19
3. Mekanisme Resistensi Fluorokuinolon
Sampai saat ini, 2 dua mekanisme telah ditemukan untuk menentukan resistensi terhadap fluorokuinolon kuinolon, karena dalam hampir semua kasus
organisme yang resisten terhadap fluorokuinolon juga resisten terhadap kuinolon. Yang paling penting dari mekanisme ini di Enterobacteriaceae adalah mutasi
pada enzim bakteri yang ditargetkan oleh fluorokuinolon : DNA girase dan DNA topoisomerase IV. Kuinolon fluorokuinolon mengikat enzim tersebut dan
menstabilkan kompleks enzim – antibiotika akibatnya DNA tidak dapat bereplikasi sehingga menyebabkan kematian sel akibat patahnya untai ganda
DNA yang menumpuk dan tak dapat diperbaiki. Setiap enzim target yang dikode gen gyrA dan gyrB untuk DNA gyrase, dan parC dan parE untuk topoisomerase
IV memiliki daerah penentu resistensi kuinolon QRDRs, yaitu bagian permukaan pengikatan DNA dari enzim di mana substitusi asam amino dapat
mengurangi pengikatan kuinolon. Umumnya, beberapa mutasi diperlukan untuk mencapai resistensi yang penting secara klinis di dalam Enterobacteriaceae;
kuman yang resisten kuinolon hampir selalu ditemukan memiliki satu atau lebih mutasi Kocsis, 2012.
Resistensi terhadap fluorokuinolon terutama disebabkan oleh perubahan dalam target enzim DNA girase dan topoisomerase IV, penurunan permeabilitas
membran luar sel bakteri atau pengembangan mekanisme efflux. Akibatnya terjadi satu atau lebih mutasi titik di daerah pengikatan florokuinolon pada enzim
target topoisomerase II atau IV atau dari perubahan permeabilitas membran luar
20
sel bakteri. Resistensi terhadap florokuinolon juga dapat berkembang karena pengembangan mekanisme resistensi pompa efflux Kohanski et al., 2010.
Pada bakteri Enterobacteriaceae mekanisme resistensi florokuinolon meliputi satu atau dua dari mekanisme berikut :
1 Perubahan pada Enzim Target Mekanisme ini berhubungan dengan mutasi kromosom yang menyebabkan
perubahan gen baik di gyrA maupun gyrB yang merupakan target utama dari antibiotik di dalam bakteri. Di dalam mutan yang resisten terhadap
florokuinolon, kedua mutasi pada gen gyrA dan gyrB adalah penyebabnya Jaktaji et al., 2012. Florokuinolon menghambat sintesis DNA dengan
menargetkan 2 topoisomerase type II, yaitu : DNA girase Topo II dan topoisomerase IV Topo IV. Interaksi florokuinolon dengan kompleks DNA
girase atau topoisomerase IV dapat menghambat sintesis DNA dengan menstabilkan pembelahan DNA bakteri selama proses replikasi DNA dan
berakibat pada kematian sel. Topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling pilinan positif
yang berlebihan pada waktu transkipsi dalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi untuk memisahkan DNA yang baru terbentuk
setelah proses replikasi DNA bakteri selesai Bourque, 2010; McDowall, 2006.
Langkah pertama resistensi karena perubahan enzim target biasanya melalui perubahan asam amino pada enzim target primer, dengan peningkatan KHM
MIC pada sel yang ditentukan oleh efek mutasi. Derajat resistensi yang
21
lebih tinggi dapat terjadi melalui langkah mutasi kedua, dimana perubahan asam amino terjadi pada enzim target sekunder. Mutasi lebih lanjut
mengakibatkan tambahan perubahan asam amino di salah satu enzim Setiabudi, 2007.
