Nilai Shock Index Sebagai Prediktor Mortalitas Terhadap Penderita Sepsis dan Sepsis Berat

(1)

NILAI

SHOCK INDEX

SEBAGAI PREDIKTOR

MORTALITAS TERHADAP PENDERITA SEPSIS DAN

SEPSIS BERAT

TESIS

Oleh

RIKI MULJADI

NIM : 097101010

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

NILAI

SHOCK INDEX

SEBAGAI PREDIKTOR

MORTALITAS TERHADAP PENDERITA SEPSIS DAN

SEPSIS BERAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister

Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Program

Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIKI MULJADI

NIM : 097101010

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : NILAI

SHOCK INDEX

SEBAGAI

PREDIKTOR MORTALITAS

TERHADAP PENDERITA SEPSIS DAN

SEPSIS BERAT

Nama Mahasiswa

: Riki Muljadi

NIM

: 097101010

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

dr. Josia Ginting, SpPD-KPTI FINASIM dr. Tambar Kembaren, SpPD Pembimbing I Pembimbing II

Program Magister Kedokteran Klinik

Sekretaris Program Studi Dekan

Dr. Murniati Manik, Msc, SpKK,SpGK Prof.Dr.Gontar A.Siregar,Sp.PD-KGEH NIP.19530719 198003 2 001 NIP.19540220 198011 1 001


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama

: Riki Muljadi

NIM

: 097101010


(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Riki MUljadi

NIM : 097101010

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

NILAI

SHOCK INDEX

SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS

TERHADAP PENDERITA SEPSIS DAN SEPSIS BERAT

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat, dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 15 Januari 2015 Yang menyatakan


(6)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Gontar A.Siregar,SpPD-KGEH Anggota : Prof.dr. Haris Hasan,SpPD,Sp.JP (K)

dr. Armon Rahimi, Sp.PD,KPTI dr. Leonardo B. Dairi, Sp.PD,KGEH


(7)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Gontar A.Siregar,SpPD-KGEH Anggota : Prof.dr. Haris Hasan,SpPD,Sp.JP (K)


(8)

NILAI SHOCK INDEX SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS TERHADAP PENDERITA SEPSIS DAN SEPSIS BERAT

Riki Muljadi, Tambar Kembaren , Josia Ginting,

Divisi Penyakit Tropik Infeksi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

ABSTRAK

Latar Belakang

Sepsis jika tidak segera didiagnosis dan ditangani akan menyebabkan kegagalan fungsi organ yang akhirnya menyebabkan kematian. Penilaian derajat keparahan pada penderita sepsis dan sepsis berat pada awal penderita masuk masa rawatan adalah sangat penting dalam hal menentukan beratnya penyakit. Salah satu penilaian derajat keparahan adalah

shock index yaitu perbandingan antara denyut jantung terhadap tekanan sistolik. Nilai shock index keadaan pada normal adalah

0,5 - 0,7. Penelitian ini diikuti hingga 30 hari terhadap penderita sepsis dan sepsis berat serta

bertujuan untuk mengetahui apakah nilai shock index dapat dipergunakan sebagai prediktor

mortalitas berbagai etiologi ini.

Tujuan

Untuk mengetahui apakah nilai shock index dapat dipergunakan sebagai prediktor mortalitas terhadap penderita sepsis dan sepsis berat.

Bahan dan Cara :

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode cohort terhadap penderita dewasa yang memenuhi kritesia sepsis yang masuk rawatan ke IGD RSUP Haji Adam Malik Medan,November 2013 hingga Agustus 2014. Dilakukan pemeriksaan klinis dengan penilaian shock index 1, setelah 2 jam kemudian dengan dilakukan penilaian shock index 2 serta dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah perifer lengkap,fungsi hati, fungsi ginjal, plasma procalcitonin ,kultur darah, kultur spesimen sumber infeksi, setelah 24 jam masa rawatan dilakukan penilaian shock index 3 dan diikuti perkembangan penderita untuk selanjutnya dihubungkan terhadap mortalitas dalam 30 hari. Cut-off nilai shock index yang digunakan adalah ≥ 1. Analisa data menggunakan uji Uji Kolmogorov Smirnov, Uji t -Independen dan Uji Mann-Whitney.

Hasil :

Diperoleh 42 penderita dari masing masing kelompok subjek penelitian dengan sepsis dan sepsis berat yang memenuhi kriteria, jenis kelamin wanita 44 orang (52,38 %) dan jenis kelamin pria 40 orang (47,61 %),retata usia 49.02 ± 9.017 tahun. Penyebab infeksi terbanyak diperoleh 26 (32,5%) kasus infeksi saluran nafas, 19(23,7%) kasus bedah, 14(17,5%) kasus infeksi pada saluran pencernaan, 12(15%) kasus infeksi saluran kemih, dan 9(11,25%) kasus infeksi lainnya Mortalitas tertinggi diperoleh berturut turut pada penderita dengan nilai shock index1 ≥ 1.40, shock index2 ≥1.35, shock index3 ≥ 1.29. Rerata shock indexadalah ≥ 1.34, p < 0,005 dianggap secara statistik bermakna.

Kesimpulan :

Nilai shock index yang semakin tinggi menggambarkan kejadian angka mortalitas yang

semakin besar. Sehingga nilai shock index dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas terhadap penderita dengan sepsis maupun sepsis berat yang di rawat di rumah sakit.


(9)

SHOCK INDEX AS A PREDICTOR

OF MORTALITY IN PATIENTS WITH SEPSIS AND SEVERE SEPSIS Riki Muljadi, Tambar Kembaren , Josia Ginting,

Division of Tropical Diseases and Infection-Department of Internal Medicine

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan

ABSTRACT Background

Sepsis if not promptly diagnosed and untreated will lead to multi-organ failure that ultimately leads to death. Assessment of the degree of severity in patients with sepsis and severe sepsis patients included in the initial period of treatment is very important in terms of determining the severity of the disease. One is the assessment of the degree of severity of

shock index is the ratio between the heart rate to systolic pressure. Value of shock index in the normal state is from 0.5 to 0.7. This study was followed up to 30 days to patients with sepsis and severe sepsis, and aims to determine whether the shock value of the index can be used as a predictor of mortality various etiologies of this.

Objective

To determine whether the shock index can be used as a predictor of mortality in patients with sepsis and severe sepsis.

Materials and Methods:

The study was conducted by using a cohort of adult patients which is accordance with the inclusion criteria of sepsis, incharged to the ER of Haji Adam Malik hospital in Medan, started from November 2013 to August 2014. Preceded by clinical examination to assessment of shock index 1, than after 2 hours with an assessment of shock index 2 and laboratory examination for complete peripheral blood, liver function, kidney function, plasma procalcitonin, blood culture, a culture specimen source of infection, after 24 hours of treatment will assessment again shock index 3 and followed the development of the next patient to be linked to mortality in 30 days. cut-off values of shock index is ≥ 1. Analysis of the data using the Kolmogorov-Smirnov test, independent t-test and Mann-Whitney test. Results:

Retrieved 42 patients from each group of research subjects with sepsis and severe sepsis which is according to the sepsis criteria, female 44 patients (52.38%) and male 40 patients (47.61%), average ages was 49.02 ± 9,017 years. The cause of most infections acquired 26 (32.5%) cases of respiratory tract infections, 19 (23.7%) surgical cases, 14 (17.5%) cases of infection of the gastrointestinal tract, 12 (15%) cases of urinary tract infection, and 9 (11.25%) cases of other infections acquired consecutive highest mortality in patients with

shock index 1 ≥ 1:40, shock index 2 ≥1.35, shock index 3 ≥ 1:29. The mean shock indexis ≥

1.34, p <0.005 was considered statistically significant. Conclusion:

The higher of value of shock index describes the events that the greater mortality, and vice versa. So the value of shock index can be used as a predictor of mortality of patients with sepsis and severe sepsis were treated in hospital.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan berkatNya serta telah memberikan kesempatan kepada saya

sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “ Nilai Shock Index Sebagai

Prediktor Mortalitas Terhadap Penderita Sepsis dan Sepsis Berat“ yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang ilmu penyakit dalam pada fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. (Alm) dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H ADAM MALIK MEDAN yang telah memberikan kemudahan dan dorongan buat penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

2. Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam (Alm) dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam dr.Zainal Safri, SpPD, SpJP yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, SpA(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara saat saya diterima sebagai peserta pendidikan spesialis penyakit dalam.

4. (Alm) dr. H. Syafii Pilliang, SpPD-KEMD yang bersedia memberi rekomendasi dan motivasi untuk terus berjuang agar saya bisa mengikuti pendidikan ini. Semoga semua jasa dan budi baik ini dibalas oleh Allah SWT.

5. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH sebagai dekan FK USU saat saya diterima sebagai peserta pendidikan spesialis penyaki dalam.

6. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Josia Ginting, SpPD-KPTI FINASIM dan dr. Tambar Kembaren, SpPD sebagai pembimbing tesis, yang telah


(11)

memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Kiranya Tuhan Yesus memberikan rahmat dan karunia kepada beliau beserta keluarga. 7. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD Dr Pirngadi

/ RSUP H Adam Malik medan : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH., Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM., Prof. dr. Habibah Hanum, SpPD-KPsi., Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV., Prof. dr. Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK., Prof. dr. OK Moehad Sjah, SpPD-KR., Prof. dr. Lukman H. Zain, SpPD-KGEH., Prof. dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH., Prof. dr. Azmi S Kar, SpPD-KHOM., Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH., Prof. dr. Haris Hasan, SpPD-SpJP(K)., dr. Nur Aisyah, SpPD-KEMD., dr. A Adin St Bagindo, SpPD-KKV., dr. Lutfi Latief, SpPD-KKV., dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD (Alm)., dr. T. Bachtiar Panjaitan, SpPD., DR.dr. Rustam Effendi YS, SpPD-KGEH., dr. Abiran Nababan, SpPD-KGEH., dr. Betthin Marpaung, SpPD-KGEH (Alm)., dr. Sri M Sutadi, KGEH.,dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH., dr. Salli R. Nasution, SpPD-KGH (Alm)., DR. dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH., dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP., dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH., dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD., DR. Dr Umar Zein, SpPD-KPTI-DTM&H-MHA., dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI., dr. Refli Hasan, SpPD-SpJP., dr. EN. Keliat, SpPD-KP., DR. dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR., dr. Leonardo Dairy, SpPD-KGEH., dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer., dr. Tambar Kembaren, SpPD-KPTI., dr. Mardianto, SpPD-KEMD., dr. Santi Safril, SpPD-KEMD., dr Zuhrial, SpPD., dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI., dr.Zainal Safri, Sp.PD-Sp.JP yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

8. dr.Arianto Purba,Sp.PD.,dr.M.Bastanta Tarigan,Sp.PD-KEMD., dr. Daud Ginting, SpPD., dr. Saut Marpaung, SpPD., dr. Ilhamd, SpPD., dr. Calvin Damanik, SpPD., dr. Jerahim Tarigan, SpPD.,dr. Endang, SpPD., dr. T. Abraham, SpPD., dr. Soegiarto Gani, SpPD., dr. Savita Handayani,


(12)

SpPD.,dr. Fransiskus Ginting, SpPD., dr. Deske Muhadi Rangkuti, SpPD., dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD.,dr. Anita Rosari Dalimunthe, Sp.PD, dr. Leni Sihotang, Sp.PD.,dr. Ida Nensi Gultom, SpPD., Dr. Imelda Rey, SpPD., dr. Taufik Sungkar, SpPD ., Dr. Wika Hanida, SpPD., dr. Radar R Ginting, SpPD., dr. Ameliana Purba, SpPD.,dr. Restuti H. Saragih,Sp.PD., dr. Dina Aprillia Ariestine,Sp.PD.,dr. Sumi Rahmadani, Sp.PD.,dan dr. Aron Pase, Sp.PD., sebagai dokter kepala ruangan / senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

9. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini. 10. Kepada teman-teman seangkatan yang memberikan dorongan semangat: dr.

