empirik terbesar adalah personalization. Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek personalization memiliki peran terbesar dalam meningkatkan Optimisme
menghadapi masa pensiun. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa aspek personalization merupakan hal yang menyebabkan optimisme menghadapi masa
pensiun tergolong sedang sampai tinggi.
4.5.2 Pembahasan Pengaruh Optimisme Menghadapi Masa Pensiun Terhadap
Post Power Syndrome Pada Anggota Badan Pembina Pensiunan Pegawai BP3 Pelindo.
Post power syndrome yang dialami pada anggota BP3 Pelindo karena individu tersebut berpandangan bahwa bekerja menjamin makna tersendiri bagi
individu, yaitu memberikan fasilitas atau ganjaran materi seperti uang, fasilitas, dan gaji ataupun non materi yaitu penghargaan status sosial, prestise yang sangat
berharga bagi diri individu. Akibatnya mereka tidak siap dengan masa pensiun yang ditandai dengan
munculnya gejala gejala seperti gejala fisik seperti tampak layu, lemas, malas, tidak bergairah dan mudah sakit sakitan serta gejala psikis seperti apatis, depresi,
serba salah tidak pernah puas, putus asa, mudah ribut, tidak toleran, cepat tersinggung dan mudah marah. Gejala gejala tersebut muncul karena pemikiran
pemikiran negatif yang dialami para pensiunan karena keengganan menerima situasi baru tersebut.
Optimisme menghadapi masa pensiun sendiri diperlukan oleh anggota BP3 Pelindo agar terhindar dari post power syndrome. Individu yang memiliki
optimisme tinggi cenderung lebih tahan terhadap tekanan, tidak mudah terkena
depresi, tidak mudah menyerah, dan menganggap peristiwa buruk bukanlah hal yang menetap, dengan begitu individu akan siap menghadapi pensiun. Optimisme
tinggi sangat berguna dalam menghadapi post power syndrome, menurut Vaughan dalam Safaria, 2007:76 individu yang memiliki optimisme tinggi, yaitu:
7. Optimisme yang tinggi cenderung mendorong individu untuk tidak mudah menyerah sebelum bekerja keras. Individu yang optimis menjalani kehidupan
yang lebih bahagia daripada individu yang pesimistis. 8. Individu yang optimis tahan terhadap depresi.
9. Individu yang optimis lebih mampu menyeimbangkan emosinya daripada individu yang pesimis.
10. Individu yang optimis dapat menghadapi tekanan hidup secara lebih baik.
11.
Individu yang optimis melihat peristiwa buruk sebagai suatu yang acak, nasib buruk tidak berhubungan dengan karakternya dan menganggap peristiwa
buruk tersebut mungkin akan terjadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Lestari 2008
berjudul peran serta keluarga pada lansia yang mengalami post power syndrome diketahui bahwa individu yang terkena post power syndrome mengalami persepsi
negatif mengakibatkan lansia mengalami ketergantungan dan pesimis terhadap diri sendiri dalam menjalani masa tuanya. Sehingga dibutuhkan optimisme dalam
menghadapi masa pensiun. Fenomena awal ditemukan melalui studi pendahuluan diketahui bahwa
post power syndrome pada anggota BP3 Pelindo tergolong tinggi. Hipotesis awal yang di ajukan yaitu adanya pengaruh negatif yang signifikan antara optimisme
menghadapi masa pensiun terhadap post power syndrome. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh negatif yang signifikan antara
optimisme menghadapi masa pensiun terhadap post power syndrome pada Anggota Badan Pembina Pensiunan Pegawai BP3 Pelindo, diperoleh hasil
koefisien korelasi R sebesar -0,876 dengan p= 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kerja yang diajukan d
iterima yaitu „ada pengaruh negatif antara optimisme menghadapi masa pensiun terhadap post power syndrome pada
anggota Badan Pembina Pensiunan Pegawai BP3. Berdasarkan hasil perhitungan di atas diketahui bahwa optimisme sangat
berperan menentukan tinggi rendahnya post power syndrome. Individu yang optimis cenderung lebih tahan terhadap depresi dan mampu menyeimbangkan
emosinya. Individu yang memiliki optimisme yang tinggi mengindikasikan mampu menerima keadaan barunya dan menontrol emosi emosi negatif yang
muncul yang bisa menyebabkan post power syndrome. Hasil yang berbeda diperoleh antara studi pendahuluan dengan hasil
penelitian dimana hasil studi awal diketahui bahwa post power syndrome pada anggota BP3 pelindo tergolong tinggi dan rendahnya optimisme menghadapi
masa pensiun. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda yaitu bahwa tingginya optimisme dalam menghadapi masa pensiun serta rendahnya post power
syndrome pada anggota BP3 Pelindo. Kartono 2000: 237 mengatakan semua dekadensi atau kemunduran baik fisik ataupun psikis akibat dari post power
syndrome dapat dikompensasikan dalam bentuk bermacam macam kegiatan yang positif. Hal ini bisa terjadi karena peran dari organisasi Badan Pembina Pensiunan
Pegawai BP3 Pelindo dalam memberikan motivasi dan kegiatan yang berguna untuk mengisi waktu luang dari para anggotanya. Banyak kegiatan positif yang
rutin digelar untuk wadah dari para anggotanya agar dapat mengisi waktu pensiunan dengan lebih bermakna seperti senam sehat setiap seminggu sekali,
pengajian mingguan yang diadakan seminggu dua kali dan juga pengajian bulanan, acara seperti sarasaehan, acara bakti sosial dan juga rekreasi bersama
antar anggota pensiunan. Semua acara tersebut mampu membantu para anggotanya sehingga dapat memiliki ptimisme yang tinggi dan menikmati masa
pensiun dengan teneng dan bahagia. Hasil perhitungan spss 17 for windows didapat F hitung 201,240 dengan
taraf signifikansi 0,000. Oleh karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,01 maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi post power syndrome.
Optimisme menghadapi masa pensiun mempunyai pengaruh sebesar 76,7 pada post power syndrome anggota Badan Pembina Pensiunan Pegawai BP3 Pelindo.
Kenaikan suatu variabel mengakibatkan penurunan variabel yang lainnya, semakin tinggi optimisme menghadapi masa pensiun semakin rendah post power
syndrome pada anggota BP3 Pelindo, hal ini juga berlaku sebaliknya.
4.6 Keterbatasan Penelitian