66
rangka penyesuaian dengan ketentuan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta perubahan ini telah memperoleh
persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Surat Keputusannya No. AHU-41654.AH.01.02.Th 2008 tanggal 16 Juli 2008.
Perusahaan dan anak perusahaan tergabung dalam kelompok usaha Timah dengan lingkup usaha meliputi bidang pertambangan,
perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan jasa. Kegiatan utama Perusahaan adalah berfungsi sebagai perusahaan induk yang melakukan
kegiatan investasi dan melakukan jasa pemasaran kepada kelompok usaha. Perusahaan berdomisili di Pangkalpinang, Bangka, Propinsi Bangka
Belitung.
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Deskripsi Mengenai Kepemilikan Manajerial
Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai Kepemilikan Manajerial pada Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia diperoleh
data sebagai berikut :
67
Tabel 4.1 : Data Kepemilikan Manajerial Perusahaan Tambang di
Bursa Efek Indonesia
No. Nama Perusahaan Tahun
Kepemilikan Manajerial
1 PT.
Aneka Tambang, Tbk
2004 18.73010262
2005 18.59657122
2006 18.59657122
2007 18.73010262
2008 19.06657485 2009 19.06657485
PT. Elnusa, Tbk 2006
12.17878709 2007 13.63407432
2008 13.63407432 2009 13.72373786
PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk
2006 12.85845506
2007 12.85845506 2008 12.57077298
2009 13.04077661 PT. Timah, Tbk
2004 18.93150637
2005 18.93150637 2006 18.93150637
2007 18.93150637 2008 18.24494148
2009 18.24494148
Sumber: Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata rasio kepemilikan manajerial empat perusahaan Tambang yang go public di Bursa Efek
Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan 2009, yakni sebesar
19.06657485 dan terendah pada tahun 2006 sebesar 12.17878709 sepanjang periode 2004 - 2009, dari empat perusahaan yang ada, PT.
Aneka Tambang Tbk
merupakan perusahaan yang memiliki rata-rata rasio
kepemilikan manajerial tertinggi sebesar
19.06657485, hal ini berarti PT. Aneka Tambang Tbk adalah perusahaan yang memiliki jumlah saham kepemilikan yang paling
tinggi dibandingkan perusahaan Tambang lainnya. Sedangkan perusahaan
68
dengan rata-rata kepemilikan manajerial terendah sepanjang periode 2004 - 2009 adalah PT. Elnusa Tbk yang memiliki rata-rata rasio saham kepemilikan
sebesar 12.17878709. Semakin Tinggi tingkat kepemilikan manajerial perusahaan menunjukkan
semakin besar jumlah saham kepemilikan yang digunakan dan semakin besar pula resiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan terutama apabila kondisi
perekonomian memburuk. PT. Aneka Tambang Tbk merupakan perusahaan yang memiliki rata-rata rasio kepemilikan manajerial tertinggi sedangkan PT.
Elnusa Tbk memiliki rata-rata rasio terendah. hal ini menunjukkan bahwa PT. Aneka Tambang Tbk memiliki jumlah saham kepemilikan yang lebih tinggi
dengan resiko bisnis yang tinggi pula dibandingkan dengan PT. Elnusa Tbk.
4.2.2. Deskripsi Mengenai Kebijakan Hutang
Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai Kebijakan Hutang pada Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia diperoleh data sebagai
berikut:
69
Tabel 4.2: Data Kebijakan Hutang Perusahaan Tambang di Bursa
Efek Indonesia
No. Nama Perusahaan Tahun
Kebijakan Hutang
1 PT.
Aneka Tambang, Tbk
2004 0.015599725
2005 0.018200857
2006 0.017001391
2007 0.006333555
2008 0.012740958 2009 0.015946715
PT. Elnusa, Tbk 2006
0.116328009 2007 0.100894459
2008 0.09090257 2009 0.12642275
PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk
2006 0.005323815
2007 0.025238088 2008 0.01133075
2009 0.007191488 PT. Timah, Tbk
2004 0.015140189
2005 0.017634
2006 0.098732548 2007 0.037856925
2008 0.061759864 2009 0.072327189
Sumber: Lampiran 1 Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata rasio Kebijakan
Hutang empat perusahaan Tambang yang go public di Bursa Efek Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2006, yakni sebesar
0.116328009 dan terendah pada tahun 2006 sebesar 0.005323815 sepanjang periode 2004 -
2009, dari empat perusahaan yang ada, PT. Elnusa Tbk merupakan perusahaan yang memiliki rata-rata rasio
Kebijakan Hutang tertinggi sebesar
0.116328009, hal ini berarti PT. Elnusa Tbk adalah perusahaan yang memiliki jumlah hutang yang paling tinggi dibandingkan perusahaan Tambang lainnya.