Naomi N Dalimunthe, dr. Elisabeth Sipayung, dr. Sari Harahap, dr. Herlina Yani, dr. Ratna Karmila, dr. Nelila P Fitriani Siregar, dr. Katharine, dr. Ester Morina Silalahi, dr. Bayu Rusfandi Nst, dr. Doharjo Manullang, dr. Muhammad Budiman, dr. M. Azhari, dr. Wirandi Dalimunthe, dan dr. Agustina. Juga para sejawat dan PPDS interna lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu, paramedik dan Syarifuddin Abdullah, Kak Leli, Erjan, Deni, Fitri, Wanti, Yanti, Tika dan Sari atas kerjasama yang baik selama ini.

11. Para co-asisten dan petugas kesehatan di SMF / Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan / RSUD Dr. Pirngadi Medan / RS Haji Medan / RS Tembakau Deli, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

12. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.

Rasa hormat dan terima kasih saya yang setinggi-tingginya dan setulusnya penulis tujukan kepada ayahanda (Alm) Dr. Johannes Muljadi dan ibunda Dr. Veronica Lianawati Ramali yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa-jasanya ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.


(13)

Semoga Tuhan Yesus memberikan kesehatan dan kebahagian kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi.

Demikian juga mertua saya Surjiadi dan Liong Njoek Jung yang telah mendukung, membimbing, menyemangati dan menasihati agar kuat dalam menjalani pendidikan, saya ucapkan terimakasih yang setulusnya, kiranya Bapa yang di surga selalu memberikan kesehatan dan kebijaksaaan kepada kalian orangtua yang sangat saya cintai dan sayangi.

Kepada istriku tercinta Nichole Josephine Fenni, S.Com terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini, semoga apa yang kita capai ini dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan senantiasa diberkati oleh Tuhan Yesus. Demikian pula kepada putriku tercinta Michelle Janice Muljadi, terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. yang selalu menjadi penambah semangat serta pelipur lara dikala senang dan susah semoga apa yang kita jalani bersama selama ini menjadi pendorong untuk mencapai cita – cita yang lebih baik lagi .

Kepada adikku Dr. Edward Muljadi, Sp.OG yang telah banyak membantu memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Kepada adik iparku Fenna, S.Com terimakasih atas semua bantuan dan doa yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada semua pihak baik perorangan maupun instansi yang tidak mungkin kami ucapkan satu persatu yang telah membantu kami dalam menyelesaikan pendidikan spesialis ini, kami ucapkan banyak terima kasih

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Kita Yesus Kristus.

Medan, 15 Januari 2015


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar... xi

Daftar Singkatan ………... xii

Daftar Lampiran... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Hipotesa Penelitian... 3

1.4 TujuanPenelitian... 1.4.1 Tujuan Umum……… 1.4.1 Tujuan Umum……… 4 4

4 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Defenisi Sepsis... 5

2.2 Epidemiologi Sepsis... 5

2.3 Patofisiologi Sepsis... 9

2.3.1 Sirkulasi Mikro……….……. 12

2.3.2 Pengaturan Sirkulasi Mikro……….…….. 12

BAB III 2.4 Mekanisme Disfungsi Organ... ... 2.4.1 Hubungan Inflamasi dan Koagulasi... 2.4.2 Respon Homeostasis………...………. 2.4.3 Systemic Inflamatory Response Syndrome………. 2.5 Shock Index……….. 2.6 Kriteria Klinis..………. 2.7 Pemeriksaan Penunjang Sepsis..……….. 2.8 Prognosis…...………. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 3.1 Kerangka Konsep... 3.2 Definisi Operasional... 14 16 17 18 19 20

21

22

23 23 23


(15)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 25

4.1 Desain Penelitian... 25

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 25

4.3 Subjek Penelitian ... 25

4.4 Besar Sample... ... 4.5 Kriteria……….. 25

4.5.1 Kriteria Inklusi ... 26

4.5.2 Kriteria Eksklusi... 26

4.6 Cara Kerja dan Alur Penelitian... 27

4.7 Analisa Data ... 29

4.8 Ethical Clearance dan Informed Consent ... 4.9 Kerangka Operasional... 29 30 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1 Hasil Penelitian... 31

5.1.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian... 5.2 Pembahasan…... 31 34 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

6.1 Kesimpulan... 42

6.2 Saran... 42


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1.1 Parameter Klinis Variabel Penelitian Antara Kelompok

Sepsis dengan Sepsis Berat..……...……… 33 Tabel 5.1.2. Sensitivitas dan Spesifisitas Nilai Shock Index terhadap

Mortality. ... 34 Tabel 5.1.3. Gambaran Pola Kuman Terhadap Mortalitas ……….. 35 Tabel 5.2.1. Gambaran Sensitifitas terhadap Antibiotik………. 36 Tabel 5.2.2. Gambaran Nilai Shock Index Terhadap Mortalitas pada kelompok 39

Penderita Sepsis dan Sepsis Berat

Tabel 5.2.3. Cut Off Point, Sensitivitas dan Spesifisitas Nilai Shock

Index ……… 39


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Defenisi Sepsis,Sepsis Berat dan Sepsis Shock ... 6 Gambar 2 Angka Kejadian Infeksi di RSUP H Adam Malik,

Januari-June 2013 ………… 7

Gambar 3 Patofisiologi Pathway Sepsis……….………. 10 Gambar 4 Kaskade Kegagalan Organ Akibat disfungsi Sirkulasi mikro,

Pada Sepsis……… 11


(18)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ACCP : American College of Chest Physician

AT : Antithrombin

BB : Berat Badan

BMI ; Body Mass Index CRP : C-Reactive Protein

dL : DesiLiter

DBP : Diastolic Blood Pressure ECG : Electrocardiografi

EGDT : Early Goal Directed Therapy

FK : Fakultas Kedokteran

HR : Heart Rate

IGD : Instalasi Gawat Darurat

IMT : Index Masa Tubuh

IL-1 : Interleuikin 1 IL-6 : Interleuikin 6 IL-8 : Interleuikin 8

iNOS : inducible Nitric Oxide Synthase INOS : Infeksi Nosokomial

INR : International Normalized Ratio

Kg : Kilogram

L : Liter

MMDS : Microcirculatory and Mitochondrial Distress Syndrome MODS : Multiple Organ Disfungsi Syndmme


(19)

Mmol : Millimol

NO : Nitrit Oxida

PAF : Platelet Activating Factor

pCO2 : Tekanan Parsial Carbon Dioxida Arteri RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

SI : Shock Index

SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome SCCM : Society of Critical Care Medicine

SBP : Sistolic Blood Pressure TNF-α : Tumor Necrosis Factor alpha

TF : Tissue Factor

TFPI : Tissue Factor Pathway Inhibitor t-PA : tissue Plasminogen Activator

TAFI : Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor USA : United State of America

USU : Universitas Sumatera Utara WHO : World Health Organization


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. Lembar Persetujuan Komite Etik Penelitian... ... 48

LAMPIRAN 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian... 49

LAMPIRAN 3. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian …..………. 50

LAMPIRAN 4. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian... 51

LAMPIRAN 5. Master Tabel Hasil Penelitian………... 52

LAMPIRAN 6. Analisa Statistik…... ... 54


(21)

NILAI SHOCK INDEX SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS TERHADAP PENDERITA SEPSIS DAN SEPSIS BERAT

Riki Muljadi, Tambar Kembaren , Josia Ginting,

Divisi Penyakit Tropik Infeksi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

ABSTRAK

Latar Belakang

Sepsis jika tidak segera didiagnosis dan ditangani akan menyebabkan kegagalan fungsi organ yang akhirnya menyebabkan kematian. Penilaian derajat keparahan pada penderita sepsis dan sepsis berat pada awal penderita masuk masa rawatan adalah sangat penting dalam hal menentukan beratnya penyakit. Salah satu penilaian derajat keparahan adalah

shock index yaitu perbandingan antara denyut jantung terhadap tekanan sistolik. Nilai shock index keadaan pada normal adalah

0,5 - 0,7. Penelitian ini diikuti hingga 30 hari terhadap penderita sepsis dan sepsis berat serta

bertujuan untuk mengetahui apakah nilai shock index dapat dipergunakan sebagai prediktor

mortalitas berbagai etiologi ini.

Tujuan

Untuk mengetahui apakah nilai shock index dapat dipergunakan sebagai prediktor mortalitas terhadap penderita sepsis dan sepsis berat.

Bahan dan Cara :

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode cohort terhadap penderita dewasa yang memenuhi kritesia sepsis yang masuk rawatan ke IGD RSUP Haji Adam Malik Medan,November 2013 hingga Agustus 2014. Dilakukan pemeriksaan klinis dengan penilaian shock index 1, setelah 2 jam kemudian dengan dilakukan penilaian shock index 2 serta dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah perifer lengkap,fungsi hati, fungsi ginjal, plasma procalcitonin ,kultur darah, kultur spesimen sumber infeksi, setelah 24 jam masa rawatan dilakukan penilaian shock index 3 dan diikuti perkembangan penderita untuk selanjutnya dihubungkan terhadap mortalitas dalam 30 hari. Cut-off nilai shock index yang digunakan adalah ≥ 1. Analisa data menggunakan uji Uji Kolmogorov Smirnov, Uji t -Independen dan Uji Mann-Whitney.

