Kewajiban Suami Terhadap Isteri

yang telah disamakan dalam hak dan kewajiban, sebab setiap tambahan hak diimbangi dengan tambahan serupa dalam kewajiban. 12 Dari Hakim bin Muawiyah RadhiyAllahu Anhu, dari ayahnya, Ia bercerita, aku pernah bertanya, ’’ Ya Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami ?Beliau menjawab.’’ Hendaknya engkau memberikan makan kepadanya jika kamu makan, memberikan pakaian jika kamu memakainy, dan janganlah memukul wajahnya, menjelek-jelekan, dan tidak mengasingkan kecuali didalam rumah.’’ HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah. 13 Hak perempuan terbagi menjadi dua hal : hak-hak materil, seperti Mahar dan Nafkah. Mahar merupakan hak-hak isteri yang harus dipenuhi oleh seorang suami, Ibnu Arabi rahimahullah mengatakan bahwa nikah adalah akad yang tak tergantikan, akad antara dua pasang setiap salah sorang dari keduanya menunjukkan pendampingnya, dan memberikan manfaat bagi pendampingnya sebagai pengganti manfaat yang lain. Mahar merupakan kewajiban tambahan yang Allah SWT berikan kepada seseorang suami ketika menjadikannya dalam pernikahan sebuah kedudukan. 14 Mahar bukan merupakan harga bagi perempuan, tetapi itu adalah ketentuan dan isyarat untuk memuliakan dan membahagiakannya. Allah SWT berfirman :                ا ءاسنل 4:4 12 Muhammad Albar, Perempuan dalam Timbangan Islam.cet I Jakarta : Daar Al- Muslim, Beirut. h. 18. 13 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, Cet.V, Jakarta : Pustaka Al-kautsar 2006 . h. 166. 14 Ali yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam. h .173. Artinya : ‘’ Berikanlah maskawin Mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah ambilah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya ’’. QA.An-Nisa’ 4 : 4 Makna kata an-nihlah dalam ayat diatas, adalah pemberian dan hadiah. Ia bukan merupakan imbalan yang diberikan laki-laki karena boleh menikmati perempuan, sebagaimana persepsi yang telah berkembang disebagian masyarakat. Sebenarnya dalam hukum sipil juga kita dapatkan bahwa perempuan harus menyerahkan sebagian hartanya kepada laki-laki. Namun, fitrah Allah telah menjadikan perempuan sebagai pihak penerima, bukan pihak yang harus memberi. 15 Penganut Mazhab Hanafi menetapkan batas minimal mahar adalah sepuluh dirham. Sementara penganut Mazhab Maliki menetapkan tiga dirham, tapi penetapan ini tidak berdasar pada dalil yang layak dijadikan sebagai landasan, tidak pula hujjah yang dapat diperhitungkan. 16 Sedangkan mazhab Hanafi berpendapat bahwasannya tidak ada ketentuan terkait besaran nafkah, dan bahwasannya suami berkewajiban memikul kebutuhan isteri secukupnya yang terdiri dari makan, lauk pauk yang dikonsumsi untuk menopang hidup sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara umum. Mazhab Syafi’i tidak mengaitkan pendapat besaran nafkah denganbatas kecukupan. Mereka mengaitkan nafkah ditetapakn berdasarkan ketentuan syariat. 15 Yusuf Al-Qardawi, Panduan Fiqih Perempuan,cet I Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004,h. 151. 16 Wahbah Az- Zuhaili, ‘’ Fiqih Islam wa Adilatuhu jilid 7 .h.437. 1. Hak Isteri Atas Suami a. Bergaul dengan Isteri dengan baik dan patut. Kewajiban pertama yang harus dipenuhi suami terhadap isterinya adalah memuliakannya, mempergulinya dengan baik, melakukan iteraksi secara wajar, dan memberikan apa yang dapat diberikan kepadanya untuk membuat hatinya tenang. 17 Dalam hidup berumah tangga, banyaknya hal yang harus diperhatikan oleh seorang suami. Isteri memerlukan biaya hidup untuk makan, pakaian dan rumah tempat tinggal, disamping keperluan keperluan lainnya. Namun, hendaknya tuntutan hak atas suami, disesuaikan dengan kemampuan suami. Mengenai hal ini diperintahkan oleh Allah. Sebagaiman firman-Nya : ۡرك ءاسنل ْا ثرت أ ۡمكل لحي ال ْا نماء ي ل ا يأي ฀ تۡيتاء ام ضۡع ب ْا ۡ تل لضۡعت ال ۖا أ الإ شحفب يتۡأي ฀ ني م ۚ฀ ۡيِ ْا رۡكت أ ٰسعَ تۡ رك َِ ِۚ رۡع ۡل ب رِاع ฀ لل لعۡجي ا رۡيخ يَ ฀ ريثك ا ฀ ا ا ءاسنل 19:4 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. QS. An- Nisa : 19 Ayat ini turun sebagai respon dari tadisi buruk yang berkembang saat itu, yaitu seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, menjadi hak walinya baik untuk dinikahi dengan orang lain maupun dinikahi sendiri. 17 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah III, Jakarta : Cakrawala Publishing, 2011, h. 446.