Sedangkan perusahaan dengan rata-rata
Kebijakan Hutang
terendah sepanjang
70
periode 2004 - 2009 adalah
PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
yang memiliki rata-rata rasio
Kebijakan Hutang
sebesar 0.005323815. Semakin Tinggi tingkat
Kebijakan Hutang
perusahaan menunjukkan semakin besar jumlah hutang yang digunakan dan semakin besar pula resiko
bisnis yang dihadapi oleh perusahaan terutama apabila kondisi perekonomian memburuk. PT. Elnusa Tbk merupakan perusahaan yang memiliki rata-rata rasio
Kebijakan Hutang
tertinggi sedangkan
PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk
memiliki rata-rata rasio terendah. hal ini menunjukkan bahwa PT. Elnusa Tbk memiliki jumlah
Kebijakan Hutang
yang lebih tinggi dengan resiko bisnis yang tinggi pula dibandingkan dengan PT. Elnusa Tbk.
4.2.3. Deskripsi Mengenai Ukuran Perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Total Asset pada Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia diperoleh data sebagai
berikut :
71
Tabel 4.3 : Data Total Asset Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia
No. Nama Perusahaan Tahun
Total Asset
1 PT Aneka Tambang , Tbk
2004 22.52210785
2005 22.57998782
2006 22.7100632
2007 23.21132725
2008 23.0500596 2009 23.0198325
PT. Elnusa, Tbk 2006
21.31582443 2007 21.49309856
2008 21.92257257 2009 22.16082848
PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk
2006 21.85715968
2007 22.0914143 2008 22.53260193
2009 22.8124817 PT. Timah, Tbk
2004 21.60536008
2005 21.73419634 2006 21.96517642
2007 22.33922484 2008 22.47853472
2009 22.30342158
Sumber: Lampiran 1 Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa rata-rata rasio Total Asset
empat perusahaan Tambang yang go public di Bursa Efek Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2007, yakni sebesar
23.21132725 dan terendah pada tahun 2006 sebesar 21.31582443 sepanjang periode 2004 - 2009, dari
empat perusahaan yang ada, PT. Aneka Tambang Tbk merupakan perusahaan yang memiliki rata-rata rasio
Total Asset tertinggi sebesar
23.21132725, hal ini berarti PT Aneka Tambang Tbk adalah perusahaan yang memiliki jumlah
Total Asset
yang paling tinggi dibandingkan perusahaan Tambang lainnya. Sedangkan perusahaan dengan rata-rata
Total Asset
terendah sepanjang periode
72
2004 - 2009 adalah PT. Elnusa Tbk yang memiliki rata-rata rasio
Total Asset
sebesar 21.31582443. Semakin Tinggi
Total Asset perusahaan menunjukkan semakin banyak jumlah pinjaman jangka panjang, sehingga semakin banyak bagian
dari laba operasi yang digunakan untuk membayar beban bunga tetap, dan semakin banyak aliran kas yang digunakan untuk membayar angsuran
pinjaman, akibatnya semakin sedikit jumlah laba bersih sesudah pajak yang akan diterima oleh perusahaan.
PT. Aneka Tambang Tbk adalah perusahaan yang memiliki struktur modal yang lebih tinggi dari pada PT. Elnusa
Tbk. Hal ini berarti PT. Aneka Tambang Tbk memiliki jumlah hutang jangka panjang yang besar sehingga akan memperoleh laba yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan PT. Elnusa Tbk.
4.2.4. Deskripsi Mengenai Profitability
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Profitability pada Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia diperoleh data sebagai
berikut :
73
Tabel 4.4 : Data Profitability Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia
No. Nama Perusahaan Tahun
Profitability
1 PT Aneka Tambang , Tbk
2004 0.181472095
2005 0.177394128
2006 0.329627911
2007 0.564557106
2008 0.167231741 2009 0.059106772
2. PT. Elnusa, Tbk
2006 0.063767755
2007 0.06684897 2008 0.054369199
2009 0.065619804 3.
PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk
2006 0.211335977
2007 0.240715608 2008 0.408414985
2009 0.439225195 4.