Hasil :

Diperoleh 42 penderita dari masing masing kelompok subjek penelitian dengan sepsis dan sepsis berat yang memenuhi kriteria, jenis kelamin wanita 44 orang (52,38 %) dan jenis kelamin pria 40 orang (47,61 %),retata usia 49.02 ± 9.017 tahun. Penyebab infeksi terbanyak diperoleh 26 (32,5%) kasus infeksi saluran nafas, 19(23,7%) kasus bedah, 14(17,5%) kasus infeksi pada saluran pencernaan, 12(15%) kasus infeksi saluran kemih, dan 9(11,25%) kasus infeksi lainnya Mortalitas tertinggi diperoleh berturut turut pada penderita dengan nilai shock index1 ≥ 1.40, shock index2 ≥1.35, shock index3 ≥ 1.29. Rerata shock indexadalah ≥ 1.34, p < 0,005 dianggap secara statistik bermakna.

Kesimpulan :

Nilai shock index yang semakin tinggi menggambarkan kejadian angka mortalitas yang

semakin besar. Sehingga nilai shock index dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas terhadap penderita dengan sepsis maupun sepsis berat yang di rawat di rumah sakit.


(22)

SHOCK INDEX AS A PREDICTOR

OF MORTALITY IN PATIENTS WITH SEPSIS AND SEVERE SEPSIS Riki Muljadi, Tambar Kembaren , Josia Ginting,

Division of Tropical Diseases and Infection-Department of Internal Medicine

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan

ABSTRACT Background

Sepsis if not promptly diagnosed and untreated will lead to multi-organ failure that ultimately leads to death. Assessment of the degree of severity in patients with sepsis and severe sepsis patients included in the initial period of treatment is very important in terms of determining the severity of the disease. One is the assessment of the degree of severity of

shock index is the ratio between the heart rate to systolic pressure. Value of shock index in the normal state is from 0.5 to 0.7. This study was followed up to 30 days to patients with sepsis and severe sepsis, and aims to determine whether the shock value of the index can be used as a predictor of mortality various etiologies of this.

Objective

To determine whether the shock index can be used as a predictor of mortality in patients with sepsis and severe sepsis.

Materials and Methods:

The study was conducted by using a cohort of adult patients which is accordance with the inclusion criteria of sepsis, incharged to the ER of Haji Adam Malik hospital in Medan, started from November 2013 to August 2014. Preceded by clinical examination to assessment of shock index 1, than after 2 hours with an assessment of shock index 2 and laboratory examination for complete peripheral blood, liver function, kidney function, plasma procalcitonin, blood culture, a culture specimen source of infection, after 24 hours of treatment will assessment again shock index 3 and followed the development of the next patient to be linked to mortality in 30 days. cut-off values of shock index is ≥ 1. Analysis of the data using the Kolmogorov-Smirnov test, independent t-test and Mann-Whitney test. Results:

Retrieved 42 patients from each group of research subjects with sepsis and severe sepsis which is according to the sepsis criteria, female 44 patients (52.38%) and male 40 patients (47.61%), average ages was 49.02 ± 9,017 years. The cause of most infections acquired 26 (32.5%) cases of respiratory tract infections, 19 (23.7%) surgical cases, 14 (17.5%) cases of infection of the gastrointestinal tract, 12 (15%) cases of urinary tract infection, and 9 (11.25%) cases of other infections acquired consecutive highest mortality in patients with

shock index 1 ≥ 1:40, shock index 2 ≥1.35, shock index 3 ≥ 1:29. The mean shock indexis ≥

1.34, p <0.005 was considered statistically significant. Conclusion:

The higher of value of shock index describes the events that the greater mortality, and vice versa. So the value of shock index can be used as a predictor of mortality of patients with sepsis and severe sepsis were treated in hospital.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana patogen atau

toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. Sepsis merupakan tantangan utama dalam dunia kedokteran, merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Sepsis merupakan hal yang sangat kompleks dimana berbagai kondisi klinis yang disebabkan oleh respon sistemik dari tubuh terhadap infeksi, dengan berubah cepat menjadi sepsis berat dimana dalam hal ini diperoleh adanya disfungsi / gangguan organ.1

Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) adalah peradangan yang mempengaruhi seluruh tubuh, sebuah respon sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi,trauma, atau stres fisiologis. SIRS pertama kali dijelaskan oleh Dr Nelson, dari University of Toronto, dalam sirkulasi mikro nordic pertemuan di Geilo, Norwegia pada tahun 1983, disertai dengan adanya dua atau lebih kriteria diantaranya temperature tubuh yang > 38°C atau < 36°C, heart rate > 90 x/menit, tachipnoe dan nilai leukosit > 12.000/mm3 atau < 4.000 /mm3 atau adanya neutrofil > 10% . Banyak prognostik dan tingkat keparahan parameter sepsis telah diusulkan seperti halnya vital sign, C-Reactive Protein (CRP), plasma prokalsitonin, jumlah total sel darah putih, dan serum lactat.2,3,4

Respon imunologik yang menyebabkan sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang menyebabkan teraktivasinya jalur inflamasi dan koagulasi. Teraktivasinya jalur inflamasi pada sepsis diawali respon inflamasi yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Aspek koagulasi dari sepsis adalah terjadinya gangguan keseimbangan aktivasi koagulasi yaitu meningkatnya faktor prokoagulasi dan menurunnya faktor antikoagulasi .Secara umum respon pejamu dapat dikategorikan menjadi respon imun non spesifik dan respon imun spesifik.5

Pada tahun 1990, Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa ada 450.000 kasus sepsis per tahun di Amerika Serikat diikuti dengan 100.000 kematian. CDC menyebutkan bahwa insiden itu meningkat, seiring dengan populasi


(24)

penduduk AS yang terkena adalah pada usia lanjut dan peningkatan prevalensi penderita dengan human immunodeficiency virus (HIV) maupun dengan infeksi lain sebagai faktor kontribusi. 6

Pada tahun 1992, American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) menyebutkan sepsis sebagai sindroma inflamasi sistemik yang merupakan respon terhadap infeksi, yang mana bila dengan adanya disfungsi organ secara akut ,maka digolongkan menjadi sepsis berat. Kriteria ini telah diadopsi secara luas baik dalam praktek sehari hari maupun dalam penelitian penelitian. Hal ini pada gilirannya, disertai dengan disfungsi organ tunggal atau beberapa atau kegagalan, yang mana sering menyebabkan kematian. 7

Pengelolaan sepsis terkait erat dengan ketersediaan peralatan, kemajuan peralatan dan index serologis, yang digunakan sebagai panduan untuk mengetahui pengobatan yang efektif. Data menunjukkan, pada tahun 2001 kejadian tahunan sepsis lebih 18 juta kasus di seluruh dunia. Sepsis dapat dengan mudah masuk ke kondisi yang berat sehingga berdampak pada kerusakan organ. Respon sepsis dapat dipicu oleh trauma jaringan, ischemia reperfusion injury,endotoksin dan eksotoksin. Pada keadaan sepsis terdapat mediator mediator inflamasi (sitokin) yang mana makrofag memgang peranan penting dalam patogenesis sepsis.8

Sepsis diidentifikasi di Unit Gawat Darurat untuk pertama kalinya dan diharapkan bentuk penanganan diperlakukan dengan cepat guna pencapaian early goal directed therapy (EGDT), sehingga diperoleh perbaikan pada kasus sepsis dan sepsis berat sehingga dengan demikian tingkat morbiditas dan mortalitas tidak besar di temui. Sejumlah penelitian telah menganalisis proses penerapan EGDT di IGD berdasarkan definisi sepsis diuraikan dalam American College of Chest Physicians (ACCP /SCCM). 9,10

Mengingat adanya tingkat mortalitas yang lebih besar pada penderita dengan sepsis berat, maka oleh Allgower dan Buri (tahun 1967) telah dilakukan study eksperimental sebagai suatu study yang sederhana dan efektif guna mengetahui tingkat keparahan penderita sepsis berat di Amerika yang disebut sebagai nilai Shock Index. Shock index (SI) adalah merupakan perbandingan denyut jatung terdahap tekanan darah sistole pada penderita dengan sepsis berat, dengan nilai normal


(25)

kisaran 0,5 - 0,7 pada orang dewasa sehat. Dan studi eksperimental tersebut telah menunjukkan bahwa SI dapat menjadi prediktor untuk pengenalan dini dan evaluasi penderita dengan sepsis berat di unit gawat darurat sewaktu pertama kalinya, serta mengetahui perkembangan penanganan pada penderita dengan sepsis berat guna mengurangi tingginya mortalitas yang terjadi. Kelangsungan hidup penderita melibatkan pemantauan vital sign berupa tekanan darah, denyut jantung, frekwensi pernafasan,dan suhu. Nilai SI merupakan pemantauan hasil pembagian denyut jatung terhadap tekanan darah sistole pada penderita dengan sepsis berat yang dilakukan penilaiannya pada saat penderita tiba di Ruang Unit Gawat Darurat (Shock index 1),diikuti penilaian kedua kalinya setelah 2 jam diberikan resusitasi dan pemberian terapi di Unit Gawat Darurat (Shock index 2) serta dinilai penilaian untuk ketiga kalinya setelah 24 jam masa rawatan di rumah sakit (Shock index 3). Hal ini mudah dilakukan dan terjangkau dalam penanganan terhadap penderira sepsis dan sepsis berat. Shock index kembali dilakukan penelitiannya di Universitas Malaya-Kuala Lumpur (Tahun 2010), terhadap penderita sepsis dan sepsis berat dengan hasil spesifisitas-nya sebesar 80,8% dan spesifisitas-nya sebesar 79,2%. Tingkat mortalitas terhadap kasus sepsis menjadi masalah yang sangat komplex di Indonesia, untuk itu perlu diketahui tingkat perkembangan penanganan penderita sepsis dan sepsis berat. Berdasarkan hal tersebut, maka studi untuk menilai shock index terhadap penderita sepsis dan sepsis berat menjadi pertimbangan bagi saya untuk dilakukan penelitiannya, mengingat penelitian ini belum pernah dilakukan di Indonesia sebelumnya . 11,13

1.2. Perumusan Masalah

Apakah shock index pada saat penderita masuk di Instalasi Gawat Darurat hingga penanganan resusitasi dapat dipakai sebagai prediktor untuk mengetahui mortalitas terhadap penderita sepsis dan sepsis berat ?

1.3.Hipotesa Penelitian

Shock index dapat dipakai sebagai prediktor mortalitas yang dapat diandalkan terhadap penderita sepsis dan sepsis berat.


(26)

1.4.Tujuan penelitian 1.4.1.Tujuan Umum :

Untuk mengetahui apakah nilai shock index dapat dipergunakan sebagai prediktor mortalitas terhadap penderita sepsis dan sepsis berat.

1.4.2.Tujuan Khusus :

Untuk mengetahui apakah ada hubungan nilai shock index-1 terhadap mortalitas, nilai shock index-2terhadap mortalitas, nilai shock index-3terhadap mortalitas atau nilai rata rata shock index-1,shock index-2 dan shock index-3 terhadap mortalitas Penderita sepsis dan sepsis berat dari berbagai etiologi.

