BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1 Kepatuhan dan Pemeriksaan Pajak
2.1.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan adalah dengan melunasi dan melaporkan SPT masa dan tahunannya tepat waktu. Kepatuhan
wajib pajak merupakan syarat agar penerimaan pajak negara meningkat. Dalam Fika Agusti 2010 disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara tingkat
kepatuhan wajib pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Jadi, semakin patuh wajib pajak badan melaporkan dan melunasi kewajiban perpajakannya
maka penerimaan pajak pada KPP akan meningkat. Ketidakpatuhan wajib pajak dalam self assessment system dapat berkembang apabila tidak adanya ketegasan
dari instansi perpajakan. Hal ini dapat mencapai suatu tingkat di mana sistem perpajakan akan menjadi lumpuh. Menjaga agar wajib pajak tetap berada dalam
koridor peraturan perpajakan, maka diantisipasi dengan melakukan upaya intensifikasi pemeriksaan terhadap wajib pajak yang memenuhi kriteria untuk
diperiksa.
2.1.2 Pengertian Pemeriksaan
Defenisi pemeriksaan menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan UU KUP sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 adalah ”serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, danatau bukti yang
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan danatau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan”.
Pada dasarnya pemeriksaan adalah pemeriksaan atas buku-buku atau catatan-catatan yang dibuat oleh Wajib Pajak mengenai kegiatan usahanya,
kemudian menguji kebenaran formalmaterial dari pembukuan tersebut, serta meneliti apakah kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan telah
dilaksanakan dan apakah pelaksanaan kewajiban itu telah memenuhi ketentuan- ketentuan yuridis fiskal sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Di lain pihak defenisi di atas memberikan suatu pandangan bahwa laporan keuangan yang disusun dengan berpedoman kepada Standar Akuntansi dan telah
di audit oleh kantor akuntan publik, dengan melakukan prinsip-prinsip dasar dan teknikprosedur audit seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik yang dinyatakan wajar tanpa syarat oleh akuntan publiknya. Jumlah laba bersih
yang dilaporkan masih memerlukan beberapa penyesuaian yuridis fiskal. Menurut Fauzi 1999:15 ”Pemeriksaan akuntan auditing adalah
pemeriksaan secara objektif, independen dan sistematis yang dilakukan oleh akuntan publik terhadap ikhtisar keuangan suatu perusahaan atau kesatuan
ekonomi dengan tujuan untuk menyatakan pendapat tentang apakah ikhtisar keuangan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang diterima secara umum”
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan defenisi diatas pemeriksaan akuntan harus dilaksanakan secara:
1. Objektif, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan data
dan bukti secara apa adanya, dan tidak didasarkan pada kehendak atau prasangka subjektif dari pihak pemeriksa.
2. Independen, artinya pemeriksaan harus memiliki keabsahan di dalam
melaksanakan tugasnya, adil di dalam tindakannya serta tidak memihak pada salah satu kepentingan. Tidak terpengaruh dengan konflik
kepentingan dan tekanan dari pihak lain.
3. Sistematis, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan
seperangkat kaidah formal yang harus dipatuhi sebagai kriteria, ukuran mutu, dan pedoman bertindak dalam melakukan pemeriksaan.
2.1.3 Pengertian Wajib Pajak Badan
Menurut Undang-undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan STDD Undang-undang No.16 Tahun 2009 :
” Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan , meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. ” Badan adalah sekumpulan orang danatau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroaan terbatas, perseroaan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
Universitas Sumatera Utara
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.
2.1.4 Pengertian PPh Pasal 25 Badan