BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Periode neonatal adalah periode bayi dari lahir sampai umur 28 hari. Menurut data dari WHO 2010, pada tahun 2008 di daerah Asia Tenggara, 54
kematian anak berumur di bawah 5 tahun adalah kematian bayi baru lahir. Dari jumlah tersebut, 28 disebabkan infeksi neonatus, 26 disebabkan oleh berat
bayi lahir rendah dan prematur 20 disebabkan asfiksia dan trauma lahir, 4 disebabkan anomali congenital, 3 disebabkan diare, 1 disebabkan tetanus dan
sisanya oleh penyebab lain. Data dari WHO menunjukkan angka kematian neonatus di Indonesia pada tahun 2007 adalah 19 per 1000 kelahiran. Angka
kematian neonatus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Selatan, yaitu sebanyak 41 per 1000 kelahiran. Sementara angka terendah di DKI Jakarta
sebanyak 3 per 1000 kelahiran. Di provinsi Sumatera Utara, angka kematian neonatus sebanyak 13 per 1000 kelahiran. Menurut data dari WHO 2010, pada
tahun 2008 penyebab kematian anak berumur di bawah 5 tahun di Indonesia disebabkan oleh pneumonia 22, bayi yang lahir premature 19, diare 15,
asfiksia saat lahir 10, anomali congenital 6, sepsis neonatorum 5, malaria 1 dan penyebab lainnya 19. Di Indonesia, angka kejadian asfiksia
di rumah sakit propinsi Jawa Barat ialah 25,2, dan angka kematian karena asfiksia di rumah sakit rujukan propinsi di Indonesia sebesar 41,94
Dharmasetiawani, 2008. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir . Menurut penelitian Fahrudin 2003, faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
neonatorum adalah usia ibu, status kunjungan antenatal care, riwayat obstetri, kelainan letak janin, ketuban pecah dini, persalinan lama, berat lahir bayi, dan
tindakan sectio caesarea. Di dalam penelitian Dewi 2005, persalinan sectio caesaria dengan menggunakan anestesi general meningkatkan resiko terjadinya
asfiksia neonatorum sebesar 5,35 kali pada bayi cukup bulan.
Universitas Sumatera Utara
Dari tahun 1970 sampai 2007, persalinan sectio caesarea di Amerika Serikat meningkat dari 4,5 menjadi 31,8. Pada 1,5 juta kehamilan, terdapat
angka kematian ibu sebesar 2,2 per 100,000 persalinan sectio caesarea. Morbiditas ibu meningkat pula menjadi 2 kali lipat dengan persalinan sectio
caesarea dibandingkan persalinan pervaginam Cunningham, 2010. Pada persalinan dengan sectio caesarea, digunakan obat analgesi. Hal ini
dapat menyebabkan hipotensi ibu yang berdampak pada penurunan aliran darah uteroplasenta. Hal ini dapat menyebabkan hipoksia dan asidosis pada fetus. Bila
terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak bergantung pada berat dan lamanya asfiksia Latief, 1985.
Teknik yang lazim pada bedah sesar adalah anestesi umum, anestesi epidural, anestesi spinal. Hipotensi lebih sering terjadi pada anestesi spinal
daripada anestesi epidural, dan lebih sering terjadi pada anestesi epidural daripada anastesi umum Kuczkowski, 2004.
Salah satu metode untuk menilai bayi baru lahir adalah dengan nilai apgar. Nilai apgar adalah metode praktis untuk menilai bayi baru lahir secara sistematis
untuk mengindentifikasi apakah bayi memerlukan resusitasi atau tidak. Nilai apgar yang rendah dapat disebabkan olah asfiksia, depresi sistem saraf pusat atau
obstruksi jalan napas bayi Kliegman, 1999. Penelitian Evans 1989 menunjukkan bahwa 6,2 bayi yang dilahirkan
lewat persalinan sectio caesaria dengan anestesi general memiliki nilai apgar 4. Sementara nilai apgar 4-6 sebesar 15,4 pada persalinan dengan teknik yang
sama. Burt, dkk 1988 telah melakukan suatu penelitian yang membandingkan
nilai apgar pada persalinan sectio caesarea berulang dan persalinan pervaginam. Dari penelitian tersebut didapati bahwa bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan
persalinan sectio caesarea berulang 30 lebih cenderung memiliki nilai apgar yang rendah daripada yang dilahirkan secara pervaginam. Zuhri 2010
membandingkan nilai apgar bayi yang lahir melalui bedah sesar dengan
Universitas Sumatera Utara
pemberian anastesi umum dan spinal. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa bayi yang dilahirkan dengan teknik anastesi umum mempunyai nilai apgar
yang lebih buruk daripada bayi yang lahir dengan teknik anastesi spinal. Berdasarkan hal yang diuraikan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai perbandingan nilai apgar pada bayi yang dilahirkan dengan persalinan normal dan persalinan dengan teknik sectio
caesarea.
1.2. Rumusan Masalah