 1,5 - 2

4. Bunga Warna bunga Jumlah kelopak bunga Jumlah mahkota (helai) Jumlah benang sari Jumlah putik

Ada

Kuning kehijauan 5

6 3 3

Tidak ada

5. Buah

Diameter buah (cm)

Ada 18 – 20


(5)

E. Labuhanbatu Selatan

NO

Ciri morfologi

1 Tinggi Total (m) 15

2. Batang Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang Jumlah cabang

Bulat, tegak 0,5 12

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Berbongkah-bongkah tipis 10

3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 9 - 14

2,2 – 2,4 4 – 25 2 – 3

4. Bunga Tidak ada

5. Buah Tidak ada

6. Habitus Pohon


(6)

F.

Padangsidempuan

NO

Ciri morfologi

1

2

3

4

5

1. Tinggi Total (m) 6 6 6 8 7

2. Batang Bentuk batang Tinggi batang (m) Diameter batang (cm) Warna kulit batang Pangkal batang Tekstur kulit batang Jumlah cabang

Bulat, tegak 1,1 30

Coklat keabu-abuan Beralur

Berbongkah-bongkah tipis 4

Bulat, tegak 0,6 10

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

9

Bulat, tegak 2,2 7

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

3

Bulat, tegak 2

9

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

4

Bulat, tegak 2

10

Coklat keabu-abuan Tidak beralur

Kasar dan berbingkul-bingkul

6 3. Daun

Warna daun atas Warna daun bawah Bantuk daun Susunan daun

Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang anak daun (mm) Lebar anak daun (mm)

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling

10 - 16 2,1 – 2,7 18 - 26 2 – 3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling

8 - 15 2,2 – 2,7 23 – 27 2 – 3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling

8 – 12,3 2,4– 3 17– 19 2,5 - 3,5

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling

18 – 31 1,8– 3 12 – 16 2 - 3

Hijau

Hijau keputihan Memanjang

Majemuk dan berseling 12 – 19,2

2 – 2,5 11 – 12 2 – 3 4. Bunga

Warna bunga Jumlah kelopak bunga Jumlah mahkota (helai) Jumlah benang sari Jumlah putik

Ada

Kuning kehijauan 5

6 3 3

Ada

Kuning kehijauan 5

6 3 3

Ada

Kuning kehijauan 5

6 3 3

Tidak ada Tidak ada

5. Buah

Diameter buah (cm) Warna biji

Ada 18 - 21

Kuning kecoklatan

Ada 20 - 22

Kuning kecoklatan

Tidak ada Ada 21 - 23

Kuning kecoklatan