2 Perubahan pada Penetrasi Obat Untuk mencapai target pada sitoplasma sel, florokuinolon harus melewati
membran sitoplasma dan juga membran luar sel bakteri. Molekul florokuinolon cukup kecil dan memiliki karakterisitik yang memungkinkan
untuk melewati membran luar melalui protein
porin. Resistensi
flurokuinolon pada bakteri Gram negatif dikaitkan dengan reduksi porin dan penurunan akumulasi obat pada bakteri, tetapi pengukuran angka difusi
menyatakan bahwa reduksi porin sendiri secara umum tidak cukup untuk mengakibatkan resistensi Jacoby, 2005. Resistensi yang disebabkan oleh
pengurangan akumulasi membutuhkan adanya suatu sistem effluks endogen yang secara aktif memompa obat dari sitoplasma Jacoby, 2005.
Pada bakteri Gram negatif, sistem ini secara khas memiliki 3 komponen : pompa efluks yang berlokasi di membran sitoplasma, protein membran luar
TolC dan protein fusi membran AcrA yang menyatukan keduanya. Obat ini secara aktif dikeluarkan dari sitoplasma atau membran sitoplasma
melewati periplasma dan membran luar ke lingkungan luar sel. Sistem efluks ini secara khas mampu menyebabkan resistensi terhadap gabungan
dari berbagai jenis struktur sehingga dikenal dengan istilah pompa multi drug resistance MDR pumps. Pompa ini ditemukan pada banyak bakteri.
22
Di antara bakteri patogen, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae merupakan yang
paling banyak dipelajari dalam hal sistem efluks yang menyebabkan resistensi florokuinolon Jacoby, 2005.
3 Mekanisme Resistensi Lainnya Penjelasan mekanisme resistensi lainnya adalah penurunan akumulasi obat di
dalam sel oleh kenaikan pengaturan pompa efflux native mis AcrAB-TolC di E. coli dan atau penurunan ekspresi membran outer porins Kocsis, 2012.
Beberapa spesies Enterobacteriaceae memiliki kromosom native pompa efflux AcrAB-TolC yang termasuk keluarga RND resistance-nodulasi division.
AcrA adalah protein fusi membran, AcrB adalah pompa inner-membrane dan TolC adalah protein outer-membrane , ke-3 membangun sebuah pompa efflux
yang berlebihan sehingga menyebabkan resistensi tingkat tinggi fluorokuinolon di dalam kuman E.coli dan Klebsiella spp Kocsis, 2012. Permeabilitas
dinding sel Gram-negatif terhadap fluorokuinolon dapat dijelaskan; lapisan lipopolisakarida LPS kasar dari Salmonella typhimurium memiliki MIC untuk
antibiotik hidrofobik misalnya asam nalidiksat 2 – 4 x lebih rendah dibandingkan dengan lapisan LPS halus, tetapi MIC untuk antibiotik hidrofilik
misalnya ciprofloxacin dan norfloksasin tidak terpengaruh. Dalam kasus mutan OmpF di E. coli, peningkatan 2 kali lipat dalam MIC asam nalidiksat,
norfloksasin dan ciprofloxacin pada kisaran resistensi tingkat rendah. Mekanisme resistensi ini bersifat mutasi, yang timbul dalam organisme
individu dan kemudian diturunkan secara vertikal untuk keturunan yang masih
23
hidup. Tak satu pun dari mekanisme yang disebutkan di atas mentransfer unsur genetiknya Kocsis, 2012.
Resistensi florokuinolon yang diperantarai plasmid pernah dilaporkan pada isolat klinis Klebsiella pneumoniae, yang dapat ditransfer pada E.coli di
laboratorium Nordmann et al., 2005; Robicsek et al., 2006
.
Beberapa mekanisme lain juga berpengaruh terhadap resistensi florokuinolon misalnya
penurunan penyerapan obat karena hilangnya porin yang terikat membran, ekstrusi obat melalui pompa efflux beberapa obat mungkin memiliki
spesifisitas substrat yang luas, atau penelitian yang baru-baru ini menggambarkan mekanisme gen resistensi kuinolon yang diperantarai plasmid
plasmid mediated quinolone-resistance, disingkat gen PMQR Karczmarczyk et al., 2012; Hopkins et al., 2005.
