PEREMPUAN DALAM SISTEM SOSIAL BANTUL

III. PEREMPUAN DALAM SISTEM SOSIAL BANTUL

Posisi perempuan dalam sistem sosial Bantul berada dalam ruang dan pembagian kerja yang terdiferensiasi secara seksual/gender. Ruang perempuan di Bantul terkategorisasi dalam 3 kategori kerja perempuan yang terdiri dari: 27 Pertama, kerja produktif yang menjelaskan aktivitas untuk memproduksi barang dan jasa untuk konsumsi dan perdagangan. Petani, pengrajin, buruh pabrik ataupun pedagang, baik menjadi pekerja atau menjadi wirausaha, adalah contoh dari aktivitas produktif. Biasanya, bila orang ditanya apa pekerjaannya, jawaban atas pertanyaan tersebut lah yang menjelaskan kerja produktif. Walaupun saat ini laki‐laki dan perempuan sama‐sama terlibat dalam kerja produktif, fungsi dan tanggung‐jawab akan berbeda mengacu kepada pembagian kerja berbasis gender. Dalam banyak kasus, kerja produktif perempuan sering dianggap bernilai lebih rendah dan sekaligus sering tidak tampak. Kedua , adalah kerja reproduktif yang terkait dengan perawatan dan menjaga rumah tangga dan seluruh anggotanya. Menjaga anak, membersihkan rumah, menyediakan air bersih hingga

27 “Two Halves Make a Whole : balancing Gender Relations in Development”, CCIC/MATCH/AQOCI, sebagaimana dikutip dalam Williams, S., et.al. (1994), “The Oxfam Gender Training Manual”, Oxfam

(UK & Ireland), Oxford, UK., p. 189.

menjaga kesehatan keluarga adalah deretan aktivitas reproduktif yang sebetulnya sangatlah krusial dalam menjaga keberlangsungan kehidupan, walaupun seringkali tidak dianggap sebagai ’kerja’ dalam pengertian ekonomi. Padahal, sebetulnya kerja ini sangat bernilai dan sekaligus memakan waktu yang tidak sedikit, dan kebanyakan menjadi tanggung‐jawab perempuan. Ketiga, adalah kerja komunitas. Kerja ini melibatkan organisasi kolektif dalam kegiatan sosial maupun juga pelayanan dan politik. Upacara, musyawarah, aktivitas pengembangan msyarakat, keikutsertaan dalam kelompok, dan aktivitas politik lokal adalah bagian dari kerja ini. Biasanya, kerja ini merupakan aktivitas yang bersifat sukarela, dan sangat berperan penting dalam menjaga pengembangan budaya dan spiritual komunitas dan juga menjadi mesin penting dalam organisasi dan pertahanan komunitas. Laki‐laki dan perempuan biasanya sama‐sama terlibat, walaupun pembagian kerja dan peran berbasis gender sangat nampak di sini. Bagian berikut menunjukkan bagaimana pembagian kerja berbasis gender dalam konteks Jawa:

d.1. Aktivitas Domestik

Seperti di banyak masyarakat, peran domestik menjadi tanggung‐jawab perempuan. Satu studi berikut, yang dilakukan di empat komunitas, baik di desa dan di kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan pola pembagian peran di dalam rumah tangga.

Tabel

Persen

Perempuan yang Mengaku Bertanggung‐jawab terhadap Kerja Domestik 28

Tugas Jumlah (Persen) Memasak 78.4

Membersihkan rumah

28 Family Planning, Family Welfare and women’s Activities in Indonesia”, Population Studies Center, Gadjah Mada University, Nov, 1997

Membersihkan halaman

Merawat anak

Mencuci pakaian

Mereparasi rumah

Mengelola keuangan rumah tangga

Nampak bahwa selain tugas perbaikan rumah, hampir semua tanggung‐jawab kerja di level rumah adalah di pundak perempuan, baik dilakukan sendiri ataupun dengan mempekerjakan PRT. Walau begitu, untuk konteks perempuan pedesaan di Bantul, walaupun ada satu dua keluarga yang mempekerjakan PRT, secara umum hampir semua kerja di atas dilakukan sendiri oleh perempuan.

Dan panjangnya deret pekerjaan reproduktif yang dikerjakan dan menjadi tanggung‐ jawab perempuan ini juga terjadi di banyak tempat dan juga negara. Dan ini berkorelasi dengan banyaknya waktu yang dihabiskan oleh perempuan untuk mengerjakannya. Selain itu secara umum, perempuan menjadi pihak yang bertanggung‐jawab terhadap pekerjaan rumah, bahkan

biarpun mereka bekerja di luar rumah 29 . Dalam kajian feminis, double burden ini menjadi salah satu persoalan perempuan yang utama dan membuat rendahnya kesejahteraan hidup perempuan.

Tetapi, besarnya tenaga, pikiran dan sekaligus waktu yang dicurahkan perempuan bagi kerja reproduktif seringkali menjadi tidak nampak, tidak dihitung dan sekaligus tidak dianggap penting. Tentang ini, Pigou mengatakan :

29 Survey Research Center of the university of Michigan 1975-1976, sebagaimana dikutip oleh O’Neill (1985), op.cit.

...”Sebagai ibu rumah tangga, mereka tidak akan didaftarkan sebagai penghasil upah dan demikian tidak akan diperhitungkan dalam statistik nasional. Mereka menjadi perempuan yang tidak nampak. Mereka tidak dianggap sebagai orang yang bekerja atau sebagai penghasil nafkah dan dengan demikian dianggap tak produktif. Ini justru disebabkan kerja rumah tangga bukan

merupakan kerja upahan, dengan demikian tidak diakui sebagai kerja 30 .