1. 5.Manfaat penelitian

Dengan melakukan pemeriksaan shock index terhadap penderita sepsis dan sepsis berat yang masuk di Instalasi Gawat Darurat, maka kita dapat memprediksi tingkat mortalitas penderita sepsis dan sepsis berat tersebut serta dapat mengambil sikap dalam hal penatalaksanaannya.


(27)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Defenisi Sepsis

Pada tahun 1992, The American College of Chest Physicians and the Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) mengembangkan suatu konsensus tentang definisi sepsis. Beberapa diskusi dilakukan untuk membahas tentang dapat tidaknya definisi ini diaplikasikan. Hal ini menyangkut adanya perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada usia, seperti nilai-nilai normal tekanan darah, frekwensi pernafasan, volume urin, dan jumlah sel darah putih. Selain itu, adanya beberapa sindrom seperti syok kardiogenik, syok hemoragik, dan syok ensefalopati yang menyerupai syok septik.Pada pembahasan patofisiologi sepsis ini, yang dipakai adalah konsensus internasional tentang sepsis, yakni adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dengan infeksi. 14

2.2 Epidemiologi Sepsis

Penyakit sistemik yang disebabkan oleh invasi mikroba di dalam tubuh disebut sebagai "sepsis”. Ini adalah istilah yang secara khusus berfungsi untuk membedakan penyakit berasal dari mikroba dibanding dengan yang berasal dari non-mikroba. Kesamaan dalam gambaran klinis dijelaskan oleh patofisiologi peran dari sitokin, dimana peptida yang diturunkan dengan berbagai rangsangan. Terminologi saat ini adalah didefinisikan dari awal 1990-an bahwa sepsis sebagai asosiasi perlawanan terhadap inflamasi non-spesifik dengan kecurigaan berasal dari mikroba dan disertai bukti hipoperfusi atau disfungsi minimal satu organ sistem, hal ini dikatakan sebagai "sepsis berat". Sepsis berat disertai dengan hipotensi (disebut dengan syok sepsis) memerlukan vasopresor, meskipun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat. 15,16

Sepsis berkaitan dengan suatu respon imun yang berlebihan yang dimiliki oleh tubuh terhadap suatu infeksi. Pada tahun 2001, Angus et al. pernah menghitung bahwa 750.000 penduduk di Amerika menderita sepsis dan membunuh sedikitnya 215.000 orang tiap tahunnya. Harrison et al. memperkirakan bahwa sepsis menyebabkan 30 sampai 50 kematian tiap 100.000 populasi. Kondisi ini


(28)

menempatkan sepsis di rangking 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak di seluruh dunia. Menurut laporan kasus dari intensive care units di USA dan Kanada, yaitu lebih dari 2.600 kasus, resiko kematian akibat sepsis akan naik dari 6% menjadi 10% setiap jam yang dilewati dari onset sepsis sampai dimulainya terapi antibiotik yang sesuai.Peningkatan keparahan berkorelasi dengan meningkatnya kematian, 25% - 30% untuk sepsis berat dan hingga 40% - 70% untuk septik syok. Dalam terminologi ini,istilah sebelumnya dengan "septikemia," yang mana dipahami hingga saat ini dengan beberapa bagian definisi diantaranya sepsis, sepsis berat, dan septik syok. (Gambar.1). 17


(29)

Studi epidemiologi sangat besar hingga 6 juta orang ditemukan 3 kejadian per 1000 penduduk per tahun atau sekitar 750.000 kasus per tahun di Amerika Serikat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di RSUP Persahabatan tahun 2001 sepsis merupakan penyebab kematian , 48 % diantaranya penderita rawat inap adalah kasus infeksi berat dan 14,6 % diantaranya kasus non tuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya di peroleh data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian berkisar antara 20% - 35 %. 18,19

Data Pengendalian Pencegahan Infeksi RSUP H. Adam Malik Medan bahwasanya periode Januari-Juni tahun 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan, angka kejadian infeksi yang ditemukan sebesar 13,41% dari beberapa etiologi terhadap kasus infeksi, dimana infeksi pada daerah operasi mendapat peringkat tertinggi, diikuti oleh infeksi saluran kemih, infeksi dari ventilator aquired pneumoniae, phlebitis, dan dekubitus.(Gambar.2) 21

Gambar 2. Angka Kejadian Infeksi Rumah Sakit di RSUP H Adam Malik, Januari – Juni 2013 (PPI – INOS RSUP H. Adam Malik Medan) 21 0.00

0.50 1.00 1.50 2.00

Januari Februari Maret April Mei Juni

Angka Kejadian Infeksi Rumah Sakit

Januari - Juni 2013

ISK IDO Phlebitis Dekubitus HAP VAP


(30)

Kadang-kadang, sepsis dapat timbul dari serangan yang tampaknya ringan, seperti gigitan serangga, tusukan duri, atau luka lecet kulit yang kecil. Kerugian integritas dari penghalang internal biasanya terjadi pada saluran pencernaan, yang yang di mulai dari mulut hingga ke anus. Hal ini di luar kasus peradangan peritoneal, seperti kemungkinan terjadinya sepsis yang timbul dari saluran genitourinari atau sistem hepatobilier.Berbagai macam organisme seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah kepada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Mikroorganisme penyebab sepsis dapat berupa bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Pada 80% dari seluruh kasus, infeksi bakteri adalah penyebab terbanyak terjadinya sepsis dengan 50% diantaranya adalah bakteri gram positif. Pada penggunaan kateter, infeksi Staphylococcus aureus, S. aureus resisten metisilin menjadi penyebab utama infeksi yang berhubungan dengan rumah sakit. Kasus yang berhubungan dengan infeksi Clostridium juga mulai meningkat. Pada literatur lain, infeksi nosokomial maupun infeksi yang terdapat pada komunitas paling banyak disebabkan oleh gram negatif. Eschericia coli adalah yang terbanyak. Terbanyak kedua dan ketiga berturut-turut adalah Klebsiella dan Pseudomonas. 21,22,23,24


(31)

2.3 Patofisiologi Sepsis

Sepsis merupakan hasil interaksi yang kompleks antara organisme patogen dan tubuh manusia sebagai pejamu. Tinjauan mengenai sepsis berhubungan dengan patofisiologi yang kompleks untuk mengilustrasikan gambaran klinis akan suatu hipotensi yang berat dan aliran darah yang terbendung akibat terbentuknya mikrotrombus di dalam sistem kapiler. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi organ yang kemudian dapat berkembang menjadi disfungsi dari beberapa organ dan akhirnya kematian. Proses molekuler dan seluler dari pejamu sebagai respon terhadap sepsis adalah berbeda-beda tergantung dari jenis organisme yang menginvasi (organisme gram-positif, organisme gram-negatif, jamur, atau virus). Respon pejamu terhadap organisme gram-negatif dimulai dengan dikeluarkannya lipopolisakarida, yakni endotoksin dari dalam dinding sel bakteri gram-negatif, yang dikeluarkan saat proses lisis. Organisme gram-positif, jamur dan virus memulai respon pejamu dengan mengeluarkan eksotoksin dan komponen-komponen antigen seluler.

Kedua substansi tadi memicu terjadinya kaskade sepsis yakni dimulai dengan pengeluaran mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi adalah substansi yang dikeluarkan dari sel sebagai hasil dari aktivasi makrofag. Hasilnya adalah aktifnya sistem koagulasi dan sistem komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi ini terjadi pada endotel dan menyebabkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombus.Akibat aktivasi endotelium, terjadi peningkatan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada lesi tersebut. Lesi pada endotel berhubungan dengan proses fibrinolisis yang terganggu. Hal ini disebabkan karena berkurangnya jumlah reseptor pada permukaan sel yang diperlukan untuk sintesis dan pemunculan molekul antitrombotik.25,28


(32)

Sepsis secara utama hanya dipandang sebagai suatu kekacauan sistem inflamasi. Beberapa studi terakhir mengindikasikan bahwa mekanisme sepsis juga mencakup aktivasi koagulasi dan terganggunya fibrinolisis yang menyebabkan terbentuknya protrombin sebagai hasil abnormalitas endotel yang diinduksi oleh sepsis dan kemudian disfungsi organ. Respon Inflamasi penderita, tumor necrosis factor alpha (TNF-α) merupakan mediator sepsis yang terutama di samping beberapa sitokin dan sel-sel lain yang juga terlibat. Mula-mula, makrofag teraktivasi dan memproduksi mediator-mediator proinflamasi, termasuk TNF-α, Interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-8, platelet activating factor (PAF), leukotrien, dan thromboxane-A2 (Gambar. 3). Mediator-mediator proinflamasi ini mengaktifkan banyak jenis sel, menginisiasi kaskade sepsis, dan menghasilkan kerusakan endotel.26

Gambar.3 Patofisiologi Pathway Sepsis 2

Ketika terluka, sel-sel endotel dapat dilalui oleh granulosit dan unsur-unsur plasma menuju jaringan yang mengalami inflamasi, yang mana dapat berakhir dengan kerusakan organ. Inflamasi sel-sel endotelial menyebabkan vasodilatasi melalui aksi nitric oxide pada pembuluh darah otot polos. Hipotensi yang berat dihasilkan dari produksi nitric oxide yang berlebihan, sehingga melepaskan peptida-peptida vasoaktif seperti bradikinin dan serotonin, dan dengan kerusakan sel endotel ini, terjadilah ekstravasasi cairan ke jaringan interstisial.Aktivasi IL-8 dapat menyebabkan disfungsi paru-paru melalui aktivasi netrofil yang berada di paru-paru. Kerusakan kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas di paru-paru, serta dapat menyebabkan edem paru non kardiogenik. 25,26


(33)

Sitokin-sitokin proinflamasi mengaktivasi sistem komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Sistem komplemen merupakan komponen yang esensial pada imunitas bawaan. Namun demikian, aktivasi yang berlebihan, seperti yang terjadi pada sepsis, dapat menyebabkan kerusakan endotel. C5a dan produk dari aktivasi komplemen lainnya mengaktifkan kemotaksis neutrofil, fagositosis dengan pelepasan enzim lisosom, sintesis leukotrien, meningkatkan agregasi dan adhesi trombosit dan neutrofil, degranulasi, dan produksi radikal oksigen yang toksik. Aktivasi sistem komplemen menghasilkan pelepasan histamin dari sel mast dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam rongga ke-tiga yang dapat ditemukan pada keadaan sepsis. Pada hewan percobaan, C5a menginduksi hipotensi, vasokonstriksi pulmonal, neutropenia, dan kebocoran vaskular sehubungan dengan kerusakan kapiler. 27