Resistensi terhadap
florokuinolon muncul
bersamaan dengan
penggunaannya secara luas. Infeksi yang sebelumnya direspon dengan baik oleh florokuinolon, sekarang ini telah meningkatkan risiko kegagalan pengobatan
Karczmarczyk et al., 2012; Gagliotti et al., 2008; Hopkins et al., 2005. Pada E.coli, target utama florokuinolon adalah enzim DNA gyrase atau topoisomerase
II dan topoisomerase IV Karczmarczyk et al., 2012; Jaktaji et al., 2010. Di dalam isolat yang resisten florokuinolon ini, mutasi utama terletak di daerah yang
disebut sebagai the quinolone resistance-determining regions QRDRs dari gen gyrA, parC maupun gyrB Karczmarczyk et al., 2012; Liu et al., 2012.
24
D. Gen-gen Plasmid
Keberadaan gen PMQR misalnya qnrA, qnrB, qnrS, qnrC, qnrD, oqxA, oqxB qepA dan aac6’-Ib-cr hanya memberikan resistensi level rendah terhadap
florokuinolon, tetapi mereka dapat menyebarkan secara horizontal di antara bakteri enterik lainnya dan memfasilitasi seleksi mutan resisten setelah paparan
ciprofloxacin Karczmarczyk et al., 2012; Robicsek et al., 2006. Penelitian lain juga menyatakan bahwa resistensi florokuinolon tingkat rendah dapat juga
diperantarai plasmid pMG252 yang menyandi gen qnr di dalam plasmid E.coli Pereira et al., 2007. Pengertian resistensi level rendah dapat dijelaskan dalam
grafik di bawah ini Penunjukan Gambar 7.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa breakpoint klinis dari resistensi
Gambar 7. Distribusi isolat klinis E. coli di dalam rentang nilai MIC Ciprofloxacin yang
rentan sensitif dan resisten Kocsis, 2012.
25
ciprofloxacin untuk E.coli adalah S ≤ 0,5 mgL garis biru dan R 1 mgL garis merah. Distribusi E.coli didalam nilai MIC ciprofloxacin berbeda-beda dan
resistansi tingkat rendah adalah dari 0,06 – 0,5 µgml dilingkari. Gen qnr ini dapat meningkatkan frekuensi mutasi pada populasi heterogen E.coli yang tidak
selalu memiliki substitusi asam amino di dalam enzim DNA gyrase atau topoisomerase IV, dan akan memfasilitasi pemilihan resistensi tingkat tinggi
diantara kuman lainnya Kocsis, 2012. Jadi jika ditemukan ada gen qnr ini di dalam kuman E.coli, meskipun kuman itu terpapar oleh dosis rendah antibiotika
ciprofloxacin, maka kuman E.coli tersebut akan menjadi resisten. Protein OqxAB Penunjukan Gambar 8 termasuk keluarga RND
resistance-nodulasi division adalah salah satu gen plasmid pertama yang ditularkan melalui pompa efflux. Gen oqxA mengkode untuk protein fusi
membran AcrA, sedangkan oqxB mengkode untuk protein OqxB yang mengandung 12-transmembran α-heliks untuk pompa inner-membrane AcrB.
Sistem ini membutuhkan protein outer-membran TolC untuk fungsi sepenuhnya. Ini adalah mekanisme resistensi genetik yang teridentifikasi pertama kali terhadap
olaquindox, suatu agen yang digunakan sebagai penambah pertumbuhan pada babi. Gen ini dapat dideteksi pada kuman Enterobacteriaceae yang resisten
terhadap kloramfenikol, asam nalidixat, norfloksasin dan ciprofloxacin Kocsis, 2012.
.
26
E. Gen-gen Kromosom
Di dalam sel terdapat enzim yang berperan untuk membuat DNA
menjadi rileks atau superkoil yaitu enzim DNA topoisomerase. Superkoil DNA
ini mirip dengan gulungan kabel telefon. Keadaan dimana DNA double helix menggulung pada sumbunya disebut superkoil DNA sedangkan jika tidak
menggulung disebut DNA rileks. Bentuk DNA dalam keadaan rileks atau dalam keadaan superkoil ini disebut topoisomer Penunjukan Gambar 9.
