Definisi operasional variabel Analisis regresi berganda

i Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah return saham .

3.5.2. Definisi operasional variabel

Operasional variabel penelitian ini dapat dilihat secara lebih lengkap pada tabel di bawah ini : Tabel 3.2 Definisi Operasional Nama variabel Definisi Operasional Parameter Yang Digunakan Skala Return Saham Pengembalian atas investasi yang akan diterima investor pada masa mendatang Ri, t = Pi, t − 1 Pi, t − Pi, t − 1 x100 Rasio Return On Asset Rasio ini menunjukkan perputaran aset diukur dari volume penjualan ROA = Penjualan Bersih Total aset Rasio Debt to Equity Rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas DER = Total Liabilitas Total Modal Rasio Total Asset Turn Over Rasio ini menunjukkan perputaran total aset diukur dari volume penjualan TATO = Penjualan Total Asset Rasio Earning Per Share Rasio yang menunjukkan besarnya laba yang diperoleh perusahaan per lembar saham ��� = Laba bersih Jumlah Saham Rasio Price Earning Ratio rasio yang menunjukkan perbandingan antara market price per share harga pasar per lembar ��� = Harga Saham di Pasar ������� ��� �฀��� Rasio i Nama variabel Definisi Operasional Parameter Yang Digunakan Skala saham dengan earnine per share laba per lembar saham Current Ratio Rasio yang menunjukkan perbandingan antara total aset lancar dengan kewajiban lancar current assetscurrent liabilities �� = Aset lancar Hutang Lancar X 100 Rasio Sumber : diolah Penulis, 2014 3.6 Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 20. Tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis yaitu uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Untuk pengujian hipotesis, dilakukan analisis uji t dan uji F.

3.6.1 Pengujian asumsi klasik

Penggunaan analisis regresi dalam statistik harus bebas dari asumsi asumsi klasik. Adapun pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah, uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. i

3.6.1.1 Uji Normalitas

“Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal” Ghozali, 2006:110. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.Histogram atau pola distribusi data normal dapat digunakan untuk melihat normalitas data. Uji Kolmogrov Smirnov, dalam uji pedoman yang digunakan dalam pengambilan keputusan yaitu: a. jika nilai signifikansi 0.05 maka distribusi data tidak normal, b. jika nilai signifikansi 0.05 maka distribusi data normal. Menurut Ghozali 2006:112,“pada prinsipnya normalitas data dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya.” Dasar pengambilan keputusan: 1 jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2 jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arahgaris diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. i

3.6.1.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Erlina dan Mulyani 2007:107, menyatakan “Multikolinearitas merupakan kondisi dimana terjadi korelasi antar variabel-variabel independen suatu penelitian atau dengan kata lain bersifat ortogonal.” Variabel-variabel independen yang bersifat ortogonal adalah variabel yang memiliki nilai korelasi di antara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel independen, maka konsekuensinya adalah: a koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir b nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah multikolinearitas. Pengujian dilakukan dengan nilai VIF Variance Inflation Factor dari model penelitian. Jika nilai VIF lebih dari 2 maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model penelitian. Di samping itu, “suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas, jika korelasi di antara variabel independen lebih besar dari 0.9” Ghozali, 2005:91. i Menurut Ghozali 2005:91, cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas yaitu: 1. Mengeluarkan salah satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan indentifikasi variabel independen lainnya untuk membantu prediksi 2. Menggabungkan data cross section dan time series pooling data 3. Menambah data penelitian.

3.6.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Situmorang et al. 2009:63, “Heteroskedastisitas dapat dikatakan sebagai suatu situasi dimana dalam sebuah grup terdapat varians yang tidak sama diantara sesama anggota grup tersebut.” Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual di antara pengamatan tersebut tetap, maka disebut homokedastisitas. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar Scatterplot yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika: 1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0 i 2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja 3. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali 4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. Menurut Situmorang, et.al. 2009:76, ada dua cara perbaikan heteroskedastisitas, yaitu : 1. Bila varians �2� diketahui, maka metode yang digunakan adalah dengan cara kuadrat terkecil tertimbang yang meminimumkan pentingnya observasi yang penting dengan memberikan bobot pada observasi tadi secara proporsional dengan kebalikan dari variansnya. 2. Bila varians �2� tidak diketahui, dimana pengetahuan mengenai �2� biasanya merupakan hal yang jarang dimiliki. Sebagai akibatnya, orang biasanya membuat suatu asumsi yang masuk akal mentransformasikan data atau membuat gangguan disturbance data yang telah ditransformasikan bersifat homokesdastisitas. Misal model persamaannya: Y = b0 + b1x1 + b2x2, ditransformasikan menjadi: LogY = b0 + b1logx1 + b2logx2. i