PT. Timah, Tbk 2004
0.117969961 2005 0.077041086
2006 0.110109346 2007 0.542975835
2008 0.357857031 2009 0.141800832
Sumber: Lampiran 1 Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata rasio Profitability
empat perusahaan Tambang yang go public di Bursa Efek Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2007, yakni sebesar
0.564557106 dan terendah pada tahun 2008 sebesar 0.054369199 sepanjang periode 2004 - 2009, dari
empat perusahaan yang ada, PT Aneka Tambang Tbk merupakan perusahaan yang memiliki rata-rata rasio
Profitability tertinggi sebesar
0.564557106, hal ini berarti PT Aneka Tambang Tbk adalah perusahaan yang memiliki jumlah
Profitability
yang paling tinggi dibandingkan perusahaan Tambang lainnya. Sedangkan perusahaan dengan rata-rata
Profitability
terendah sepanjang
74
periode 2004 - 2009 adalah PT. Elnusa Tbk yang memiliki rata-rata rasio
Total Asset
sebesar 0.054369199. Perusahaan yang mendapatkan keuntungan lebih Profitability akan
mempunyai struktur modal yang rendah daripada perusahaan yang kurang menghasilkan keuntungan Profitability, karena perusahaan yang menghasilkan
keuntungan lebih , mampu mendanai investasinya dengan laba di tahan . hal ini berarti PT Aneka Tambang Tbk adalah perusahaan yang memiliki kemampuan
yang tinggi dalam memeperoleh keuntungan laba dibandingkan dengan PT. Elnusa Tbk memiliki struktur modal yang lebih rendah daripada PT Aneka
Tambang Tbk, karena PT Aneka Tambang Tbk lebioh mampu mendanai investasinya dengan laba ditahan.
4.2.5. Deskripsi Mengenai Pengungkapan Biaya Sosial
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Pengungkapan Biaya Sosial pada Perusahaan Tambang di Bursa Efek
Indonesia diperoleh data sebagai berikut :
75
Tabel 4.5 : Data Pengungkapan Biaya Sosial Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia
No. Nama Perusahaan Tahun
Pengungkapan Biaya Sosial
1 PT Aneka Tambang , Tbk
2004 14.15298943
2005 14.18758984
2006 16.21918926
2007 16.36984959
2008 18.70637753 2009 17.74725666
2. PT. Elnusa, Tbk
2006 14.20349035
2007 14.09541244 2008 13.28223205
2009 14.71567191 3.
PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk
2006 16.30066718
2007 16.33272304 2008 17.39435191
2009 17.66516868 4.
PT. Timah, Tbk 2004
15.37407614 2005 15.49185918
2006 16.31686454 2007 16.57767008
2008 17.15967893 2009 17.49900051
Sumber: Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa rata-rata pengungkapan biaya sosial empat perusahaan Tambang yang go public di Bursa Efek
Indonesia tertinggi terjadi pada tahun
2008
, yakni sebesar
18.70637753 dan terendah pada tahun 2008 sebesar 13.28223205 sepanjang periode 2004 -
2009, dari empat perusahaan yang ada, PT Aneka Tambang Tbk merupakan perusahaan yang memiliki rata-rata
pengungkapan biaya sosial tertinggi sebesar
18.70637753, hal ini berarti PT Aneka Tambang Tbk adalah perusahaan yang memiliki jumlah
pengungkapan biaya sosial
yang paling tinggi dibandingkan perusahaan Tambang lainnya. Sedangkan perusahaan dengan
76
rata-rata
pengungkapan biaya sosial
terendah sepanjang periode 2004 - 2009 adalah PT. Elnusa Tbk yang memiliki rata-rata rasio
pengungkapan biaya sosial
sebesar 13.28223205.
Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional
mainstream accounting telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, jadi tidak hanya
mencari profit semata. Begitu juga dengan perusahaan tambang, yang banyak mengeksploitasi sumber
daya
alam. Hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pengeluaran biaya sosial perusahaan. Tetapi pada
kenyataannya banyak perusahaan tambang yang belum mencantumkan biaya sosial dalam laporan keuangannya.
4.2.6. Hasil Pengujian Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov data dikatakan normal jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 5. Dari hasil pengujian diperoleh hasil sebagai berikut :
77
Tabel 4.6: Hasil Pengujian Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 20
Kolmogorov-Smirnov Z 1.366
Asymp. Sig. 2-tailed .048
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : Lampiran 2 Hasil uji normalitas terhadap nilai residual persamaan regresi
dengan menggunakan Kolmogorov – Smirnov, menunjukkan nilai signifikansi 0,048 0,05; sehingga dapat disimpulkan bahwa data
pada persamaan regresi memiliki distribusi data yang tidak normal.
