• Awig-awig nomor 11 : Awig-awig mengenai larangan menebang pohon sembarangan.
• Awig-awig nomor 12 : Awig-awig mengenai larangan berburu binatang sembarangan.
Aturan lokal atau yang biasa disebut Awig-awig oleh masyarakat Gili Trawangan tersebut dikelompokan atau dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Awig-awig Pergaulan Sosial : Awig-awig mengenai tata cara pergaulan sosial yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig pergaulan sosial meliputi
Awig-awig nomor 1, 2, 3, 7, dan 8. 2. Awig-awig Kriminal : Awig-awig mengenai larangan melakukan tindak
kriminal. Awig-awig kriminal meliputi Awig-awig nomor 4. 3. Awig-awig Darat : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di
darat. Awig-awig darat meliputi awig-awig nomor 5, 6, 11, dan 12. 4. Awig-awig Laut : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di
laut. Awig-awig laut meliputi Awig-awig nomor 9 dan 10.
5.3 Tujuan dibentuknya Kelembagaan Lokal
Gili Trawangan merupakan pulau wisata yang terus berkembang sekarang ini. Tahun ketahun namanya terus mendunia sehingga sektor pariwisata terus
menunjukan pengembangan yang meningkat di Gili Trawangan. Kunjungan wisatawan serta fasilitas pariwisata yang ada di Gili Trawangan terus bertambah.
Hal ini menimbulkan kekhawatitiran akan hal negatif yang akan di timbulkan Pariwisata. Untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif dari pertumbuhan
pariwisata ini maka Gili Trawangan memagarinya dengan sebuah kelembagaan lokal yang merupakan sistem tata aturan lokal yang dibentuk berdasarkan
kesepakatan masyarakat itu sendiri. Awig-awig merupakan sebuah aturan lokal yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan berdasarkan kesepakatan bersama yang
dibuat dengan tujuan untuk melindungi Gili Trawangan. Awig-awig sendiri dibuat sebagai sebuah wujud kontrol masyarakat terhadap kegiatan pariwisata yang
akhir-akhir ini terus berkembang di Gili Trawangan. Awig-awig merupakan salah satu bentuk kelembagaan lokal yang dibuat masyarakat untuk melindungi
daerahnya dari dampak negatif.
5.4 Wujud Kontrol dan Sosialisasi Aturan Lokal
Terdapat wujud kontrol dan sosialisasi Awig-awig. Kontrol dari awig- awig itu sendiri yaitu berupa sanksi yang ditentukan berdasarkan kesepakatan
masyarakat Gili Trawangan. Sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig tersebut bila masih dalam perbuatan yang ringan maka akan diberikan
peringatan terlebih dahulu. Tetapi bila sudah melakukan pelanggaran berat maka sanksi tersebut akan diberikan masyarakat dan hukuman tersebut berdasarkan
kesepakatan masyarakat setempat atas hukuman apa yang akan diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig. Diantaranya beberapa sanksi yang diberikan
kepada orang yang melanggar yaitu diarak keliling pulau, dikeluarkan dari pulau dan tidak boleh masuk kedalam Gili Trawangan dalam jangka waktu tertentu
berdasarkan kesepakatan masyarakat, hingga dipukuli secara beramai-ramai tidak sampai mati. Seperti yang di tuturkan salah satu tokoh masyarakat TF 42 tahun
“…bila ada yang melanggar awig-awig maka orang tersebut dapat dihukum di arak keliling pulau, dipukuli hingga tidak mati bahkan di
lempar keluar pulau dan tidak boleh masuk lagi ke Gili Trawangan...”
Sedangkan wujud sosialisasi Awig-awig dapat kita ketahui tersendiri dari arti Awig-awig itu sendiri yaitu merupakan aturan yang tidak tertulis, oleh karena
itu sosialisasi lebih gencar dilakukan melalui media lisan. Sosialisasi tokoh masyarakat melalui media lisan kepada masyarakat dan pengunjung Gili
Trawangan membantu penyebaran aturan lokal tersebut tanpa harus ditulis seperti undang-undang. Seperti yang dituturkan salah satu tokoh masyarakat MW40
tahun
“…Awig-awig itu tidak seperti undang-undang yang di tulis secara pasal perpasal, tetapi awig-awig hanya aturan lokal yang dibentuk masyarakat
dan diingat selalu oleh masyarakat tanpa harus di tulis seperti undang- undang... “
Awig-awig bukan aturan lokal yang tertulis seperti pasal pasal yang tertulis dalam undang-undang, akan tetapi ada beberapa aturan yang di tulis dan
dijadikan spanduk oleh masyarakat sekitar untuk memperkenalkan aturan baru
lalu di tempel di daerah-daerah tertentu di sudut-sudut pulau untuk memudahkan sosialisasi, biasanya hal ini dilakukan untuk mensosialisasikan aturan baru.
5.5 Ikhtisar