Pembiayaan Musyarakah LANDASAN TEORI

29 5 Syirkah al-mudharabah Penjelasan tentang syirkah al-mudharabah dapat dilihat pada pengertian mudharabah. d. Keunggulan dan kelemahan pembiayaan musyarakah Beberapa keunggulan dari pembiayaan yang menggunakan skema bagi hasil, antara lain : a. Pembiayaan musyarakah dan mudharabah akan menggerakkan sektor riil karena pembiayaan ini bersifat produktif yakni disalurkan untuk kebutuhan investasi dan modal kerja. Jika investasi di sektor riil meningkat tentunya akan menciptakan kesempatan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. b. Nasabah akan memilih dua pilihan, apakah akan mendepositokan dana nya ke bank syariah atau bank konvensional. Nasabah akan membandingkan expected rateof return yang ditawarkan bank syariah dan tingkat suku bunga yang ditawarkan bank konvensional. Dimana selama ini kecenderungannya rate of return bank syari ’ah lebih tinggi daripada suku bunga bank konvensional. Dengan demikian diharapkan akan menjadi pendorong peningkatan jumlah nasabah di bank syariah. b. “Peningkatan presentase pembiayaan bagi hasil akan mendorong tumbuhnya pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang berisiko. Pada akhirnya akan berkembang berbagai inovasi 30 baru yang akan meningkatkan daya saing bank syari ’ah”. 15 Pembagian keuntungan diantara dua pihak tentu saja harus berdasarkan proporsi dan tidak memberikan keuntungan sekaligus atau yang pasti kepada shahibul maal investor. Investor tidak bertanggung jawab atas kerugian-kerugian di luar modal yang telah diberikannya. c. Pola pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah pola pembiayaan berbasis produktif yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian dan sektor riil sehingga kemungkinan terjadinya krisis keuangan akan dapat dikurangi. Sedangkan yang menjadi kelemahan dari pembiayaan musyarakah adalah karena pembiayaan musyarakah merupakan Natural Uncertainty Contracts, maka pihak mudharib tidak dapat memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya menyebabkan pihak investor menjadi ragu untuk menyalurkan pembiayaan musyarakah. Selain itu, adalah karena faktor risiko yang tinggi. Terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, yaitu: a. Side streaming yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam kontrak. b. Lalai dan kesalahan yang disengaja. c. Penyembunyian oleh nasabah bila nasabah tidak jujur. 15 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Al- Qaoud, Perbankan Syari‟ah : Prinsip, Praktek, Prospek, Jakarta : Serambi, 2006, h. 66 31