4.2.7. Hasil Pengujian Asumsi Klasik
4.2.7.1.Multikolinieritas
Multikolinearitas merupakan situasi dimana terdapat korelasi antara variabel-variabel independen. Gejala ini dapat diketahui dengan
menggunakan perhitungan Tolerance TOL dan Variance Inflation Faktor VIF. Dengan ketentuan apabila nilai TOL mendekati 1 maka
tidak terdapat multikolinearitas antar variabel, dan apabila nilai VIF kurang dari 10 maka tingkat multikolinearitasnya termasuk tidak
berbahaya. Hasil analisis pengujian uji linieritas multikolinieritas adalah sebagai berikut :
78
Tabel 4.7 : Hasil Pengujian Multikolinieritas
Coefficients
a
Collinearity Statistics Model
Tolerance VIF
Constant Kepemilikan Manajerial
.783 1.278
Leverage .626
1.597 Ukuran Perusahaan
.518 1.931
1
Profitability .619
1.616 a. Dependent Variable: Pengungkapan Biaya Sosial
Sumber: Lampiran 3 Hasil uji Multikolinieritas menunjukkan nilai VIF X1=1,278;
X2=1,597; dan X3=1,931 dan X4=1,616 kurang dari 10; sehingga tidak terjadi multikolinieritas yang tinggi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa asumsi tidak terjadi multikolinieritas pada variabel bebas penelitian dapat dipenuhi.
4.2.7.2.Heteroskedastisitas
Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas. Hal ini biasa diidentifikasi dengan cara
menghitung korelasi rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Dengan ketentuan apabila nilai probabilitas kesalahan
lebih besar dari 5 maka tidak ada hubungan tidak terjadi heteroskedastisitas.
79
Pengujian Heteroskedastisitas di sini menggunakan korelasi rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas dengan hasil
analisis sebagai berikut :
Tabel 4.8 : Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Correlations
Unstandardized Residual
Correlation Coefficient 1.000
Sig. 2-tailed .
Unstandardized Residual
N 20
Correlation Coefficient .118
Sig. 2-tailed .620
Kepemilikan Manajerial
N 20
Correlation Coefficient -.105
Sig. 2-tailed .659
Leverage
N 20
Correlation Coefficient .059
Sig. 2-tailed .806
Ukuran Perusahaan
N 20
Correlation Coefficient .041
Sig. 2-tailed .865
Spearmans rho
Profitability
N 20
. Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed. . Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed.
Sumber: Lampiran 3 Hasil Uji Heteroskedastisitas pada nilai residual variabel bebas
penelitian menunjukkan nilai signifikansi variabel X1=0,620; X2=0,659; X3=0,806 dan X4=0,865; yang nilainya 0,05; berarti
80
tidak terjadi heteroskedastisitas. Dengan demikian asumsi tidak terjadi heteroskedastisitas dapat dipenuhi.
4.2.7.3.Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui korelasi antara anggota serangkaian data observasi. Untuk mendeteksi gejala
autokorelasi digunakan Durbin–Watson dw statistic. Hasil analisis pengujian uji Autokorelasi adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9: Hasil Pengujian Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .364
a
.132 -.099
135.47453 2.606
a. Predictors: Constant, Profitabilitas, Kepemilikan Manajemen, Leverage, Ukuran Perusahaan b. Dependent Variable: Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Sumber: Lampiran 3
Gambar 4.1. Kurva Hasil Pengujian Durbin Watson
Tidak Ada Autokorelasi
A d
a Au toko
relasi negat
if
Daerah Keragu-raguan Daerah keragu-raguan
Ad a Au
toko rel
asi po sitif
dl = 0.894
du = 1,828
D.W = 2.606
4-du = 2.172
4-dl = 3.106
81
Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai DW sebesar 2,606. Berdasarkan table DW dengan jumlah sample n = 20 dan variabel independen
k = 4 dengan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh nilai d
L
= 0.894 dan d
U
= 1,828. Nilai DW 2,606 terletak antara 4 - d
U
2,172 dan 4 - d
L
3,106 atau terletak di daerah tanpa kesimpulan; sehingga dapat DIANGGAP bahwa
asumsi tidak terjadi autokorelasi dapat dipenuhi
4.2.8. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Hasil pengujian regresi linier berganda diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Tabel 4.10: Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Sumber: lampiran 4 Hasil pengujian regresi linier berganda diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut :
Y = - 11.721 + 0.001 X1 – 5.544 X2 + 1.243 X3 + 1.074 X4
Hasil persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
82
a. Nilai