Gambar 4. Kaskade Kegagalan Organ Akibat Adanya Disfungsi Sirkulasi Mikro Pada Sepsis. 28


(34)

2.3.1 Sirkulasi Mikro

Sirkulasi mikro berfungsi sebagai prasyarat utama kecukupan oksigenasi jaringan dan agar suatu organ dapat berfungsi. Tujuannya untuk menjamin transport oksigen dan zat nutrient ke jaringan-jaringan dan sel, sehingga dapat menjamin kecukupan fungsi imunologis, dan untuk mendistribusikan obat pada sel target. Sirkulasi mikro terdapat pada pembuluh darah terkecil ( Ø < 100 μm) yaitu arteriole, pembuluh darah kapiler, dan venule dimana oksigen dilepaskan ke jaringan. Jenis sel utama penyusun sirkulasi mikro adalah sel endotel yang terdapat di dalam lapisan dalam pembuluh darah mikro, sel otot polos (terutama di arteriole), sel darah merah, lekosit, dan komponen plasma dalam darah. Struktur dan fungsi dalam sirkulasi mikro sangat heterogen dan berbeda untuk tiap sistem organ. 29

Secara umum,tekanan, tonus pembuluh darah, dan potensi pembuluh kapiler merupakan faktor-faktor penentu aliran darah pada pembuluh darah kapiler. Pengukuran hemodinamik umumnya hanya mencerminkan sebagian kecil dari total aliran darah dalam tubuh. Sirkulasi mikro, dengan permukaan endotel yang luas, sebenarnya merupakan organ terluas dalam tubuh manusia. Pada praktek klinisnya, perfusi sirkulasi mikro diukur dari beberapa aspek pada organ-organ distal. 30

2.3.2 Pengaturan Sirkulasi Mikro

Kondisi patologis pada keadaan sepsis (sepsis berat atau syok sepsis) dapat mempengaruhi pada hampir setiap komponen sirkulasi sel mikro, termasuk sel endotel, sel otot polos, lekosit, eritrosit, dan jaringan. Jika tidak dapat dikoreksi secara tepat, suplai aliran darah mikro yang jelek dapat menyebabkan distress respirasi pada jaringan dan sel, danclebih lanjut lagi menyebabkan disfungsi sirkulasi mikro yang hasil akhirnya adalah kegagalan organ (Gambar 4). 28,30

Mekanisme kontrol perfusi sirkulasi mikro dibagi menjadi beberapa kelas seperti miogenik (regangan, dan tekanan), metabolik (pengaturan berdasarkan pada O2, CO2, laktat, dan H+), dan neurohumoral. Sistem kontrol ini menggunakan interaksi autokrin, dan parakrin untuk mengatur aliran darah pada sirkulasi mikro sehingga dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada jaringan dan sel. Sel endotel yang melapisi dinding dalam pembuluh darah mikro memainkan peranan utama pada sistem pengaturan ini dengan cara menjadi sensor terhadap aliran, metabolik dan


(35)

beberapa substansi pengaturan lain untuk mengatur tonus sel otot polos arteriole, serta pembuluh darah kapiler. Sinyal antar sel pada endotel mengirimkan informasi terkini mengenai kondisi hemodinamis. Endotel juga berperan penting dalam mengontrol fungsi koagulasi dan sistem imun, dimana keduanya secara langsung mempengaruhi dan menentukan fungsi sirkulasi mikro. 28,30

Pada sepsis berat, yang terjadi pada sirkulasi mikro menimbulkan hal-hal sebagai berikut: hipoksia jaringan menyeluruh, kerusakan keseluruhan sel endotel, aktivasi

kaskade pembekuan, dan ” Microcirculatory and Mitochondrial Distress Syndrome

” (MMDS). Faktor faktor di atas, secara sendiri ataupun kombinasi, merupakan

penentu disfungsi organ akut pada sepsis berat. Petanda klinis pada hipoksia jaringan sangat tidak spesifik. Meskipun demikian, adanya hipoksia jaringan dapat diketahui dari adanya disfungsi organ, seperti peningkatan frekuensi pernafasan, organ perifer dapat terjadi hangat/vasodilatasi atau dingin/vasokonstriksi, jumlah urin yang sedikit (oliguria), dan perubahan status mental. Disamping itu, adanya disfungsi organ juga ditandai dengan adanya asidosis metabolik, dan rasio oksigen yang rendah.

2.4 Mekanisme Disfungsi Organ

Mekanisme autoregulasi, dan fungsi sirkulasi mikro terganggu pada saat terjadi sepsis, dan disfungsi mekanisme autoregulasi serta fungsi sirkulasi mikro tersebut menjadi faktor penentu dalam patofisiologi yang ditandai beberapa kelainan heterogen dalam aliran darah dimana beberapa pembuluh darah kapiler menjadi turun perfusinya.Secara unit fungsional, sirkulasi mikro yang rentan menjadi hipoksia, dimana hal ini menjelaskan adanya defisit oksigen yang terkait dengan sepsis. Pada kondisi ini, tekanan parsial O2 pada sirkulasi mikro ( μpO2) jadi turun.

Perbedaan ini disebut ”PO2 gap” , pengukuran tingkat keparahan shunting

fungsional, dimana bila terjadi akan lebih parah pada sepsis dibandingkan pada situasi perdarahan. Ini merupakan alasan utama mengapa pemantauan hemodinamik secara sistemik dan variabel oksigen tidak dapat mengetahui distres pada sirkulasi mikro, dan proses yang berjalan ini menjadi tertutupi/tidak diketahui. Pada sepsis, sel endotel sirkulasi mikro tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sebagi pengatur oleh karena terganggunya jalur sinyal transduksi dan kehilangan elektrofisiologis


(36)

serta kontrol otot polos. Sistem Nitrit Oksida (NO), komponen utama pada kontrol autoregulasi patensi sirkulasi mikro, menjadi sangat terganggu pada keadaan sepsis, hal ini diketahui dengan adanya ekspresi heterogen dari inducible nitric oxide synthase (iNOS) pada area yang berbeda pada tiap organ, sehingga menyebabkan terjadinya aliran shunting yang patologis. Karena iNOS tidak diekspresi secara homogen pada sistem organ, area yang kekurangan iNOS menjadi kurang vasodilatasi yang dipicu oleh NO dan perfusinya menurun. Sel otot polos yang melapisi arteriole dan mengatur perfusi menjadi kehilangan tonus dan sensitivitas terhadap respon adrenergik pada keadaan sepsis. Sel darah merah menjadi kurang dapat berubah bentuk dan cenderung beragregrasi. Sel darah merah juga memainkan peranan penting dalam pengaturan aliran darah sirkulasi mikro dengan kemampuannya melepaskan NO pada keadaan hipoksia dan menyebabkan vasodilatasi. Kemampuan pengaturan oleh sel darah merah ini terganggu pada keadaan sepsis. Defek yang parah ini bersama dengan terganggunya sistem koagulasi pada sepsis, akan lebih lanjut menganggu perfusi sirkulasi mikro dan fungsinya. Sebagai tambahan, lekosit yang diaktivasi oleh inflamasi sepsis akan menghasilkan oksigen reaktif yang secara langsung merusak struktur sirkulasi mikro, interaksi antar sel, dan fungsi koagulasi. Hal ini dan beberapa mediator inflamasi lainnya akan mengubah fungsi pertahanan pada sirkulasi mikro, termasuk hubungan antar sel, dan mungkin juga glikokaliks sel endotel, sehingga menyebabkan edema jaringan dan labih lanjut lagi menjadikan defisit ekstraksi oksigen. Bila tidak dikoreksi, disfungsi sirkulasi mikro akan menyebabkan distres respirasi sel parenkim dan menyebabkan kegagalan organ. Meskipun penyebab utama terjadinya defisit ekstraksi oksigen pada sepsis dapat dijelaskan dengan adanya kelemahan pada sistem shunting, hipoksia unit sirkulasi mikro, ketidakmampuan mitokondria untuk memproses oksigen masih merupakan perdebatan. Perjalanan sepsis dari awal kemudian menjadi berat terjadi bersamaan atau bahkan disebabkan oleh disfungsi sirkulasi mikro, yang seiring waktu akan menyebabkan disfungsi mitokondria. Brealey dkk, menunjukkan bahwa disfungsi mitokondria sungguh memainkan peranan penting pada sepsis dimana tingkat disfungsi respirasi mitokondria terkait dengan outcome penderita. Kegagalan mitokondria terkait dengan sepsis, berperan dalam distres respirasi, terutama pada


(37)

daerah yang mengalami hipoksia, dan dapat menyebabkan distres jaringan yang selanjutnya menjadi disfungsi organ. (Gambar 5).34,35

Gambar 5. Kaskade dari Perjalanan SIRS dan Sepsis.45

2.4.1 Hubungan Inflamasi dan Koagulasi

Inflamasi dan koagulasi sangat berkaitan erat di dalam terjadinya sepsis. Mediator-mediator inflamasi membangkitkan ekspresi tissue factor dan menginisiasi koagulasi melalui aktivasi jalur ekstrinsik, sementara pembentukan trombin dari koagulasi yang teraktivasi menstimulasi aktifnya mediator-mediator proinflamasi.Pelepasan

TNF-α, IL-1, and IL-6 menghasilkan monosit-monosit yang aktif untuk

mengekspresikan tissue factor (TF) yang kemudian akan menstimulasi kaskade koagulasi ekstrinsik dan produksi fibrin. Tissue factor merupakan reseptor dengan afinitas tinggi serta kofaktor untuk faktor VIIa. Saat TF diekspresikan kepada monosit, dia menempel pada factor VIIa untuk membentuk kompleks aktif yang mengubah factor-faktor X dan IX menjadi bentuk yang aktif. Munculnya tissue factor secara langsung mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik, dan melalui feedback loops, mengaktifkan jalur intrinsik secara tidak langsung. Kolagen mengaktivasi koagulasi jalur intrinsik serta mengubah protrombin menjadi trombin.Trombin memiliki efek multiple pada inflamasi dan juga membantu memelihara keseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis. Trombin memiliki efek proinflamasi pada sel-sel endotel, makrofag, dan monosit, menyebabkan pelepasan TF, platelet activating factor, dan TNF-α. Respon sitokin berkontribusi pada aktivasi platelet dan


(38)

agregasi. Trombin menstimulasi chemo attractant bagi neutrofil dan monosit untuk memfasilitasi kemotaksis. Trombin yang berlebihan akan menstimulasi terjadinya inflamasi dengan meningkatkan produksi sel endotel E-selectin dan P-selectin yang menghasilkan perlekatan neutrofil pada endothelium. Proses ini berperan dalam pembentukan mikrotrombus. Trombin juga menstimulasi degranulasi mast cell yang melepaskan bioamin yang kemudian akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler.Tubuh memiliki mekanisme inhibisi bawaan serta antikoagulan endogen untuk memelihara homeostasis. Protein C yang teraktivasi memiliki reaksi antitrombosis yang dihasilkan dari inaktivasi faktor Va dan VIIIa. Secara tidak langsung, produksi trombin juga mengurangi inflamasi dan memperbaiki aktifitas fibrinolisis. Protein C yang teraktivasi juga menurunkan ekspresi TF. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) diproduksi oleh sel-sel endotel dan TF yang tidak aktif. TFPI juga dapat menginhibisi faktor-X secara langsung. Seluruh mekanisme-mekanisme ini terganggu pada keadaan sepsis.

