Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif

DAK subbid yanfar dialokasikan untuk pengadaan obat dan perbekalan kesehatan serta pembangunan dan rehabilitasi instalasi farmasi. Pelaporan DAK subbid yanfar yang

diterima oleh ditjen Binfar alkes secara umum masih rendah. DAK subbid yanfar masih merupakan sumber dana utama pengadaan obat meskipun setelah JKN ada dana kapitasi

yang bisa dialokasikan untuk pengadaan obat. Sebagian daerah masih belum menggunakan dana kapitasi karena berbagai kendala khususnya masalah kebijakan

teknis, sehingga cenderung menggunakan DAK yang secara teknis lebih mudah. Peningkatan pelaporan DAK perlu diupayakan melalui pengembangan regulasi dan

melanjutkan pelaporan dengan google drive. Dana kapitasi untuk pengadaan obat perlu dipertimbangkan dalam perhitungan alokasi DAK subbid yanfar sehingga dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kapitasi maupun DAK.

Latar Belakang

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan bagian dari dana perimbangan yang erat kaitannya dengan strategi pembangunan nasional. DAK Bidang Kesehatan diarahkan untuk kegiatan Subbidang Pelayanan Kesehatan Dasar, Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Pelayanan Kefarmasian. Tujuan pembangunan kesehatan di sektor kefarmasian adalah menyediakan obat dalam jumlah dan jenis yang cukup, mutu yang terjamin, terjangkau serta mudah diakses. Pengalokasian DAK ditentukan melalui kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis. Mulai tahun 2016 DAK ditentukan oleh unit utama melalui proses pengajuan proposal dari daerah (proposal based). DAK subbid yanfar diberikan pada kabupaten/kota yang tertentu dan digunakan terutama untuk pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, pembangunan atau rehabilitasi instalasi farmasi di kabupaten / kota serta pengadaan sarana pendukung instalasi farmasi. Sejak tahun anggaran 2014 DAK subbid yanfar ada yang diberikan pada tingkat provinsi untuk pembangunan atau rehabilitasi instalasi farmasi provinsi dan pengadaan sarana pendukungnya.

Urgensi Permasalahan

Permasalahan terkait DAK yaitu mengenai pengalokasian daerah yang masih mengandalkan DAK dan hanya menyediakan dana pendamping 10%, rendahnya tingkat pelaporan dan kurangnya pemahaman tentang implementasi peraturan pelaksanaan DAK. Dalam pelaksanaan pelaporan penggunaan DAK yang diterima oleh Dirjen Binfar Alkes terlihat bahwa respon rate pelaporan sangat rendah. Pada tingkat provinsi hanya ada 5 provinsi yang mengirimkan laporan >95% yaitu provinsi Nangroe Aceh

Darussalam, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua. Data dari Biro Perencanaan menunjukkan pelaporan pada tingkat provinsi mencapai 100% sedangkan realisasinya lebih kecil. Provinsi Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat memiliki tingkat pelaporan dan realisasi yang paling tinggi yaitu 100% pelaporan dan 99% realisasi keuangan. Pada tingkat kabupaten/kota terlihat bahwa kabupaten/kota yang berada di provinsi DIY memberikan pelaporan 100% dengan tingkat realisasi keuangan paling tinggi yaitu 95%, disusul oleh kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Jawa Timur dengan tingkat pelaporan 100% dan realisasi 93%. Secara nasional pelaporan tingkat provinsi hanya 57% sementara realisasi mencapai 84% sedangkan di kabupaten/kota pelaporan mencapai 60% sedangkan realisasi mencapai 87%.

