36
pembinaan disesuaikan dengan cita-cita semula didirikan serikat religius tersebut. Sebagaimana telah menjadi harapan dan cita-cita sejak semula didirikannya serikat
religius disadari bahwa, manfaaat dari formatio dalam sebuah tarekat adalah membantu para calon religius mencapai suatu perkembangan yang seimbang baik
dari segi jasmani maupun dari segi rohani, sehingga pembinaan dapat menguatkan para novis serta mendorongnya untuk mengambil dan melaksanakan salah satu
cara yang terbaik guna mencapai tujuan dan sasaran hidup dan kerjanya Mangunhardjana, 1986: 14.
4. Tahap-tahap Formatio pada Umumnya
Pembinaan religius dalam setiap kongregasi pada umumnya dilaksanakan melalui tahap-tahap formatio berdasarkan konstitusi dari masing-masing tarekat.
Berdasarkan situasi dan perkembangan zaman, kebanyakan kesulitan yang dihadapi dalam pembinaan para novis dewasa ini biasanya disebabkan oleh
kenyataan bahwa ketika mereka diterima mereka tidak memiliki kematangan yang diperlukan. Memang tidak dituntut bahwa seorang calon harus mampu
secara langsung memikul semua kewajiban hidup religius namun dia harus dipandang mampu melakukannya tahap demi tahap. Inilah tujuan tahap-tahap
persiapan untuk novisiat, apapun nama yang diberikan kepadanya, nama postulat atau pra-novisiat, adalah sepenuhnya menjadi hak lembaga yang bersangkutan
untuk menentukan cara yang dilaksanakannya PPDLR, art. 42 . Mardi Prasetyo 1992: 42-62 menjelaskan pentingnya proses pembinaan
mengingat demi pertumbuhan dan perkembangan hidup para calon religius. Menurutnya setiap calon perlu mengenali pertumbuhan pribadinya melalui proses
37
pembinaan sesuai tahap-tahap pembinaan yang harus dijalani sehingga setiap tahapan yang dilalui dalam seluruh proses pembinaan mampu membentuk
disposisi masing-masing dari yang kurang dewasa menuju kedisposisi yang semakin dewasa. Mengingat pentingnya proses pembinaan yang lebih intensif,
maka proses pembinaan dapat dilaksanakan melalui beberapa tahap berdasarkan kekhasan dari masing-masing kongregasi. Dalam KHK, kan. 660 dikatakan
bahwa pembinaan yang dilakukan hendaknya bersifat sistematis, disesuaikan dengan daya tangkap calon, baik spiritual, apostolis, maupun doktrinal sekaligus
praktis. Menurut Mardi Prasetyo 2001a: 78 pembinaan bagi para calon religius memiliki beberapa tahap yang perlu dilalui selama dalam proses pembinaan antara
lain masa pra-novisiat postulat, masa novisiat, masa yuniorat, masa pembinaan terus menerusOn Going Formation dan pembinaan integral.
a. Masa Pra-novisiat
Mardi Prasetyo 2001a: 78 mendefinisikan masa pra-novisiat atau disebut juga dengan masa postulat merupakan masa persiapan dengan jangka waktu
sesuai kebutuhan, dengan tujuan agar tidak hanya dimungkinkan penilaian sikap dan panggilan tetapi juga bukti hidup rohani. Salah satu dokumen Gereja
mendefinisikan bahwa masa postulat merupakan masa dimana seorang calon tidak dituntut memiliki kematangan religius namun dipandang mampu melakukannya
tahap demi tahap dan tidak seorang pun diterima tanpa persiapan yang memadahi KHK, kan. 597. Penekanan utama dalam masa postulat ini adalah apakah calon
memenuhi prasyarat kedewasaan afektif dan manusiawi yang memungkinkan
calon mampu menyangga tugas hidup religius, dan apakah calon mempunyai
38
kemampuan untuk semakin bertumbuh dalam kedewasaan yang lebih lengkap. Untuk itu pada tahap persiapan ini para calon perlu dibantu dalam mematangkan
keputusannya untuk menjadi religius. Selain itu mereka juga perlu ditolong dalam upaya melengkapi pengetahuannya tentang agama.