Dan sebagai implikasinya, ketiadaan penghargaan bagi kerja reproduktif yang dilakukan perempuan, membuat mereka menjadi kelas yang terpinggir dan sekaligus tidak berdaya. Hal ini juga sekaligus membuat perempuan tidak memiliki mekanisme untuk

memperjuangkan kebutuhan dan kepentingannya. 31

d.2. Aktivitas Ekonomi

Berbeda dengan profil perempuan priyayi pada masa kolonial, perempuan‐perempuan di kelas bawah yang hidup di perkotaan, justru menunjukkan kondisi yang lebih berdaya dan lebih independen. 32 Ini nampak dari profil perempuan kelas bawah (kawula) yang sejak dahulu juga memainkan peran penting bagi perekonomian keluarga, bahkan walaupun dalam kultur Jawa, laki‐laki adalah pencari nafkah utama. Bagaimana dengan kondisi saat ini? Potretnya tak jauh berbeda. Namun di sini, muncul pertanyaan tentang apakah korelasi antara kontribusi dengan relasi yang terbangun di tingkat keluarga. Sangat dimungkinkan, biarpun mereka sangatlah berkontribusi untuk pendapatan dan ekonomi keluarga, peran mereka sering tidak terlihat. Bentuk yang lain adalah bahwa besarnya kontribusi ini tidak selalu diiringi dengan besarnya kuasa dalam mekanisme pengambilan keputusan –terutama keputusan strategis terkait dengan aktivitas bisnis – bahkan di tingkat sekecil rumah tangga sekalipun.

Sebagaimana studi yang dilakukan oleh Molo di salah satu desa di Jatinom, Klaten, 33 penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang terkait dengan pengambilan

30 AC Pigou, dalam Hong, 1984 : 6, sebagaimana ditulis dalam Saptari, Ratna & Holzner, Brigitte (1997), ”Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial : Sebuah Pengantar Studi Perempuan”, Grafiti - Kalyanamitra.

, h. 15

31 Fatimah, Dati (2007), “Kalkulasi Ekonomi Kerja Domestik”, Kompas, 9 April.

32 Lihat Dzuhayatin (2002), op.cit.

33 Molo, Marcelinus (1992), “Women’s Role, Resources dan Decision Making in Rural Java : A Case study”, a doctoral dissertation, Flinders University of South Australia 33 Molo, Marcelinus (1992), “Women’s Role, Resources dan Decision Making in Rural Java : A Case study”, a doctoral dissertation, Flinders University of South Australia

Jenis pekerjaan di Bantul yang didominasi perempuan adalah bidang penjualan dan produksi. Kedua bidang tersebut merupakan bidang yang bisa dikerjakan secara fleksibel oleh perempuan karena tidak terikat oleh hubungan kerja. Faktor‐faktor yang menjadi penimbang dalam pemilihan pekerjaan ternyata sangatlah terkait dengan peran gender yang ada. Pilihan‐ pilihan pekerjaan bagi perempuan, biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal, dan salah satu

yang utama adalah persoalan pengasuhan dan perawatan anak. 34 Perawatan anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sehingga banyak perempuan memilih bekerja di rumah, walaupun waktu perempuan untuk mengurus anak sudah jauh lebih berkurang karena menurunnya jumlah rerata anak dalam keluarga sebagai salah satu faktornya.

d.3. Aktivitas Sosial

Pengaruh norma dan ideology patriarki mempengaruhi kondisi perempuan dalam segala aktivitas yang dijalankannya baik dalam aktivitas domestic, ekonomi maupun sosial. Dalam kegiatan pembangunan yang dicanangkan pemerintah‐secara eksplisit maupun implisit‐

34 O’Neill, op.cit.

menguatkan asumsi pemisahan peranan (dus, ruang) laki‐laki dan perempuan. 35 Perkumpulan formil yang sarat dengan kepemimpinan ditetapkan sebagai urusan laki‐laki. Sedangkan urusan perempuan dibatasi pada kegiatan yang menjurus pada bidang “reproduksi,”semisal keluarga berencana, pendidikan gizi dan kesehatan, PKK dan lain sebagainya sebagaimana tampak dalam tabel di bawah ini.

Women’s Participation in Community Activities, 1997 Aktivitas komunitas

Total (persen)

Dasawisma 23.2 PKK 64.2

Apsari/PKB 1.8 UPGK/Posyandu 26.2 Arisan 78.1

Religious activities

Other 3.3

Number of cases

Tabel aktivitas perempuan di atas secara umum masih sesuai dengan aktivitas perempuan di Bantul, meski memang tidak diperoleh data resmi yang lebih detil untuk menjelaskan aktivitas perempuan. Dalam buku Profil Kesehatan Bantul ditunjukkan bahwa program perbaikan gizi merupakan program yang secara kuat digerakkan melalui sinergi Dinas Kesehatan dengan

35 Baca Benjamin White dan Endang Lestari Hastuti “Subordinasi Tersembunyi, Pengaruh Pria dan Wanita dalam kegiatan Rumah tangga dan masayarakat di 2 desa di Jawa Barat”. Laporan Agro

Ekonomi Survay. IPB. November 1980.

perempuan kader kesehatan, Yandu dan PKK di kabupaten Bantul. Program perbaikan gizi tersebut antara lain: 1. Upaya perbaikan gizi keluarga (UPKG), 2. Penanggulangan kurang energi protein, 3. Penanggulangan anemia gizi, 4. Penanggulangan kurang vitamin A, 5. Penaggulangan GAKY, 6. Upaya perbaikan gizi intitusi (UPGI), 7. Penyuluhan gizi masyarakat, 8. Sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SPKG).

BAB III

UJIAN KETANGGUHAN PEREMPUAN DALAM BENCANA