Rasio efektifitas penggunaan tertinggi adalah pengadaan sarana pendukung instalasi farmasi baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi sementara untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan rasio efektifitasnya hanya 54,58%. Indikator yang belum terealisasi adalah pengadaan sarana instalasi pengolahan limbah padat obat di IF kabupaten/kota dan IF provinsi. DAK subbid yanfar masih menjadi sumber dana utama untuk pengadaan obat di kabupaten/kota yang mendapatkan dana DAK. Dengan adanya dana kapitasi, pengalokasian DAK mengalami pengurangan tetapi banyak daerah belum siap dengan pengurangan DAK subbid yanfar tersebut karena memang kapitasi belum digunakan. Dana kapitasi masih belum banyak dimanfaatkan di berbagai daerah karena kendala aturan pemanfaatan yang belum jelas, pengaruh kendala e-catalogue, serta kurangnya SDM yang memenuhi syarat untuk melakukan pengadaan di puskesmas. Di kota Serang pada tahun 2015 pun DAK masih menjadi sumber dana utama untuk pengadaan obat. Hal berbeda pada tahun 2015 di Kota Bekasi dan Kab. Pandeglang yang menunjukkan dana kapitasi menjadi sumber terbesar untuk pengadaan obat. Secara umum terlihat trend peningkatan penggunaan dana kapitasi pada tahun 2014 ke tahun 2015.

Rekomendasi

1. Rekomendasi terkait pelaporan DAK

Perlu dibuat regulasi agar daerah dapat mengerjakan laporan tepat waktu, jika DAK tidak sesuai realisasi, maka DAU yang akan dipotong. Pelaporan menggunakan google drive perlu dilanjutkan dan dibuatkan payung hukumnya.

2. Rekomendasi terkait efektivitas dan efisiensi

DAK masih menempati porsi terbesar pendanaan obat di kabupaten/kota, di beberapa daerah mencapai 90% sehingga APBD hanya untuk dana pendamping 10%. Dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi DAK subbid yanfar perlu melakukan evaluasi hubungan antara realisasi DAK dan ketersediaan obat di setiap kabupaten/kota hingga ke tingkat puskesmas. Dengan adanya perubahan kebijakan perencanaan dan pengalokasian DAK tahun 2016 maka perlu pertimbangan dalam penentuan alokasi DAK. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai hal-hal apa saja yang diperhitungkan dalam pembagian alokasi ke provinsi dan kabupaten/kota.

3. Rekomendasi terkait kapitasi

Kapitasi perlu diperhitungkan dalam penganggaran DAK, tetapi tidak serta merta DAK dihentikan atau diturunkan dengan adanya kapitasi. Perlu sosialisasi dan penyesuaian yang memastikan bahwa daerah sudah dapat menggunakan kapitasi untuk pengadaan obat, sehingga ketersediaan obat dan vaksin tetap terjamin. Perlu ada evaluasi terkait kesiapan daerah untuk menjamin ketersediaan obat tanpa dana DAK, dilihat dari data ketersediaan obat dan pembiayaannya. Meskipun daerah tersebut mengajukan DAK lagi, maka data tahun-tahun sebelumnya dapat digunakan untuk memantau apakah daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhan obatnya dengan sistem pendanaan yang telah berjalan. Daerah harus didorong untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk Kapitasi perlu diperhitungkan dalam penganggaran DAK, tetapi tidak serta merta DAK dihentikan atau diturunkan dengan adanya kapitasi. Perlu sosialisasi dan penyesuaian yang memastikan bahwa daerah sudah dapat menggunakan kapitasi untuk pengadaan obat, sehingga ketersediaan obat dan vaksin tetap terjamin. Perlu ada evaluasi terkait kesiapan daerah untuk menjamin ketersediaan obat tanpa dana DAK, dilihat dari data ketersediaan obat dan pembiayaannya. Meskipun daerah tersebut mengajukan DAK lagi, maka data tahun-tahun sebelumnya dapat digunakan untuk memantau apakah daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhan obatnya dengan sistem pendanaan yang telah berjalan. Daerah harus didorong untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk

Referensi

1. Noviyanti W. Analisis Proses Penetapan Alokasi Anggaran Kesehatan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor tahun 2012. Depok: Universitas Indonesia; 2012.

2. Marliana. Gambaran Proses Perencanaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun 2011 di Kementerian Kesehatan. Depok: universitas Indonesia; 2011.

3. Ermawan. Analisis Proses Perencanaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan di Biro Perencanaan dan Anggaran Depok: Universitas Indonesia; 2005.

PERBAIKAN TATA KELOLA DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN BERBASIS TIM MENUJU NUSANTARA YANG LEBIH SEHAT