Cara berkomunikasi dengan klien Hambatan saat berkomunikasi dengan klien

dengan klien, 4 Perasaan keluarga saat berkomunikasi dengan klien. Tema-tema ini dibahas secara terperinci untuk memaknai pengalaman keluarga dalam berkomunikasi dengan pasien stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1. Cara berkomunikasi dengan klien

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap delapan partisipan didapatkan ada dua jenis cara komunikasi yang dilakukan, yaitu berkomunikasi secara lisan dan menggunakan gerakan tubuh. a. Berkomunikasi secara lisan Sebanyak dua dari delapan partisipan menyatakan bahwa cara berkomunikasi yang dilakukan adalah secara lisan. Hal ini tergambar dari kategori yaitu tidak menuliskan kata yang diucapkan kepada klien. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut ini: “Yah nggak ada. Ngomong ya ngomong aja kayak biasa...” Partisipan 2 “Kalau saya ngomong biasa aja paling bapaklah yang menjawabnya pake isyarat. Kalau nulis kan dia juga sulit, kasian juga.. ” Partisipan 8 b. Menggunakan gerakan tubuh Hasil wawancara yang dilakukan terhadap delapan partisipan, gerakan tubuh verbal yang digunakan terdiri atas dua kategori yaitu memberikan sentuhan dan mendekat saat berkomunikasi dengan klien. Universitas Sumatera Utara Seorang dari delapan partisipan mengatakan cara berkomunikasi yang dilakukan yaitu dengan cara memberikan sentuhan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut : “Kalau pegang tangannya selalu, cium tangannya, cium kaki..” Partisipan 2 Dua dari delapan partisipan mengungkapkan cara berkomunikasi yang dilakukan yaitu mendekat saat berkomunikasi dengan klien. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan berikut ini : “Yah cara berkomunikasi, kita berbicara dekatkan ke telinga lah..” Partisipan 4 “Saya pun gak pernah jauh dari dia. Jadi dia pun bisa dengarkan saya..” Partisipan 5