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pembiayaan Musyarakah

Kegiatan-kegiatan investasi di lembaga keuangan syariah oleh para teoritisi Perbankan Islam membayangkan seharusnya didasarkan pada dua konsep hukum : Mudharabah dan Musyarakah, atau yang dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing PLS. Pembiayaan dengan skema bagi hasil Mudharabah dan Musyarakah merupakan karateristik utama lembaga keuangan syariah, karena inilah yang menjadi pembeda dengan bank konvensional. Sistem bagi hasil dirasakan lebih adil karena bagian nisbah untuk lembaga keuangan tersebut dibayarkan sesuai dengan kebutuhan yang diterima pengusaha dan jumlahnya diketahui setelah pengusaha memperoleh untung. Akan tetapi pada prakteknya, selama ini pembiayaan baik di bank syariah, BPRS, maupun di BMT, didominasi oleh pembiayaan Murabahah Jual-Beli. Walaupun secara syariah halal, namun pembiayaan murabahah tidak lebih merupakan produk sekunder. Sedangkan produk primer dari lembaga keuangan syariah adalah mudharabah dan musyarakah, akan tetapi produk ini belum menjadi produk utama dalam lembaga keuangan syariah. Jika ditelaah lebih lanjut, sesungguhnya permasalahan yang terjadi pada rendahnya pembiayaan musyarakah itu bisa dilihat dengan sebab sebagai berikut: 16 1. Sumber dana yang di lembaga keungan syari’ah yang sebagian berjangka pendek tidak dapat digunakan untuk pembiyaan bagi hasil yang biasanya berjangka panjang. 16 Muhammad Edisi Revisi. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan UPP AMP Y. 2005 Manajemen Bank Syariah KPN 32 2. Adanya moral hazard dari pelaku usaha. Moral hazard adalah tidak diindahkannya masalah moral dan etika dalam berbisnis, baik dilakukan oleh pengusaha maupun mungkin juga dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah itu sendiri. Pengusaha sering membuat proposal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan, proyeknya akan memberikan keuntungan tinggi dan mendorong pengusaha untuk membuat proyeksi bisnis yang terlalu optimis. Sedangkan dari Lembaga Keuangan Syariah misalnya menuntut bagi hasil yang sangat tinggi tanpa mempertimbangkan sisi keadilan bagi pengusaha. 3. Adanya Asymetric Information atau ketidakseimbangan informasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha. Banyak pengusaha yang mempunyai dua pembukuan, pembukuan yang diberikan kepada bank adalah yang tingkat keuntungannya kecil sehingga porsi keuntungan yang harus diberikan kepada bank juga kecil padahal pada pembukuan sebenarnya pengusaha membukukan keuntungan besar, sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu pihak saja, dan dapat merugikan pihak yang lain. 4. “Usaha yang menggunakan pembiayaan bagi hasil umumnya mempunyai tingkat resiko tinggi, misalnya usaha- usaha yang relatif baru” 17 dan juga alasan kehati-hatian prudential. Adanya ketidakpastian hasil yang diperoleh karena natural uncertainty contract tersebut membuat para praktisi lembaga keuangan syariah terlalu ekstra hati-hati prudent sehingga takut untuk menyalurkan pembiayaan bagi hasil. 17 Adiwarman Karim, Bank Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta : Gema Insani Press, 2000, h.83 33 5. Kontrak musyarakah membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara efisien, sedangkan menurut Mahzab Maliki dan Syafi’i, “Jika shahibul maal mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal ini dalam syarat kontrak, maka kontrak musyarakah mereka tidak sah”. 18 Hubungan antara shahibul maal dan mudharib merupakan hubungan yang mengutamakan kepercayaan trust. Karena disyaratkan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka shahibul maal tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. 6. Rendahnya pemahaman sumber daya insani SDI terhadap pembiayaan bagi hasil akan menyebabkan lembaga keuangan syariah kurang memberi informasi pembiayaan bagi hasil. Paradigma konvensional yang masih melekat pada para praktisi lembaga keuangan syariah bisa membuat penyaluran pembiayaan bagi hasil yang tidak maksimal. 7. Sebab lainnya adalah “Kinerja dari lembaga keuangan syariah sendiri. Kurang seriusnya lembaga keuangan syariah dalam menggarap musyarakah, sehingga pembiayaan musyarakah menjadi sulit berkembang”. 19 Selain itu, menurut Ascarya 2005 pula, penyebab rendahnya pembiayaan bagi hasil dapat dilihat dari empat faktor, yaitu: 1 internal bank syari’ah; 2 nasabah; 3 regulasi; dan 4 pemerintah dan institusi lain. Selain itu pula terkait dengan rendahnya pembiayaan,yang dapat terlihat dari realisasi yang tidak tercapai sesuai dengan target oleh pihak marketing, 18 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999, h. 33 19 Diana Yumanita, Ascarya, Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia, 2005, h. 80 34 mau tidak mau juga pasti akan berhubungan dengan kegiatan pemasaran bank, dalam hal kegiatan pemasaran juga pasti tidak akan terlepas dari pihak marketing bank karena pihak marketing lah yang melaksanakan kegiatan pemasaran, pemasaran itu sendiri merupakan fungsi pokok dari perusahaan. Menurut Basu Swastha dan Irawan, pemasaran adalah “Suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukkan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial”. 20 Dalam kegiatan pemasaran bank juga perlu membuat suatu perencanaan. Rencana pemasaran bank merupakan suatu kegiatan pemasaran yang sangat diperlukan. Rencana ini terutama diperlukan bagi manajemen bank tentang target pemasaran yang harus dicapai. Dalam praktiknya rencana pemasaran bank meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Penyusunan target yang akan dicapai, sebagai contoh rencana jumlah dana yang harus dihimpun dan jumlah dana yang harus disalurkan. 2. Penyusunan organisasi pelaksana atau orang-orang yang akan mengerjakan kegiatan pemasaran tersebut. 3. Penyusunan urutan kegiatan yang harus dijalankan lebih dahulu kemudian kegiatan berikutnya. 4. Penentuan jumlah biaya promosi yang harus dikeluarkan, serta jenis-jenis promosi yang akan dilakukan. 5. Serta kegiatan pemasaran lainnya. 20 Bashu Swastha DH dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1997, h. 5