Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

“a Faktor hereditasketurunan, b faktor lingkungan, c kematangan, d pembentukan, e minat dan bakat, dan f kebebasan”. Pertama faktor hereditasketurunan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Teori hereditas atau nativisme pertama kali yang dipelopori seorang ahli filsafat Schoper Haner, berpendapat bahwa setiap manusia sudah membawa potensi- potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Semenjak dalam kandungan, remaja telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berfikir setara normal, di atas normal atau dibawah normal. Namun potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Kedua faktor lingkungan memiliki peranan yang sangat menentukan perkembangan intelektual anak. Locke berpendapat bahwa manusi dilahirkan sebenarnya suci tabularasa, amak perkembangan intellegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan. Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting pernananya dalam mempengaruhi perkembangan intelek remaja, yaitu keluarga dan sekolah Ketiga yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak yaitu kematangan. Tiap organ fisik maupun psikis dapat dikatakan telah matang jika ia telah di kesanggupan untuk menjalankan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Keempat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu faktor pembentukan. Pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja sekolah formal dan pembentukan tidak sengaja pengaruh alam sekitar. Sehingga manusia berbuat inteligen karena untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian diri. Kelima yaitu faktor minat dan bakat. Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. Adapun bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang akan memengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya seseorang akan memiliki bakat tertentu, maka akan semakin mudah dan cepat memepelajarinya. Kelima faktor kebebasan yaitu kleluasaan manusia untuk berpikir divergen menyebar yang berarti bahwa manusia memilih metode-metode tertentu dalam menyelsaikan masalah-masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif yakni kematangan dan pengalaman yang berasal dari interaksi dan lingkungan sekitar anak, ketika seseorang sudah memiliki faktor perkembangan kognitif yang baik, maka seseorang tersebut dapat dikatakan memiliki intellegensi yang baik.

C. Kemampuan Mengenal Konsep Sains

1. Hakikat Sains Sains merupakan istilah yang sering disebut dengan ilmu pengetahuan yang mencakup Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu pengetahuan Alam. Kemudian Amien, dkk 2008:232 mengemukakan bahwa “Sains merupakan pengetahuan tentang fenomena-fenomena, proses yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi, dan sebagai bentuk adaptasi manusia pada lingkungan”. Campbell dalam Depdiknas 2007:35 mendefinisikan bahwa “Sains sebagai pengetahuan yang bermanfaat dan cara bagaimana atau metoda untuk memperolehnya”, sedang menurut Carin Sund mendefinisikan “Sains adalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol”. Selanjutnya Abruscato dalam bukunya yang berjudul “Teaching Children Science” mendefinisikan “Sains sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta”. Menurut Saprianti 2008:3.25 mengatakankan bahwa Sains adalah suatu cara untuk mempelajari aspek-aspek tertentu dari alam secara terorganisasi, sistematik dan melalui metode-metode saintifik yang terbakukan. Ruang lingkup sains terbatas pada hal-hal yang dapat dipahami oleh indera penglihatan, sentuhan, pendengaran, rabaan, dan pengecapan. Dari beberapa uraian pendapat di atas secara umum dapat dikatakan bahwa sains adalah pengetahuan individu tentang alam yang diperoleh melalui metoda atau cara yang terkontrol. Penjelasan ini berarti sains selain sebagai produk yaitu pengetahuan individu, juga sebagai proses yaitu suatu cara atau metoda untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Dalam Depdiknas 2007:35 sains sebagai Ilmu Pengetahuan Alam, yaitu mencakup: 1 sains sebagai ilmu, 2 sains sebagai produk dan 3 sains sebagai proses. Pertama sains sebagai ilmu.Secara umum sains sebagai ilmu mencakup tiga aspek yaitu aspek aktivitas, metode dan pengetahuan. Sains sebagai aktivitas mengandung tiga dimensi yaitu a Rasional artinya merupakan proses pemikiran yang berpegangan dengan kaidah-kaidah, b Kognitif artinya merupakan proses mengetahui dan memperoleh pengetahuan, c Teleologis artinya untuk mencapai kebenaran dan melakukan penerapan dengan melalui peramalan atau pengendalian. Sains sebagai metode dapat berbentuk pola prosedural dan tata langkah.Sains sebagai pengetahuan yaitu pengetahuan yang sistematis terkait dengan obyek material atau bidang permasalahan yang dikaji. Kedua sains sebagai produk, Menurut Carin dan Sund dalam Nugraha 2005:6 mengemukaan “sains sebagai produk terdiri dari berbagai fakta, konsep prinsip, hukum dan teori”. Fakta adalah sesuatu yang telah atau sedang terjadi yang dapat berupa keadaan, sifat atau peristiwa, sedangkan konsep adalah suatu ide yang merupakan generalisasi dari berbagai peristiwa atau pengalaman khusus, yang dinyatakan dalam istilah atau simbol tertentu yang dapat diterima. Hukum adalah prinsip yang bersifat spesifik. Sedang teori adalah generalisasi tentang berbagai prinsip yang dapat menjelaskan dan meramalkan peristiwa alam. Sains sebagai suatu produk terdiri atas fakta konsep prinsip, hukum, dan teori. Ketiga sains sebagai proses merupakan cara berpikir, cara kerjadan cara untuk memecahkan suatu masalah dengan melakukan suatu kegiatan yakni kegiatan bagaimana mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan. Untuk melakukan proses sains, dibutuhkan berbagai macam keterampilan antara lain keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan hubungan ruang dan waktu, menggunakan hubunga antar angka, mengkomunikasikan, memprediksi, menyimpulkan, merancang penelitian dan melakukan eksperimen. Dalam melaksanakan proses sains agar menghasilkan produk yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka perlu dilandasi dengan sikap ilmiah. Beberapa sikap ilmiah utama dalam melakukan proses sains, yakni obyektif, teliti, terbuka, kritis, dan tak mudah putus asa. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disumpulkan sains merupakan suatu cara untuk mempelajari aspek-aspek tertentu mengenai obyek-obyek dari peristiwa yang ada di alam melalui pengamatan, penyelidikan dan percobaan, yang diartikan juga sebagai suatu proses maupun hasil atau produk dan sikap ilmiah . 2. Prinsip Pembelajaran Sains Prinsip pembelajaran sains merupakan hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menyusun kegiatan pembelajaran di kelas. Nurani 2004:25 memaparkan beberapa prinsip pembelajaran sains sebagai berikut 1 empat pilar pendidikan global, meliputi learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together, 2 prinsip inkuiri, 3 prinsip konstruktivisme, 4 prinsip pemecahan masalah, 5 prinsip pembelajaran bermuatan nilai, 6 prinsip pakem pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Prinsip learning to know, artinya dengan meningkatkan interaksi anak dengan lingkungan fisik dan sosialnya diharapkan anak mampu membangun pemahaman dan pengetahuan tentang alam sekitarnya. Learning to do, artinya pembelajaran sains tidak hanya menjadikan anaksebagai pendengar melainkan anak diberdayakan agar mau dan mampu untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Learning to be, artinya dari hasil interaksi dengan lingkungan anak diharapkan dapat membangun rasa percaya diri yang pada akhirnya membentuk jati dirinya. Learning to live together, artinya dengan adanya kesempatan berinteraksi dengan