TNF-α menyebabkan terganggunya inhibisi pembentukan trombin: antitrombin III,

protein C, protein S, dan TFPI. Proses ini mengarah kepada generasi trombin yang tidak teratur. Trombin mengaktivasi faktor V dan VII pada jalur ekstrinsik, serta faktor IX pada jalur intrinsik. Hasil akhir dari dari aktifasi tiap jalur adalah berhubungan dan sama; protrombin memproduksi trombin, dan fibrinogan diubah menjadi fibrin. Trombin akan menyebabkan koagulasi yang tidak terkontrol yang nantinya mengarah kepada disfungsi organ seperti yang terjadi pada keadaan sepsis berat. [PAI-1]). 33

2.4.2 Respon Homeostasis

Fibrinolisis merupakan respon homeostasis tubuh untuk mengaktifkan sistem koagulasi. Pembersihan fibrin penting untuk penyembuhan luka, angiogenesis, dan rekanalisasi pembuluh darah. Aktivator fibrinolisis meliputi aktivator plasminogen jaringan sel endotel tissue plasminogen activator (t-PA) atau urokinase plasminogen activator (u-PA). Tubuh juga memiliki inhibitor alami terhadap fibrinolisis, seperti PAI-1 dan thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI). Aktivator serta inhibitor diperlukan untuk memelihara keseimbangan homeostasis. Sepsis mengganggu respon fibrinolisis yang normal dan membuat tubuh kurang mampu untuk menghilangkan mikrotrombus. TNF-α mensupresi fibrinolisis dengan


(39)

meningkatkan level PAI-1 serta mencegah pembersihan fibrin. Pemecahan fibrin menghasilkan produk degradasi fibrin (fibrin degradation products) seperti D-dimer yang sering. Melalui jalan ini, mediator-mediator proinflamasi (IL-6 dan TNF-α) bekerja secara sinergis untuk meningkatkan jumlah fibrin, yang dapat menyebabkan trombus pada pembuluh darah baik yang berukuran kecil maupun sedang, serta potensial terhadap disfungsi organ. Secara klinis, disfungsi organ dapat termanifestasikan sebagai distress pernafasan, hipotensi, gagal ginjal, dan yang paling berat adalah progresi ke arah kematian. Kadar trombin yang tinggi yang dihasilkan dari aktivasi koagulasi menuntun kepada aktifnya TAFI. Meningkatnya jumlah TAFI merupakan mekanisme penting dalam inhibisi sistem fibrinolisis selama sepsis. Protein C endogen yang teraktivasi memiliki sifat profibrinolitik dengan kemampuannya untuk menginhibisi PAI-1 dan membatasi pembentukan TAFI. Pada keadaan sepsis, kerusakan endotelium mengurangi kemampuan tubuh untuk mengubah protein C menjadi protein C yang teraktivasi. Sebagai akibatnya, pada keadaan sepsis, kemampuan untuk memperbaiki keadaan homeostasis melalui efek profibrinolitik dari protein C terganggu.Respon koagulasi dan sistem fibrinolisis yang sejenis dapat dilihat juga pada bayi dengan infeksi meningokokus. Hubungan antara protein C yang sangat rendah dengan tingginya mortalitas menyokong hipotesis yang menyebutkan bahwa mekanisme dari penyakit yang mendasari sepsis secara kualitatis adalah sama, tanpa melihat kuantitas atau perbedaan faktor darah berdasarkan usia. 33,34

2.4.3 Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Manifestasi klinis infeksi tergantung pada virulensi organisme yang terkena serta respon inflamasi tubuh terhadap agen infeksi. Istilah SIRS sering digunakan untuk menjelaskan keunikan proses infeksi serta respon sistemik yang mengikutinya. Selain infeksi, SIRS juga dapat dihasilkan dari trauma, syok hemoragik, penyebab-penyebab iskemia yang lain.Penderita-penderita dengan SIRS memiliki spektrum gejala klinis yang menampakkan proses patologis yang progresif. 14

Batasan SIRS ialah respon inflamasi sistemik terhadap gangguan/kerusakan klinis yang ditandai dengan adanya dua atau lebih hal-hal berikut:

(1) Temperatur tubuh yang tidak stabil (< 36°C atau > 38,5 °C), (2) Disfungsi respirasi (tachipnoe atau hipoksemia)


(40)

(3) Disfungsi Cardiac (heart rate > 90 x/menit), dan

(4) Sel darah putih kurang dari 4000 sel / mm ³ (4 x 109 sel / L) atau lebih besa dari 12.000 sel / mm ³ (12 x 109 sel / L), atau adanya neutrofil > 10%.

Meningkatnya permeabilitas vaskuler menyebabkan kebocoran kapiler pada jaringan perifer dan paru-paru yang mengakibatkan terjadinya edem paru. Kerusakan jaringan pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan multiorgan dan kematian. 1,14,35

2.5 Shock Index (SI)

Shock Index (SI), merupakan penilaian terhadap penderita dengan sepsis dan sepsis berat, dengan normal kisaran 0,5-0,7 pada orang dewasa sehat. Allgöwer dan Buri pertama kali memperkenalkan konsep pada tahun 1967 sebagai penilaian sederhana dan efektif guna mengukur derajat hipovolemia . Studi eksperimental dan klinis telah menunjukkan bahwa SI berbanding terbalik dengan parameter fisologis, seperti cardiac index, stroke volume, dan rata-rata tekanan pembuluh arteri. Pada tahun 1994, Rady et all menemukan bahwa SI ≥ 0,9 memprediksikan bahwa prioritas penanganan serta terapi intensif terhadap penderita dengan sepsis kurang agresif di awal saat penderita tiba di unit gawat darurat. Hal ini menunjukkan bahwa SI dapat menjadi parameter untuk pengenalan dini dan evaluasi penyakit kritis di,unit gawat darurat serta sebagai sarana untuk mengetahui kemajuan dari resusitasi sebelumnya.31 Sebagai tambahan, SI merupakan penilaian terhadap prognosa angka kelangsungan hidup penderita khususnya pada penderita dengan sepsis berat. Kelangsungan hidup penderita melibatkan pemantauan vital sign berupa tekanan darah, denyut jantung, frekwensi pernafasan,dan suhu. Namun untuk SI merupakan pemantauan hasil pembagian denyut jatung terhadap tekanan darah sistole pada penderita dengan sepsis berat yang dilakukan penilaiannya pada saat penderita tiba di Ruang Unit Gawat Darurat, setelah 2 jam diberikan bantuan resusitasi dan terapi di Unit Gawat Darurat dan selama 24 jam masa rawatan di rumah sakit. Dimana hal ini mudah dilakukan dan terjangkau dalam penanganan terhadap sepsis berat. 37,38 Dari penelitian sebelumnya, SI menjadi nilai prognosa jangka pendek dalam menilai kelangsungan hidup penderita dengan sepsis. Peneliti mempelajari nilai index dalam jangka pendek pada penderita sesuai dengan kriteria Sepsis berat. Dan


(41)

pada penilaian terhadap tingkat mortalitas penderita dengan sepsis berat ini, menggunakan cut off Point SI sebesar = 1,0 dimana semakin tinggi nilai SI yang diperoleh dari cut off Point tersebut,maka dapat di prediksi bahwa akan semakin tinggi angka mortalitas pada penderita dengan sepsis berat tersebut. Hasil dari penelitian tersebut telah membuktikan bahwa SI berperan dalam deteksi dini kejadian syok yang memerlukan intervensi segera dalam hal penanganan dan SI dapat digunakan sebagai prediktor terhadap risiko stratifikasi pada penderita dengan sepsis berat. Sebagai dibandingkan dengan memvisualisasikan tanda dari vital sign (HR,SBP,DBP) sendiri, SI menggabungkan variabel-variabel ini menjadi rasio tunggal membuatnya menjadi fisiologis yang komprehensif variabel. Saat kritis penderita menunjukkan mekanisme kompensasi fisiologis, menjaga turunnya tekanan darah dari meskipun keadaannya dapat menurun volume sirkulasi darah, stroke volume, dan cardiac-output. Dalam hal ini, SI akan berfungsi sebagai prediktor awal melalui pemantauan vital sign .31,36,37

2.6. Kriteria Klinis.( Surviving Sepsis Campaign ) 14

Penderita yang masuk dalam penelitian ini memenuhi kriteria berupa : • Suhu tubuh kurang dari 36°C (Hypotermia) atau lebih besar dari 38°C. • Denyut jantung lebih dari 90 kali per menit.

• Frekwensi pernapasan lebih dari 20 kali per menit (Tachypnea) atau

tekanan parsial karbon dioksida arteri (PCO2) kurang dari 4,3kPa (32mmHg).

• Sel darah putih kurang dari 4000 sel / mm ³ (4 x 103

sel / L) atau lebih besar dari 12.000 sel / mm ³ (12 x 103 sel / L),atau adanya neutrofil lebih dari 10% .

• Perubahan status mental atau tingkat kesadaran (GCS < 14). • Penurunan tekanan darah (SBP < 90 mmHg, MAP < 70 mmHg).

• Plasma Procalcitonin > 0,5 μg/L (sepsis) dan 2-10 μg/L (sepsis berat).

• Akut oliguria (Urine Out Put < 0,5 mL/Kg BB/jam atau < 0,5 mL/Kg BB

setelah 2 jam dilakukan resusitasi cairan).

• Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dL atau 44,2 μmol/L. • International Normalized Ratio (INR) > 1,5.


(42)

• Hyperbilirubinemia (Total Plasma Bilirubin >4 mg/dl atau > 70μmol/L). • Hyperlactatemia (> 1 mmol/L).

