Faktor-Faktor yang Mendorong Para Pihak Memberdayakan Arbitrase dalam Menyelesaikan Sengketa

Beberapa kelemahan arbitrase yang lainnya adalah : 1. Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis sendiri. Sebagai contoh masyarakat masih banyak yang belum mengetahui keberadaan dan kiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI. 2. Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembaga arbitrase yang ada. 3. Lembaga Arbitrase tidak mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan eksekusi putusannya. 4. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam Arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara, baik dengan teknik mengulur-ulur waktu, perlawanan, gugatan pembatalan dan sebagainya. 5. Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu mekanisme extra judicial, arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran. 58

D. Faktor-Faktor yang Mendorong Para Pihak Memberdayakan Arbitrase dalam Menyelesaikan Sengketa

Penyelesaian sengketa yang dilakukan atau dipilih para pihak melalui suatu metode penyelesaian sengketa yaitu arbitrase menjadi sebuah realita yang saat ini 58 http:jdih.bpk.go.idwp‐contentuploads201103Arbitrase.pdf , artikel, diakses 15 Februari 2014 Universitas Sumatera Utara berkembang di masyarakat. Masyarakat yang pada umumnya mempunyai hubungan sosial yang multiplex, cenderung menjunjung tinggi mufakat atau kompromi. Masyarakat juga memikirkan kelanjutan hubungan sosial kedepannya setelah terjadi sebuah sengketa. Dimana hal-hal yang mereka inginkan menyangkut hubungan baik dan kompromistis tersebut tidak bisa mereka dapatkan melalui sebuah penyelesaian sengketa yang terstruktur melalui cara litigasi atau penyelesaian sengketa di pengadilan. Dalam sebuah negara yang sistem hukum dan pemerintahannya korup dan lembaga peradilannya dapat dengan mudah dibeli oleh pihak yang memiliki kekuatan finansial atau kekuatan politik, cara-cara negosiasi dan mediasi tidak akan berjalan efektif karena pihak yang kuat merasa yakin bahwa dengan cara dan dalam forum apa pun dapat memenangkan sengketa. 59 Penyelesaian sengketa menggunakan pengadilan telah terbukti banyak menimbulkan ketidakpuasan pada pihak-pihak yang bersengketa maupun masyarakat luas. Ketidakpuasan masyarakat dilontarkan dalam bentuk pandangan sinis, mencemooh, dan menghujat terhadap kinerja pengadilan karena dianggap tidak memanusiakan pihak-pihak yang bersengketa, menjauhkan pihak-pihak bersengketa dari keadilan, tempat terjadinya perdagangan putusan hakim, dan lain-lain hujatan yang ditujukan kepada lembaga peradilan. 60 Seperti hal nya dengan negosiasi dan mediasi, arbitrase lebih dipilih karena para pihak cenderung tidak mempercayai lembaga pengadilan tersebut. 59 Albert K. Fiadjoe, Akternative Disputs Resolution, dalam Skripsi Fanny Dwi Lestari, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2013 60 http:andukot.files.wordpress.com201005jurisdiksi‐arbitrase.pdf , artikel, diakses 16 Februari 2014 Universitas Sumatera Utara Para pihak yang bersengketa tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui siapa yang menang ataupun kalah dalam suatu proses penyelesaian sengketa litigasi, para pihak akan mengeluarkan biaya yang banyak selama proses penyelsaian perkara. Melalui arbitrase, biaya besar yang dikeluarkan para pihak tersebut dapat diminimalisir sehingga para pihak pun lebih memilih arbitrase daripada proses penyelesaian secara litigasi. Dengan kata lain, penyelesaian sengketa melalui arbitrase merupakan cara yang efektif dari segi finansial karena biayanya yang terjangkau. Sama halnya dengan biaya, para pihak juga tidak ingin membuang waktu hanya untuk berperkara di pengadilan saja, masih banyak kepentingan dan urusan lain yang harus mereka selesaikan disamping sengketa yang tengah mereka hadapi. Agar penyelesaian sengketa menjadi lebih hemat waktu, para pihak sengketa tertarik untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Selain putusan bisa di dapat dengan cepat, putusan arbitrase ini bersifat final dan tidak dapat diajukan banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali. Tidak sama dengan negosiasi dan mediasi yang memiliki kemungkinan tidak berhasil, arbitrase pasti akan menghasilkan suatu keputusan terhadap sengketa yang terjadi, karen arbiter memiliki wewenang untuk hal tersebut bahkan dalam hal ketidakhadiran pihak termohon sekalipun. Hal ini juga mnjadi nilai lebih bagi arbitrase sebagai metode penyelesaian sengketa. Faktor lain yang mendorong para pihak sengketa melakukan arbitrase adalah karena arbitrase memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada para pihak dalam menentukan arbiter, pilihan hukum, proses, serta tempat Universitas Sumatera Utara penyelenggaraan arbitrase. Namun tetap pada akhirnya para pihak ini tetap harus tunduk dan patuh terhadap putusan arbitrase yang mengikat mereka tersebut. Dari faktor-faktor yang telah diurasikan diatas, dapat dilihat dengan jelas dan dapat ditarik kesimpulan bahwa arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang memiliki manfaat serta kemudahan- kemudahan yang sangat besar sehingga mendorong para pihak sengketa untuk memilih serta memberdayakan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa. Universitas Sumatera Utara

BAB III ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU PILIHAN HUKUM DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN A. Defenisi Sengketa Perbankan Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana surplus of funds dengan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana lack of funds. Dengan demikian perbankan akan bergerak dalam kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem bagi semua sektor perekonomian. Lembaga perbankan di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, dimana kegiatan lembaga keuangan seperti pembiayaan dan perbankan diperkenalkan operasinya oleh Vereenigde Oost-indische Compagnie VOC. Voc membawa serta perangkat sistem keuangan dan pembayaran dalam usaha berdagang dan mencari keuntungan di bumi Nusantara ini, yang selanjutnya mereka menjurus ke arah penjajahan suatu bangsa dengan berbagai variasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik untuk mendukung tujuan ekonomi perdagangannya. Perusahaan yang pertama menjalankan fungsi sebagai bank di Indonesia, yaitu De Nederlandsche Handel Maatschappij NHM yang secara resminya adalah perusahaan dagang. Adapun perusahaan yang benar-benar resmi didirikan untuk menjalankan usaha bank, yaitu NV De Javasche Bank. Adapun modal pertamanya sebesar satu juta gulden. Modal tersebut berasal dari setoran Universitas Sumatera Utara