Gambar 9. Dua bentuk superkoil DNA Bourque, 2010 Gambar 8. Struktur dari pompa efflux OqxAB sebagai pompa efflux tipe RND Kocsis,
2012.
27
Peran enzim topoisomerase sangat penting pada replikasi, transkripsi dan rekombinasi DNA dengan cara memotong dan menyambungkan untai tunggal
atau untai ganda DNA Bourque, 2010. Topoisomerase DNA ini dapat ditemukan dimana-mana, di dalam semua jenis sel, mulai dari virus sampai kepada manusia
dan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu McDowall, 2006 : a
Topoisomerase tipe I : Terdiri dari topoisomerase I, III dan V.
Terutama bertanggung jawab untuk mengendurkan merelaksasi superkoil positif belitan di atas dan atau superkoil negatif belitan di bawah dari
DNA, sedangkan girase sebaliknya dapat memasukkan superkoil positif ke dalam DNA.
Memainkan peran penting dalam replikasi DNA dan transkripsi topoisomerase I, dan rekombinasi topoisomerase III.
b Topoisomerase tipe II :
Terdiri dari topoisomerase II dikode oleh gen gyrA dan gyrB, topoisomerase IV dikode oleh gen parC dan parE dan topoisomerase VI.
Bertanggung jawab untuk mengendurkan spiral DNA topoisomerase IV, serta mengadakan superkoil negatif dan positif topoisomerase II.
Berperan penting dalam kondensasi kromosom topoisomerase II dan pemisahan kromosom anak selama pembelahan sel topoisomerase IV.
Enzim DNA Gyrase Penunjukan Gambar 10 di dalam Escherichia coli merupakan holoenzim yang heterotetramer dan terdiri dari 2 sub-unit A yaitu
Gyrase A dikode gen gyrA, 97 kDa dan 2 sub-unit B yaitu Gyrase B dikode
28
oleh gen gyrB, 90 kDa Jaktaji and Mohiti, 2010. Enzim DNA gyrase adalah salah satu dari enzim topoisomerase tipe II yang pertama diisolasi dari E. coli.
Enzim ini mempunyai fungsi dalam pengubahan topologi DNA melalui breaking and rejoining pematahan dan penggabungan kembali untai ganda DNA. Enzim
DNA gyrase memiliki kemampuan untuk memotong kedua untai ganda DNA double-stranded, melewati bagian lain dari potongan untai DNA tersebut dan
menyambung kembali potongan tersebut dengan memanfaatkan ATP Lodish et al., 2000.
Gambar 10. Dimer gyrase A dari heterotetramer DNA gyrase Saíz-Urraa et al., 2011.
Pada bakteri enterik, mekanisme utama resistensi terhadap florokuinolon melibatkan mutasi gen kromosom penyandi enzim DNA girase danatau
Topoisomerase IV, mutasi gen yang mengatur ekspresi pompa efflux Hooper, 1999 dan penurunan permeabilitas dinding sel bakteri Nikaido, 2003, semuanya
diperantarai secara kromosom.
29
Di dalam isolat yang menunjukkan resistensi florokuinolon, DNA gyrase topoisomerase II yaitu target utama di dalam bakteri Gram-negatif, umumnya
menunjukkan substitusi asam amino pada posisi Ser 83 danatau Asp 87 dari sub- unit gyrA, sedangkan substitusi pada residu Ser 80 dan Glu 84 umumnya
teridentifikasi di dalam sub-unit parC dari topoisomerase IV Karczmarczyk et al., 2012; Heisig, 1996; Oram et al., 1991; Yoshida, 1990 Lihat Tabel 2 dan .