b. Masa Novisiat
Hidup dalam sebuah lembaga hidup bakti dimulai di novisiat selama dua tahun. Tahun pertama disebut tahun kanonik, sedangkan tahun kedua disebut
tahun eksperimen, tujuannya ialah agar para novis lebih memahami panggilan Ilahi, khususnya yang khas dari lembaga yang bersangkutan, mengalami cara
hidup tarekat, mengenal spiritualitas, kharisma dan identitas tarekat serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, agar terbuktilah niat serta
kecakapannya PPDLR, art. 45. Pada tahap ini para novis dibimbing untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan manusiawi dan kristiani dengan doa dan
ingkar diri dan masuk dalam jalan kesempurnaan dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci, merayakan ibadat dalam liturgi, mempelajari cara
menghayati hidup yang dibaktikan kepada Allah dan manusia melalui ketiga nasehat injil KHK, kan. 652.
c. Masa Yuniorat
Profesi pertama meresmikan suatu tahap pembinaan yang baru, yang memperoleh keuntungan dari dinamisme dan stabilitas yang berasal dari profesi.
Mereka yang menjalani masa yuniorat adalah yang sudah mengikrarkan kaul sementara dalam biara, mereka itu biasa disebut yunior. Lamanya masa yuniorat
39
berlangsung antara 3 tiga sampai 9 sembilan tahun KHK, kan. 657-658. Masa yuniorat bercirikan keterlibatan dalam karya perutusan supaya dapat menghayati
hidup khas lembaga secara lebih penuh dan dapat melaksanakan perutusan secara lebih baik. Masa yuniorat berarti masa pembentukan kualitas diri atas dasar
kualitas tarekat yaitu beriman kepada Tuhan untuk menjadi hamba Tuhan yang sederhana, taat, dan siap sedia membawa terang seperti Keluarga Kudus Nasaret.
Untuk dapat mencapai kualitas diri yang lebih maka diperlukan suatu latihan dan pengalaman kesatuan dengan Tuhan dan dengan segala tuntutan yang bersifat
professional maupun dalam kenyataan penghayatan hidup panggilan untuk mengabdi Tuhan dan sesama sekaligus menghayati hidup sebagai anggota tarekat
melalui tugas perutusan Tim Formator, 2001: 11.
d. Pembinaan Terus menerus On-Going Formation
Pembinaan terus menerus merupakan suatu proses pembaharuan yang menyeluruh mencakup semua segi kehidupan religius dan seluruh lembaga itu
sendiri. Pembinaan ini biasa disebut dengan istilah On-Going Formation yang diperuntukan bagi mereka yang sudah mengikrarkan kaul kekal. Menurut Mardi
Prasetyo 2001b: 55 penekanan pembinaan pada masa ini adalah: “usaha untuk terus menerus membaharui diri sesuai dengan tuntutan zaman
dan tuntutan spiritualitas, dengan konsekuensi tidak mau mandeg dalam pembaharuan, terus menerus memperkembangkan kemampuan dan
keterampilannya dalam membatinkan nilai-nilai religius, dan mewujudkan cita-cita tarekat, mewujudkan pengabdiannya sebagai ungkapan iman
bersama sesuai dengan karisma tarekat, kemudian terus berusaha memberi bentuk kesaksian hidup bakti dalam Gereja dan masyarakat sesuai dengan
tempat dan kemampuannya
”. Dengan demikian nampak bahwa menjadi seorang religius tidak terjadi
40
dengan sendirinya, melainkan melalui tahap-tahap pembinaan yang telah direncanakan. Maka pada tahap On Going Formation para religius akan
memperoleh pengenalan yang mendalam akan Kristus, supaya sebagai religius semakin terbuka dan berani untuk mempercayakan diri dan hidupnya dalam
pengabdian kepada Kristus.
