11
BAB II KERANGKA TEORITIS
2.1. Kualitas Pelayanan
2.1.1.  Pengertian Kualitas Pelayanan
Modernitas  dengan  kemajuan  teknologi  akan  mengakibatkan  persaingan yang  sangat  ketat  untuk  memperoleh  dan  mempertahankan  pelanggan.  Kualitas
pelayanan  menjadi  suatu  keharusan  yang  harus  dilakukan  perusahaan  supaya mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan
gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.  Keberhasilan  perusahaan  dalam  memberikan  pelayanan  yang
berkualitas  dapat  ditentukan  dengan  pendekatan  service  quality  yang  telah dikembangkan
oleh Parasuraman,
Berry dan
Zenthaml dalam
Lupiyoadi,2006:181. Kualitas  pelayanan  akan  berdampak  pada  perilaku  yang  akan  dilakukan
oleh konsumen pada proses pemenuhan kebutuhan berikutnya.  Kotler 2006: 83 mendefinisikan  “pelayanan  sebagai  kegiatan  atau  manfaat  yang  diberikan  oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat  kepemilikan  sesuatu”.  Pelayanan  juga  diartikan  semua  aktivitas
ekonomi  yang  outputnya  bukanlah  produk,  atau  konstruksi  fisik,  yang  secara konsumsi  dan  produksinya  dilakukan  pada  waktu  yang  sama  simultan,  nilai
ditambah  yang  diberikannya  dalam  bentuk  yang  secara  prinsip  intangible kenyamanan, hiburan dan kecepatan bagi pembeli pertamanya.
Perspektif  kualitas  yaitu  pendekatan  yang  digunakan  untuk  mewujudkan kualitas suatu produkjasa. David dalam Tjiptono 2005:52, mengidentifikasikan
adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu : a.
Transcendental Approach Kualitas  dalam  pendekatan  ini,  dipandang  sebagai  innate
excellence,  dimana  kualitas  dapat  dirasakan  atau  diketahui,  tetapi  sulit didefinisikan  dan  dioperasionalisasikan.  Sudut  pandang  ini  biasanya
diterapkan  dalam  dunia  seni,  misalnya  seni  musik,  seni  drama,  seni  tari, dan  seni  rupa.  Dengan  demikian  fungsi  perencanaan,  produksi,  dan
pelayanan  suatu  perusahaan  sulit  sekali  menggunakan  definisi  seperti  ini sebagai dasar manajemen kualitas.
b. Product-based Approach
Pendekatan ini
menganggap bahwa
kualitas merupakan
karakteristik  atau  atribut  yang  dapat  dikuantitatifkan  dan  dapat  diukur. Perbedaan  dalam  kualitas  mencerminkan  perbedaan  dalam  jumlah
beberapa  unsur  atau  atribut  yang  dimiliki  produk.  Karena  pandangan  ini sangat  objektif,  maka  tidak  dapat  menjelaskan  perbedaan  dalam  selera,
kebutuhan, dan preferensi individual. c.
User-based Approach Pendekatan  ini  didasarkan  pada  pemikiran  bahwa  kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi  seseorang misalnya  perceived quality merupakan
produk  yang  berkualitas  paling  tinggi.  Perspektif  yang  subjektif  dan
demand-oriented  ini  juga  menyatakan  bahwa  pelanggan  yang  berbeda memiliki  kebutuhan  dan  keinginan  yang  berbeda  pula,  sehingga  kualitas
bagi  seseorang  adalah  sama  dengan  kepuasan  maksimum  yang dirasakannya.
d. Manufacturing-based Approach
Perspektif  ini  bersifat  supply-based  dan  terutama  memperhatikan praktik-praktik  perekayasaan  dan  pemanufakturan,  serta  mendefinisikan
kualitas  sebagai  kesesuaiansama  dengan  persyaratan  conformance  to requirements.  Dalam  sektor  jasa,  dapat  dikatakan  bahwa  kualitasnya
bersifat  operations-driven.  Pendekatan  ini  berfokus  pada  penyesuaian spesifikasi  yang  dikembangkan  secar  internal,  yang  seringkali  didorong
oleh  tujuan  peningkatan  produktivitas  dan  penekanan  biaya.  Jadi  yang menentukan  kualitas  adalah  standar-standar  yang  ditetapkan  perusahaan,
bukan konsumen yang menggunakannya. e.
Value-based Approach Pendekatan  ini  memandang  kualitas  dari  segi  nilai  dan  harga.
Dengan  mempertimbangkan  trade-off  antara  kinerja  dan  harga,  kualitas didefinisikan  sebagai  “affordable  excellence”.  Kualitas  dalam  perspektif
ini  bersifat  relatif,  sehingga  produk  yang  memiliki  kualitas  paling  tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai
adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli best-buy. Dalam membahas kepuasan konsumen tidak bisa lepas dan ada kaitannya
dengan  kualitas  pelayanan  jasa.  Kualitas  pelayanan  jasa  terpusat  pada  upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk  mengimbangi  harapan  mereka.  Kualitas  pelayanan  menurut  Lovelock
1998  dalam  Tjiptono,  2005:59  adalah  Tingkat  keunggulan  yang  diharapkan dan pengendaliannya atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
konsumen,  ada  dua  faktor  utama  yang  mempengaruhi  kualitas  pelayanan  jasa yaitu  harapan  pelanggan  expectation  dan  kinerja  yang  dirasakan  konsumen
performance. Apabila  pelayanan  jasa  yang  diterima  atau  dirasakan  sesuai  yang
diharapkan  konsumen,  maka  kualitas  pelayanan  jasa  dianggap  baik  dan memuaskan. Sebaliknya jika pelayanan jasa yang diterima lebih rendah dari pada
yang  diharapkan  konsumen,  maka  kualitas  pelayanan  jasa  dipersepsikan  buruk. Dengan  demikian  baik  dan  tidaknya  kualitas  pelayanan  perusahaan  tergantung
pada  kemampuan  perusahaan  untuk  menyediakan  jasanya  dalam  memenuhi harapan konsumen secara konsisten.
2.1.2.  Konsep Kualitas Pelayanan