Kerangka Berpikir LANDASAN TEORI

33 dan mereka diasuh oleh ibu tunggal karena ketiadaan figur ayah. Ketiadaan figur ayah sebagai tulang punggung keluarga juga membuat perekonomian keluarga berkurang dan meskipun kenakalan remaja banyak dilakukan oleh remaja putra namun remaja putri juga melakukannya meski dalam persentase yang sedikit. Kenakalan pada remaja putri lebih mengacu pada masalah kenakalan seksual. Adanya berbagai macam penelitian tersebut dapat digunakan sebagai salah satu acuan dan pedoman untuk melakukan penelitian ini. Peneliti bisa menggali lebih dalam mengenai gambaran delinkuensi pada remaja putri yang berorang tua tunggal, maka diharapkan bisa mendapatkan temuan baru yang akan dideskripsikan dalam hasil penelitian nanti, sehingga bisa menambah hasil dari penelitian terdahulu.

2.5 Kerangka Berpikir

Untuk memudahkan dalam memahami alur pikir penelitian mengenai delinkuensi pada remaja yang ditinggal ayah, maka akan dijelaskan melalui bagan sebagai berikut : 34 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Delinkuensi Pada Remaja Putri yang Ditinggal Ayah Keluarga tanpa adanya ayah Single mother 1. Perceraianperpisahan 2. Kematian pasangan 3. Hamil diluar nikah Remaja Putri Faktor Sosiologis - Latar belakang keluarga - Komunitas dimana remaja berada - Lingkungan Sekolah Delinkuensi Faktor Psikologis - Hubungan remaja dengan orang tua - Faktor kepribadian Faktor Biologis - Genetik Keturunan - perilaku yang menimbulkan korban fisik - perilaku yang menimbulkan korban materi - perilaku melanggar status - perilaku yang tidak menimbulkan korban di pihak lain 1. Perkembangan Fisik 2. Perkembangan Kognitif 3. Perkembangan Psikososial deprivasi, tidak aman, defiant, resentful, hostile, penuh curiga, unconventional, self-centered, emosi tidak stabil, mudah dipengaruhi, extrovert, bertindak merusakmenghancurkan 35 Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dijelaskan bahwa keluarga tanpa adanya ayah yang mungkin terjadi akibat perceraian, kematian pasangannya atau hamil di luar nikah, sehingga hanya terdapat satu orang tua dalam pengasuhan yakni ibu tunggal. Ibu tunggal akan memiliki peran ganda dalam mengasuh, mendidik, dan menafkahi anaknya. Pengasuhan anak disini ditujukan kepada keluarga yang memiliki remaja putri. Remaja putri memiliki karakteristik yang ditinjau dari segi perkembangan fisik, perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial seperti yang dikemukakan oleh GunarsaGunarsa 1996:196. Perkembangan fisik seperti mulai menstruasi, tumbuh payudara dan pubic hair di bagian tubuh tertentu. Perkembangan kognitif ditandai dengan kemampuan berpikir abstrak, ideal dan logis serta adanya imaginary audience yang merasa dirinya menjadi pusat perhatian, kemudian adanya personal fable yang membuat remaja merasa dirinya unik berbeda dengan yang lain sehingga memiliki keyakinan semisal tidak akan hamil jika melakukan hubungan seks atau tidak akan mati sekalipun ngebut di jalan raya karena merasa dirinya berbeda dengan yang lain. Adanya pemikiran tersebut dapat membuat remaja putri menjadi delinkuen. Kemudian perkembangan psikososial yang membuat remaja mulai tergugah untuk bergabung dengan teman sebaya atau anggota-anggota kelompok lain. Dalam hal ini muncul pula gejala konformitas, yakni tekanan dari kelompok sebaya peer, baik nyata ataupun tidak hanya persepsi si remaja itu sendiri, sehingga ia mengadopsi sikap 36 atau perilaku orang lain pimpinan kelompok, anggota kelompok tersebut. Jika konformitas positif, remaja akan mengadopsi hal-hal positif pula yang mempengaruhi pembentukan identitasnya. Sebaliknya, jika konformitas bersifat negatif, remaja akan terbawa perilaku yang kurang baik, seperti membolos sekolah, mencuri, menggunakan obat terlarang,dsb. Beberapa faktor pada bagan dibawah ini yang dikemukakan oleh Rice dalam GunarsaGunarsa, 2009:273-278, seperti faktor sosiologis, psikologis dan biologis dapat menjadi kendala orang tua dalam membentuk karakter remaja dan dapat mempengaruhi remaja tersebut menjadi nakal dan bersikap di luar norma-norma yang berlaku. Faktor sosiologis meliputi 1 latar belakang keluarga, dimana keluarga yang kurang memiliki kohesivitas kekurangdekatan hubungan antar anggota keluarga, hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, merupakan suatu prediktor akan kemungkinan timbulnya delinkuensi. 