e. Pembinaan Integral
Gaudium et Spes art. 61 menjelaskan konteks pembinaan manusia kristiani yang integral, penting juga dengan memanfaatkan ilmu-ilmu manusia terlebih
sosiologi dan psikologi dalam kerjasama interdisipliner untuk semakin membangun hidup iman. Demikian pula dalam GS, art. 62 secara tegas juga
dinyatakan “dalam reksa pastoral hendaknya jangan hanya asas-asas teologi,
melainkan juga dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan profan terutama sosiologi dan psikologi yang digunakan untuk dapat menghantar umat beriman
kepada kehidupan iman yang lebih murni dan dewasa.”
Pembinaan integral bertujuan mendampingi pendewasaan pribadi yang mencakup kedewasaan manusiawi dan kristiani agar semakin mampu menghayati
apa yang mau diwartakan dan melaksanakan apa yang dipelajari. Menjadi religius yang baik diperlukan pembinaan yang integral dan kepribadian yang seimbang
serta terbuka melalui 4 empat aspek pembinaan sebagaimana dirumuskan dalam pedoman pembinaan bagi para novis Tim Formator, 2001: 53-54.
Pertama, pembentukan manusiawi yang mencakup kedewasaan pribadi terutama kedewasaan emosional yang diandaikan demi pertumbuhan dan
penghayatan hidup religius.
41
Kedua, pembentukan manusia kristiani: mencakup kedewasaan hidup beriman yang mampu melihat yang ilahi dalam hidup manusiawi dalam
rangka penghayatan hidup religius yang terfokus pada inti jiwa KKS. Ketiga, pembentukan intelektual: mencakup kedewasaan pengembangan
daya intelektual, pembangunan cara berpikir yang mendukung hidup rohani, hidup berkomunitas dan hidup tanggungjawab akan tugaskaryastudi demi
perkembangan kongregasi. Keempat, pembentukan apostolik: mencakup kedewasaan pribadi berjiwa
sebagai hamba yang sederhana, taat dan siap sedia melayani, peka terhadap masalah-masalah aktual dalam masyarakat, terutama keluarga.
Berdasarkan empat aspek pembentukan tersebut, pembinaan integral akan dapat terwujud melalui langkah-langkah pembatinan nilai-nilai dan melalui
pembentukan kualitas-kualitas manusiawi, kristiani, religius dan tarekat hidup bakti secara bijak dan memungkinkan para calon dan religius memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri.
B. Formatio Pembinaan menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina
Keluarga Suci dari Pangkalpinang
Formatio diletakkan pada konteks pendampingan pribadi secara intensif sesuai dengan tuntutan integritas psiko-spiritual sebagai sarana untuk menyiapkan
disposisi kedewasaan demi pertumbuhan panggilan agar para novis memiliki kemampuan membatinkan nilai tanpa dirintangi oleh cacat pusaka atau
inkonsistensi sentral, sekurang-kurangnya sampai level sadar bahwa dalam dirinya hidup psikodinamika dengan segala akibatnya dalam kerapuhan diri sebagai
manusia. Titik berat pada proses formatio adalah penyiapan disposisi untuk memilih secara benar dan kemampuan untuk menghayati nilai panggilan dalam
level eksistensial hidup rohani, hidup bersama dan tanggung jawab sosial. Penyiapan disposisi bagi para novis dalam proses pembinaan, dibutuhkan suatu
42
dasar yang kuat untuk melaksanakan proses pembinaan sesuai dengan kharisma dan spiritualitas kongregasi. Dasar pokok dalam setiap proses formatio bagi para
calon adalah dengan adanya visi dan misi formatio dari masing-masing tarekat Konst 2003, art. 75-77.