3.6.1.4 Uji Autokorelasi

“Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya” Ghozali, 2006:95. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan dalam time series. Ada beberapa cara untuk menguji adanya autokorelasi seperti metode grafik, uji LM, Uji Runs dan lain-lain. Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu first autocorelation dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel dependen. Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi yaitu: Tabel 3.3 Pengambilan Keputusan Uji Durbin-Watson DW-Test Sumber : Siagian, 2011 Menurut Situmorang et al.2009:78, Autokorelasi dapat di definisikan sebagai suatu keadaan dimana adanya korelasi diantara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu time Hipotesis Nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 d dl Tidak ada autokorelasi poitif No decision dl d du Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 - dl d 4 Tidak ada korelasi negatif No Decision 4 - du d 4 – dl Tidak ada autokorelasi positif Tidak ditolak du d 4 – du atau negatif i series atau ruang crosssection. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul dikarenakan residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pada penelitian ini, uji autokorelasi dideteksi dengan uji Durbin- Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat pertama first order autokorelasi dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi.

3.7 Pengujian Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi berganda, uji sgnifikansi t-test serta uji signifikansi f-test. Menurut Rochaety, dkk 2007:107 “ …dengan uji hipotesis kita memusatkan perhatian pada peluang kita membuat keputusan yang salah. Hipotesis diterima atau ditolak berdasarkan informasi yang terkandung dalam sampel tetapi menggambarkan keadaan populasi.”

3.7.1 Analisis regresi berganda

Menurut Rochaety, dkk 2007:142 “regresi berganda bertujuan untuk menghitung besarnya pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas.” Model persamaannya adalah sebagai berikut: Y= a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + ... + b 6 X 6 + e i Keterangan: Y = variabel dependen yaitu return saham. a = interceptkoefisien yang menyatakan perubahan rata-rata variabel dependen untuk setiap variabel independen sebesar satu atau yang disebut konstanta. b 1 , b 2 , b 3, b 4 , b 5 , b 6 = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b + maka terjadi kenaikan pada variabel dependen dan bila b - maka akan terjadi penurunan pada variabel. X 1 = Return on Asset X 2 = Debt to Equity Ratio X 3 = Total Asset Turn Over X 4 = Earning Per Share X 5 = Price Earning Ratio X 6 = Current Ratio e = error

3.7.2 Uji signifikansi parsial t-test

Dokumen yang terkait

Pengaruh Total Asset Turn Over, Debt to Equity Ratio dan Debt to Asset Ratio terhadap profitabilitas pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

6 74 88

Analisisis Pengaruh Price Earning Ratio, Return on Equity dan Net Profit Margin Terhadap Harga Saham pada Industri Kimia dan Dasar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 57 85

Analisis Pengaruh Price Earning Ratio (PER), Return On Equity (OEe) Dan Net Profit Margin (NPM) Terhadap Harga Saham Pada Industri Rokok Di Bursa Efek Indonesia

0 50 79

Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dan Current Ratio Terhadap Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

5 176 106

Pengaruh faktor fundamental perusahaan terhadap beta saham syariah (studi pada Jakarta Islamic Index tahun 2004-2010)

1 8 168

Pengaruh faktor-faktor fundamental terhadap risiko saham pada perusahaan LQ 45 periode 2004-2009

0 7 116

ANALISIS PENGARUH RETURN ON ASSET, DEBT TO EQUITY RATIO, TOTAL ASSET TURN OVER, EARNING PER SHARE, PRICE EARNING RATIO, DAN CURRENT RATIO TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 7 11

Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Current Ratio, dan Price Eraning Ratio Terhadap Return Saham

0 3 84

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dan Current Ratio Terhadap Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indone

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dan Current Ratio Terhadap Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11