2 komunitas dimana remaja berada, komunitas yang menekankan nilai-nilai hedonisme membuat remaja melakukan apapun untuk memuaskan dirinya, sedangkan komunitas yang menekankan nilai-nilai moral seperti kejujuran dan kerja keras akan mempengaruhi remaja dalam mengambil suatu tindakan. 3 lingkungan Sekolah, diantaranya:kurangnya keberhasilan akademis seperti nilai akademis yang rendah dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan program sekolah, ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri atau bergaul dengan baik dengan guru. Faktor psikologis meliputi hubungan remaja dan orang tua yang terletak 37 pada perlakuan orang tua terhadap anak pada masa prasekolah. Apa yang sering terlihat adalah penolakan dari orang tua terhadap anaknya, baik dari pihak ibu atau dari pihak ayah. Kemudian faktor kepribadian, diantaranya: harga diri yang rendah, kurangnya kontrol diri, deprivasi akan kasih sayang atau adanya psikopatologi. Faktor biologis yakni Genetik Keturunan. Pada beberapa remaja delinkuen didapati adanya kekurang matangan perkembangan pada sistem belahan depan frontal lobe otak yang dapat menghasilkan disfungsi neurofisiologis dan tingkah laku delinkuen. Kecenderungan pada delinkuensi sendiri mungkin merupakan sesuatu yang diwariskan inherited. Beberapa karakteristik kepribadian seperti temperamen merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh genetik, sehingga terdapat kemungkinan bahwa seorang anak akan memiliki kecenderungan untuk bertindak kasar yang diturunkan oleh orang tuanya. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi delinkuensi pada remaja. Remaja yang delinkuen memiliki karakteristik seperti: merasakan deprivasi keterasingan, tidak aman, cenderung dengan sengaja berusaha melanggar hukum atau peraturan defiant, bersikap menolak resentful, bermusuhan hostile, penuh curiga, tidak konvensional unconventional, tertuju pada diri sendiri self-centered, tidak stabilnya emosi, mudah dipengaruhi, extrovert, dan suka bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu. Delinkuensi pada remaja akan membuat remaja tersebut melakukan hal-hal yang negatif yang berdampak buruk bagi dirinya sendiri dan bisa juga pada orang lain. 38 Jensen dalam Sarwono, 2002:256 mengemukakan bentuk-bentuk kenakalan remaja ada empat seperti yang disebutkan diatas, yakni: 1 perilaku yang menimbulkan korban fisik, seperti perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. 2 perilaku yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain- lain. 3 perilaku melanggar status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah. 4 perilaku yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, seperti pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas. 39

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini, jika dilihat dari pendekatan analisisnya adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah Azwar, 2011:5. Alasan pemilihan metode menggunakan penelitian kualitatif karena berkaitan dengan tema penelitian ini yang akan lebih mudah dan efektif apabila menggunakan metode penelitian kualitatif. Selain itu, substansi dari penelitian ini akan lebih mudah dipahami apabila disajikan dalam bentuk kata-kata daripada menggunakan angka-angka atau dalam bentuk kuantitatif. Penggunaan metode ini dirasa sangat memungkinkan untuk menjawab dan menggali lebih dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian, sehingga dapat memperoleh data yang mendalam dari fokus penelitian karena peneliti ingin mengungkap hal-hal yang bersifat mendalam mengenai bagaimana gambaran delinkuensi pada remaja putri yang ditinggal ayah.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik penelitian studi kasus case study. Studi