2.7. Pemeriksaan Penunjang Sepsis.

Dalam menentukan diagnosis sepsis, pemeriksaan fisik, serta perjalanan penyakit harus di evaluasi dengan cermat. Pemeriksaan darah rutin dan hitung jenis leukosit umumnya bermanfaat walaupun tidak spesifik untuk sepsis. Adanya leukopenia maupun leukositosis , mengindikasikan prediksi yang mengarah kepada sepsis. Bila hal-hal tersebut tidak ditemukan, maka kecil kemungkinan terjadinya sepsis. Akurasi prediksi ini penting untuk dibuktikan dengan re-evaluasi dalam 8-24 jam. Pengukuran C-reactive protein memiliki akurasi dan spesifisitas yang rendah. Pemeriksaan yang lebih sensitif mencakup plasma procalcitonin dan biakan darah. Pada penderita dengan resiko tinggi, kurang dari 72 jam, dan asimtomatik, biakan darah dan urin juga perlu dilakukan. Bila antibiotik sudah mulai diberikan, biakan harus diinkubasikan selama 72 jam untuk menyediakan cukup waktu bagi organisme untuk berkembang biak sebelum biakan dinyatakan negatif dan terapi antibiotik intravena dihentikan. Karena itu, dengan adanya kecurigaan klinik yang cukup kuat terhadap sepsis serta jumlah leukosit yang abnormal, penderita harus diterapi lengkap dengan antibiotik walaupun dengan hasil biakan yang negatif . 14,33,41

2.8. Prognosis

Dengan diagnosis dini dan terapi yang baik, umumnya tidak akan mengalami masalah kesehatan yang berhubungan dengan sepsis dalam jangka waktu yang lama. Namun demikian, bila tanda awal dan/atau faktor-faktor resiko terlewatkan, maka mortalitas dapat meningkat.


(43)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Subjek penelitian adalah seseorang penderita dengan sepsis dan sepsis berat yang diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik

sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang.

3.2.2. Sepsis = respon sistemik terhadap infeksi, berdasarkan dari dua atau lebih kriteria SIRS.

Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) = Sistemik Respon Inflamasi terhadap berbagai tingkat keparahan klinis. Ditandai sebagai berikut:

- Suhu > 38°C atau < 36 °C

- Denyut jantung > 90 Kali per menit

- Frekwensi pernapasan > 20 kali per menit atau PCO2 < 32 mmHg, - Jumlah sel darah putih > 12.000 sel/ mm3, atau < 4.000 sel/ mm3, atau Neutrofil > 10%.

3.2.3. Sepsis Berat = Sepsis disertai dengan hipotensi,hipoksia jaringan, disfungsi organ hingga gangguan kesadaran.

PENDERITA

SEPSIS & SEPSIS BERAT

SHOCK INDEX S-1, S-2 & S-3

MORTALITAS 30 Hari


(44)

3.2.4. SI 1 (shock index 1):

Penilaian vital sign pertama kali saat penderita tiba di IGD sebelum diberikan tindakan medis, di awali dengan menilai perbandingan antara denyut jantung (heart rate) terhadap tekanan sistolik penderita. Penilaian vital sign terdiri atas pengukuran tekanan darah (BP) yang dinyatakan dalam satuan mmHg, pengukuran denyut jantung/heart rate (HR) dinyatakan dalam kali/menit (x/i),pengukuran suhu (Temprature) dinyatakan dalam derajat celcius (oC), dan pengukuran frekwensi pernapasan (RR) dinyatakan dalam kali /menit(x/i). BP diukur dengan alat atau perangkat spighmomanometer air raksa (standard dengan merk NOVA) pada semua penderita. Suhu yang diukur dengan termometer air raksa (standar), pemantauan heart rate dibantu dengan menggunakan alat elektrokardiogram atau dengan pemantauan monitor jantung.

3.2.5. SI 2 (shock index 2):

Penilaian vital sign yang ke-2 setelah 2 jam dilakukan tindakan medis, dengan menilai perbandingan antara denyut jantung ( heart rate) terhadap tekanan sistolik penderita.Penilaian shock index ke dua kalinya ini dilakukan halnya sama pada penilaian vital sign pada penilaian shock index pertama.

3.2.6. SI 3 (shock index 3):

Penilaian vital sign yang ke-3 setelah dilakukan tindakan medis 24 jam kemudian di ruang rawat inap,dengan menilai perbandingan antara denyut jantung (heart rate) terhadap tekanan sistolik penderita. Penilaian shock index ke tiga kalinya ini dilakukan halnya sama pada penilaian vital sign pada penilaian shock imdex pertama dan ke dua

3.2.7. Mortalitas 30 hari : Kejadian angka kematian dinilai selama 30 hari yang diikuti dari awal penderita masuk di IGD .


(45)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan Metode Cohort. 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan November 2013 sampai dengan bulan Agustus 2014, sampel penelitian diperoleh dari penderita masuk di Instalasi Gawat Darurat RS Haji Adam Malik, diikuti pemantauan penderita selama masa rawatan hingga 24 jam di ruangan rawatan RSUP H. Adam Malik Medan dan dilanjutkan hingga pemantauan 30 hari kemudian dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK USU.

4.3. Subjek Penelitian

Penderita dewasa dengan kriteria sepsis dan sepsis berat, yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat RSUP. H. Adam Malik Medan, diikuti pemantauan masa rawatan hingga 24 jam di ruangan rawatan RSUP. H. Adam Malik Medan dan dilanjutkan hingga pemantauan 30 hari kemudian.

4.4.Besar Sampel

Rumus Perhitungan Besar Sampel:

Z

1-α/2 √ 2P ( 1 – P) +

Z

1-β √ P1 ( 1- P1)+ P2(1-P2) 2

n1

=

n2

=

( P

1

P

2

)

2

Keterangan:

-

Z

1-α/2 : Derivat baku alpha. Untuk α = 0,05 maka nilai baku normal = 1,96

-

Z

1-β : Derivat baku beta. Untuk β = 0,20 maka nilai baku normal = 0,842


(46)

- P1 : Proporsi penderita sepsis berat yang diteliti = 0,62

- P1-P2 : Perbedaan proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar 0,35

- P2 : Perkiraan proposi penderita sepsis yang diteliti sebesar 0,97

- n1-n2 : Jumlah besar sampel

Maka dengan memasukkan nilai niai diatas pada rumus Perhitungan Besar Sampel tersebut , diperoleh jumlah besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah sebesar 20 sampel penderita untuk masing masing kelompok.

4.5 Kriteria

4.5.1. Kriteria Inklusi

Penderita (Pria dan wanita) rentang usia 16 tahun – 65 tahun yang memenuhi kriteria sepsis dan sepsis berat berdasarkan Surviving Sepsis Campaign.

4.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Penderita dengan Anemia (Hb < 10 mg/dl). 2. Penderita dengan riwayat penyakit Tiroid.

3. Penderita yang memakai obat (Riwayat pemakaian obat) gangguan irama jantung (Beta blockers, calcium channel blocker, digoxin, dan amiodarone).

4. Penderita dengan gangguan Jantung, disertai dengan pemasangan alat pacu jantung permanen.

5. Penderita dengan keganasan stadium akhir.

6. Penderita terkait dengan gastrointestinal bleeding (baik Hematemesis maupun melena).

7. Penderita dengan status imuno-compromised (terutama dengan pemakaian terapi steroid atau obat antiviral).


(47)

4.6. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Terhadap seluruh penderita yang memenuhi kriteria penelitian, setelah diberikan keterangan dan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian kepada penderita / keluarga penderita yang diikutsertakan didalam penelitian, kemudian penderita / keluarga penderita dimintakan untuk memberikan persetujuan tertulis (informed concern), kemudian dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

4.6.1 Penderita sepsis dan sepsis berat dari berbagai etiologi (sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi penelitian) saat tiba di Instalasi Gawat Darurat, dilakukan anamnese untuk memperoleh data umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan faktor resiko.

4.6.2 Dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui gangguan fungsi organ yang terjadi, diikuti dengan mengukur tanda vital (vital Sign) yang terdiri atas: tekanan darah (BP) dinyatakan dalam mmHg, denyut jantung/heart rate (HR) dinyatakan dalam kali/menit (x/i), suhu (Temprature) dinyatakan dalam derajat celcius (oC), dan frekwensi pernapasan (RR) dinyatakan dalam kali /menit(x/i). BP diukur dengan perangkat spighmomanometer air raksa (standard dengan merk NOVA) pada semua penderita. Suhu yang diukur dengan termometer air raksa (standar), pemantauan heart rate dibantu dengan menggunakan alat elektrokardiogram atau dengan pemantauan monitor jantung. Nilai shock index (SI) yang pertama kali dinilai dimana sebelum dilakukannya tindakkan resusitasi dan pemberian terapi di Unit Gawat Darurat, penilaian SI berupa pembagian denyut jantung (heart rate) terhadap tekanan darah sistolik penderita yang selanjutnya disebut sebagai shock index 1

(SI-1). Setelah SI-1 dinilai, lalu dilakukan pemeriksaan parameter hematologi dengan pengambilan sample darah berupa: darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal,plasma prokalsitonin dan dilakukan kultur darah serta kultur spesimen dari dugaan sumber infeksi guna mengetahui adanya


(48)

jenis mikroorganisme yang terdapat dari dalam darah ataupun dari spesimen dugaan sumber infeksi.Untuk spesimen dalam bentuk cairan steril, spesimen cairan (darah,cairan pleura) diambil sebanyak 10cc ,lalu dimasukkan ke dalam Bactec Alert

(untuk mengetahui kuman berhasil tumbuh atau tidak dan di tunggu selama 3 hari lamanya) setelah kuman berhasil tumbuh maka di tanam ke media padat (Mac Cockay dan

Blood Agar) selama 24 jam dan setelah itu di masukkan ke dalam alat Vitek 2 Compact. Hasil pola kuman dapat diketahui pada keesokkan harinya. Untuk spesimen dalam bentuk pus dapat langsung di tanamkan ke media padat (Mac Cockay dan

Blood Agar) selama 24 jam dan setelah itu di masukkan ke dalam alat Vitek 2 Compact. Hasil pola kuman juga dapat diketahui pada keesokkan harinya.

4.6.3 Setelah sample darah diambil, penderita dievaluasi dengan pemberian resusitasi cairan (sesuai dengan etiologi dan SOAP dari masing masing departemen), lalu setelah 2 jam dilakukan resusitasi (berdasarkan SOAP dari masing masing departemen), penderita dievaluasi kembali nilai shock index 2 nya (SI-2) dengan asumsi bahwa selama ini resusitasi tersebut diharapkan cukup memperbaiki perfusi jaringan.

4.6.4 Pemantauan nilai shock index 3 (SI-3) dilakukan kembali setelah 24 jam kemudian di ruang rawat inap RSUP (Haji Adam Malik. SI-3 adalah merupakan penilaian SI yang terakhir.

4.6.5 Selanjutnya dikumpulkan data, di evaluasi data berdasarkan nilai SI-1,SI-2 dan SI-3 dan menilai rata rata (rerata) SI tersebut. Terhadap kemajuan penanganan secara klinis serta tingkat mortalitas Penderita sepsis dan sepsis berat dari berbagai etiologi ini diikuti hingga 30 hari kemudian.