Tabel 2. Mutasi Akibat Resistensi Kuinolon di dalam Gen gyrA dari E.coli KL16
STRAIN E.coli
a
MIC µgml
b
MUTASI NA
PPA NFLX
ENX OFLX
CPFX KL16
3,13 1,56
0,05 0,1
0,05 0,0125
Wild type N-112
400 25
0,78 1,56
0,78 0,39
Ser-83 TCG Leu UTG
N-118 400
25 0,78
1,56 0,78
0,39 Ser-83 TCG
Leu TTG N-119
400 25
0,78 1,56
0,78 0,39
Ser-83 TCG Leu TTG
N-51 400
25 0,78
1,56 0,78
0,39 Ser-83 TCG
Leu TTG P-18
400 25
0,78 1,56
0,78 0,39
Ser-83 TCG Trp TGG
N-113 200
25 0,39
1,56 0,78
0,2 Asp-87 GAC
Asn AAC N-97
50 12,5
0,39 0,78
0,39 0,1
Gly-81 GGT Cys TGT
P-5 25
12,5 0,39
0,78 0,39
0,1 Ala-84 GCG
Pro CCG P-10
25 6,25
0,2 0,39
0,2 0,05
Ala-67 GCC Ser TCC
N-89 12,5
6,25 0,2
0,2 0,1
0,05 Gln-106 CAG
His CAT
Sumber : Yoshida et al., 1990 Keterangan :
a
N-112, N-118, N-119, N-51, N-113, N-97 dan N-89 diuji dengan antibiotik asam nalidiksat; P-18, P-5 dan P-10 diuji dengan antibiotik asam pipemidat.
b
NA nalidixic acid, PPA pipemidic acid, NFLX norfloxacin, ENX enoxacin, OFLX ofloxacin dan CPFX ciprofloxacin.
30
Tabel 3. Mutasi di dalam Gen gyrA dan parC
STRAIN E.coli
MUTASI gyrA MUTASI parC
Posisi Nukleotida
Perubahan Nukleotida
Peru- bahan
Asam Amino
Posisi Nukleotida
Perubahan Nukleotida
Peru- bahan
Asam Amino
Wild type MI, MII,
4469 248
TCG TTG
S83L 3204917
248 TCG
TGG S83W
233 GGC
GAC G78D
MIII, MIVb,
R17 248
TCG TTG
S83L 239
AGT ATT
S80I 260
GAC GGC
D87G
129801 248
TCG TGG
S83L 250
GAA AAA
E84K 259
GAC AAC
D87N 133700
248 TCG
TTG S83L
239 AGC
ATC S80I
259 GAC
AAC D87N
HP24704- 1
248 TCG
TTG S83L
240 AGCT
A GA
S80R
259 GAC
AAC D87N
130162 248
TCG TTG
S83L 239
AGC ATC
S80I 259
GAC TAC
D87Y 205096
248 TCG
TTG S83L
250 GAA
AAA E84K
260 GAC
GGC D87G
U12987, 136437
248 TCG
TTG S83L
239 AGC
ATC S801
259 GAC
AAC D87N
251 GAA
GGA E84G
Sumber : Heisig, 1996
E.coli telah semakin memperoleh resistensi terhadap florokuinolon melalui beberapa mekanisme yang mencakup mutasi kromosom pada gen yang
31
mengkode topoisomerase II gyrA dan gyrB dan IV parC dan parE Zayed et al., 2015.
Resistensi terhadap florokuinolon muncul sebagai akibat dari mutasi missense di wilayah tertentu
yang dinamakan the quinolone resistance
determining region QRDR dari sub-unit enzim target. Substitusi asam amino dalam QRDR yang terlibat dalam pengembangan resistensi florokuinolon di E.
coli dijelaskan dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Substitusi Asam Amino di dalam QRDR
Isolat E.coli
Resisten Fluorokuinolon
KODON
a
ASAM AMINO ASAL WILD
BERMUTASI MENJADI
KODON
a
ASAM AMINO ASAL WILD
BERMUTASI MENJADI
gyrA parC
50
b
Tyr Phe
78 Gly
Asp 51
b
Ala Val
80 Ser
Ile, Arg 67
b
Ala Ser
84 Glu
Lys, Val, Gly 81
Gly Cys, Asp
a
Mutasi pada kodon-kodon lain, perannya dalam pengembangan
resistensi terhadap kuinolon fluorokuinolon masih belum jelas.
b
Hanya dijelaskan dalam mutan yang diperoleh in vitro.
