8
Tabel 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian Tanah 1983 di dalam Hardjowigeno 1995
Sifat Tanah Sangat Rendah
Rendah Sedang
Tinggi Sangat Tinggi
C 1,00
1,00-2,00 2,01-3,00
3,01-5,00 5,00
N 0,10
0,10-0,20 0,21-0,50
0,51-0,75 0,75
CN 5
5-10 11-15
16-25 25
P
2
O
5
HCl mg100 g
10 10-20
21-40 41-60
60 P
2
O
5
Bray 1 ppm
10 10-15
16-25 26-35
35 P
2
O
5
Olsen ppm
10 10-25
26-45 46-60
60 K
2
O HCl 25 mg100 g
10 10-20
21-40 41-60
60 KTK
me100 g 5
5-16 17-24
25-40 40
Basa Kejenuhan
20 20-30
36-50 51-70
40 Almunium
10 10-20
21-30 31-60
40 pH H
2
O 4,5
Sangat Masam
4,5 – 5,5 Agak
Masam 6,6 -7,5
Netral 7,6-8,5
Agak Alkalis
8,5 Alakalis
2.8 Bagan Warna Daun
Bagan warna daun BWD umumnya digunakan sebagai indikator jumlah pupuk nitrogen N yang dibutuhkan tanaman padi Balasubramanian dan Morales, 2000. Bagan warna daun Gambar 1
pertama kali dikembangkan di Jepang, dan kemudian peneliti-peneliti dari Universitas Pertanian Zhejiang-Cina mengembangkan suatu BWD yang lebih baik dan mengkalibrasi dengan padi indica,
japonica, dan hibrida. Alat ini kemudian menjadi model bagi BWD yang didistribusikan oleh Crop Resources and Management Network CREMNET – IRRI untuk tanaman padi berupa suatu alat
yang sederhana, mudah digunakan, dan tidak mahal untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman padi. BWD ini merupakan alat yang cocok untuk mengoptimalkan penggunaan N, dengan
berbagai sumber pupuk N, pupuk organik, pupuk bio, ataupun pupuk kimia. Terdapat sebuah alat sederhana dapat menentukan jumlah klorofil dalam daun tanaman disebut
SPAD-52 KONICA MINOLTA 1989, namun alat ini masih cukup mahal. Alat ini secara digital mencatat jumlah relativ dari molekul klorofil, jadi sangat sensitiv dan akurat. Pencatatannya disebut
nilai SPAD , diperhitungkan berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun dalam dua berkas panjang gelombang dimana absorbansi klorofil berbeda. Nilai SPAD yang ditentukan dengan
SPAD-502 memberikan indikasi mengenai jumlah relatif klorofil yang ada dalam daun Gani, 2006.
9
Gambar 1. Bagan warna daun Gani, 2006 BWD terdiri dari empat warna hijau, dari hijau kekuningan Tingkat 2 pada kartu sampai hijau
tua Tingkat 5 pada kartu. BWD tidak dapat menunjukan perbedaan warna hijau daun yang terlalu kecil sebagaimana pada klorofil meter SPAD. Namun, BWD bisa dibandingkan dengan SPAD untuk
menentukan ketepatan relatifnya dalam menentukan status N tanaman kacang tanah Gani, 2006.
2.9 Precision Farming
Precision farming atau pertanian presisi merupakan konsep pertanian mengandalkan adanya
variabilitas di lapangan. Hal ini membutuhkan penggunaan teknologi baru, seperti global positioning system
GPS, sensor, satelit atau foto udara, sensor real time, dan alat-alat manajemen informasi GIS untuk menilai dan memahami variasi yang ada di lahan pertanian. Informasi yang dikumpulkan
dapat digunakan untuk mengevaluasi optimalitas input seperti perkiraan pemberian pupuk, pengolahan tanah, irigasi dan drainase, serta dapat pula untuk memprediksi hasil panen. Precision
farming bertujuan untuk menghindari proses yang tidak efisien hingga tahap pemanenan, terlepas dari
keadaan tanah dan kondisi iklim Deer Company, 1997. Deer Company 1997 berpendapat bahwa terdapat dua buah metode dasar dalam penerapan
precision farming yang pertama adalah map-based variabel rate application dan yang kedua adalah
sensor-based variabel rate application . Map-based variabel rate application adalah mengukur
takaran aplikasi berdasarkan informasi produk yang terkandung dalam sebuah peta elektronik dari komponen lahan. Sistem ini harus mempunyai kemampuan untuk menerjemahkan posisi mesin di
lahan dan menganalisis aplikasi yang dilakukan dengan membaca peta. Sensor-based variabel rate application
adalah sensor yang berdasarakan sensor real time bukan menggunakan peta aplikasi untuk operasi lahan pada tempat tertentu. Real time sensor beroperasi pada saat sedang menganalisis
komponen tanah. Sistem ini mengendalikan secara otomatis untuk menyocokan aplikasi pupuk atau herbisida dari tanah atau tanaman. Sensor akan terus diberikan aliran data untuk mengoperasikannya
sehingga dengan demikian input-input produksi dapat dioperasikan pada seluruh lahan. Precision farming
tidak harus mengunakan positioning system. Tetapi sensor yang digunakan untuk aplikasi otomatis dapat pula digunakan untuk mengumpulkan data atau digunakan untuk rujukan untuk operasi
lahan lainnya.
10
2.10 Pengolahan Citra