2. Hambatan saat berkomunikasi dengan klien

Hasil wawancara yang dilakukan dengan delapan partisipan terdapat tiga hambatan dalam berkomunikasi. Hambatan tersebut tidak hanya berasal dari keluarga tetapi juga faktor dari klien. Hambatan tersebut yaitu kurangnya pengetahuan tentang berkomunikasi dengan klien, gangguan fisik yang dialami klien, dan gangguan psikis yang dialami klien. a. Kurangnya pengetahuan tentang berkomunikasi dengan klien Dari pernyataan partisipan, terdapat tiga kategori untuk kurangnya pengetahuan tentang berkomunikasi dengan klien yaitu tidak mengerti dengan ucapan klien, salah mengartikan maksud klien, dan mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan klien. Universitas Sumatera Utara Empat partisipan mengatakan tidak mengerti dengan ucapan klien. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut: “Tapi yah ada juga yang saya gak ngerti maksudnya, sewaktu dia cuma bisa ngasih kode. Ntah apa lah. Terakhir “eeehh” “eeeehh” jadi bingung juga kita..” Partisipan 3 “Kadang ngerti kadang nggak lah..” Partisipan 4 “Kalau bapak ini ngomongnya kadang saya nggak ngerti. Anak-anak pun gak ngerti juga.” Partisipan 6 “Adalah. Itu tadi “eh..” katanya, ntah apa maksudnya. Ntah mau berak dia, gak tahu lah.” Partisipan 7 Empat dari delapan partisipan mengatakan hambatan yang dialami yaitu salah mengartikan maksud klien. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut : “Pernah jugalah. Minta koran kemaren itu. “kola..kola..” katanya saya pikir minta kolak, saya beli kolak ternyata nyuruh beli koran.” Partisipan 6 “Tapi pernahlah macam ada yang mau dibilangnya, “ehh..ehh..” katanya sambil dipegangnya itu bahunya. Terus saya bilang, yang mana sakit bang? “eh..eh..” katanya lagi. Ternyata ada bedak di punggungnya, lupa saya ambil..” Partisipan 7 Universitas Sumatera Utara Seorang partisipan mengungkapkan bahwa mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan klien. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan: “Kalau kesulitan yah pasti ada dek, soalnya kan gak bisa berbicara, setelah pindah ke ruang inap bicaranya baru satu- satu bisa diucapkan..” Partisipan 1 b. Gangguan fisik yang dialami klien Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap delapan partisipan, terdapat empat kategori yaitu klien sulit mengucapkan kata-kata, klien tidak bisa menulis, klien tidak bisa membaca, dan klien merasa sakit saat berkomunikasi. Dari hasil wawancara terhadap delapan partisipan, ada delapan partisipan mengatakan bahwa yang menjadi hambatan saat berkomunikasi yaitu klien sulit mengucapkan kata-kata. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pernyataan partisipan sebagai berikut : “Mamak ini kalau mau bilang nabil susah kali. Awaknya mikir-mikir terus apalah yang mau dibilang mamak ini. Terus saya bilang nabil mak?” Partisipan 1 “Cuma bisa bilang “eehh..ehh..” gak ada kata yang keluar cuma suara aja lah yang keluar..” Partisipan 3 “Dia macam mau bilang apa tapi ntah apa. Makanya saya suruh tulis, mau apa. Soalnya kita kan gak ngerti maksudnya. .” Partisipan 5 “Kalau kita ajarin ngomong, dia bisa cuma gak jelas. Cuma bisa bilang “iya”, “aa” itu lah jelas. Kebanyakan cuma bisa bilang “eee”..” Partisipan 8 Universitas Sumatera Utara Tiga partisipan mengatakan bahwa klien tidak bisa menulis sehinggga menjadi hambatan bagi keluarga untuk dapat mengerti ucapan klien. Hal ini dapat dilihat dari beberapa penyataan partisipan berikut : “Gak mau nulis dia. Udah saya kasih pulpen sama buku..” Partisipan 5 “Tapi mau nulis gak bisa lemas, sekarang pun masih lemas juga tangannya. Itulah saya bilang, bang kalau warga minta tanda tangan abang gimana. Dia minta lah pulpen mau nulis, tapi tetap ng gak bisa.” Partisipan 6 Seorang partisipan mengatakan bahwa klien tidak dapat membaca. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan : “Nggak. Sewaktu sakit itu nggak bisa lah. Apalagi mau nulis nggak bisa. Cuma hanya bahasa isyarat- isyarat ajalah..” Partisipan 3 Seorang partisipan mengungkapkan bahwa klien merasa sakit saat berkomunikasi. Adapun pernyataan tersebut diungkapkan sebagai berikut : “Kadang dia bilang pedih kalau kebanyakan ngomong.” Partisipan 2 c. Gangguan psikis yang dialami klien Hasil wawancara terhadap delapan partisipan, terdapat dua kategori gambaran gangguan psikis yang dialami klien yaitu klien mudah marah dan klien mudah menangis. Gangguan psikis yang dialami klien menjadi hambatan saat keluarga berkomunikasi dengan klien. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pernyataan partisipan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara “Tapi dia tuh bawaannya emosi aja “ehh..ehh..” keg gitu lah cemana lah mau dibilang macam mau marah gitu. Cuma karena sejak sakit ini lah gampang marah dia padahal waktu sehat dulu dia jarang kali marah..” Partisipan 3 “Tapi pernah juga gitu kan, tanpa sebab keluar air matanya. Gak tahu juga lah kenapa.” Partisipan 3 “Orang stroke ini sensitif perasaannya, cengeng. Nanti tiba-tiba mau nangis…Misalnya pernah juga kan tiba-tiba aja dia nangis, kita tanya karena ini itu. Nggak juga. Jadi apa gitu yakan, gak ngerti kita. Dia tetap aja nangis doang..” Partisipan 8

3. Usaha yang dilakukan keluarga untuk mengatasi hambatan saat berkomunikasi dengan klien