82
b
Asp Gly
83 Ser
Leu, Trp, Ala, Val
84 Ala
Pro, Val 87
Asp Asn, Gly, Val,
Tyr, His 106
b
Gln Arg, His
119
b
Ala Glu
gyrB parE
426 Asp
Asn 445
Leu His
447 Lys
Glu 458
Ser Pro, Trp
Sumber : Zayed et al., 2015
32
Mutasi pada posisi 83 atau 87 untuk subunit gyrA dari DNA gyrase dan posisi 78, 80 atau 84 untuk subunit ParC dari topoisomerase IV secara khusus
menyebabkan kompleks enzim-DNA dari mutan memiliki afinitas rendah terhadap antibiotik florokuinolon tersebut. Menurut Zayed et al 2015, mutasi
ketiga yang baru terletak di luar QRDR konvensional dari subunit gyrA; R237H hanya ditemukan di isolat E. coli yang sangat resisten dengan MIC ≥ 16 mg ml.
Mutasi ini berhubungan kuat dengan fenotip resistensi yang tinggi P=0,007. Mutasi baru, bersama dengan acrR-V29G mutasi baru dalam protein AcrR,
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap peran mereka yang mungkin dalam resistensi. Mutasi-mutasi ini berhubungan dengan isolat E.coli
yang sangat resisten dan dapat meningkatkan kemampuan tingkat resistensi Zayed et al., 2015.
Penelitian tentang hubungan antara nilai MIC antibiotik golongan kuinolon fluorokuinolon dengan terjadinya subtitusi asam amino di dalam
Enterobacteriaceae telah banyak dilakukan orang, diantaranya adalah penelitian Kocsis 2012, seperti terlihat pada Tabel 5 di bawah ini.
33
Tabel 5. Hubungan Nilai MIC Ciprofloxacin dengan Substitusi Asam Amino yang Menyebabkan Mutasi di dalam Gen gyrA dan parC.
Sumber : Kocsis, 2012
F. Polymerase Chain Reaction PCR
PCR merupakan teknik pengandaan DNA yang ditemukan oleh Kary Mullis yang digunakan untuk sintesis dan penggandaan DNA secara in vitro
dalam waktu relatif singkat dengan bantuan enzim DNA polimerase dan bahan- bahan lain. Prinsip dasar dari mesin PCR adalah pengontrolan suhu pada sampel,
dengan rentang suhu 4 – 90
o
C Wicaksono, 2015. Nama PCR berasal dari Polymerase Chain Reaction yang digunakan untuk menggandakan bagian DNA
dengan menggunakan replikasi enzim secara in vitro. Proses ini dikenal sebagai
34
reaksi rantai karena template DNA diperbanyak secara eksponensial di setiap siklusnya WHO, 2011.
Metode PCR telah dimodifikasi dan digunakan di berbagai bidang ilmu. Setiap pemeriksaan bakteri atau virus dengan menggunakan PCR memiliki
protokol tersendiri, protokol ini berisi prosedur dalam melakukan reaksi dan parameter yang perlu diatur pada sampel suhu, jumlah dan jenis reagen serta
durasi suhu. Real-time PCR merupakan modifikasi terbaru yang menggabungkan deteksi
fluoresence dengan metode PCR konvensional. Real-time PCR memungkinkan deteksi dan penghitungan jumlah molekul dari target DNA yang
telah dihasilkan. Modifikasi ini telah diterima secara luas karena risiko kontaminasinya yang rendah; serta memiliki sensitivitas dan kecepatan proses
yang tinggi. Oleh karena itu Real-time PCR diakui sebagai gold standar untuk diagnosis beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan menghitung
jumlah virus pada sampel klinis Wicaksono, 2015.
1. Tiga Tahap Proses Penggandaan DNA