BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Agensi Agency Theory
Dalam mengkaitkan antara struktur kepemilikan dengan kinerja bank, terdapat satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari pencapaian sasaran organisasi
bank serta kinerjanya, yaitu pihak manajemen atau pengurus bank Dewayanto, 2010. Pencapaian tujuan dan kinerja bank tidak terlepas dari kinerja manajemen
itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, hubungan antara manajemen suatu bank dengan pemilik bank akan dituangkan dalam suatu kontrak performance
contract. Hubungan kontrak antara pemilik dan manajemen tersebut sejalan dengan Agency Theory Jensen dan Meckling, 1976. Prinsip utama teori ini
menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang prinsipal yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang agen yaitu
manajer. Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengendalian perusahaan
semakin dipisahkan dari kepemilikan. Hal ini sejalan dengan teori agensi yang menunjukkan pentingnya pemisahan antara manajemen perusahaan dengan
pemilik. Tujuan dari sistem pemisahan ini adalah untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas dengan mempekerjakan agen profesional dalam mengelola perusahaan.
Hal ini terjadi di mana CEO perusahaan memiliki tanggung jawab untuk bertindak sebagai agen untuk pemilik. Sementara pemilik berusaha untuk memperoleh
16
informasi dengan evaluasi, mengembangkan sistem insentif untuk memastikan tindakan yang dilakukan agen untuk kepentingan pemilik FCGI.
Kenyataanya ada masalah dalam pemisahan manajemen perusahaan dengan pemilik perusahaan. Manajer mungkin berusaha untuk memaksimalkan
kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Selanjutnya pemisahan ini dapat menyebabkan kurangnya transparansi
dalam penggunaan dana dalam perusahaan dan dalam keseimbangan yang tepat dari kepentingan, misalnya, pemegang saham dan manajer dan pengendalian dan
pemegang saham minoritas. Dalam perspektif Agency Theory, agen manajer mempunyai kewenangan
untuk mengelola perusahaan dan mengambil keputusan. Masalah keagenan muncul akibat adanya konflik kepentingan antara agen dengan principal yang
ingin memperoleh return maksimal. Manajer seharusnya mengelola perusahaan dengan baik agar kepentingan principal menjadi optimal, namun kenyataannya
cmanajer lebih mengedepankan kepentingannya sendiri yang sering disebut dengan tindakan moral hazard. Tindakan moral hazard sangat mungkin terjadi
karena adanya asimetri informasi. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada manajer untuk memberikan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi
pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya. Ada tiga asumsi yang melandasi teori keagenan Darmawati, dkk,2005
yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi
1. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia mempuyai sifat mementingkan diri sendiri, memiliki keterbatasan rasional bounded
rationality dan tidak menyukai resiko 2. Asumsi keorganisasian menekankan tentang adanya konflik antara anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent
3. Asumsi informasi mengemukakan bahwa informasi dianggap sebagai komoditi yang dapat dijualbelikan
Berkaitan dengan masalah agency, corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori agency diharapkan bisa berfungsi sebagai alat
untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance
merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan
komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan meminimalisasi konflik keagenan,
dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang mencegah dilakukannya eksproriarsi atas pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas Sari, 2010.
Sejalan dengan ini Che Haat, et al 2008 juga berpendapat bahwa untuk mengatasi konflik keagenan, dibutuhkan pedoman yang lebih baik yaitu dengan
adanya mekanisme GCG sehingga konflik keagenan yang selama ini terjadi bisa berkurang. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang
memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja Dermawati, dkk, 2004.
2.2 Good Corporate Governance