1. Visi-Misi Formatio Novis Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari
Pangkalpinang
Pada umumnya visi diartikan sebagai gambaran keadaan dan karakteristik yang ingin dicapai oleh suatu lembaga di masa yang akan datang. Misi adalah
pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh Kongregasi atau lembaga dalam usaha mewujudkan visi. Baik visi maupun misi merupakan sarana untuk
mencapai tujuan dari organisasi tersebut yang akhirnya akan mencapai gambaran yang sesuai atau ideal dari organisasi tersebut Heuken, 1993: 164-165.
a. Visi Formatio Novis Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari
Pangkalpinang
Berdasarkan hasil musyawarah Tim Spiritualitas Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang dirumuskanlah visi formatio adalah
“calonanggota memiliki semangat hidup kristiani yang kuat pada Tuhan seperti Keluarga Kudus Nasaret yang berpusat pada
Bapa” Tim Formator, 2001: 7. Visi ini dimaksudkan agar suster novis demi bertumbuhnya daya hidup cinta,
terbuka untuk belajar mencintai, menciptakan suasana hening dalam rumah dan lingkungan novisiat sesuai dengan tuntuan kongregasi. Dengan demikian setiap
suster novis perlu terus menerus mempelajari cara menghayati hidup yang
43
dibaktikan kepada Allah dan manusia dalam Kristus Yesus di Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Konst 2003, art. 92.
b. Misi Formatio Novis Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari
Pangkalpinang
Tim Spiritualitas KKS merumuskan bahwa misi formatio dalam Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang adalah
“membentuk sikap hidup beriman seturut teladan Keluarga Kudus Nasaret yang berpusat pada Bapa, agar
tidak mudah dipengaruhi dan terbawa arus tawaran-tawaran dunia yang bertentangan dengan nilai panggilan
”. Misi tersebut memberikan makna bahwa Kongregasi dalam persekutuannya dengan Gereja selalu memupuk dan
menghayati semangat missioner dalam pelayanan dan pewartaannya bahwa Yesus K
ristus adalah “Terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang, sedang datang kedalam d
unia” Konst 2003, art. 4.
2. Tujuan Formatio Novis menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina
Keluarga Suci dari Pangkalpinang
Tujuan formatio novis sebagaimana dirumuskan dalam konstitusi adalah mengantar para calon dalam pengalaman akan Allah dan membantu mereka
menyempurnakan secara bertahap dalam hidup mereka Konst 2003, art. 77. Untuk mencapai taraf kedewasaan seorang religius muda, baik dari segi rohani
maupun jasmani diperlukan suatu proses pembinaan. Proses pembinaan tergantung dari tarekatkongregasiordo karena isi dari suatu pembinaan disesuaikan dengan
cita-cita semula serikat religius didirikan, namun dalam proses pembinaan perlu
44
juga diperhatikan apa yang menjadi tujuan umum dari formatio religius untuk memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari
ciri khas di dalam Gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh
PPDLR, art. 1. Pembinaan yang tepat dalam sebuah kongregasi pertama-tama bergantung pada para calon dan para anggota tarekat yang bersangkutan. Hidup
bakti menghimpun murid Kristus yang harus dibantu untuk menerima kurnia Ilahi yang diterima oleh Gereja dari Tuhan dan selalu dipelihara dengan
bantuan rahmat-Nya. Bertolak dari rumusan-rumusan yang ada mengenai tujuan pembinaan, Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang
merumuskan bahwa tujuan formatio adalah membantu para sustercalon agar menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh, dengan memadukan
secara harmonis unsur-unsur spiritual, teologi, kitab suci, serta apostolik, doktrin dan praktis dan bertujuan memperkenalkan kepada para novis tentang hidup
bakti, sekaligus membuat mereka menyadari ciri khasnya dalam Gereja Konst 2003, art. 76 .
3. Tahap-tahap Formatio menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina
Keluarga Suci dari Pangkalpinang
Paus Yohanes Paulus II dalam Vita Consecrata art. 65 menekankan pentingnya tahap-
tahap pembinaan yatiu “hendaklah disediakan waktu secukupnya bagi pembinaan dasar dalam arti proses perkembangan yang melalui tahap
pematangan pribadi, dari segi psikologi dan rohani samp ai teologi dan pastoral”.
Adapun tekanan yang diberikan dalam formatio baik dimensi kultural, intelektual