(1)

VII. Journal Reading di Departemen Ilmu Penyakit Dalam 1. Hypoglicaemia In Severe Malaria,Clinical Assosiacions and

Relationship To Quinin Dose

2. Diagnostic Value Of Clinical Parameter in The Prediction of Aspirin Exacerbatie Respiratory

3. Family History of Liver Cancer and Hepato Carcinoma

4. Soft Drink and Juice Consumtion and Risk Factor of Pancreatic Cancer

5. Changes In The Thyroid Function of Grave Disease Patient 6. LMWH VS UFH In Patient With Acute NSTEMI

7. Asymptomatic Hyperglicaemia In Long Term Psychiatry Patient of Diabetes Mielitus

8. Iron Restricted Erytropoesis in Anemia Patient with Giant Cell Arthritis.

9. Mobility Stress Test Approach To Predicting Fraility,Disability and Mortality.

10.Factor Associated With 24 Hours Urinary Volume

VIII. Tulisan Ilmiah di Departemen Ilmu Penyakit Dalam 1. Nelson’s Syndrome

2. Faktor V Leiden 3. Post Power Syndrome 4. Cardiac Tamponade

IX. Publikasi Ilmiah di Departemen Ilmu Penyakit Dalam

1. Riki Muljadi, Endang Sembiring, Saut Marpaung, Franciscus Ginting, Tambar Kembaren, Armon Rahimi, Yosia Ginting NOSOCOMIAL INFECTIONS DUE TO INFUSION INSTALLATION. National Congresss, Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik Indonesia (PETRI) XVII,Emerging and Re-emerging Infectious Diseases: A Local and Global Threat, Patra Semarang Convention Hotel, 08-10th July 2011. 2. Riki Muljadi , M. Darma Muda Setia,Zuhrial Zubir, E.N Keliat,


(2)

Hotel Grand Aston, 12 - 15 Desember 2012.

X. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Simposium “Early Insulin inisiation, how, when and what insulin according to daily practice need. Medan, 21 November 2009. 2. Peserta Simposium “Update On Wound Management”, Hotel JW

Mariott, Medan, 16 Oktober 2010.

3. Peserta Simposium “Update on Diabetes Management and Medical

Nutrition Therapy”, Hotel Grand Aston, 17 April 2010.

4. Peserta Workshop Perdarahan Saluran Cerna, Gastroentero-Hepatologi Update VIII 2010, Convention Hall Hotel Danau Toba Medan, 21 Oktober 2010.

5. Peserta Workshop Ascites, Gastroentero-Hepatologi Update VIII 2010, Convention Hall Hotel Danau Toba Medan, 21 Oktober 2010. 6. Peserta Seminar “Current Management in Internal Medicine” dan

Workshop Ultrasonography. Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XI 2010. Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Medan, 01 – 03 April 2010. 7. Peserta Simposium “ New Advance in Treatment of Type 2 Diabetes”.

Medan, 18 Juli 2010.

8. Panitia Simposium “Clinical Rheumatology in Daily Practice”, Rheumatology Update 2010. Medan, 31 Juli - 01Agustus 2010. 9. Peserta Simposium “Clinical Rheumatology in Daily Practice”,

Rheumatology Update 2010. Medan, 31 Juli - 01Agustus 2010. 10.Peserta Simposium “Hiperglicemia of patients with diabetes mellitus

in clinical practice”. Medan, 28 November 2010.

11.Peserta Peserta National Congresss, Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik

Indonesia (PETRI) XVII,Emerging and Re-emerging Infectious Diseases: A Local and Global Threat, Patra Semarang Convention Hotel, 08-10th July 2011.


(3)

12.Peserta Pelatihan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan FK USU Workshop Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Ruang Seminar FK USU, 15 Januari 2011.

13.Peserta Seminar Hepatitis Update. Ruang Seminar FK USU, 23 Februari 2011.

14.Peserta Pelatihan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan Ultrasonografi Tahap Pertama bagi Spesialis dan PPDS Penyakit Dalam. Departemen Penyakit Dalam FK USU dan PUSKI. Medan, 21-24 Maret 2011.

15.Panitia Simposium dan Workshop PIT XII 2011 Penyakit Dalam, Pertemuan Ilmiah Nasional PERPARI. Medan 28-30 April 2011. 16.Peserta Simposium PIT XII 2011 Penyakit Dalam, Pertemuan Ilmiah

Nasional PERPARI. Medan 28-30 April 2011.

17.Peserta Workshop “Nutritional Problems in Critical Ill Patients”. PIT XII 2011 Penyakit Dalam, Pertemuan Ilmiah Nasional PERPARI. Medan 28-30 April 2011.

18.Peserta Workshop “Insulin In Daily Practice”. PIT XII 2011 Penyakit Dalam, Pertemuan Ilmiah Nasional PERPARI. Medan 28-30 April 2011.

19.Peserta Simposium “ The Future Management Cardiovascular Management”. The 6th

NTCM. Medan 23-25 Juni 2011.

20.Peserta Workshop “Management Acute Coronary Syndrome”. The 6th NTCM. Medan 23-25 Juni 2011.

21.Peserta Workshop “Management Acute and Chronic Heart Failure”. The 6th NTCM. Medan 23-25 Juni 2011.

22.Peserta Simposium “The Future Management Cardiovascular Management”. The 6th New Trend in Cardiovascular Management (NTCM). Departemen Kardiologi dan Vaskular Medicine. Medan, 23 – 25 Juni 2011.

23.Peserta Simposium “Achieving Ambitious Glycaemic Target in Diabetes : Stepwise Treatment From Sulfonilurea to Insulin Initiation


(4)

Juli 2011.

24.Peserta Workshop Penyuntikan Intraartikuler. Rheumatology Update 2011. Medan, 07 Juli 2011.

25.Panitia Rheumatologi Update Departemen Penyakit Dalam FK USU, Medan 9-10 juli 2011.

26.Peserta Seminar Sehari Lymphoma Update : Deteksi Dini dan Penatalaksanaan. Medan, 16 Juli 2011.

27.Peserta Seminar Update. Gedung Abdul Hakim, HUT FK USU ke 59, Sabtu, 30 Juli 2011.

28.Peserta Seminar Update. HUT FK USU Ke-59. Medan, 30 Juli 2011. 29.Peserta Workshop “Course Cum Workshop on Hypertension for

Clinical Practice”. Medan 10 September 2011.

30.Peserta Roadshow “Medskup Cardio-Workshop Ga stroentero-Hepatology & Infection-Immunology”, Grand Aston City Hall Medan, 8 Oktober 2011.

31.Peserta Workshop Ascites Gastroentero-hepatologi Update IX 2011, PPHI-PGI-PEGI- Divisi Gastroentero-Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 03-05 November 2011.

32.Peserta Workshop Hepatitis B dan C Gastroentero-hepatologi Update IX 2011, PPHI-PGI-PEGI- Divisi Gastroentero-Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 03-05 November 2011

33.Peserta Workshop Ensefalopati Hepatik Gastroentero-hepatologi Update IX 2011, PPHI-PGI-PEGI- Divisi Gastroentero-Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 03-05 November 2011.

34.Peserta Simposium Perdarahan Saluran Cerna, Gastroentero-Hepatologi Update IX 2010, Convention Hall Hotel Danau Toba Medan, 4-5 November 2011.


(5)

35.Panitia Pelatihan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan Ultrasonografi Tahap kedua bagi Spesialis dan PPDS Penyakit Dalam. Departemen Penyakit Dalam FK USU dan PUSKI. Medan, 8-10 November 2011.

36.Peserta Mini Symposium “Patophysiology and Recent Management of Chronic Constipation and Acute Diarrhea”. Medan, 13 November 2011.

37.Peserta Simposium “ Pathogenesis, Prevention and Management

Diabetic Vascular Complications”. Medan, 20 Nopember 2011.

38.Peserta Round Table Discussion “Modifikasi Penggunaan Ekstrak Bahan Alami untuk Pengobatan Tukak Lambung”. Hotel JW Marriot Medan, 3 Desember 2011.

39.Peserta Simposium dan Workshop Head CT Scan “Clinical and Radiology Approach of Stroke and Head Injury”. Gedung Abdul Hakim FK USU Medan, 17 Desember 2011.

40.Peserta Simposium dan “The Management of Stroke Prevention: Current Updates”. IDI Wilayah Medan, 5 Februari 2012.

41.Peserta Simposium “Cancer Pain Management”. Hotel Grand Aston Medan, 10 Maret 2012.

42.Panitia Simposium dan Workshop “Diabetes Update for Excellent”. Hotel JW Marriot Medan, 17 Maret 2012.

43.Peserta Simposium “Diabetes Update for Excellent”. Hotel JW Marriot Medan, 17 Maret 2012.

44.Peserta Workshop “Diabetes Update for Excellent”. Hotel JW Marriot Medan, 17 Maret 2012.

45.Peserta Pelatihan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan FK USU Seminar “Management of Diagnostic Approach of Malaria”. Gedung Abdul Hakim FK USU, 3 Maret 2012.

46.Peserta Seminar dan Workshop on Managing Metabolic Syndrome “ Good Doctor for The Perfect Metabolism”. Santika Dyandra Hotel,


(6)

Terkini di Bidang Penyakit Dalam, Fokus Pada Infeksi. Medan, 6-8 Juni 2012.

48.Peserta Simposium Infection Update V Diagnostik dan Manajemen Terkini di Bidang Penyakit Dalam, Fokus Pada Infeksi . Medan, 6-8 Juni 2012.

49.Peserta dan Presenter Poster Kongres Nasional XV Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI XV) Medan, 12 - 15 Desember 2012.

50.Peserta Workshop Terapi Insulin Kongres Nasional XV Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI XV) Medan, 12 - 15 Desember 2012.

51.Peserta Simposium The 5th Endocrinology & Diabetes of Sumatera Region (FEDS-5) Theme : “The Endocrine-Metabolic Disease : Present and Future”. Hotel JW Marriot Medan, 22-23 Februari 2013. 52.Peserta Simposium Infection Update VI. Meningkatkan Kemampuan

Dalam Menghadapi Penyakit Infeksi Masa Kini, Hotel Danau Toba International.Medan, 07 September 2013.

53.Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam XIV & Gastroentero Hepatologi Update XI. Convention Center Hotel Tiara Medan. 12-14 September 2013.

54.Peserta Round Table Discussion Deme Thypoid,Aspek Klinis & Laboratorium. Hotel Santika Dyandra. Medan,20 January 2014. 55.Peserta Round Table Discussion.Aspek Klinis dan Laboratorium

Cystatin C untuk Deteksi Dini Penurunan Fungsi Ginjal. Grand Aston Hotel.Medan,22 Maret 2014.

56..Peserta Medical Skill UP Grade (MEDSKUP) In Gastroenterology-Hepatology.Hotel Grand Aston City Hall. Medan, 05 April 2014.